Sie Liong menatap wajah Lie Bouw Tek yang menjadi kemerahan. Pendekar Kun-lun-pai ini tersenyum malu-malu, lalu menarik napas panjang dan diapun kini menatap wajah Sie Liong dengan sinar mata jujur.
“Liong-te, sungguh aku kagum sekali. Engkau selain memiliki ilmu yang amat hebat, juga memiliki kewaspadaan. Baiklah, aku ingin berterus terang saja. Tepat seperti yang agaknya telah dapat kau duga, aku jatuh cinta kepada enci-mu. Dan mengingat bahwa ia tidak memiliki anggauta keluarga lainnya, maka aku ingin menggunakan kesempatan terakhir ini untuk minta persetujuanmu. Setujukah engkau jika aku melamar adik Sie Lan Hong menjadi isteriku?”
Sie Liong tersenyum gembira dan diam-diam dia semakin suka dan kagum kepada Lie Bouw Tek. Seorang laki-laki yang jantan. Seorang pendekar yang gagah perkasa dan jujur. Cepat dia memberi hormat kepada pendekar itu.
“Lie-toako, aku akan merasa berbahagia sekali kalau engkau menjadi cihu-ku (kakak iparku). Tentu saja aku merasa setuju sepenuhnya. Akan tetapi, semua keputusan kuserahkan kepada enci Lan Hong. Harap engkau ajukan sendiri lamaranmu kepada enci Lan Hong.”
Biarpun dia merasa rikuh bukan main, namun sebagai seorang laki-laki yang gagah dan jujur, Lie Bouw Tek lalu menghadapi Lan Hong yang sejak tadi menundukkan mukanya yang menjadi kemerahan.
“Hong-moi, engkau sudah mendengar sendiri percakapan antara aku dan adikmu. Nah, biar aku mempergunakan kesempatan ini, disaksikan oleh adikmu, untuk mengajukan pinangan kepadamu. Hong-moi, sudikah engkau menjadi isteriku?”
Kepala itu semakin menunduk, dan muka itu menjadi semakin kemerahan. Kemudian, ia mengangkat muka, memandang sedetik kepada Lie Bouw Tek, lalu ia menoleh kepada Sie Liong. Akhirnya, wanita itu lari dan menubruk Sie Liong sambil menangis!
Sie Liong merangkul dan menepuk-nepuk pundak encinya, tanpa bicara. Dia membiarkan encinya menangis di pundaknya, pencurahan dari semua keharuan dari hati encinya. Setelah tangis itu mereda, dia berbisik dekat telinga encinya.
“Enci Hong, aku percaya bahwa sekali ini engkau tidak salah pilih. Kionghi (selamat), enciku yang baik.”
Lan Hong mengusap air matanya.
“Liong-te, marilah engkau ikut bersama kami, hidup berbahagia bersama kami...”
Biarpun Lan Hong belum menjawab lamaran Lie Bouw Tek, namun ucapan “hidup bersama kami” itu saja sudah merupakan jawaban yang jelas.
Dengan lembut Sie Liong melepaskan rangkulan encinya.
“Terima kasih, enci Hong. Aku harus melanjutkan perjalanan hidupku. Kuharap kalian dapat mengerti. Biarlah aku menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat kepada kalian. Semoga Tuhan selalu memberi berkah dan bimbingan kepada kalian. Cihu (kakak ipar), harap jaga baik-baik enciku yang kusayang ini, Enci Hong, selamat tinggal. Aku harus pergi sekarang.”
“Liong-te....!”
Lan Hong berseru akan tetapi ia dan Bouw Tek hanya melihat bayangan berkelebat dan Pendekar Bongkok sudah lenyap dari depan mereka.
“Liong-te....!” Lan Hong berseru dengan isak, dan Bouw Tek sudah merangkul pundaknya.
“Sudahlah, Hong-moi. Biarkan dia menikmati kebebasannya dan jangan memberati dia dengan tangis. Mari, mari kita menyongsong hidup baru. Engkaupun berhak untuk menikmati kebahagiaan hidup, Hong-moi, bersamaku.”
Mereka lalu perlahan-lahan melangkah pergi meninggalkan kuburan itu. Masa depan mereka terbentang luas dimana mereka dapat hidup berbahagia setelah masa lalu yang suram mereka lewati.
Pemberontakan yang dipimpin Kim Sim Lama itupun habis riwayatnya. Kim Sim Lama ditawan dan menjalani hukuman. Semua pembantunya, termasuk pula Pek Lan, tewas dalam pertempuran melawan para pendeta Lama dan pasukan pengikut Dalai Lama. Juga pasukan Dalai Lama menyerang dan memukul mundur pasukan pemberontak Nepal yang dipimpin Pangeran Maranta Sing dan mengusir mereka dari daerah Tibet. Daerah Tibet seluruhnya menjadi aman dan rakyat mulai dapat hidup tenteram.
Di lembah bukit-bukit yang sunyi, berjalanlah Pendekar Bongkok Sie Liong seorang diri. Keheningan menyelimuti seluruh alam di sekitarnya, namun Sie Liong tidak merasa kesepian. Hening akan tetapi tidak kesepian. Dia merasa menyatu dengan alam sekitarnya. Kekuasaan Tuhan berada di mana-mana, di dalam dan di luar dirinya sehingga dia tidak merasa terpisah, tidak merasa kesepian.
Nama Pendekar Bongkok kemudian dikenal di seluruh dunia persilatan, walaupun jarang ada yang pernah bertemu dengan dia. Hal ini adalah karena Pendekar Bongkok tidak pernah mau kembali ke selatan.
Dia merantau di sepanjang gurun Gobi dan di manapun dia berada, dia selalu menentang kejahatan, membela yang benar dan lemah. Para pedagang dan mereka yang melakukan perjalanan di daerah Gobi, yang pernah mendapatkan pertolongan Pendekar Bongkok ketika mereka mengalami marabahaya, ketika mereka diancam gerombolan perampok, mereka itulah yang mengabarkan nama besar Pendekar Bongkok di dunia kang-ouw di selatan.
Namun Pendekar Bongkok sendiri tidak pernah mau meninggalkan Gurun Gobi, bahkan dia tidak pernah mau memperkenalkan diri atau namanya sehingga orang-orang yang tidak mau mempergunakan julukan ejekan Pendekar Bongkok itu lalu menyebutnya Gobi Bu-beng Lojin (Orang Tua Tanpa Nama dari Gobi).
Sie Liong memang maklum sepenuhnya akan keadaan dirinya. Dia bukan saja bongkok, akan tetapi juga lengan kirinya buntung. Orang tapadaksa seperti dia hanya akan menerima ejekan dan penghinaan saja di dunia ramai. Juga dia tidak lagi mengharapkan kasih sayang wanita, karena dia maklum sepenuhnya bahwa cinta antara pria dan wanita adalah cinta nafsu, cinta berahi yang selalu menuntut keindahan rupa, daya tarik lahiriah.
Dan untuk itu, dia sudah tidak mempunyai daya tarik sama sekali. Tidak mudah menemukan seorang wanita seperti Ling Ling, atau seperti Bi Sian, yang tidak begitu terpengaruh oleh keindahan rupa. Tidak, dia tidak akan melibatkan diri dengan seorang wanita! Tentu saja lain halnya kalau memang Tuhan menghendaki lain. Dia hanya pasrah.
Hanya kalau nafsu daya rendah yang membentuk si-aku tidak lagi menguasai diri, hanya kalau hati dan akal pikiran tidak lagi bersimaharajalela, jiwa akan mendapatkan kembali kontaknya dengan kekuasaan Tuhan! Dan kalau sudah begitu, kekuasaan Tuhan akan bekerja dalam diri.
Keadaan seperti ini tidak mungkin dapat ditimbulkan karena usaha pikiran, karena pikiran adalah si-aku, yang lapuk, si-aku yang mengaku-aku. Hanya dengan melenyapkan diri yang mengaku-aku, merendahkan dan mengecilkan diri, hanya dengan pasrah yang tulus ikhlas, maka diri lahir batin akan dibersihkan oleh kekuasaan Tuhan, kemudian kekuasaan Tuhan akan bersemayam, membangkitkan jiwa.
Hanya kalau sudah demikian, maka kita dapat hidup seutuhnya, bebas daripada cengkeraman nafsu daya rendah yang telah kembali kepada kedudukan dan tugasnya semula, yaitu menjadi alat dan pelayan.
Demikianlah, kisah ini ditutup dengan harapan pengarang, semoga ada suatu manfaat yang dapat dipetik, dan semoga Tuhan memberkahi dan membimbing kita sekalian. Sampai jumpa di lain kisah.
“Liong-te, sungguh aku kagum sekali. Engkau selain memiliki ilmu yang amat hebat, juga memiliki kewaspadaan. Baiklah, aku ingin berterus terang saja. Tepat seperti yang agaknya telah dapat kau duga, aku jatuh cinta kepada enci-mu. Dan mengingat bahwa ia tidak memiliki anggauta keluarga lainnya, maka aku ingin menggunakan kesempatan terakhir ini untuk minta persetujuanmu. Setujukah engkau jika aku melamar adik Sie Lan Hong menjadi isteriku?”
Sie Liong tersenyum gembira dan diam-diam dia semakin suka dan kagum kepada Lie Bouw Tek. Seorang laki-laki yang jantan. Seorang pendekar yang gagah perkasa dan jujur. Cepat dia memberi hormat kepada pendekar itu.
“Lie-toako, aku akan merasa berbahagia sekali kalau engkau menjadi cihu-ku (kakak iparku). Tentu saja aku merasa setuju sepenuhnya. Akan tetapi, semua keputusan kuserahkan kepada enci Lan Hong. Harap engkau ajukan sendiri lamaranmu kepada enci Lan Hong.”
Biarpun dia merasa rikuh bukan main, namun sebagai seorang laki-laki yang gagah dan jujur, Lie Bouw Tek lalu menghadapi Lan Hong yang sejak tadi menundukkan mukanya yang menjadi kemerahan.
“Hong-moi, engkau sudah mendengar sendiri percakapan antara aku dan adikmu. Nah, biar aku mempergunakan kesempatan ini, disaksikan oleh adikmu, untuk mengajukan pinangan kepadamu. Hong-moi, sudikah engkau menjadi isteriku?”
Kepala itu semakin menunduk, dan muka itu menjadi semakin kemerahan. Kemudian, ia mengangkat muka, memandang sedetik kepada Lie Bouw Tek, lalu ia menoleh kepada Sie Liong. Akhirnya, wanita itu lari dan menubruk Sie Liong sambil menangis!
Sie Liong merangkul dan menepuk-nepuk pundak encinya, tanpa bicara. Dia membiarkan encinya menangis di pundaknya, pencurahan dari semua keharuan dari hati encinya. Setelah tangis itu mereda, dia berbisik dekat telinga encinya.
“Enci Hong, aku percaya bahwa sekali ini engkau tidak salah pilih. Kionghi (selamat), enciku yang baik.”
Lan Hong mengusap air matanya.
“Liong-te, marilah engkau ikut bersama kami, hidup berbahagia bersama kami...”
Biarpun Lan Hong belum menjawab lamaran Lie Bouw Tek, namun ucapan “hidup bersama kami” itu saja sudah merupakan jawaban yang jelas.
Dengan lembut Sie Liong melepaskan rangkulan encinya.
“Terima kasih, enci Hong. Aku harus melanjutkan perjalanan hidupku. Kuharap kalian dapat mengerti. Biarlah aku menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat kepada kalian. Semoga Tuhan selalu memberi berkah dan bimbingan kepada kalian. Cihu (kakak ipar), harap jaga baik-baik enciku yang kusayang ini, Enci Hong, selamat tinggal. Aku harus pergi sekarang.”
“Liong-te....!”
Lan Hong berseru akan tetapi ia dan Bouw Tek hanya melihat bayangan berkelebat dan Pendekar Bongkok sudah lenyap dari depan mereka.
“Liong-te....!” Lan Hong berseru dengan isak, dan Bouw Tek sudah merangkul pundaknya.
“Sudahlah, Hong-moi. Biarkan dia menikmati kebebasannya dan jangan memberati dia dengan tangis. Mari, mari kita menyongsong hidup baru. Engkaupun berhak untuk menikmati kebahagiaan hidup, Hong-moi, bersamaku.”
Mereka lalu perlahan-lahan melangkah pergi meninggalkan kuburan itu. Masa depan mereka terbentang luas dimana mereka dapat hidup berbahagia setelah masa lalu yang suram mereka lewati.
Pemberontakan yang dipimpin Kim Sim Lama itupun habis riwayatnya. Kim Sim Lama ditawan dan menjalani hukuman. Semua pembantunya, termasuk pula Pek Lan, tewas dalam pertempuran melawan para pendeta Lama dan pasukan pengikut Dalai Lama. Juga pasukan Dalai Lama menyerang dan memukul mundur pasukan pemberontak Nepal yang dipimpin Pangeran Maranta Sing dan mengusir mereka dari daerah Tibet. Daerah Tibet seluruhnya menjadi aman dan rakyat mulai dapat hidup tenteram.
Di lembah bukit-bukit yang sunyi, berjalanlah Pendekar Bongkok Sie Liong seorang diri. Keheningan menyelimuti seluruh alam di sekitarnya, namun Sie Liong tidak merasa kesepian. Hening akan tetapi tidak kesepian. Dia merasa menyatu dengan alam sekitarnya. Kekuasaan Tuhan berada di mana-mana, di dalam dan di luar dirinya sehingga dia tidak merasa terpisah, tidak merasa kesepian.
Nama Pendekar Bongkok kemudian dikenal di seluruh dunia persilatan, walaupun jarang ada yang pernah bertemu dengan dia. Hal ini adalah karena Pendekar Bongkok tidak pernah mau kembali ke selatan.
Dia merantau di sepanjang gurun Gobi dan di manapun dia berada, dia selalu menentang kejahatan, membela yang benar dan lemah. Para pedagang dan mereka yang melakukan perjalanan di daerah Gobi, yang pernah mendapatkan pertolongan Pendekar Bongkok ketika mereka mengalami marabahaya, ketika mereka diancam gerombolan perampok, mereka itulah yang mengabarkan nama besar Pendekar Bongkok di dunia kang-ouw di selatan.
Namun Pendekar Bongkok sendiri tidak pernah mau meninggalkan Gurun Gobi, bahkan dia tidak pernah mau memperkenalkan diri atau namanya sehingga orang-orang yang tidak mau mempergunakan julukan ejekan Pendekar Bongkok itu lalu menyebutnya Gobi Bu-beng Lojin (Orang Tua Tanpa Nama dari Gobi).
Sie Liong memang maklum sepenuhnya akan keadaan dirinya. Dia bukan saja bongkok, akan tetapi juga lengan kirinya buntung. Orang tapadaksa seperti dia hanya akan menerima ejekan dan penghinaan saja di dunia ramai. Juga dia tidak lagi mengharapkan kasih sayang wanita, karena dia maklum sepenuhnya bahwa cinta antara pria dan wanita adalah cinta nafsu, cinta berahi yang selalu menuntut keindahan rupa, daya tarik lahiriah.
Dan untuk itu, dia sudah tidak mempunyai daya tarik sama sekali. Tidak mudah menemukan seorang wanita seperti Ling Ling, atau seperti Bi Sian, yang tidak begitu terpengaruh oleh keindahan rupa. Tidak, dia tidak akan melibatkan diri dengan seorang wanita! Tentu saja lain halnya kalau memang Tuhan menghendaki lain. Dia hanya pasrah.
Hanya kalau nafsu daya rendah yang membentuk si-aku tidak lagi menguasai diri, hanya kalau hati dan akal pikiran tidak lagi bersimaharajalela, jiwa akan mendapatkan kembali kontaknya dengan kekuasaan Tuhan! Dan kalau sudah begitu, kekuasaan Tuhan akan bekerja dalam diri.
Keadaan seperti ini tidak mungkin dapat ditimbulkan karena usaha pikiran, karena pikiran adalah si-aku, yang lapuk, si-aku yang mengaku-aku. Hanya dengan melenyapkan diri yang mengaku-aku, merendahkan dan mengecilkan diri, hanya dengan pasrah yang tulus ikhlas, maka diri lahir batin akan dibersihkan oleh kekuasaan Tuhan, kemudian kekuasaan Tuhan akan bersemayam, membangkitkan jiwa.
Hanya kalau sudah demikian, maka kita dapat hidup seutuhnya, bebas daripada cengkeraman nafsu daya rendah yang telah kembali kepada kedudukan dan tugasnya semula, yaitu menjadi alat dan pelayan.
Demikianlah, kisah ini ditutup dengan harapan pengarang, semoga ada suatu manfaat yang dapat dipetik, dan semoga Tuhan memberkahi dan membimbing kita sekalian. Sampai jumpa di lain kisah.
T A M A T
Pendekar Bongkok
Pendekar Super Sakti