Ads

Kamis, 22 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 055

Sepasang mata yang jeli itu bersinar-sinar tajam, bibir yang merah itu tersenyum mengejek, pedang kayu di tangan masih menuding ke arah hidung Lam-kek Sian-ong, ketika gadis itu berkata nyaring.

“Tidak lupa mungkin sekali, akan tetapi melanggar sudah jelas! Apa kau kira aku lupa akan pesan itu? Masih terbayang di depan mataku bagaimana kakek suci itu mengatakannya kepada kalian.” Gadis itu dengan gerakan lincah lalu duduk bersila di atas papan dan berkata lagi, “Dia bersila seperti ini, hanya bedanya, setelah menerima pukulan curang dan pengecut kalian, dari mata, hidung, mulut dan telinganya mengalir darah segar. Kemudian ia berkata begini.”

Kwi Lan duduk bersila setengah memejamkan mata dan meniru lagak dan suara Bu Kek Siansu sedapatnya.

“Anak-anak yang baik. Tidak ada pengorbanan apa-apa. Yang keras kalah oleh yang lunak, Itu sudah sewajarnya. Yang lenyap diganti oleh yang muncul, yang mati diganti oleh yang lahir. Apa bedanya? Paling penting, mengenal diri sendiri termasuk kelemahan-kelemahan dan kebodohan-kebodohannya, sadar insyaf dan kembali ke jalan benar. Yang lain-lain tidakkah penting lagi. Selamat berpisah.”

Kwi Lan meloncat bangun dan kembali menudingkan ujung pedangnya ke arah hidung dua orang kakek itu berganti-ganti.

“Nah, betul tidakkah demikian?”

“Memang betul. Nah, bagaimana kau bilang kami melanggarnya? Kami memang sudah sadar dan insyaf.” bantah Pak-kek Sian-ong.

“Wah, kalian tebal muka benar-benar! Kalian datang mengacau di sini masih bilang sadar dan insyaf? Bukankah perbuatan kalian hari ini merupakan pelanggaran sumpah itu? Bukankah kalian kembali menggunakan kepandaian untuk berbuat jahat dan mengacau?”

“Tidak! Jembel-jembel busuk ini jahat, dan menyeleweng, saling memperebutkan kedudukan, sudah sepatutnya dihajar! Kalau kami yang menjadi raja jembel dan memimpin para jembel busuk ini ke jalan benar, bukankah itu merupakan perbuatan baik?” Lam-kek Sian-ong membantah.

“Tak tahu malu!” Kwi Lan kembali memaki. “Yu Siang Ki ini adalah putera Yu Kang Tianglo dan Suling Emas itu adalah sahabat baik mendiang Yu Kang Tianglo. Dengan cara masing-masing, mereka hendak menyelamatkan Khong-sim Kai-pang dari penyelundupan orang-orang sesat. Kalau kalian membantu mereka dan membasmi kaum sesat, itu barulah benar namanya. Akan tetapi kalian memusuhi orang-orang gagah Khong-sim Kai-pang, bukankah itu berarti kalian lebih sesat daripada kaum sesat? Baiklah, kalau aku bertemu dengan Bu Kek Siansu, hendak kulaporkan hal ini, minta bagaimana pendapat orang tua suci itu dan hendak kulihat kelak bagaimana kalian masih mempunyai muka untuk bertemu dengan beliau!”

Lam-kek Sian-ong dan Pak-kek Sian-ong saling pandang dengan muka berubah. Ucapan gadis itu amat berkesan di hati mereka. Akhirnya mereka merasa ngeri juga kalau sampai Bu Kek Siansu mendengar tentang sepak terjang mereka yang mengacau Khong-sim Kai-pang. Apalagi setelah mereka melihat Suling Emas berada di situ. Mereka tahu bahwa Suling Emas adalah seorang pendekar yang dikasihi Bu Kek Siansu.

“Sudahlah, kami mengaku salah, Nona. Jangan kau bilang apa-apa kepada Bu Kek Siansu orang tua itu. Akan tetapi kesalahan kami tidak sengaja. Kami memang tidak tahu akan urusan kaum jembel ini. Nah mana sekarang golongan jembel sesat? Biar merasa kerasnya kepalan kami!” kata Lam-kek Sian-ong.

“Dasar kalian, tua bangka-tua bangka bodoh! Sudah jelas yang menyeleweng adalah Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Mereka ini sudah pergi jauh, andaikata kalian mengejar juga, kalau kalian nanti bertemu dengan datuk mereka yang bernama Bu-tek Siu-lam, kalian tentu akan lari terbirit-birit ketakutan!”

“Heh, kau lihat saja!” bentak Pak-kek Sian-ong marah. “Hayo, Ang-bin Siauwte, kita kejar mereka!”

Dua orang kakek itu lalu meloncat turun dari panggung dan secepat terbang, mereka pergi. Dari jauh terdengar suara Lam-kek Sian-ong.

“Suling Emas, Lain kali kami akan mencarimu untuk menentukan siapa diantara kita yang lebih unggul!”

Suling Emas hanya tersenyum pahit dan tidak menjawab. Pada saat itu, setelah para pengacau pergi, kembali Suling Emas yang menjadi pusat perhatian.

Keadaan masih tetap tegang karena hal-hal dan perubahan-perubahan baru yang mereka dengar dan hadapi ini tidak kalah gawat dan menegangkan daripada tadi. Orang yang mereka anggap Yu Kang Tianglo tadi ternyata bukan Yu Kang Tianglo! Ini sudah hebat, akan tetapi lebih hebat lagi, orang itu ternyata Suling Emas. Lalu muncul pengemis muda lihai yang menurut keterangan Si Gadis jelita adalah putera Yu Kang Tianglo.






Semua pengemis menjadi bingung dengan adanya perubahan-perubahan hebat yang amat cepat terjadi di depan mata mereka. Akan tetapi karena maklum akan lihainya tiga orang yang kini berada di atas panggung itu, mereka tidak berani apa-apa. Juga jelas bahwa dalam sepak terjang mereka tadi, mereka membantu Khong-sim Kai-pang.

Suling Emas yang kini tidak menutupi muka dengan saputangannya lagi, berdiri di atas panggung berhadapan dengan Yu Siang Ki dan Kwi Lan. Mereka bertemu pandang untuk beberapa lamanya. Kemudian tanpa ragu-ragu lagi Siang Ki maju ke depan dan menjatuhkan dirinya berlutut di depan Suling Emas.

“Paman, besar sekali hati saya dapat berjumpa dengan Paman yang memang saya cari-cari, dan lebih bahagia lagi hati saya menyaksikan betapa Paman telah melindungi Khong-sim Kai-pang dari orang-orang jahat. Nama saya Yu Siang Ki. Yu Kang Tianglo adalah mendiang Ayah saya. Sebelum meninggal dunia, Ayah saya meninggalkan pesan kepada saya untuk membela Khong-sim Kai-pang daripada pengaruh kaum sesat dan untuk usaha itu, kalau saya menemui kesulitan menghadapi orang jahat yang lihai, saya diharuskan mencari Paman dan mohon pertolongan Paman. Siapa kira dapat berjumpa disini, harap Paman menerima hormat saya.”

Suling Emas tersenyum dan girang sekali hatinya. Dengan munculnya pemuda yang menjadi putera Yu Kang Tianglo, akan terbebaslah ia daripada tugas melindungi Khong-sim Kai-pang. Tadi ia sudah menyaksikan kelihaian pemuda ini dan agaknya pemuda ini sudah mewarisi kepandaian ayahnya. Melihat betapa pemuda ini secara gagah berani turun tangan menghadapi Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong yang sakti untuk membela Khong-sim Kai-pang, ia maklum pula bahwa pemuda ini setia dan mencinta perkumpulan pengemis yang dulu dibangun oleh kakeknya, maka dapat diharapkan pemuda ini menggantikan Yu Kang Tianglo menjadi ketua perkumpulan ini.

Untuk menguji Iwee-kang Yu Siang Ki, Suling Emas menempelkan kedua tangannya di pundak pemuda itu sambil membentak.

“Tak usah berlutut!” Pendekar sakti ini mengerahkan sinkang yang disalurkan di kedua tengannya.

Yu Siang Ki terkejut ketika merasa betapa pundaknya seakan-akan ditindih dua buah gunung, kemudian tenaga raksasa membetotnya ke atas. Ia mengerling ke atas dan melihat wajah yang tersenyum-senyum itu maklumlah ia bahwa Suling Emas sedang mengujinya. Maka iapun cepat-cepat mengerahkan tenaga sehingga biarpun tubuhnya terbetot dan tertarik ke atas, namun ia masih dalam keadaan berlutut!

“Bagus! Engkau patut menjadi putera Saudara Yu Kang Tianglo!” kata Suling Emas sambil melepaskan kedua tangannya.

Pemuda itu melompat dan berdiri di depan Suling Emas dengan muka agak pucat dan bibir menyeringai menahan takut. Suling Emas terkejut sekali, tangan kirinya bergerak cepat dan.... “brettt!” baju Siang Ki sudah robek memperlihatkan pundak kirinya. Ternyata benar seperti dugaannya, disitu terdapat tanda menghitam seperti tapak jari tangan!

“Hemm, kau terkena hawa pukulan jarak jauh yang amat berbahaya. Berputarlah kau dan jangan melawan!”

Yu Siang Ki tadinya terkejut dan heran ketika ia mengerahkan Iwee-kang untuk menahan ujian, ia merasa betapa dada kirinya sakit seperti ditusuk-tusuk jarum. Ia makin terkejut ketika tiba-tiba Suling Emas merobek bajunya, akan tetapi kini ia merasa bersyukur.

Sebagai seorang ahli silat tinggi, tentu saja ia sudah dapat menduga bahwa kakek putih yang sakti tadi ternyata telah melukainya dengan pukulan jarak jauh yang membuat ia terdorong dan terhuyung ke belakang tadi. Maka tanpa banyak pikir lagi ia lalu memutar tubuh membelakangi Suling Emas, melepaskan seluruh urat dan tenaganya sedikit pun tidak melakukan perlawanan. Pada saat itu ia merasa betapa pundak kiri dan punggungnya ditotok kemudian telapak tangan yang amat panas seperti membara menempel di punggungnya.

“Sekarang bernapaslah panjang-panjang dan rasakan apakah masih sakit.”

Yu Siang Ki menarik napas panjang, hatinya girang sekali karena dada kirinya sudah tidak sakit lagi. Ia menggeleng kepala dan berkata.

“Sudah tidak terasa apa-apa lagi, Paman.”

Suling Emas melepaskan tangannya dan menghela napas.
“Sungguh berbahaya Pak-kek Sian-ong, tangannya masih keji! Akan tetapi bahayanya sudah lewat, hanya perlu memulihkan tenaganya. “He, Nona, ke sinilah engkau!” Tiba-tiba Suling Emas memanggil dan menggapai ke arah Kwi Lan.

Ketika Kwi Lan tadi melihat betapa Yu Siang Ki disembuhkan dari lukanya oleh Suling Emas dengan tenaga sinkang, ia tercengang. Kemudian ia tersenyum girang. Kiranya kakek muka putih tadi lihai sekali sehingga dorongannya dari jarak jauh telah melukai Yu Siang Ki. Akan tetapi ia tidak terluka! Dan hal ini berarti bahwa dia lebih kuat daripada pemuda itu, lebih lihai! Ketika Suling Emas memanggilnya, sambil tersenyum ia menghampiri dan menyimpan pedangnya. Memang ia pun ingin sekali bicara dengan Suling Emas yang ia kagumi. Ingin bicara tentang Sang Ratu Khitan, ibu kandungnya!

Begitu Kwi Lan melangkah maju dengan mata bersinar, wajah berseri dan bibir tersenyum, Suling Emas memandang seperti orang terpesona. Dadanya berdenyut keras dan seketika teringatlah ia kepada Lin Lin atau Yalina, kekasihnya. Gadis ini sama benar dengan kekasihnya itu! Seperti itu pula Lin Lin dahulu mengangkat muka dengan leher panjang lurus, dada dibusungkan, pandang mata penuh ketabahan dan semangat. Seperti itu pula lenggang Lin Lin yang halus gemulai namun membayangkan kegagahan. Dan senyum itu! Senyum nakal dan aneh, pembawaan dari suku bangsanya yang asing, suku bangsa Khitan! Gadis itu sudah berdiri dekat di depannya, namun Suling Emas masih memandang, merasa seperti dalam mimpi. Ia melihat Lin Lin muda kembali, menjadi gadis remaja!

Melihat keadaan Suling Emas ini, Kwi Lan memperlebar senyumnya, merasa lucu dan aneh. Dilihat sikapnya, pendekar sakti yang berjuluk Suling Emas ini tiada ubahnya dengan laki-lakl biasa, yang selalu memandangnya dengan sikap tertarik seperti itu. Akan tetapi sinar matanya lain daripada laki-laki yang lain. Sinar mata yang terpancar keluar dari sepasang mata yang sayu sedih itu, tidak mengandung nafsu seperti pada laki-laki lain, melainkan penuh pertanyaan dan keheranan bukan kekaguman dan bukan pula gairah.

“Jadi engkau inikah orangnya yang berjuluk Suling Emas? Sudah banyak kudengar tentang dirimu dari Yu Siang Ki. Memang aku ingin sekali jumpa denganmu, banyak hal yang hendak kutanyakan. Suling Emas, di manakah kita dapat bicara dengan enak dan leluasa? Kuharap engkau tidak akan merasa keberatan....!”

“Engkau anak siapa? Siapa Ibumu?”

Pertanyaan ini keluar dari mulut Suling Emas secara otomatis seperti diluar kesadarannya dan terdengar keras seperti bentakan sehingga semua orang yang mendengar mengira bahwa pendekar itu menjadi marah-marah.

Kwi Lan tersentak kaget, keningnya berkerut, matanya memandang tajam. Apa maksud pendekar ini? Mengapa begitu jumpa, terus saja bertanya siapa ibunya? Kwi Lan adalah seorang gadis yang amat cerdik. Pertanyaan yang membingungkan semua orang ini sudah dapat diduga maksudnya dalam sekejap mata oleh Kwi Lan. Ia sudah mendengar bahwa orang ini, Suling Emas adalah kakak angkat Ratu Yalina, dan mungkin sekali, kalau tidak hisapan jempol belaka percakapan antara kaum sesat, diantara kakak dan adik angkat ini terjalin kasih sayang.

Kalau betul demikian, agaknya kini Suling Emas terkejut melihat dia dan tentu saja hanya satu hal yang menyebabkannya, yaitu bahwa dia tentu mirip dengan ibunya di waktu masih muda! Ia tidak meragukan keterangan bibi dan gurunya, bahwa Ibu kandungnya adalah Ratu Yalina.

“Kau tanya namaku? Seperti engkau, namaku hanya nama julukan. Mutiara Hitam! Tentang Ibuku.... aku sendiri tidak tahu....”

Mendengar jawaban ini, Suling Emas baru sadar betapa tidak pantasnya pertanyaannya tadi. Wajahnya menjadi merah sekali dan ia cepat berkata.

“Nona, kau bukalah baju bagian dadamu!”

Kini wajah Kwi Lan yang menjadi merah sekali, merah karena marah. Sepasang matanya memancarkan kemarahan, sinarnya menyambar wajah Suling Emas dan tangan kanannya bertolak pinggang, telunjuk kiri menuding ke arah hidung Suling Emas sambil mulutnya membentak.

“Apakah kau kira setelah kau bernama Suling Emas dan terkenal sebagai pendekar besar yang sakti, boleh saja engkau menghina seorang seperti aku? Cih, manusia kurang ajar tak tahu malu!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar