Ads

Senin, 11 Januari 2016

Suling Naga Jilid 065

Dalam segebrakan saja, dari keadaan diserang oleh empat orang di belakangnya, wanita itu telah merobohkan empat orang di depannya! Hal ini sungguh sama sekali tak pernah disangka oleh barisan tiga belas orang itu. Mereka kini tinggal sembilan orang dan mereka cepat melangkah mengitari Siu Kwi yang kembali berdiri tegak sambil bertolak pinggang di tengah lingkaran. Tubuhnya sama sekali tidak bergerak, hanya kedua bola matanya yang bergerak mengikuti gerakan sembilan orang pengepung itu.

“Orang she Lui!” Siu Kwi sempat berseru kepada kepala dusun yang berdiri di kepala anak tangga bersama puteranya dan dua orang tosu itu. “Bebaskan Yo Jin dan aku akan meninggalkan tempat ini!”

Akan tetapi pada saat itu, sembilan orang pengepungnya sudah menerjang maju secara serentak. Banyak pedang berkilat dari segenap penjuru, menyerang ke arah tubuh Siu Kwi. Agaknya, sembilan orang itu hendak mencincang tubuh wanita itu menjadi bahan bakso!

Namun, Siu Kwi menyambut serangan itu dengan gerakan tubuhnya yang lincah. Begitu tubuhnya berkelebat, bayangannya saja yang nampak, tubuhnya sudah lenyap saking cepatnya ia bergerak. Sembilan orang itu terus menyerang ke arah bayangan, namun mereka kalah cepat. Bayangan itu sudah menerjang ke kanan kiri, depan belakang dan berturut-turut terdengar pekik kesakitan disusul robohnya seorang pengeroyok.

Siu Kwi tak pernah menghentikan gerakannya. Bayangannya terus berkelebatan dan akhirnya, sembilan orang pengeroyok itupun roboh seperti empat orang pertama! Pedang dan perisai berserakan dan mereka itu mengaduh-aduh karena biarpun tak seorang di antara mereka tewas, namun mereka menderita patah tulang atau setidaknya salah urat yang membuat mereka tidak mampu berkelahi lagi.

Dengan muka pucat dan mata terbelalak kini memandang gentar, tiga belas orang itu lalu merangkak bangun dan menyusul lima orang rekan mereka yang sudah lebih dulu mengundurkan diri, minggir di tempat aman sambil berusaha untuk mengobati cedera pada tubuh mereka.

Kepala dusun Lui dan puteranya saling pandang dengan muka berubah pucat. Tak mereka sangka bahwa dua puluh orang penjaga dan pengawal semua roboh oleh wanita itu!

“Ia benar-benar siluman!” bisik Lui-kongcu yang kini menjadi ketakutan sehingga lenyaplah semua gairahnya terhadap wanita cantik itu.

Akan tetapi, selagi ayah dan anak itu memandang khawatir dan mulai ketakutan, tiba-tiba terdengar suara ketawa dari dua orang tosu itu.

“Ha-ha-ha, siluman betina ini memiliki kepandaian yang lumayan! Timbul kegembiraan pinto untuk mencobanya!”

Dan tosu bermuka pucat tokoh Pat-kwa-kauw sudah menuruni anak tangga dan menghampiri Siu Kwi.

“Heh-heh, tosu. Hati-hatilah, atau kau akan kalah. Pinto tadi melihat gerakan-gerakan luar biasa dari kaki tangannnya, seperti pernah pinto kenal jurus-jurus yang dipergunakannya,” kata tosu Pek-lian-kauw yang juga menuruni anak tangga.

Siu Kwi yang masih berdiri tegak, kini menghadapi dua orang tosu itu dan memandang tajam penuh selidik. Tosu pertama yang memakai jubah berlukiskan gambar pat-kwa itu memiliki wajah yang pucat kekuningan, hampir sama kuningnya dengan jubahnya.

Perawakannya tinggi besar akan tetapi karena mukanya pucat, dia nampak seperti orang yang menderita sakit. Di tangan kanannya terdapat sebatang tongkat berbentuk ular hitam, panjangnya seperti pedang dan ujungnya yang berupa ekor ular itu runcing.

Adapun tosu ke dua, usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari tosu pertama, tubuhnya kurus kering, pakaiannya putih dengan tanda gambar teratai di dada. Tosu kurus kering ini mukanya berwarna merah darah sehingga kembali Siu Kwi terkejut. Di tangan tosu ini terdapat sebatang tongkat panjang, sepanjang tubuh tosu itu berbentuk naga hitam.

Biarpun ia tidak pernah bertemu dengan mereka dan tidak mengenal mereka, namun dengan mudah Siu Kwi dapat menduga bahwa tosu pertama tentulah seorang tokoh Pat-kwa-kauw, sedangkan tosu ke dua tentulah seorang tokoh Pek-lian-kauw. Dan dari warna muka mereka, juga dari sinar mata mereka, tahulah ia bahwa ia berhadapan dengan dua orang sakti yang tidak boleh dipandang ringan.

“Heii, siluman betina. Sebenarnya siapa kamu? Berterus-teranglah kepada pinto, karena kalau engkau bersikap lunak, mungkin pinto dapat pula bersikap lunak kepadamu, heh-heh-heh!”

Sepasang mata tosu Pat-kwa-kauw yang mencorong itu kini menjelajahi wajah dan tubuh wanita di depannya. Sekali pandang saja maklumlah Siu Kwi bahwa tosu tua bertubuh tinggi besar dan berperut gendut ini adalah seorang mata keranjang.

“Siancai...., toyu Ok Cin Cu memang suka bersikap lunak terhadap wanita. Memang sebaiknya kalau engkau mengaku terus terang siapa kamu dan apa sebenarnya maksudmu sehingga orang seperti engkau ini membela dan melindungi seorang dusun seperti orang she Yo itu!“ kata pula tosu Pek-lian-kauw.

Tentu saja hati Siu Kwi menjadi panas sekali. Ia dan ketiga orang gurunya adalah orang-orang yang tidak pernah mengenal takut dan walaupun mereka tidak pernah memilih kelompok, namun ia sendiri tidak pernah bermusuhan dengan orang-orang Pek-lian-kauw ataupun Pat-kwa-kauw.

“Ji-wi totiang (dua pendeta), aku bernama Ciong Siu Kwi dan selamanya aku tidak pernah bentrok dengan Pek-Lian-kauw maupun Pat-kwa-kauw. Jalan hidupku bersimpang dengan jalan hidup ji-wi. Karena itu, demi keutuhan dunia persilatan, kuharap ji-wi tidak mencampuri urusan pribadiku. Aku menbela ia karena aku mencintanya! Nah, aku sudah berterus terang, hendaknya ji-wi juga suka bersikap jujur.”

Dua orang tosu itu adalah orang-orang yang terpandang di dalam golongan masing-masing, bahkan menduduki tingkat tinggi sebagai ketua-ketua cabang perkumpulan masing-masing. Melihat sikap dan mendengar ucapan Siu Kwi, dua orang kakek itu tersenyum lebar dan diam-diam merekapun dapat menduga bahwa wanita yang masih muda ini tentu bukan orang sembarangan.

Jelas bukan siluman seperti yang mereka katakan dengan yakin untuk membuat kepala dusun Lui percaya kepada mereka. Dan merekapun tahu bahwa wanita bernama Ciong Siu Kwi ini lihai sekali ilmu silatnya, seorang wanita yang sudah banyak makan asam garamnya hidup di dunia sesat yang penuh kekerasan.

Wanita ini bukan golongan pendekar, hal ini dapat diduga oleh mereka. Dan seorang wanita yang keras hati dan jujur sehingga mengaku begitu saja tentang cintanya kepada seorang pemuda dusun, hal yang sendirinya sudah merupakan suatu keganjilan. Aneh sekali selera wanita ini, pikir mereka. Mengapa menjatuhkan pilihan kepada seorang pemuda dusun yang bodoh dan tolol dan amat sederhana? Padahal, wanita seperti ini, akan mudah saja memilih pacar di antara para kongcu yang kaya dan pandai di kota-kota besar.






“Ho-ho, engkau hendak berkenalan dengan pinto, nona? Pinto memang ketua cabang Pat-kwa-kauw berjuluk Ok Cin Cu. Pinto juga tidak ingin bermusuhan dengan engkau, hanya memenuhi permintaan Lui-thungcu untuk menghadapi siluman, Akan tetapi, pinto tidak membenci siluman, asal ia bersikap manis kepada pinto, heh-heh!” Kakek mata keranjang ini mengedipkan sebelah matanya untuk memberi isyarat kepada Siu Kwi.

“Dan pinto adalah ketua cabang Pek-lian-kauw, berjuluk Thian Kek Seng-jin. Benarlah katamu, nona. Diantara kita orang-orang dunia persilatan tidak perlu pecah belah. Karena itu, mari kita tinggalkan saja urusan lurah Lui dengan keluarga Yo, dan kita memperdalam perkenalan ini. Bagaimana?” Tosu Pek lian-kauw terkekeh.

“Ji-wi totiang memang tidak mempunyai sangkut-paut dengan urusan ini. Akan tetapi urusan ini langsung menyangkut diriku! Orang yang kucinta, Yo Jin, telah ditawan, bahkan ayahnya telah tewas. Aku harus membebaskan Yo Jin, baru aku mau meninggalkan tempat ini bersama dia dan tidak akan memperpanjang urusan.”

“Ho-ho, nanti dulu, nona. Yo Jin sudah berdosa terhadap Lui-thungcu, tidak dapat dibebaskan begitu saja sebelum menerima hukuman. Dan pinto telah membantu Lu-thungcu untuk menangkapnya,” kata Thian Kek Seng-jin sambil tertawa.

“Kalau begitu, aku akan membebaskannya dengan menggunakan kekerasan!”

Kata Siu Kwi dan tubuhnya sudah meloncat ke samping untuk memasuki rumah besar itu mencari pria yang dikasihaninya dan ditawan di tempat itu.

Akan tetapi nampak sinar berkelebat dan tahu tahu tongkat ular hitam di tangan Ok Cin Cu sudah menodong dada Siu Kwi dari samping.

“Ha-ha, tidak begitu mudah, nona. Sebaiknya engkau bersikap manis dan menurut saja kepada pinto agar tidak perlu pinto menghadapimu sebagai lawan.”

Kesabaran yang sejak tadi ditahan-tahan oleh Siu Kwi sudah habis.
“Tosu keparat!” bentaknya dan iapun menerjang dengan sengit.

Tangan kirinya memukul dengan jari terbuka ke arah dada lawan sedangkan tangan kanannya mencengkeram ke arah kepala, seperti hendak menjambak rambut putih yang riap-riapan itu.

“Heh-heh, liar juga engkau, nona!”

Kakek Pat-kwa-kauw itu tertawa mengejek dan dari sikapnya ini jelas bahwa dia memandang rendah kepada lawannya yang hanya seorang wanita muda.

Tongkat hitamnya diputar untuk menangkis pukulan ke arah dadanya sedangkan tubuhnya melangkah mundur agar cengkeraman ke arah kepalanya itu tidak sampai.

“Uhhh....“

Sikap memandang rendah dari Ok Cin Cu hampir saja mencelakakan dirinya sendiri ketika tiba-tiba saja kepalanya nyaris kena dicengkeram oleh tangan Siu Kwi yang terus mengejarnya.

Lengan wanita itu dapat memanjang dan dapat melanjutkan cengkeraman tangannya walaupun sudah dielakkan! Kalau saja Ok Cin Cu tidak memandang rendah, tentu dia tidak sekaget itu. Kini, terpaksa dia melempar diri ke belakang dan berjungkir balik beberapa kali sehingga tubuhnya terhuyung-huyung ketika dia sudah berdiri kembali. Wajahnya yang pucat kuning itu berubah agak merah.

Kini dia tidak berani memandang rendah lagi dan tanpa banyak cakap, dia memutar tongkatnya dan menerjang ke depan. Tongkat itu berubah menjadi gulungan sinar hitam yang amat kuat. Melihat gerakan tongkat ini, Siu Kwi terkejut juga. Kiranya tongkat itu merupakan senjata pengganti pedang dan permainan pedang lawannya amat lihai. Diam-diam ia merasa menyesal mengapa ia tidak membawa pedang.

Semenjak ia bertemu dengan Yo Jin, ia telah menyembunyikan pedangnya dan mengubur senjata itu di dalam hutan tak jauh dari dusun tempat tinggal Yo Jin. Akan tetapi Siu Kwi tidak takut. Ia mengandalkan kelincahan gerakannya dan juga kekebalan yang disalurkan di kedua lengannya untuk menghadapi tongkat lawan dengan tangan kosong.

Ia masih tetap memainkan Hek-wan Sip-pat-ciang, ilmu simpanan mendiang Raja Iblis Hitam yang membuat lengannya dapat memanjang. Akan tetapi ilmu tongkat tosu Pat-kwa-kauw itu benar-benar ampuh dan gulungan sinar hitam itu tidak dapat ditembus Hek-wan Sip-pat-ciang.

Wanita yang memiliki banyak macam ilmu silat itu merobah-robah gerakannya dan mainkan berbagai ilmu yang dipelajarinya dari mendiang Sam Kwi. Ia sudah mempergunakan ilmu tendangan Pat-hong-twi yang ampuh, mainkan ilmu silat Hun-kin-tok-ciang yang amat berbahaya, bahkan menggunakan Kiam-ciang (Tangan Pedang).

Namun, lawannya memang hebat. Ok Cin Cu adalah seorang di antara tokoh-tokoh besar Pat-kwa-kauw yang sudah memiliki tingkat kepandaian tinggi. Bukan hanya ilmu silatnya yang sudah mencapai tingkat tinggi, juga kakek ini memiliki tenaga yang kuat.

Kalau saja Siu Kwi tidak memiliki ilmu kebal Kulit Baja yang diwarisi dari mendiang Iblis Akhirat, tentu ia sudah roboh karena sudah tiga kali tongkat ular hitam itu berhasil mengenai tubuhnya.

Kini dua orang tosu itu benar-benar kagum dan juga penasaran. Hanya karena mereka merasa bahwa kedudukan mereka sudah tinggi yang mencegah mereka melakukan pengeroyokan. Biarpun kadang-kadang merasa kewalahan, Ok Cin Cu merasa malu untuk minta bantuan kawannya, sedangkan Thian Kek Seng-jin juga merasa sungkan untuk turun tangan mengeroyok. Di situ terdapat banyak orang menonton dan apa akan kata dunia kang-ouw kalau mendengar bahwa mereka berdua mengeroyok seorang wanita muda?

“Takkk....!”

Untuk ke empat kalinya, ujung tongkat ular hitam itu menotok dan mengenai lambung Siu Kwi, namun wanita itu hanya terhuyung mundur sedikit dan kini Siu Kwi yang juga merasa penasaran mengeluarkan suara melengking tinggi dan tubuhnya seperti lenyap menjadi bayangan yang bergerak cepat sekali. Dan angin kuat menyambar-nyambar ganas dibarengi suara bercuitan ketika ia maju menyerang! Ok Cin Cu terkejut bukan main sehingga dia terdesak mundur sampai lima langkah!

“Tahan....!”

Terdengar bentakan Thian Kek Seng-jin dan tongkatnya meluncur ke depan melintang dan menghadang Siu Kwi yang terpaksa menghentikan gerakan serangannya.

“Nona, aku mengenal ilmu-ilmumu. Masih ada hubungan apakah antara engkau dan Sam-Kwi?” tanya kakek dari Pek-lian-kauw itu.

Siu Kwi tidak ingin memperkenalkan guru-gurunya, akan tetapi karena lawan sudah mengenal ilmu silatnya, iapun menjawab dengan ketus,
“Mereka adalah guru-guruku dan seingatku, baik Sam Kwi maupun aku sendiri, tidak pernah bentrok dengan pihak Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw!”

“Siancai....! Kalau begitu engkau tentu yang berjuluk Bi-kwi!” kakek Pek-lian-kauw itu berseru lagi sambil memandang dengan penuh selidik.

Siu Kwi menarik napas panjang. Nama julukan Bi-kwi telah begitu tersohor dan kotor, bahkan lebih terkenal dari orangnya sendiri. Buktinya, tosu Pek-lian-kauw ini tidak mengenal dirinya, akan tetapi telah mengenal nama julukannya. Dan ia sendiri sudah mengambil keputusan untuk membuang nama julukan itu jauh-jauh, tidak akan pernah memakainya lagi. Akan Tetapi kini ia diingatkan bahwa nama julukannya adalah Bi-kwi!

“Nama itu pernah kupakai, sekarang tidak lagi!” jawabnya dengan suara dingin.

“Bagus! Kiranya di antara para antek Hou Seng masih ada yang berkeliaran di sini!”

Berkata demikian, Thian Kek Seng-jin sudah menerjang maju dengan tongkat panjangnya yang berbentuk naga hitam. Gerakannya nampak lambat, namun mendatangkan angin pukulan yang keras dan didahului oleh suara berdesir.

Siu Kwi cepat mengelak, akan tetapi dari samping, Ok Cin Cu menyambutnya dengan tongkat ular hitamnya Wanita ini meloncat dan menghadapi dua orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu, ia lalu memainkan ilmu silatnya yang paling baru, yaitu Sam-kwi Cap-sha-kun!

Ilmu silat ini memang ciptaan Sam Kwi yang paling hebat, diciptakan bersama bersumber dari semua ilmu silat mereka yang pilihan, digabungkan menjadi satu. Dalam ilmu silat ini terkandung gerakan pukulan ilmu silat Hek-wan Sip-pat-ciang, tendangan Pat-hong-twi dan ilmu silat Hun-kin Tok-ciang, juga terkandung Kiam-ciang yang ampuh.

Dua orang tosu itu terkejut menghadapi ilmu silat ini yang memang dahsyat sekali dan beberapa kali mereka sampai terdesak mundur. Akan tetapi, mereka adalah orang-orang yang selain memiliki ilmu silat tinggi, juga banyak pengalaman dalam perkelahian, maka dengan berpencar, kedua tosu itu mengurung dan gerakan tongkat mereka dapat membendung kedahsyatan Sam-kwi Cap-sha-kun.

Apalagi ketika Thian Kek Seng-jin mulai mengeluarkan bentakan-bentakan dengan suaranya yang parau dan penuh wibawa, mengandung tenaga sakti ilmu hitam dan sihir, maka beberapa kali Siu Kwi merasa jantungnya terguncang dan karena itu gerakannya kurang sempurna sehingga hampir saja ia menjadi korban hantaman tongkat.

Siu Kwi mulai terdesak dan setelah lewat limapuluh jurus, tiba-tiba tongkat hitam di tangan tokoh Pek-lian-kauw berhasil menghantam pundak kirinya.

“Bukkk....!”

Biarpun tubuh Siu Kwi sudah terlindung ilmu kekebalan, tetap saja ia terpelanting dan hampir terbanting roboh kalau saja ia tidak cepat membuat gerakan jungkir balik beberapa kali. Siu Kwi menggigit bibir menahan rasa nyeri. Biarpun ia tidak terluka, namun kerasnya pukulan itu seolah-olah merontokkan isi dadanya!

Dan dua orang kakek itu masih menerjang terus tanpa mengenal ampun. Siu Kwi berusaha mengelak, namun sebuah tusukan dengan tongkat ular hitam dari Ok Cin Ca yang menyambar dadanya, ketika ia mengelak, masih saja menyerempet pangkal lengan kanannya sehingga kulit dan sedikit dagingnya robek dan mengucurkan darah!

Maklumlah Siu Kwi bahwa kalau dilanjutkan, akhirnya ia akan tewas di tangan dua orang kakek sakti ini. Dan kalau ia mati, berarti Yo Jin tidak akan ada yang menolong lagi.

Maka, tiba-tiba saja ia melempar tubuh ke atas tanah, bergulingan dan ketika dua orang kakek itu mengejarnya, Siu Kwi menggerakkan kedua tangannya. Sinar hitam menyambar ke arah muka dua orang lawannya. Yang disambitkannya itu hanyalah pasir dan tanah, namun tidak boleh dipandang rendah karena yang diserang adalah muka dan sambitan itu didorong oleh tenaga sin-kang yang amat kuat sehingga jangankan sampai mengenai mata, baru mengenai kulit muka saja sudah dapat mengakibatkan luka-luka.

Dua orang kakek itu terkejut dan cepat memutar tongkat sambil berlompatan ke belakang. Kesempatan ini dipergunakan oleh Siu Kwi untuk melompat jauh dan melarikan diri. Cuaca sudah mulai remang-remang gelap sehingga ia dapat menyelinap hilang di dalam bayangan rumah-rumah dan pohon-pohon. Dua orang kakek itupun tidak melakukan pengejaran.

Malam itu gelap dan sunyi sekali di rumah kepala dusun Lui. Agaknya peristiwa sore tadi masih berbekas. Robohnya semua pengawal yang jumlahnya dua puluh orang sungguh membuat gelisah hati keluarga Lui, walaupun kemudian ternyata bahwa dua orang tosu sakti itu dapat mengusir “siluman”.

Kini diam-diam kepala dusun Lui mendatangkan pengawal-pengawal baru yang jumlahnya tidak kurang dari lima puluh orang, berjaga-jaga di sekitar perumahan keluarga itu. Terutama sekali di kamar tahanan terdapat penjagaan yang amat ketat karena di situlah tempat Yo Jin ditahan dan kepala dusun Lui tidak ingin melihat tahanan ini lolos.

Walaupun dia berada di dalam tahanan, Yo Jin mendengar dari percakapan para penjaga di luar kamarnya tentang siluman betina yang mengamuk dan merobohkan dua puluh orang pengawal akan tetapi kemudian dapat diusir pergi oleh dua orang tosu. Diam-diam dia merasa heran sekali. Siapakah yang mereka maksudkan dengan siluman betina itu?

Benarkah ia itu Siu Kwi? Siu Kwi mengamuk dan mengalahkan dua puluh orang pengawal? Sukar baginya untuk mempercayai berita ini. Siu Kwi demikian lemah-lembut. Alisnya berkerut ketika ia teringat bahwa wanita itu dituduh sebagai siluman, bahkan ayahnya sendiripun menganggapnya demikian. Jangan-jangan memang benar!

Dan kini Siu Kwi mengamuk sebagai siluman! Dia bergidik dan cepat mengusir pikiran ini, lalu membayangkan ayahnya. Ayahnya dipukul dan disiksa, dan dia merasa gelisah sekali memikirkan ayahnya. Dia menarik-narik belenggu kaki tangannya, namun tiada guna. Hal itu sudah dilakukannya sejak dia ditahan dan sampai kulit pergelangan kaki dan tangannya lecet-lecet dan nyeri bukan main.

Menjelang tengah malam, sesosok bayangan berkelebatan di luar pekarangan perumahan kepala dusun Lui. Bayangan ini adalah Siu Kwi. Setelah sore tadi ia berhasil melarikan diri, ia bersembunyi di dalam hutan dan duduk bersila, memulihkan tenaganya dan memulihkan pula kesehatannya karena hantaman pada pundak dan tusukan pada pangkal lengannya. Ia sudah mengobati luka di pangkal lengannya. Hatinya gelisah bukan main.

Ia belum berhasil membebaskan Yo Jin dan di tempat itu terdapat dua orang lawan yang demikian tangguhnya. Hatinya terasa perih kalau ia teringat kepada pria yang dikasihaninya.

Tak lama kemudian, ia lalu berlari cepat, kembali ke dusun selatan dan dengan bantuan para tetangga, ia mengurus pemakaman kakek Yo. Karena keadaan, maka terpaksa jenazah itu dikubur secara sederhana sekali. Para tetangga juga melakukannya dengan ketakutan setelah mendengar dari Siu Kwi bahwa kakek itu mati karena dipukuli orang-orang kepala dusun Lui, dan juga bahwa Yo Jin ditangkap oleh mereka.

Maka, setelah selesai mengubur jenazah itu malam itu juga, para tetangga bergegas pulang ke rumah masing-masing, takut kalau sampai tersangkut urusan itu. Dan Siu Kwi lalu melakukan perjalanan kembali ke dusun timur. Bagaimanapun juga, ia harus dapat menyelamatkan Yo Jin , harus dapat membebaskan pemuda itu dari dalam tahanan.

Sampai lama ia berkeliaran di luar rumah keluarga Lui. Dengan susah payah, tadi ia mengisi perutnya. Ia hampir tak dapat menelan nasi, akan tetapi dipaksakannya karena ia maklum bahwa ia membutuhkan tenaga sepenuhnya untuk dapat menyelamatkan Yo Jin.

Kalau ia membiarkan perutnya kosong, tentu tenaganya menjadi berkurang. Kini ia berkeliaran di luar pekarangan, untuk meneliti keadaan. Hatinya terasa girang. Agaknya keluarga Lui menyangka bahwa ia sudah jera untuk datang lagi, sudah takut terhadap dua orang kakek itu, maka kini keadaan di rumah itu sunyi saja, tidak terdapat penjagaan yang ketat. Sunyi dan gelap.

Namun, Siu Kwi bukan seorang bodoh. Ia tidak mau mudah terjebak oleh siasat musuh. Siapa tahu kalau-kalau pihak musuh mengatur jebakan dan sengaja memancingnya. Karena itu ia tidak segera masuk, melainkan melakukan pengintaian dan pemeriksaan dari luar. Ia menanti sampai tengah malam dan setelah melihat bahwa benar-benar tidak terdapat penjaga di sekitar pagar tembok, baru ia meloncat naik ke atas pagar tembok, mendekam di atasnya untuk mengintai ke dalam.

Ia merasa heran. Keadaan amat sunyi dan gelap. Benarkah keluarga Lui demikian lengahnya sehingga setelah kemenangan dua orang kakek sore tadi lalu menganggap bahwa ia tidak akan berani muncul kembali?

Ataukah setelah ia merobohkan dua puluh orang penjaga itu, lalu tidak ada penjaga lain yang menggantikan karena mereka semua itu lelah dan mengalami patah tulang dan luka-luka? Ia tidak dapat menerima kemungkinan ini. Tak mungkin, pikirnya. Andaikata kepala daerah itu lengah, dua orang tosu lihai itu pasti tidak.

Akan tetapi, mengingat akan Yo Jin, ia tidak perduli lagi. Biarlah mereka mengatur jebakan, ia tidak takut. Ia akan berusaha membebaskan Yo Jin, kalau perlu dengan taruhan nyawa! Setelah meneliti keadaan di dalam dan tidak nampak berkelebatnya orang, ia lalu meloncat turun ke dalam kebun belakang rumah itu dan menyelinap di antara semak-semak, mendekati bangunan rumah di belakang. Ia menduga bahwa tentu tempat tahanan itu berada di bagian belakang.

Yo Jin mendengar percakapan para penjaga di luar pintu kamar tahanan itu dengan hati khawatir.

“Kalau dombanya dijaga, tentu harimaunya tidak berani muncul. Karena itu maka kita harus bersembunyi.”

Demikian antara lain dia mendengar seorang penjaga bicara, kemudian terdengar suara mendesis tanda bahwa pembicara itu disuruh diam. Keadaan lalu menjadi sunyi dan ketika Yo Jin bangkit berdiri dan menjenguk dari jeruji pintu, dia melihat betapa di luar pintu tidak terdapat seorangpun penjaga lagi.

Keadaaan amat sunyi, dan tempat itu hanya diterangi oleh sebuah lampu gantung. Agaknya lampu-lampu lainnya telah dibawa pergi atau dipadamkan. Suasana sunyi sekali, tak nampak seorang pun di luar kamar tahanan. Sunyi dan gelap di kebun belakang itu, yang nampak dari dalam kamar tahanan.

Yo Jin menggerakkan kedua kakinya melangkah ke arah pintu. Suara belenggu kakinya terseret memecahkan kesunyian. Dia berdiri di belakang pintu kamar yang terbuat dari besi itu, dan berpegang dengan kedua tangan yang terbelenggu pada jeruji besi, memandang ke luar, termenung. Apakah maksud ucapan penjaga tadi? Diakah yang diumpamakan domba tadi? Dan siapakah harimaunya yang diharapkan akan muncul? Siu Kwikah? Jantungnya berdebar tegang.

Dia tidak dapat yakin bahwa Siu Kwi yang dimaksudkan harimau itu, betapapun juga, dia tahu bahwa para penjaga itu sedang mengatur siasat untuk memandang dan menjebak seseorang yang disebut harimau, dengan menggunakan dia sebagai domba, sebagai umpannya. Dengan jantung berdebar penuh ketegangan, Yo Jin meninggalkan belakang pintu memandang ke luar dengan penuh perhatian. Sepasang matanya seperti ingin menembus kegelapan malam di depan sana.

Entah berapa lama dia berdiri memandang keluar itu. Tiba-tiba pandang matanya menangkap berkelebatnya sesosok bayangan hitam. Dia terkejut dan mengikuti dengan pandang matanya. Bayangan itu melompat dan tahu-tahu di bawah lampu gantung, hanya lima meter dari pintu kamar tahanan, berdiri seorang wanita yang bukan lain adalah Siu Kwi!

“Kwi-moi....!” serunya lirih, matanya terbelalak seolah-olah dia tidak dapat percaya kepada pandang matanya sendiri. “Kaukah itu.?”

Dan diapun merasa betapa bulu tengkuknya meremang. Kalau wanita ini benar Siu Kwi, apakah ia benar-benar.... siluman? Cara pemunculannya ini!

“Sssttt....!” Wanita itu menaruh telunjuk di depan bibir. “Jin-toako, aku datang untuk membebaskanmu....”

Akan tetapi Yo Jin teringat akan percakapan para penjaga dan wajahnya berubah pucat. Celaka, kiranya harimaunya benar Siu Kwi dan tentu kini Siu Kwi telah terperangkap.

“Kwi moi, awas! Ini sebuah perangkap....!” teriaknya. “Kau larilah, pergilah!”

Pada saat itu, tiba-tiba saja nampak sinar terang disusul suara berisik. Dan ketika Siu Kwi membalikkan tubuh memandang, ternyata tempat itu telah dikepung oleh puluhan orang bersenjata lengkap di tangan kanan dan dengan obor di tangan kiri. Agaknya mereka tadi bersembunyi dan serentak memasang obor sambil mengepung tempat itu. Dan muncullah dua orang tosu yang sore tadi telah mengalahkannya!

“Ha-ha-ha-ha, siluman betina ini berani muncul lagi. Benar-benar keras kepala dan sudah bosan hidup!” kata Ok Cin Cu dan perutnya yang gendut itu bergoyang-goyang ketika dia tertawa.

“Ia bukan siluman!” Yo jin membentak marah dari dalam kamar tahanan.

“Heh-heh-heh, siapa bilang bahwa Bi-kwi bukan siluman? Engkau telah mabok oleh rayuannya, orang muda, heh-heh!“

“Tutup mulutmu yang kotor!”

Siu Kwi membentak dan menyerang ke arah Thian Kek Seng-jin yang masih tertawa. Panas hatinya mendengar dirinya dihina di depan Yo Jin. Ketika tosu Pek-lian-kauw itu mengelak sambil memutar tongkatnya untuk balas menyerang, Siu Kwi sudah mencahut pedangnya dan menangkis. Ia tadi sudah mengambil senjata ini dan begitu menangkis, iapun menusuk dengan ganasnya.

“Tranggg....”

Bunga api berpijar ketika pedangnya kini ditangkis dari samping oleh Ok Cin Cu yang menggunakan tongkat ular hitamnya.

Ketua cabang Pek-lian-kauw itupun menerjang dengan tongkat naga hitam, untuk membantu kawannya. Kembali terjadi pengeroyokan. Akan tetapi Siu Kwi mengamuk dengan hebat. Pedangnya lenyap berubah menjadi sinar bergulung-gulung yang menyelimuti tubuhnya.

Yo Jin memandang bengong. Baru dia tahu bahwa wanita yang dicintanya itu sama sekali bukanlah seorang wanita lemah, melainkan seorang ahli silat yang amat lihai! Kini diapun sadar mengapa dalam perkelahian-perkelahiannya, dia selalu menang walaupun dikeroyok, dan kini terjawab pula keanehan ketika para pengeroyoknya mencabut belati akan tetapi tidak sempat mempergunakan senjata itu. Tentu Siu Kwi bukan siluman betina, melainkan seorang pendekar wanita yang berkepandaian tinggi!

“Kwi Moi....!” keluhnya dengan terharu.

Seorang pendekar wanita telah bersikap demikian baik kepadanya! Kini dia menonton dengan hati yang tidak karuan rasanya. Ada rasa heran, bangga, akan tetapi juga kegelisahan besar melihat betapa kini kekasihnya itu dikeroyok oleh banyak orang.