Ads

Senin, 28 Desember 2015

Suling Naga Jilid 011

Perkumpulan itu dipimpin oleh seorang datuk sesat bernama Tee Kok yang berusia limapuluh tahun sebagai ketuanya. Ketika mereka bentrok dengan Bi-kwi, mereka kalah dan Tee Kok merajuk, menyatakan kalah dan menyerah. Melihat kehebatan mereka, Bi-kwi dengan cerdik mengampuni mereka dan menyuruh mereka berjanji untuk membantunnya dalam segala macam hal kalau dimintanya, Tee Kok menyanggupi.

Bi kwi lalu memerintahkan Ang-i-mo untuk melakukan penyelidikan, mencari adanya pendekar yang berjuluk Pendekar Suling Naga dan kalau ada beritanya agar cepat memberi kabar kepadanya di puncak Thai-san, di mana ia tinggal bersama Sam Kwi. Setelah itu barulah ia pulang ke Thai-san, di mana ia terpaksa menerima Bi Lan sebagai sumoi atau murid guru-gurunya yang baru, bahkan ia lalu dengan cerdik menyediakan dirinya untuk melatih sumoinya itu menggantikan guru-gurunya.

Baru beberapa bulan kemudian, datang Tee Kok bersama anak buahnya yang pilihan, berjumlah duapuluh empat orang bersama dia, berkunjung ke Thai-san dan melaporkan bahwa mereka mendengar akan munculnya Pendekar Suling Naga di daerah selatan.

Mendengar ini, cepat Bi-kwi meninggalkan Thai-san, bersama duapuluh empat orang itu cepat-cepat melakukan pengejaran dan pencarian ke selatan. Akhirnya, mereka mengikuti jejak orang yang dicari di sepanjang pantai Sungai Wu-kiang dan tiba di kaki bukit yeng menjadi tempat tinggal Beng-san Siang-eng bersama murid mereka.

Tee Kok dalam pelaporannya kepada Bi-kwi hanya mengatakan bahwa anak buahnya belum pernah ada yang berjumpa dengan pendekar yang dicari, hanya mendapat keterangan bahwa pendekar itu masih muda dan lihai sekali. Maka, ketika mereka tiba di tempat itu, perhatian Bi-kwi dan kawan-kawannya tertarik kepada Sim Houw.

Akan tetapi, mereka merasa ragu-ragu karena pemuda itu tadi mereka lihat didorong oleh gadis cantik itu saja terpelanting, mana mungkin orang lemah itu yang dinamakan Pendekar Suling Naga? Karena itu Bi-kwi lalu mengajukan pertanyaan kepada mereka, dengan sikapnya yang angkuh,

“siapa di antara mereka yang berjuluk Pendekar Suling Naga.“

Biarpun Hui Lan telah membentaknya dengan ucapan menghina, ia tetap tidak perduli dan mengulangi pertanyaannya.

“Siapakah Pendekar Suling Naga? Hayo mengaku, kalau tidak kalian berempat tentu akan menjadi setan-setan tanpa nyawa!”

Sekali lagi ia menghardik, sekali ini sinar matanya berkilat mengeluarkan ancaman yang mengerikan. Kalau sepasang saudara kembar Gak itu masih bersikap sabar, murid merekalah yang sudah kehabisan kesabaran lagi.

“Perempuan hina! Berani engkau mengancam kami di rumah kami sendiri? Apa kau kira aku takut kepadamu dan gerombolanmu, badut-badut berpakaian merah ini? Bukalah matamu dan lihat dengan siapa kau berhadapan!”

Bi-kwi memang orang aneh. Iblis betina ini tidak mudah marah, atau tidak mau menurutkan emosi dan kemarahannya, kalaupun ada, disimpan di dalam hati saja. Hanya sinar matanya yang menyambar ketika ia menjawab,

“Tidak perduli siapa orangnya. kalau tidak mau memberi tahu kepadaku di mana adanya Pendekar Suling Naga, tentu akan kami bunuh!”

“Keparat! Kami tidak mengenal Suling Naga atau Suling Ular atau Suling Cacing! Akan tetapi kedua orang suhuku ini adalah Beng-san Siang-eng!”

Maksud Hui Lan memperkenalkan julukan kedua orang gurunya adalah untuk balas menggertak agar wanita itu menjadi terkejut dan gentar. Siapa yang tidak mengenal nama Beng-san Siang-eng.

Bi-kwi memang terkejut, akan tetapi bukan terkejut lalu gentar, bahkan terkejut lalu wajahnya berseri dan senyumnya makin mengejek.

“Ahh! Ini namanya mencari bandeng mendapatkan kakap! Jadi kalian inikah Beng-san Siang-eng, keluarga Pulau Es?” katanya sambil memandang kepada dua orang pria kembar itu penuh perhatian.

Dua orang pria kembar itu membalas pandang mata tajam itu dengan alis berkerut. Gadis cantik ini masih muda namun sikapnya demikian angkuh dan memandang rendah, tentu bukan orang sembarangan.

“Kami berdua saudara Gak memang masih cucu luar dari kakek kami Suma Han dari Pulau Es. Akan tetapi kami tidak merasa pernah berurusan denganmu. Siapakah engkau, nona dan ada urusan apakah engkau bersama rombonganmu datang ke tempat kami?”

Ciong Siu Kwi meraba gagang goloknya dengan sikap angkuh, tanpa mencabut senjata itu, dan memandang kepada dua orang kakek itu dengan mata tajam.

“Beng-san Siang-eng, aku disebut orang Bi-kwi dan aku datang mewakili guru-guruku, Sam Kwi untuk mencari Pendekar Suling Naga. Akan tetapi dia tidak ada dan yang ada ialah kalian cucu dari Majikan Pulau Es. Hemm, sungguh kebetulan sekali karena akupun mempunyai tugas mewakili guru-guruku untuk membunuh semua keluarga Pulau Es setelah Majikan Pulau Es sendiri meninggal dunia!”

Dua orang pria kembar itu mengerutkan alis lagi.
“Nanti dulu, Bi-kwi. Memusuhi orang dengan niat membunuh bukan merupakan hal yang tidak ada sebabnya. Mengapa guru-guru kalian memusuhi kami orang-orang Pulau Es?”

“Kakekmu itu pernah mengalahkan guru-guruku, dan sudah bersumpah untuk membalas kekalahan itu. Akan tetapi kakekmu sudah mati, maka yang harus menebus dosanya adalah keluarga dan keturunannya. Nah, bersiaplah kalian untuk mati, juga bocah perempuan sombong ini dan pemuda itu siapa dia?”

Telunjuk kiri Bi-kwi menuding ke arah muka Sim Houw dan diam-diam hatinya berbisik betapa tampannya pemuda sederhana itu.

“Jangan ganggu dia. Kami tidak mengenalnya. Dia seorang yang baru saja datang, dan tidak ada sangkut pautnya dengan kami. Jangan kira akan mudah saja membunuh kami, bahkan kalau boleh kunasihatkan agar kamu yang masih muda ini pulang saja dan biarlah ketiga orang suhumu itu yang datang membuat perhitungan dengan keluarga para pendekar Pulau Es,” kata Gak Jit Kong yang merasa tidak enak juga kalau dia bersama adik kembarnya harus berhadapan mengadu ilmu dengan seorang gadis yang masih muda itu.

Memang semua tokoh persilatan yang sudah ada nama tentu akan merasa ragu untuk mengadu ilmu melawan seorang gadis muda. Kalau kalah amat memalukan, kalau menangpun akan ditertawakan orang!






“Beng-san Siang-eng, kematian sudah di depan mata, tak perlu banyak cakap lagi! Bersiaplah untuk mampus!” bentak Bi-kwi dan nampak sinar berkilat menyilaukan mata ketika wanita ini mencabut pedangnya.

“Suhu, biar aku yang menghadapi iblis wanita ini!”

Hui Lan juga mencabut pedangnya dan ia meloncat ke depan gurunya, menghadapi Bi-kwi. Dua orang pria kembar itu tidak melarang murid mereka. Memang sepatutnyalah kalau Hui Lan yang menghadapi wanita itu, dan mereka sendiri akan berjaga-jaga karena kalau duapuluh empat orang berpakaian seragam merah itu mengeroyok, mereka akan menghadapi pasukan merah itu.

Akan tetapi, Bi-kwi yang sudah menghunus pedang itu memandang kepada Hui Lan dengan alis berkerut.

“Bocah sombong, engkau bukan lawanku. Guru-gurumu itulah lawanku dan engkau nonton saja, jangan tergesa minta mampus, tunggu giliranmu tiba!”

Ucapan itu sungguh menghina sekali. Hui Lan mengeluarkan suara melengking nyaring dan ia sudah maju menerjang dengan pedangnya. Akan tetapi Bi-kwi tersenyum saja dan hanya nonton ketika dari samping, Tee Kok ketua Ang-i-mo telah menggerakkan sepasang goloknya ke depan menangkis.

“Tranggg....!”

Nampak api berpijar ketika pedang Hui Lan bertemu dengan golok di tangan laki-laki tinggi kurus bermuka pucat itu.

“Ciong Siocia (Nona Ciong), biarkan aku menghadapi gadis ini!” kata Tee Kok.

“Matamu sudah menjadi hijau melihat perawan mulus ini, ya? Baik, kalau bisa, tangkaplah bocah itu dan boleh menjadi milikmu sebelum kau bunuh!”

Biarpun ucapan ini ditujukan kepada Tee Kok. akan tetapi tentu saja Hui Lan menjadi marah bukan main, demikian pula dua orang gurunya karena omongan wanita itu sungguh kasar dan kotor.

“Kalian adalah manusia-manusia busuk!” kata Gak Jit Kong yang segera menghunus pedangnya, diikuti oleh adik kembarnya.

“Bagus! Mari kita ramai-ramai basmi keturunan Pulau Es!”

Bi-kwi berseru dan iapun menerjang maju disambut oleh sepasang pria kembar yang sudah memegang pedang masing-masing. Dan dalam gebrakan pertama, kedua orang she Gak itu terkejut bukan main.

Mereka memang sudah menduga bahwa wanita ini tentu jahat dan juga amat lihai, akan tetapi tidak mereka sangka bahwa ketika pedang mereka bertemu dengan pedang Bi-kwi, mereka merasa betapa lengan mereka yang memegang pedang itu tergetar hebat dan ada hawa panas menyambar ke arah mereka melalui pedang di tangan gadis itu!

Tahulah mereka bahwa gadis itu benar-benar amat lihai maka merekapun cepat mengurung dengan pengerahan tenaga dan kepandaian mereka. Segera terjadi perkelahian yang amat seru di antara Beng-san Siang-eng dan Ciong Siu Kwi atau Iblis Cantik itu.

Hui Lan juga segera merasakan ketangguhan lawannya. Sepasang golok lawannya bergerak menyambar-nyambar dari dua jurusan yang berlawanan, seperti hendak mengguntingnya dan ternyata si tinggi kurus bermuka pucat inipun memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat!

Boleh jadi Bi-kwi yang telah digembleng sejak kecil oleh tiga orang gurunya sekaligus kini telah menjadi seorang wanita yang lihai bukan main. Hampir seluruh ilmu dari Sam Kwi telah diresapinya dan ia memang memiliki bakat yang amat baik. Akan tetapi, kini ia melawan dua orang pria kembar yang masih cucu luar Majikan Pulau Es, maka segera ia mendapatkan kenyataan bahwa tidak akan mudah baginya untuk dapat mengalahkan dua orang pria kembar itu dan paling-paling hanya akan dapat mengimbangi ketangguhan mereka. Maka wanita itu lalu memberi aba-aba kepada pasukan Ang-i-mo itu untuk maju dan membantu!

Hui Lan merasa terkejut sekali. Baru melawan si tinggi kurus seorang diri saja sudah terasa berat, apalagi kalau lawannya dibantu oleh anak buahnya yang amat banyak. Tidak disangkanya bahwa si baju merah itu dapat memainkan sepasang goloknya sedemikian lihainya.

Ia tidak tahu bahwa Tee Kok itu adalah bekas anak buah Hek-i-mo (Iblis Pakaian Hitam), yaitu perkumpulan yang dipimpin oleh Hek-i Mo-ong, datuk besar kaum sesat yang duapuluh tahun lebih yang lalu pernah menggemparkan dunia persilatan. Hek-i-mo telah dihancurkan oleh para pendekar, terutama oleh para pendekar Pulau Es.

Perkumpulan Hek-i-mo atau Hek-i Mo-pang sudah tidak ada, akan tetapi masih ada belasan orang anggauta yang dapat meloloskan diri, dipimpin oleh Tee Kok. Dia ini pernah menerima pelajaran ilmu-ilmu silat tinggi langsung dari mendiang Hek-i Mo-ong, maka tentu saja ilmu silatnya cukup tinggi.

Dan Tee Kok ini lalu mendirikan sebuah perkumpulan lain yang diberi nama Ang-i Mo-pang dan semua anggautanya mengenakan pakaian seragam merah dan dia mengangkat diri menjadi ketuanya. Belasan tahun lamanya dia dan anak buahnya merajalela sampai pada suatu hari mereka berjumpa dengan Bi-kwi dan dikalahkan oleh wanita cantik ini! Karena mereka itu segolongan maka ada kecocokan di antara mereka. Bi-kwi tidak membunuh mereka, bahkan meraih mereka menjadi teman dan anak buah.

Kini duapuluh lebih anak buah Ang-i Mo-pang serentak bergerak mengepung, membantu Bi-kwi dan Tee Kok. Tentu saja Beng-san Siang-eng dan Hui Lan menjadi terkepung dan terdesak hebat. Mereka berada dalam keadaan gawat dan terancam sekali. Akan tetapi dengan semangat meluap-luap, guru dan murid ini melawan mati-matian dan mengambil keputusan untuk melawan sampai napas terakhir.

Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan nyawa Hui Lan dan dua orang gurunya itu, tiba-tiba terdengar suara suling melengking nyaring. Semua orang yang sedang berkelahi terkejut bukan main karena suara suling itu seperti menusuk telinga mereka dan langsung menyerang jantung sehingga jantung mereka terguncang. Bahkan beberapa orang anak buah Ang-i Mo-pang sudah terpelanting jatuh dan mengeluh sambil menutupi kedua telinga mereka dengan tangan.

Beng-san Siang-eng dan Souw Hui Lan juga cepat meloncat ke belakang, lalu mengerahkan tenaga sin-kang untuk melindungi jantung mereka. Tidak terkecuali Bi-kwi dan Tee Kok yang juga terkena serangan suara melengking itu sehingga merekapun terpaksa meloncat ke belakang dan menengok ke arah suara suling seperti yang dilakukan semua orang yang berada di situ.

Kiranya yang mengeluarkan bunyi melengking menyakitkan jantung dan menusuk-nusuk anak telinga itu adalah Sim Houw. Pemuda itu kini sudah duduk bersila dan menyuling sambil memejamkan kedua matanya, mengerahkan khi-kang kuat sekali ke dalam tiupan sulingnya untuk membubarkan perkelahian yang tidak adil itu.

Melihat suling berbentuk naga yang ditiup pemuda itu, Bi-kwi terkejut dan tak tertahan lagi ia berteriak,

“Suling Naga!”

Semua orang terkejut mendengar teriakan ini, termasuk Hui Lan dan dua orang gurunya. Merekapun memandang ke arah Sim Houw dengan perasaan tegang dan penuh keheranan.

Mendengar teriakan ini, Sim Houw menghentikan tiupan sulingnya dan membuka matanya lalu bangkit berdiri. Suling itu masih dipegangnya, dipegang pada bagian ekor naga seperti kalau menyuling.

Bi-kwi sudah dapat menekan guncangan hatinya. Ia melangkah maju menghampiri Sim Houw, pandang matanya tajam penuh selidik, wajahnya berseri karena ada rasa girang di dalam hatinya bahwa akhirnya ia dapat berhadapan dengan orang yang telah menerima Liong-siauw-kiam dari mendiang Pek-bin Lo-sian. Suara suling yang menusuk telinga dan mengguncangkan jantungnya tadi dianggapnya sebagai keampuhan suling itu, bukan karena peniupnya yang memiliki kepandaian tinggi.

Bi-kwi termasuk orang yang terlalu mengandalkan kepandaian sendiri dan selalu meremehkan orang lain. Ia sudah mendapat gambaran yang jelas dari Sam Kwi tentang macamnya Pedang Suling Naga, maka melihat suling di tangan pemuda itu ia tidak merasa ragu lagi.

“Hemm, jadi engkau inikah yang berjuluk Pendekar Suling Naga? Engkaukah orangnya yang menerima suling pusaka itu dari tangan mendiang Pek-bin Lo-sian di Himalaya?” tanya Bi-kwi dengan suara lantang.

Pertanyaan ini menarik perhatian semua orang yang berada di situ sehingga mereka semua seakan-akan telah lupa akan perkelahian tadi dan semua orang memandang kepada Sim Houw.

Sim Houw mengamati suling di tangannya dan alisnya berkerut.
“Benar, akan tetapi tidak kusangka bahwa Pek-bin Lo-sian telah meninggal dunia.”

“Siapa namamu?” Tiba-tiba Bi-kwi bertanya sambil menatap wajah yang tampan itu.

“Aku she Sim bernama Houw, dan secara kebetulan saja Pek-bin Lo-sian memberikan suling ini kepadaku dengan suka rela. Mengapa engkau mencari-cari aku?”

“Orang she Sim, dengarlah baik-baik. Liong siauw-kiam itu adalah milik nenek moyang tiga orang guruku yang dikenal dengan julukan Sam Kwi. Pek-bin Lo-sian adalah susiok-kongku sendiri. Orang tua yang tak tahu diri itu secara lancang telah memberikan pusaka keluarga perguruan guru-guruku kepada engkau, seorang asing. Karena itu, dia layak mati di tanganku. Sekarang, serahkan pusaka itu kembali kepadaku yang berhak memilikinya, dan baru aku akan mempertimbangkan apakah engkau harus dibunuh ataukah tidak.”

Diam-diam Sim Houw terkejut dan marah. Kiranya kakek itu telah dibunuh oleh wanita kejam itu dan tentu saja dia sudah mendengar tentang Su Kwi. Justeru karena tidak ingin pusaka itu terjatuh ke tangan Sam Kwi, murid-murid keponakan Pek-bin Lo-sian itu, maka kakek itu memberikan pusaka itu kepadanya dan berpesan agar dia berhati-hati menghadapi Sam Kwi. Sekarang murid dari Tiga Iblis itu telah muncul dan memang benar gadis ini memiliki kepandaian yang tinggi, belum lagi duapuluh empat orang pembantunya itu.

“Bi-kwi, julukanmu itu tepat sekali. Memang engkau cantik, akan tetapi watakmu seperti iblis yang kejam. Engkau Iblis Cantik bahkan telah membunuh susiok-couw sendiri. Pusaka ini diberikan kepadaku oleh mendiang Pek-bin Lo-sian memang dengan maksud agar jangan sampai terjatuh ke tangan Sam Kwi. Aku menerimanya dari Pek-bin Lo-sian dan hanya kakek itu seorang yang berhak memintanya dari tanganku. Baik engkau, maupun Sam Kwi tidak berhak.”

“Keparat, berani engkau menentang Bi-kwi?” bentak Bi-kwi dan pedang di tangannya tergetar sampai mengeluarkan suara berdengung.

“Ciong Siocia, biar kurebutkan pusaka itu untukmu!”

Teriak Tee Kok dan pria tinggi kurus bermuka pucat ini sudah menerjang maju, sepasang goloknya membuat gerakan bersilang, yang satu membacok ke arah pergelangan tangan Sim Houw yang memegang suling sedangkan yang ke dua menyambar ke arah pundak kiri pemuda itu. Sungguh merupakan serangan maut yang berbahaya, sekaligus hendak merampas suling dengan membacok tangan kanan lawan sambil berusaha membunuhnya!

Akan tetapi, Sim Houw kelihatan tenang saja menghadapi serangan maut ini. Dengan sedikit gerakan tubuh dan geseran kaki, dua serangan itu telah meluncur lewat dan mengenai tempat kosong, dan di detik berikutnya, ujung suling itu telah membalik di tangannya, kini yang dipegangnya adalah bagian kepala suling naga yang menjadi gagangnya dan kini ekor naga itu yang merupakan ujung mata pedang telah menusuk ke arah paha Tee Kok dengan kecepatan kilat.

Tee Kok terkejut dan cepat menarik kakinya, akan tetapi pada saat itu, angin keras menyambar dan ternyata angin itu keluar dari lengan baju kiri Sim Houw yang sudah menyusulkan tamparan ke arah kepala lawan. Tee Kok mengelebatkan goloknya yang kanan untuk membacok tangan kiri lawan, akan tetapi kembali tangan itu mengelak dan melanjutkan serangan dengan totokan jari ke arah dada.

“Eh....!”

Tee Kox terkejut sekali. Demikian cepat gerakan lawan sehingga dalam segebrakan saja dia sudah dihujani serangan. Sebagai bekas murid mendiang Hek-I Mo-ong yang lihai tentu saja dia masih dapat menghindarkan diri dari totokan itu dengan cara meloncat ke belakang. Kemarahan membuat dia lupa diri, lupa bahwa yang dihadapinya adalah seorang lawan yang amat tangguh. Dia mengeluarkan suara menggereng dan kedua goloknya diputar-putar membentuk dua lingkaran sinar bergulung-gulung yang menyerang ke arah Sim Houw.

Karena agaknya kini sadar akan kelihaian lawan, Tee Kok mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan jurus ilmu sepasang goloknya yang paling ampuh. Untuk dapat merebut suling pusaka itu seperti yang dijanjikannya kepada Bi-kwi, dia harus terlebih dahulu dapat membunuh pemuda ini.

“Hemm,”

Sim Houw mengeluarkan seruan dari hidungnya dan tiba-tiba sulingnya itu mengeluarkan suara melengking-lengking seperti ditiup ketika dia memutarnya.

Mendengar suara melengking tajam ini, entah bagaimana tahu-tahu dua gulungan sinar golok itu terhenti sebentar seperti tertahan sesuatu dan saat itu, ujung ekor suling naga telah meluncur dan menusuk ke arah Tee Kok, tepat di antara kedua matanya. Tee Kok mengeluh kaget dan sepasang goloknya bergerak ke depan untuk menangkis dan menggunting suling lawan, akan tetapi suling itu telah bergerak ke belakang dan pada saat yang sama, sebuah tendangan mengenai dada Tee Kok.

“Bukk!”

Tee Kok tidak melihat datangnya tendangan ini karena tadi matanya terancam tusukan pedang suling sehingga seluruh perhatiannya tercurah untuk menyelamatkan kedua matanya. Kini tendangan itu mengenai dadanya yang sudah dilindungi dengan kekebalan, akan tetapi tetap saja tubuhnya terjengkang dan terbanting keras. Tee Kok merasa betapa tulang pinggulnya seperti remuk, akan terapi dia sudah dapat terus bergulingan seperti seekor trenggiling dan sudah meloncat bangun lagi dengan muka semakin pucat dan mata berapi-api.

Tentu saja Hui Lan dan dua orang gurunya terkejut bukan main, terkejut dan penuh rasa kagum. Pemuda tukang suling yang tadinya mereka pandang rendah, mereka remehkan sebagai seorang pemuda lemah, ternyata dalam dua tiga gebrakan saja mampu menendang jatuh Tee Kok yang tadi dirasakan sebagai lawan yang amat tangguh oleh Hui Lan.

Gadis ini teringat betapa tadi ia pernah mendorong Sim Houw sampai terguling-guling dan teringat akan hal itu, mukanya berobah merah sekali. Tahulah ia kini bahwa tadi Sim Houw hanya berpura-pura saja dan baru sekarang terpaksa pemuda itu memperkenalkan diri hanya karena melihat ia dan dua orang gurunya tadi terancam bahaya maut.

Sementara itu, melihat mereka berkelahi dalam dua tiga gebrakan saja dan melihat pembantunya tertendang roboh, Bi-kwi juga terkejut. Baru terbuka matanya bahwa pemuda yang menerima benda pusaka itu, yang dijuluki orang Pendekar Suling Naga, ternyata adalah seorang yang amat lihai.

Ia mengenal tingkat kepandaian Tee Kok yang pernah dikalahkannya itu. Cukup tangguh. Ia sendiri baru akan mampu mengalahkan Tee Kok setelah bertanding sedikitnya limapuluh jurus. Akan tetapi pemuda ini dalam tiga gebrakan saja sudah mampu membuat pembantunya itu terjatuh.

“Kembalikan Liong-siauw-kiam kepadaku!” bentaknya dan Bwi-kwi juga menerjang ke depan, menyerang Sim Houw untuk membantu Tee Kok yang sudah siap pula dengan sepasang goloknya.

Melihat betapa Bi-kwi yang diandalkan itu maju, besarlah hati Tee Kok dan diapun sudah maju lagi, memutar sepasang goloknya mengeroyok Sim Houw.

Akan tetapi tiba-tiba badan pemuda itu lenyap dan yang nampak hanya bayangannya saja yang terbungkus gulungan sinar hitam dari sulingnya. Dan dari dalam gulungan sinar itu muncul suara berdengung-dengung dan melengking-lengking yang membuat dua orang pengeroyoknya terpaksa harus mengerahkan sin-kang, kalau tidak mau roboh oleh serangan suara mujijat itu.

Terjadilah perkelahian yang amat menarik. Hui Lan dan dua orang gurunya terbelalak penuh kagum dan ketegangan. Tak mereka sangka bahwa pemuda itu sedemikian lihainya sehingga akan mampu menghadapi pengeroyokan dua orang tangguh itu. Padahal tadi, dikeroyok oleh Beng-san Siang-eng saja, Bi-kwi dapat menandinginya tanpa merasa kewalahan. Dan ini, wanita sakti itu bersama pembantunya yang lihai pula, mengeroyok Sim Houw!

Begitu Bi-kwi memasuki gelanggang perkelahian, Sim Houw terpaksa harus mengeluarkan kepandaiannya. Suara sulingnya semakin dahsyat, gerakannya semakin cepat dan tiba-tiba terdengar suara nyaring ketika suling itu menghantam pedang Bi-kwi dilanjutkan dengan menangkis sepasang golok Tee Kok.

Suara nyaring itu disusul teriakan kaget dua orang pengeroyok itu dan Semua orang yang melihat perkelahian itu menjadi terheran-heran melihat betapa Bi-kwi terhuyung ke belakang sampai lima langkah sedangkan Tee Kok untuk kedua kalinya terjengkang dan terbanting keras! Padahal, perkelahian itu baru berlangsung paling banyak limabelas jurus saja.

Hampir berbareng, Bi-kwi dan Tee Kok mengeluarkan seruan rahasia dan duapuluh tiga orang anak buah Tee Kok itu serentak maju mengeroyok, dipimpin oleh Bi-kwi dan Tee Kok yang sudah menyerang lagi.

Sepasang saudara kembar Gak saling pandang dengan penuh keheranan. Baru sekarang ini mereka menyaksikan kepandaian yang demikian hebatnya seperti yang dimiliki pemuda itu. Akan tetapi melihat betapa kini semua anak buah pasukan baju merah itu maju mengeroyok, mereka menjadi marah.

“Manusia-manusia curang!” bentak Gak Kong dan bersama adik kembanya diapun menerjang ke depan, diikuti pula oleh Souw Hui Lan.

Mereka bertiga mengamuk di antara duapuluh tiga orang anak buah Ang-i Mo-pang sehingga mereka tidak memperoleh kesempatan mengeroyok Sim Houw yang sudah dikeroyok lagi oleh Bi-kwi dan Tee Kok.

Belasan di antara duapuluh tiga anggauta Ang-i Mo-pang itu adalah bekas anak buah Hek-i Mo-pang yang sudah biasa berkelahi, banyak pengalaman, lihai dan kejam. Akan tetapi kini mereka diamuk oleh tiga orang ahli silat keturunan keluarga Pulau Es, maka rusaklah pertahanan mereka dan mereka dibikin kocar-kacir oleh tiga batang pedang yang bergerak cepat dan amat kuat itu. Dalam waktu tidak terlalu lama, sudah ada beberapa orang di antara mereka roboh dan terluka, bahkan ada pula yang tewas.

Sementara itu, karena tidak memperoleh bantuan anak buahnya yang diamuk Hui Lan dan dua orang gurunya, Bi-kwi dan Tee Kok kembali terdesak hebat oleh pedang suling di tangan Sim Houw.

Untung bagi mereka bahwa pemuda ini adalah seorang pendekar yang berhati lembut sehingga tidak tega untuk membunuh dua orang yang sebetulnya bukan musuhnya itu. Dia hanya mempermainkan mereka dengan pukulan-pukulan suling yang tidak sampai membuat mereka terluka parah atau sampai tewas.

Kini Bi-kwi melihat jelas bahwa kalau dilanjutkan perkelahian itu, ia akan menderita kekalahan, terluka parah atau mungkin juga akan tewas. Ia tidak perduli apa yang akan terjadi dengan para pembantunya. Orang seperti Bi-kwi ini tidak pernah memusingkan keadaan orang lain. Yang terpenting adalah dirinya sendiri. Kalau ia selamat, masa bodoh dengan orang lain. Maka, gadis yang cerdik ini segera mengambil keputusan sebelum terlambat.

Pedang suling di tangan Sim Houw sungguh hebat bukan main. Gerakannya aneh dan dahsyat, mengandung tenaga mujijat dan terutama sekali suara melengking-lengking dan mengaum-ngaum itu membingungkan hatinya.

“Aku pergi dulu! Lain waktu masih banyak kesempatan untuk membunuh Pendekar Suling Naga dan merampas kembali pusaka itu!”

Setelah berkata demikian, wanita itu meloncat jauh ke kiri dan melarikan diri lenyap di antara pohon-pohon. Melihat ini, Tee Kok terkejut bukan main. Kekagetannya membuat dia lengah dan sebuah tendangan mengenai pahanya dan sinar hitam menyentuh pundaknya. Tubuhnya terpental dan dia roboh terbanting, lalu bangkit lagi dan memberi aba-aba kepada anak buahnya.

“Kita pergi.!”

Dia sendiri lalu terpincang-pincang melarikan diri. Golok kirinya lenyap dan lengan kirinya sengkleh (lumpuh terkulai) karena tulang pundaknya retak-retak terkena pukulan suling. Anak buahnya yang sejak tadi memang sudah merasa gentar menghadapi amukan gadis dan dua orang gurunya itu, begitu mendapatkan aba-aba, cepat menyambar tubuh teman yang luka atau tewas, berbondong-bondong melarikan diri dari tempat itu.

Sim Houw, Hui Lan, dan Beng-san Siang-eng hanya memandang saja dan tidak melakukan pengejaran. Sedikitnya ada enam orang pengeroyok yang tewas dan banyak yang luka-luka.

Setelah semua penyerbu itu lenyap dari pandangan dan tidak terdengar suara mereka lagi, barulah dua orang saudara kembar itu menghadapi Sim Houw dan menjura dengan sikap hormat.

“Ah, kiranya engkau adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi. Terima kasih atas pertolongan Sim-taihiap kepada kami bertiga.“

Sim Houw cepat-cepat memberi hormat.
“Ah, ji-wi locianpwe harap jangan bersikap sungkan. Mereka itu memang mengejar dan mencari saya. Ketika tadi aku dikeroyok, bahkan sam-wi yang telah membantu saya. Maaf kalau saya bersikap kurang hormat kepada ji-wi locianpwe yang ternyata adalah keluarga para pendekar Pulau Es yang saya kagumi dan hormati.”