Ads

Sabtu, 23 Januari 2016

Suling Naga Jilid 098

Sin-kiam Mo-li terkekeh geli, sedikitpun tidak menaruh curiga kepada Bi-kwi karena wanita ini demikian berterus terang dan tidak nampak khawatir sama sekali. Kalau nanti utusannya itu pulang, tentu ia akan mendengar laporannya dan ia akan tahu apakah Bi-kwi membohong ataukah tidak.

“Ah, sungguh lucu sekali. Sai-cu Sin-touw memang pandai berulah. Kalau dia pulang aku akan memberi banyak hadiah kepadanya.”

“Akan tetapi kenapa engkau menahan anak itu dan tidak kau bunuh saja?”

Bi-kwi bertanya, sengaja bertanya dengan sikap kejam untuk memperlihatkan betapa bencinya ia kepada keluarga para pendekar itu.

“Aku suka kepadanya. Ia anak manis dan berbakat. Dan aku menculiknya dengan menyamar sebagai Ang I Lama sehingga aku muncul sebagai penolong bagi anak itu. Maka aku lalu mengambil ia sebagai muridku, agar aku dapat lebih lama menikmati kemenangan ini dan kelak baru aku akan memukul benar-benar, entah dengan cara bagaimana.”

“Akan tetapi, kenapa sekarang kau tawan?” Bi-kwi mendesak, heran.

“Ia mulai memberontak dan berpihak kepada seorang tawanan lain yang baru saja datang menyerahkan diri. He-heh, kau tentu tidak akan mampu menduga siapa orang itu. Dialah yang akan kami minta agar kau membunuhnya. Dia datang untuk mencari Hong Li, akan tetapi aku berhasil menangkapnya. Dia tampan dan gagah, dan aku..... hemm, aku suka padanya. Akan tetapi pemuda tak tahu diri itu berani menolak cintaku! Mestinya sudah kubunuh dia, akan tetapi entah bagaimana, aku sayang untuk membunuhnya, Bi-kwi. Kau tentu tahu bagaimana rasanya hati kalau sudah tergila-gila. Dia bernama Gu Hong Beng, murid dari musuhmu, Suma Ciang Bun tokoh Pulau Es itu.”

“Aihh! Dia memang musuh besarku! Sudah beberapa kali dia bentrok dengan aku, bahkan ketika terjadi keributan di pesta, dialah yang menyerangku paling hebat, bahkan dia yang mengejar-ngejarku. Kiranya dia sudah tiba di sini? Tentu dalam usahanya mengejarku!”

“Aku percaya padamu, Bi-kwi. Akan tetapi para tosu itu tidak percaya, maka sebaiknya engkau bunuh saja dia.”

“Apa sukarnya membunuh seekor harimau sekalipun kalau dia sudah berada di dalam kandang. Mari kita lihat.”

Bi-kwi memutar otaknya untuk mencari akal karena tentu saja ia tidak mau membunuh Hong Beng, walaupun untuk menyelamatkan dirinya dan menyelamatkan Hong Li sekalipun.

Moli mengajaknya memasuki ruangan tahanan dan di sana, di dalam dua kamar tahanan yang berdampingan, Bi-kwi melihat seorang anak perempuan berusia kurang lebih tiga belas tahun yang manis sedang duduk bersandar dinding, dan di kamar lain nampak Hong Beng duduk bersila! Bi-kwi menahan perasaannya lalu ia menghampiri dan tertawa mengejek.

“Hi-hik, kiranya Gu Hong Beng manusia sombong itu kini telah tak berdaya, di dalam kerangkeng seperti seekor monyet!” Ia tertawa dan suaranya penuh sindiran.

Mendengar suara ini, Hong Beng membuka matanya memandang dan ketika dia melihat bahwa yang mengejeknya itu bukan lain adalah Bi-kwi yang datang bersama Sin-kiam Mo-li, mukanya menjadi merah sekali dan matanya memancarkan sinar berapi. Dia meloncat berdiri, bagaikan seekor harimau ingin dia dapat keluar dari kerangkeng untuk menerjang wanita itu. Dia bertolak pinggang dan menuding dengan telunjuk kirinya ke arah muka Bi-kwi.

“Bi-kwi, setan perempuan yang busuk! Perempuan busuk macam engkau ini selamanya akan tetap jahat dan busuk! Ternyata benar dugaanku bahwa engkau bekerja sama dengan Sin-kiam Mo-li untuk menculik adik Hong Li. Terkutuk engkau, Bi -kwi!”

Bi-kwi juga terkekeh mengejek.
“Heh-heh, engkau seorang pemuda yang sombong dan goblok!” Kemudian setelah memandang ke arah Hong Li yang juga memandang tanpa bangkit dari duduknya, Bi-kwi berkata kepada Sin-kiam Mo-li, “Hemm, keenakan dia kalau dibunuh begitu saja, Mo-li. Membunuh dia apa sih sukarnya? Akan tetapi dia terlalu enak. Mari kita bicara di sana.” Ia lalu mengajak Mo-li keluar dari tempat tahanan itu sampai tidak nampak oleh Hong Beng.

“Mo-li, sebetulnya sayang kalau dia dibunuh begitu saja. Aku sudah sering bentrok dengan dia dan tahu betul bahwa dia adalah seorang perjaka emas!”

“Perjaka emas? Apa maksudmu?”

“Aih, kiranya engkau belum banyak pengalaman dalam hal ini walaupun kita tadinya memiliki kesukaan yang sama, Mo-li. Dia seorang perjaka asli yang bertulang baik dan berdarah bersih. Siapa yang pertama kali melakukan hubungan dengan seorang perjaka emas, tentu ia akan menjadi awet muda dan tak pernah dapat kelihatan tua!”

“Hemm, memang tadinya aku sayang kepadanya. Akan tetapi walaupun aku tadinya telah mempergunakan sihir, dia tetap menolak keinginanku.”

“Hemm, mudah saja, Mo-li. Aku dapat menggunakan akal sehingga dia akan berubah menjadi seperti seekor kuda jantan yang jinak dan akan melayani segala keinginanmu dengan senang hati.”

“Ah, benarkah itu, Bi-kwi? Aku akan berterima kasih sekali kalau benar engkau mampu membuatnya jinak untukku!” kata Sin-kiam Mo-li dengan wajah berseri.

“Akan tetapi, aku mempunyai satu permintaan yang kuharap akan kau setujui sebagai upahku. Aku melihat anak perempuan itu.... hemm, ia hanyalah anak dari musuh-musuh kita dan ia sudah tidak mentaatimu lagi. Sudah kukatakan tadi bahwa aku tidak mempunyai selera lagi terhadap pria, akan tetapi melihat seorang gadis remaja.... hemm, bolehkah aku meminjam tawananmu itu untuk semalam saja, Mo-li? Dengan demikian, kita berdua dapat bersenang-senang, engkau bersama pemuda yang ganteng dan gagah itu, dan aku bersama gadis remaja itu.”

Mo-li sudah terlalu bernafsu untuk memikirkan hal lain. Apalagi kini muridnya itu telah berubah, mungkin telah membencinya.

“Baik, begitu pemuda itu mau memenuhi keinginanku, anak perempuan itu boleh kau miliki semalam. Lakukanlah cepat, aku sudah tidak sabar lagi untuk melihatnya.”






“Mo-li, engkau tahu bahwa tujuh orang tosu itu seperti anjing-anjing yang mengilar melihat kita berdua. Mereka itu seperti hendak berebut dan akan menerkamku kalau saja aku mau melayani mereka. Kalau mereka melihat kita berdua bersenang-senang dan tidak memperdulikan mereka, tentu membuat mereka iri dan marah, mungkin mereka akan menyatakan tidak setuju dengan niat kita. Karena itu, sebaiknya hal ini kita lakukan di luar pengetahuan mereka dan caranya terserah kepadamu untuk mengaturnya.”

Sin-kiam Mo-li mengerutkan alisnya dan melihat kebenaran ucapan Bi-kwi. Memang tujuh orang tosu itu sudah dilayani oleh tiga orang pelayannya, akan tetapi agaknya tiga orang itu untuk mereka masih kurang dan mereka memang selalu mengincarnya dan juga mengincar Bi-kwi seperti yang dapat ia lihat dari pandang mata mereka terhadap Bi-kwi tadi.

“Jangan khawatir, dapat diatur,” katanya dan iapun menarik sehelai tali yang tergantung di sudut lorong. Tak lama kemudian, muncullah Ang Nio yang mendengar suara panggilan rahasia itu.

“Engkau cepat cari perempuan secukupnya untuk menemani tujuh orang tosu tamu kita itu. Berikan bayaran secukupnya. Aku dan Bi-kwi tidak ingin diganggu malam ini,”

Ang Nio tersenyum girang. Ia dan dua orang kawannya sudah merasa muak dengan tujuh orang tosu yang terpaksa harus mereka layani itu. Kini, Mo-li menyuruh ia mencari tujuh orang perempuan dari dusun di kaki bukit. Kalau ia membayar mahal, tentu banyak yang mau dan hal ini berarti ia dan kawan-kawannya akan bebas dari cengkeraman tosu-tosu tua yang rakus itu.

“Sekarang bagaimana, Bi-kwi?”

“Mo-li, sebaiknya kita lakukan usaha penjinakan pemuda itu malam nanti kalau para tosu sudah sibuk bersenang-senang di kamar masing-masing. Sementara ini, kita beritahukan kepada mereka bahwa pembunuhan atas diri pemuda itu ditunda karena engkau hendak menaklukkan dia terlebih dulu dengan bantuanku.”

Sin-kiam Mo-li merasa agak kecewa bahwa tidak sekarang saja ia dapat mendekap pemuda itu, akan tetapi karena ia tidak mau terganggu oleh para tosu, iapun setuju.

Mereka keluar lagi dari lorong bawah tanah dan memasuki ruangan tamu di mana para tosu masih makan minum sambil mengobrol dan tertawa-tawa. Biarpun mereka mengenakan jubah pendeta, namun sikap mereka jauh dari pada patut untuk menjadi pendeta-pendeta yang hidup saleh.

Melihat munculnya dua orang wanita itu, Ok Cin Cu yang masih mendongkol terhadap Bi kwi segera berkata,

“Wah, kalian nampaknya tidak seperti orang-orang yang baru saja membunuh musuh. Apakah tikus itu sudah dibunuh?”

“Begitu melihat Bi-kwi, dia mencak-mencak dan memaki-maki. Jelaslah bahwa dia amat membenci Bi-kwi.”

“Tentu saja,” kata Bi-kwi, “sudah beberapa kali aku berkelahi melawan dia dan gurunya.”

“Akan tetapi, aku tidak ingin dia mati begitu saja. Terlalu enak dan terlalu mudah baginya. Aku ingin menaklukkannya dulu, mempermainkan dan menghinanya sampai puas, baru aku akan membunuhnya,” sambung Sin-kiam Mo-li.

“Ha-ha-ha, bagaimana mungkin, Mo-li. Dengan sihirmupun engkau tidak dapat menundukkan dia malam itu,” kata Thian Kek Seng-jin.

“Akan tetapi kini ada Bi-kwi yang akan membantuku. Ia mempunyai cara untuk menjinakkan pemuda itu untukku. Biarkan aku bersenang-senang, dan jangan khawatir karena sekarang aku sedang memesan beberapa orang gadis cantik dari dusun untuk menemani kalian bertujuh.”

Mendengar ini, tujuh orang tosu itu menjadi gembira dan mereka tidak lagi menyatakan ketidak cocokan atau kecurigaan mereka terhadap rencana Mo-li dan Bi-kwi.

Malam itu, setelah para tosu memasuki kamar mereka bersama para wanita dusun yang didatangkan Ang Nio, Sin-kiam Mo-li dan Bi-kwi memasuki lorong bawah tanah. Bi-kwi memberi tahu kepada Mo-li bahwa ia memiliki minuman yang akan dapat merampas semangat Hong Beng, membuat pemuda itu lupa diri dan tentu akan menuruti semua permintaan Sin-kiam Mo-li.

“Akan tetapi bagaimana engkau akan dapat memaksanya untuk minum?”

“Serahkan saja kepadaku, Mo-li. Aku mempunyai akal dan engkau sebaiknya jangan ikut mendekat agar Hong Beng tidak menjadi curiga. Biarkan aku sendiri menghadapnya dan aku akan dapat membujuknya untuk minum obatku itu.”

“Baik, akan tetapi jangan sampai engkau gagal, Bi-kwi.” Kata-kata ini mengandung ancaman.

“Jangan khawatir, Mo-li, pasti berhasil. Akan tetapi ingat akan janjimu, begitu dia kelihatan menurut, gadis remaja itu harus diserahkan kepadaku.”

“Baik.”

“Nah, kau menanti dan mendengarkan dari sini saja, sebaiknya aku sendiri yang menghadapinya,” kata Bi-kwi.

Ia lalu memasuki ruangan kamar tahanan dan di bawah sinar lampu lentera yang cukup terang, ia melihat betapa Hong Li rebah terlentang di atas lantai, sedangkan Hong Beng sudah duduk bersila lagi. Di sudut terdapat mangkok-mangkok dan sumpit, sisa makanan yang diberikan kepada mereka oleh Hek Nio.

Melihat munculnya Bi-kwi, Hong Beng mengerutkan alisnya dan tetap saja duduk bersila. Sin-kiam Mo-li yang bersembunyi, mengikuti semua percakapan mereka dengan penuh perhatian. Ia seorang wanita yang cukup cerdik dan tidak ingin dikelabuhi, maka biarpun ia sudah percaya kepada Bi-kwi, tetap saja ia mengikuti semua peristiwa di ruangan tahanan itu dengan penuh perhatian. Ia merasa aman dan yakin bahwa hanya ia seoranglah yang dapat membebaskan Gu Hong Beng maupun Kao Hong Li, karena kunci kedua kamar tahanan itu selalu berada di saku bajunya.

“Perempuan iblis jahanam terkutuk! Mau apa engkau masuk ke sini? Mau membunuhku? Silahkan, aku tahu bahwa engkau hanyalah seorang pengecut yang beraninya hanya terhadap orang yang sudah tidak berdaya!”

Terdengar Hong Beng membentak dengan suara marah dan mengandung penuh kebencian sehingga hati Sin-kiam Mo-li menjadi kecil. Bagaimana mungkin Bi-kwi dapat membujuk pemuda yang demikian membencinya?

“Gu Hong Beng, engkau laki-laki yang sama sekali tidak mengenal budi,” terdengar Bi-kwi berkata. “Butakah matamu, tidak dapatkah engkau melihat betapa Sin-kiam Mo-li telah jatuh cinta kepadamu? Kalau engkau seorang pemuda yang berakal sehat, tentu engkau memilih hidup dengan menemani Sin-kiam Mo-li bersenang-senang. Mengapa engkau demikian keras kepala, bukankah engkau adalah seorang laki-laki yang dewasa dan normal?”

Sambil berkata-kata dengan suara membujuk ini, di luar tahunya Sin-kiam Mo-li karena Bi-kwi memegang kertas bertulis itu di depan perutnya sehingga Hong Beng saja yang dapat membacanya, Bi-kwi memberi tanda dengan kedipan mata kepada pemuda itu sementara mulutnya terus membujuk.

Sejenak Hong Beng tertegun. Tulisan itu mudah dibaca karena tulisannya besar dan jelas. Dia cepat membaca

“Aku datang untuk membebaskan engkau dan Hong Li. Bersikaplah bermusuhan denganku, kemudian minum obat yang kuberikan, lalu pura-pura mabok terbius. Selanjutnya, pura-pura lemas saja dan serahkan kepadaku, jangan bergerak sebelum kuberitahukan.”

Hong Beng selesai membaca dan biarpun dia masih belum percaya benar, namun dia tahu bahwa tentu wanita ini datang bersama Sim Houw dan Bi Lan yang hendak menyelamatkan Hong Li.

“Sudahlah, perempuan siluman, jangan membujuk, percuma saja!” katanya sambil memberi isarat dengan matanya bahwa dia mengerti. “Lebih baik bunuh saja aku dari pada harus tunduk dan melakukan perbuatan hina itu!”

“Gu Hong Beng, pemuda tolol! Engkau masih muda belia, tampan dan gagah. Apakah kau lebih suka mati konyol dan menolak kesenangan yang dapat kau nikmati? Sekali lagi, maukah engkau menyerah dan menuruti semua keinginan Sin-kiam Mo-li? Ingat, kalau engkau menolak, aku sudah menerima perintah untuk membunuhmu sekarang juga.”

Tanpa menanti sebentarpun, tanpa keraguan sedikitpun, Hong Beng membentak, sesuai dengan suara hatinya, juga sesuai dengan permintaan Bi-kwi dalam surat agar dia bersikap bermusuhan.

“Keparat, tulikah engkau? Aku tidak sudi, sekali tidak sudi dan selamanyapun tidak sudi. Mau bunuh, lekas bunuh, siapa takut mati?”

Tiba-tiba terdengar suara halus dari kamar tahanan di sebelah,
“Hemm, suara Gu-suheng demikian gagah perkasa, sedangkan suara perempuan ini seperti siluman tukang bujuk yang tak tahu malu!” Itulah suara Hong Li yang ikut merasa tegang dan marah.

“Aih, adik manis, jangan terlalu galak, nanti kemanisanmu berkurang! Engkau tunggu saja, engkau akan menikmati kesenangan luar biasa dengan aku.” kata Bi-kwi, sengaja berkata demikian untuk lebih meyakinkan hati Mo-li yang mengintai dan mendengarkan.

“Siluman jahat, tak perlu engkau membujuk dan merayu aku!” Hong Li membentak marah dan Bi-kwi mengeluarkan suara ketawa mengejek.

“Siluman jahat, tak perlu banyak cakap lagi. Kalau engkau datang hendak membunuhku, lakukanlah. Aku akan menghadapi kematian dengan kedua mata terbuka! Jangan harap engkau akan dapat membuat aku ketakutan dengan bujukan dan ancaman!”

“Hemm, jadi engkau tetap memilih mampus? Engkau tidak takut mati? Hemm, aku masih belum mau percaya. Engkau tentu ingin mempergunakan kepandaianmu untuk mencoba menipuku dan membuat aku lengah. Kalau memang benar engkau memilih mati, nah, ini aku membawakan sebotol kecil racun. Beranikah engkau meminumnya? Engkau akan mati dengan tenang, seperti orang pergi tidur saja. Ataukah engkau memilih mati kuserang dengan jarum-jarum beracun dari luar kamar tahanan? Nah, minumlah ini kalau memang benar engkau tidak takut mati, bukan hanya bualan sombong belaka!”

Dari tempat persembunyiannya, Mo-li mengintai dengan jantung berdebar. Maukah pemuda itu minum obat yang akan membuatnya tunduk dan jinak seperti yang dijanjikan oleh Bi-kwi kepadanya?

“Gu-suheng, jangan percaya omongan siluman itu! Dari suaranya saja aku tahu bahwa ia seorang manusia siluman yang jahat, kata-katanya penuh dengan bujuk-rayu dan tipu. Jangan mau minum racun itu!” terdengar suara Hong Li yang merasa khawatir sekali.

Ia tidak dapat melihat apa yang terjadi di kamar tahanan sebelah, akan tetapi dapat mendengar percakapan mereka.

Akan tetapi Hong Beng, setelah bertemu pandang yang penuh arti dengan Bi-kwi, menerima botol kecil berisi cairan bening itu, dan berkata dengan lantang karena diapun tahu bahwa sikap Bi-kwi yang penuh rahasia itu menunjukkan bahwa ada orang lain, tentu iblis betina Sin-kiam Mo-li, yang melakukan pengintaian.

“Hemm, siapa takut mati?”

Dan diapun membuka tutup botol dan meminumnya sampai habis. Diam-diam dia merasa geli karena tahu bahwa yang diminumnya itu hanyalah air putih biasa saja, tidak mengandung apa-apa yang mencurigakan!

Dan kini Bi-kwi yang bermain sandiwara. Suaranya terdengar girang sekali.
“Hi-hik, kau kira aku pura-pura dengan ancaman kosong? Ha, lihat betapa wajahmu telah menjadi pucat, tubuhmu menjadi lemas. Ha-ha, ya, engkau boleh berusaha mengerahkan sin-kangmu, Gu Hong Beng, akan tetapi percuma saja. Semua kemauanmu telah lenyap, dan engkau menjadi penurut. Engkau akan mendengarkan semua perintah dan mentaatinya tanpa melawan sedikitpun. Ha-ha-ha!”

Dan Hong Beng yang sebetulnya tidak merasakan sesuatu, kini melakukan apa yang dikatakan Bi-kwi. Dengan ilmu sin-kangnya, dia dapat menahan dan memperlambat jalan darah dan membuat mukanya tampak pucat, lalu tubuhnya terhuyung dan kalau dia tidak berpegang kepada jeruji, tentu dia sudah roboh. Kepalanya menunduk dan tergantung seolah-olah kepala itu terasa berat dan pening, matanya terpejam.

“Mo-li, ke sinilah dan lihat hasilnya!”

Bi-kwi berseru ke belakang dan Sin-kiam Mo-li cepat berlari mendekati kamar tahanan itu. Ia menemukan Hong Beng dalam keadaan tak berdaya, bergantung ke jeruji jendela dan nampak pucat dan lemas. Giranglah harinya melihat ini.

“Dia akan melakukan apa saja yang kau perintahkan, Mo-li.”

“Ah, terima kasih, Bi-kwi. Aku akan membawanya ke kamarku sekarang juga.”

“Aih, jangan lupa membuka kamar tahanan sebelah, Mo-li.”

“Jangan khawatir. Nih kuncinya, kau buka sendiri. Akan tetapi, jangan sampai ia terluka atau terbunuh, engkau hanya boleh meminjamnya saja untuk memuaskan seleramu yang gila. Aku masih belum selesai dengan anak itu!”

“Baiklah, siapa mau mencelakakannya? Aku.... aku sayang pada anak-anak seperti itu, bagaikan kuncup bunga yang mulai mekar, hi-hik!”

Kedua orang wanita itu membuka pintu kamar tahanan. Melihat masuknya seorang wanita yang tidak dikenalnya, akan tetapi yang diketahuinya adalah wanita yang dimakinya siluman tadi, yang tentu telah membius atau meracuni Gu Hong Beng seperti yang didengarnya tadi, Hong Li menjadi marah sekali. Begitu pintu kamar tahanan itu dibuka dari luar, dara cilik ini menyambut Bi-kwi dengan makian.

“Siluman betina keparat!” dan iapun sudah menerjang dan menyerang dengan nekat, bagaikan seekor anak harimau yang marah.

Akan tetapi, tentu saja serangannya itu tidak ada artinya bagi seorang wanita selihai Bi-kwi. Dengan cekatan, wanita ini menyambut tubuh kecil yang menyerangnya itu dengan tangkapan tangan kiri sedangkan tangan kanannya sudah menotok pundak Hong Li. Anak itu terkulai lemas dan segera dipondongnya sambil tertawa kecil.

Sementara itu, melihat pintu kamar tahanannya terbuka dan melihat Sin-kiam Mo-li masuk, sukar sekali bagi Hong Beng untuk menahan dirinya untuk tidak menerjangnya. Akan tetapi dia teringat akan pesan Bi-kwi. Dia harus berhati-hati karena Bi-kwi bermaksud untuk menyelamatkan Hong Li. Kalau dia sembrono dan menurutkan nafsu hati lalu menyerang Mo-li, jangan-jangan dia membuat kapiran semua rencana Bi-kwi yang belum diketahuinya bagaimana.

Karena itu, ketika Mo-li menyentuh lengan dan pundaknya untuk meyakinkan diri, dia membuat tubuhnya lumpuh dan jalan darahnya berjalan lambat sehingga wanita itu percaya bahwa dia benar-benar berada dalam pengaruh bius yang amat kuat. Diapun membiarkan saja wanita itu merangkulnya, menciumnya lalu tertawa kecil dan menuntunnya keluar dari dalam kamar penjara. Ia bertemu dengan Bi-kwi di luar kamar tahanan, dan melihat Hong Li sudah terkulai lemas dipanggul oleh Bi-kwi. Bi-kwi tersenyum kepadanya.

“Bagaimana Mo-li? Tidak manjurkah obatku?”

“Memang ampuh, dan aku berterima kasih kepadamu, Bi-kwi,” kata Sin-kiam Mo-li sambil merangkul pinggang Hong Beng.

“Gu Hong Beng....“ kata Bi-kwi dan Mo-li mengira bahwa rekannya itu akan mengejek tawanannya, akan tetapi ternyata panggilan itu oleh Bi-kwi disambung dengan seruan,

“.... serbuuu....!”

Dan ia sendiri mengirim tamparan keras ke arah kepala Mo-li! Tentu saja Sin-kiam Mo-li terkejut bukan main. Cepat ia miringkan tubuhnya mengelak dari tamparan yang amat berbahaya itu, akan tetapi pada saat itu, Hong Beng juga sudah menyerangnya. Pemuda ini tadi dirangkul pinggangnya, maka hantaman Hong Beng yang amat dekat itu sukar sekali dielakkan dan biarpun ia sudah membuang diri, tetap saja punggungnya terkena pukulan tangan Hong Beng.

“Bukk!“

Tubuh Sin-kiam Mo-li terpelanting keras dan ketika ia meloncat berdiri, dari mulutnya keluar darah segar! Wanita ini ternyata kuat sekali karena hantaman itu tidak membuatnya lemah. Ia bahkan mencabut pedangnya dan memandang dengan mata penuh kemarahan kepada Bi-kwi dan Hong Beng.

“Bi-kwi.... manusia hina, khianat dan curang!” bentaknya.

“Hong Beng, bawa ia keluar dari sini, suruh ia menjadi penunjuk jalan. Cepat.... biar kuhadapi siluman ini!” kata Bi-kwi sambil melemparkan tubuh Hong Li yang diam-diam telah ia bebaskan totokannya kepada Hong Beng.

Pemuda itu cepat menangkap Hong Li dan dipondongnya gadis cilik itu, kemudian maklum bahwa yang terpenting adalah menyelamatkan Hong Li, dia meloncat keluar dari tempat tahanan itu.

Mo-li hendak mengejar, akan tetapi Bi-kwi sudah menghadang di depannya dan Bi-kwi juga mencabut pedangnya, menghadang Mo-li sambil tersenyum mengejek.

“Nah, sekarang kita boleh mengadu kepandaian, Mo-li. Akulah lawanmu!”

Saking marahnya, Sin-kiam Mo-li tidak mampu mengeluarkan suara, bahkan saking marahnya, ia tidak ingat untuk berteriak minta bantuan para pelayan dan juga para tamunya untuk mencegah Hong Beng dan Hong Li melarikan diri. Mulutnya menyeringai penuh kebencian, sepasang matanya mencorong seolah-olah ia hendak menelan Bi-kwi bulat-bulat. Kemudian ia mengeluarkan suara melengking nyaring dan pedangnya berubah menjadi sinar berkelebat, tahu-tahu pedang itu telah menyambar dan menusuk ke arah dada Bi-kwi.

“Cringgg....!”

Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika dua batang pedang bertemu dan Bi-kwi merasa betapa telapak tangannya panas dan lengan kanannya tergetar hebat.

Maklumlah ia bahwa Sin-kiam Mo-li memang sesuai dengan julukannya, Iblis Betina Berpedang Sakti, amat hebat ilmu pedangnya. Oleh karena itu, sambil melawan dengan pedang, Bi-kwi mengeluarkan ilmu-ilmu tangan kosongnya yang tak kalah hebatnya. Ia mengisi tangan kirinya dengan ilmu yang disebut Kiam-ciang (Tangan Pedang), ilmu dari Sam Kwi yang amat terkenal.

Dengan ilmu ini, tangan kirinya kalau dipergunakan untuk menyerang, tiada ubahnya sebatang pedang pula, yang selain amat kuat, juga dapat membabat anggauta tubuh lawan sampai buntung, bahkan lengan kiri ini berani menangkis senjata tajam karena telah dilindungi kekebalan Kiam-ciang. Di samping ini, ia juga merobah-robah ilmu pedangnya karena memang wanita ini telah mewarisi semua ilmu dari ketiga orang gurunya, yaitu mendiang Hek Kwi Ong si Raja Iblis Hitam, Im kan-kwi si Iblis Akhirat dan Iblis Mayat Hidup yang ketiganya merupakan datuk sesat yang terkenal dengan julukan Sam Kwi (Tiga Iblis).

Akan tetapi sekali ini Bi-kwi bertemu lawan yang amat tangguh pula. Sin-kiam Mo-li adalah anak angkat mendiang Kim Hwa Nio-nio, sudah mewarisi semua ilmu dari nenek sakti itu dan ditambah dengan pengalamannya yang luas, ia merupakan seorang wanita yang amat lihai, bukan saja dalam ilmu silat, melainkan juga memiliki kekuatan batin yang hebat karena ia pernah mempelajari ilmu sihir.

Kalau saja ia tidak menghadapi seorang yang juga sudah matang seperti Bi-kwi, tentu ia dapat menjatuhkan lawan dengan ilmu sihirnya. Bahkan kinipun, dengan mengeluarkan lengkingan-lengkingan tajam yang mengandung kekuatan batin, beberapa kali Bi-kwi merasa jantungnya tergetar dan terguncang hebat yang hampir saja melumpuhkannya. Namun, maklum akan kesaktian lawan, Bi-kwi mengerahkan segala tenaga dan kemampuannya untuk melakukan perlawanan dengan amat gigihnya.

Hong Beng yang memondong Hong Li keluar dari kamar tahanan itu menurutkan petunjuk Hong Li. Ternyata lorong yang membawa mereka ke atas itu tidak terjaga. Tiga orang pelayan agaknya sedang asyik melayani tujuh orang tosu bersama wanita-wanita dusun. Hong Li minta turun dari pondongan karena tubuhnya sudah terasa segar kembali dan gadis inilah yang menjadi petunjuk jalan untuk keluar dari daerah berbahaya itu.

Akan tetapi, tiba-tiba Hong Beng teringat akan Bi-kwi. Bagaimana dia dapat melarikan diri meninggalkan Bi-kwi di tempat berbahaya itu? Selama ini dia telah salah sangka terhadap Bi-kwi, bahkan terhadap Bi Lan dan Sim Houw! Dia telah menganggap bahwa Bi-kwi seorang wanita iblis yang tak mungkin menjadi baik kembali. Akan tetapi, kini dia melihat kenyatan betapa keliru pendapatnya itu, pendapat yang dulu didorong oleh perasaan iri dan cemburu karena cintanya terhadap Bi Lan gagal. Kini baru nampak olehnya,

Bi-kwi telah menjadi seorang wanita yang gagah perkasa. Hal ini telah dibuktikannya. Bi-kwi rela mengorbankan diri, menghadapi Sin-kiam Mo-li yang demikian lihainya, yang masih dibantu tujuh orang tosu. Bi-kwi mengorbankan diri demi menyelamatkan dia dan Hong Li. Dan bagaimana mungkin dia sekarang melarikan diri meninggalkan wanita itu begitu saja diancam bahaya maut?

“Sumoi, tentu engkau tahu jalan keluar, bukan?”

“Tentu saja, aku sudah hafal jalan di sini dengan semua rahasianya, jangan khawatir, suheng. Aku akan membawamu keluar dari sini dengan aman.”

“Bukan itu yang kukhawatirkan, sumoi. Engkau sekarang larilah secepatnya keluar dan di luar daerah ini, carilah sepasang pendekar yang bernama Sim Houw dan Can Bi Lan, lalu bawalah mereka masuk untuk membantu kami. Aku harus cepat kembali untuk membantu nona Ciong Siu Kwi.”