Ads

Sabtu, 26 Oktober 2019

Istana Pulau Es Jilid 073

Kita tinggalkan dulu Maya yang terancam bahaya maut tanpa ia ketahui sebabnya dan kita tengok keadaan Pek-kong-to Tang Hauw Lam Si Golok Sinar Putih, suami Mutiara Hitam yang tekun menggembleng kedua orang muridnya, yaitu Can Ji Kun dan Ok Yan Hwa. Pekerjaan ini dilakukan dengan amat tekun oleh Tang Hauw Lam yang seolah-olah sudah mati perasaan dan kemauannya akan hal lain.

Memang sejak ditinggal mati isterinya yang tercinta, Mutiara Hitam yang gugur ketika berusaha membalas kematian kakak kembarnya, Raja Talibu dari Kerajaan Khitan, dan menyerbu Kerajaan Mongol. Tang Hauw Lam kehilangan gairah hidup. Kalau saja tidak ada dua orang muridnya dan tidak hendak memenuhi pesan terakhir isterinya tercinta agaknya pendekar ini lebih baik memilih mati menyusul isterinya.

Kini ia mencurahkan seluruh kepandaiannya mengajar kedua orang muridnya yang dilatih sesuai dengan kitab-kitab peninggalan isterinya sehingga dalam waktu lima tahun saja kedua orang murid itu telah memperoleh kemajuan hebat dan telah dapat mewarisi hampir semua kepandaian Mutiara Hitam!

Tentu saja mereka masih jauh kalau dibandingkan dengan mendiang subo mereka, kalah latihan dan kalah pengalaman. Namun tidaklah terlalu dilebih-lebihkan kalau dikatakan bahwa pada masa itu, sukarlah dicari pemuda-pemudi remaja yang memiliki ilmu kepandaian setinggi kedua orang murid Mutiara Hitam ini.

Akan tetapi dalam keadaan tiada semangat dan selalu terbenam kedukaan dan kerinduan terhadap isterinya seperti itu sehingga tubuh Tang Hauw Lam kurus kering dan wajahnya selalu muram dan pucat, bekas pendekar besar ini tiada bersemangat pula untuk memperhatikan kedua muridnya kecuali dalam pelajaran ilmu silat yang ia turunkan, sama sekali tidak memperhatikan hal lain dan sama sekali tidak memperhatikan soal pendidikan.

Bekas pendekar besar yang sekarang seperti pohon layu kekeringan itu lupa bahwa kedua orang muridnya telah mulai dewasa, dan bahwa dalam usia seperti itu mereka bukan lagi kanak-kanak dan perlu pembatasan di dalam pergaulan mereka.

Setelah mendapat kenyataan bahwa tingkat kepandaian kedua orang muridnya itu telah cukup tinggi, mulailah dia menurunkan ilmu pedang yang dahulu membuat Mutiara Hitam terkenal sekali, yaitu Ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut (Ilmu Pedang Kayu Harum).

Ilmu pedang yang diturunkannya kepada murid perempuannya Ok Yan Hwa ini telah ia pelajari dari kitab peninggalan Mutiara Hitam, dan dalam melatih ilmu pedang ini Tang Hauw Lam sengaja menyerahkan Pedang Iblis yang betina kepada Yan Hwa. Pada waktu yang sama, ia menyerahkan Pedang Iblis yang jantan kepada Can Ji Kun dan mengajarkan Ilmu pedang yang bersumber dari Ilmu goloknya yang dahulu membuatnya amat terkenal, yaitu Ilmu Golok Pek-kong To-hoat (Ilmu Golok Sinar Putih).

Dengan tingkat kepandaiannya yang amat tinggi, bekas pendekar besar ini mampu mengubah Ilmu goloknya menjadi ilmu pedang dan menurunkan ilmu pedang ini kepada Ji Kun. Akan tetapi tentu saja untuk memperlengkap ilmu kedua orang muridnya, dia mengajarkan kedua ilmu pedang itu kepada mereka, hanya berpesan agar Yan Hwa khusus memperdalam Siang-bhok Kiam-sut, sedangkan Ji Kun memperdalam Pek-kong Kiam-sut.

Setahun lamanya kedua orang muda itu menggembleng diri sehingga akhirnya mereka dapat menguasai ilmu pedang masing-masing dan sepasang pedang yang kini diserahkan kepada mereka itu benar-benar amat luar biasa. Kalau mereka berlatih, terdengar bunyi berdesingan dan tampaklah kilat menyambar-nyambar menyilaukan mata.

Karena sikapnya yang tidak peduli sama sekali akan pendidikan moral murid-muridnya, dan di samping mengajarkan ilmu silat, Tang Hauw Lam hanya selalu tekun besamadhi, bekas pendekar ini tidak tahu akan perubahan-perubahan yang terjadi dalam perhubungan kedua orang muridnya.

Kekuasaan alam menguasai dua orang yang telah dewasa itu dan mulailah mereka itu saling tertarik. Masa kanak-kanak mereka lewat sudah dan menjelang kedewasaan mereka, masing-masing merupakan daya tarik yang luar biasa dan karena mereka hidup terasing, maka tanpa pengawasan terjadilah hal yang tidak aneh, yaitu kedua orang suheng dan sumoi ini mulai bermain dengan asmara!

Barulah Tang Hauw Lam terkejut bukan main ketika pada suatu malam, secara tidak sengaja ia mendapatkan kedua orang muridnya itu sedang saling bermain cinta, saling bercumbu seperti kelakuan dua orang suami isteri!

“Ji Kun! Yan Hwa!” bentaknya dengan muka pucat sekali, matanya terbelalak lebar penuh kemarahan.

Kedua orang muda itu terkejut, saling melepaskan pelukan dan menjatuhkan diri berlutut di depan suhu mereka yang marah. Sampai lama Tang Hauw Lam tak dapat berkata-kata, kemudian kemarahannya mereda dan jantungnya seperti ditusuk-tusuk rasanya karena apa yang dilakukan kedua orang muridnya itu menimbulkan rindu yang makin hebat, mengingatkan ia akan isterinya yang telah tiada.

“Ahhh.... dua orang muridku....? Ahhh, betapa isteriku akan kecewa sekali.... aku...., aku telah gagal mendidik kalian....”

Ia tak dapat melanjutkan kata-katanya, dengan terhuyung ia memasuki kamar di pondoknya dan bersila, memejamkan mata melawan kehancuran hatinya.






Pada keesokan harinya, Tang Hauw Lam dikejutkan suara ribut-ribut, beradunya pedang dan angin pukulan yang berdesir-desir. Ia menjadi kaget. Kalau berlatih, bukan seperti itu gerakan pedang kedua orang muridnya. Sekali ini, kedua pedang itu bergerak dengan pengerahan tenaga sepenuhnya, gerakan orang bertempur mati-matian ia meloncat, tubuhnya terhuyung lemah karena pukulan batin yang diterimanya selama ini membuat tubuh bekas pendekar yang sudah lemah itu menjadl makin lemah.

Ketika ia tiba di luar pondok, Tang Hauw Lam terkejut bukan main melihat kedua orang muridnya itu telah bertanding mati-matian dengan pedang di tangan. Sepasang pedang iblis itu mereka pergunakan untuk saling serang dengan hebat!

Apakah yang telah terjadi dengan sepasang orang muda yang semalam saling melimpahkan kasih sayangnya satu sama lain? Ternyata bahwa ketika gurunya mempergoki perbuatan mereka dan mengundurkan diri dengan penuh kemarahan dan kedukaan, dua orang ini lalu saling menyalahkan.

Semalam suntuk mereka bercekcok, saling menuduh telah mulai dengan permainan cinta mereka, menuduh masing-masing lebih dulu mulai merayu dan memikat. Percekcokan menjadi makin sengit ketika masing-masing menyatakan bahwa ilmu pedangnya lebih lihai, pedang masing-masing lebih ampuh.

Karena pertengkaran itu makin memuncak sehingga kemarahan mereka melampaui besarnya cinta kasih mereka, tak dapat dicegah lagi kedua orang muda yang masih berdarah panas ini lalu saling membuktikan keunggulan masing-masing dengan jalan mengadu ilmu secara mati-matian!

Baru sekali ini. mereka bertanding sungguh-sungguh dan anehnya, begitu kedua pedang mereka saling bentrok, seolah-olah ada kekuasaan gaib yang membuat mereka menjadi makin penasaran dan tidak akan merasa puas sebelum memperoleh kemenangan. Seolah-olah mereka menjadi lebih marah dan lebih panas hatinya, timbul keinginan untuk keluar sebagai pemenang tanpa memperhitungkan lagi bagaimana harus mengalahkan lawan, kalau perlu membunuhnya!

Anehnya, setelah bertanding seolah-olah lenyap semua cinta kasih di antara mereka, bahkan lenyap pula semua persoalan saling menyalahkan sehingga malam tadi mereka kepergok suhu mereka. Kini yang ada hanyalah ingin menang! Ingin membuktikan bahwa ilmu pedangnya lebih tinggi dan pedang di tangannya lebih ampuh!

Sebagai seorang ahli, sekali pandang saja Tang Hauw Lam maklum bahwa kedua orang muridnya itu tidaklah sedang berlatih atau main-main, melainkan saling serang dengan dahsyat dan mati-matian. Pandang matanya berkunang, kepalanya pening karena apa yang di saksikannya ini merupakan pukulan batin ke dua yang hebat, yang menimbulkan kemarahan, kedukaan, penasaran dan kekecewaan.

Juga dia terkejut bukan main karena dia seolah-olah tidak melihat kedua orang muridnya yang bertanding, melainkan Mahendra dan Nila Dewi, dua orang tokoh India yang membuat Sepasang Pedang Iblis itu! Wajah kedua orang muridnya itu mengeluarkan sinar yang sama, sinar mengerikan yang haus darah!

“Ji Kun! Yan Hwa! Berhenti bertanding....!” Ia berseru sambil lari cepat menghampiri kedua orang muridnya.

Akan tetapi, seruannya itu sekali ini tidak seperti biasa pengaruhnya. Biasanya, setiap seruannya tentu akan diperhatikan dan ditaati oleh kedua orang muridnya itu. Akan tetapi seruan dan perintahnya sekali ini sama sekali tidak digubris, tidak ditaati, bahkan kedua orang muridnya saling menyerang semakin dahsyat.

“Ji Kun! Yan Hwa! Kalian masih tidak mau berhenti?”

Tang Hauw Lam yang menjadi marah sekali ini meloncat kedepan dan menerjang maju. Ia melihat betapa kedua pedang muridnya itu membuat gerakan saling menusuk. Ia tidak peduli dan cepat menerjang di tengah-tengah antara mereka sambil mendorongkan kedua tangannya ke kanan kiri.

Can Ji Kun dan Ok Yan Hwa mengeluarkan pekik tertahan. Tubuh mereka terlempar ke belakang dan masing-masing memandang suhu mereka yang berdiri tegak, kedua tangan mendekap lambung kanan kiri yang masih menyemburkan darah melalui celah-celah jari tangan yang menutup kedua luka itu!

“Suhu....!”

Kedua orang muda yang agaknya seperti baru sadar dari mimpi itu menjerit berbareng dan keduanya menangis terisak-isak.

“Suhu.... harap Suhu bunuh saja teecu....” Can Ji Kun meratap.

“Suhu, bunuhlah teecu yang berdosa....!” Ok Yan Hwa juga berkata dengan suara merintih.

Sepasang mata Tang Hauw Lam melotot memandang ke arah sepasang pedang di atas tanah. Pedang itu dilepas oleh kedua orang muridnya setengah dilempar seolah-olah mereka jijik menyaksikan pedang yang berlumuran darah suhu mereka dan sepasang pedang yang terjatuh dalam jarak berpisahan satu meter itu tiba-tiba sudah bergerak seperti saling tarik dan kini bagian gagang mereka saling melekat! Dia memang tahu akan sifat pedang-pedang itu, yaitu bagian mata pedang saling tolak akan tetapi bagian gagang saling tarik!

“Sepasang Pedang iblis! Pedang-pedang terkutuk.... aaahhhh....!”

“Suhu.... teecu berdosa....!” Ji Kun berkata pula, penuh penyesalan.

“Suhu, bunuh saja teecu....!” Yan Hwa juga meratap lagi.

Tang Hauw Lam menunduk, memandang kedua muridnya. Kemarahannya lenyap dan kini ia tersenyum!

“Tidak, kalian tidak sengaja.... dan.... dan terima kasih.... aku girang sekali.... akan dapat berjumpa dengan subo kalian.... akan tetapi kalian.... ahh, hati-hatilah.... pedang-pedang itu terkutuk.... aaaahhhh!” Wajah yang berseri itu memucat, matanya memandang ke atas, lalu ia tersenyum lebar, “Kwi Lan.... isteriku, engkau masih menunggu aku....? Ha-ha, tunggulah, kekasihku, aku datang....!”

Tubuhnya terguling. Kedua orang muridnya menubruk dan ternyata Tang Hauw Lam telah tewas, matanya terbuka mulutnya tersenyum dan tarikan wajahnya berseri penuh bahagia!

“Suhu....!”

Ok Yan Hwa terguling roboh pingsan dan Can Ji Kun hanya dapat menangis, sebentar memeluk mayat suhunya, kemudian bingung hendak menyadarkan sumoinya.

Tiga hari kemudian setelah mengubur jenazah suhu mereka yang mereka bawa ke Bukit Merak di Khitan dan dikuburkan di sebuah makam Mutiara Hitam, kedua orang ini berpamit dari Gu Toan si bongkok yang menjaga kuburan keluarga itu dan yang membantu mereka mengubur jenazah Tang Hauw Lam sambil menghela napas penuh duka. Ji Kun dan Yan Hwa lalu berpisah, membawa pedang masing-masing.

“Sumoi, mengapa kita harus berpisah? Engkau tahu bahwa kalau kita berpisah, kita berdua akan menderita, akan saling merindukan....”

Can Ji Kun mencoba untuk membujuk sumoinya setelah berhari-hari ia membujuk dengan sia-sia.

Yan Hwa menggeleng kepala dengan duka.
“Tidak, kita telah berdosa. Dosa yang timbul karena kita berkumpul menjadi satu. Kalau dekat denganmu, aku akan selalu teringat akan dosaku terhadap Suhu, Suheng. Sebaiknya kita berpisah.” Ucapan itu dikeluarkan dengan suara tegas, namun mengandung kedukaan.

“Sumoi, bukankah engkau cinta padaku seperti besarnya cintaku kepadamu?”

Yan Hwa mengangguk.
“Tidak kusangkal, akan tetapi cinta kita baru bersih dan membawa bahagia kalau engkau sudah mengakui keunggulan ilmu pedang dan po-kiamku (pedang pusakaku).”

Tiba-tiba sinar mata penuh kasih sayang lenyap dari mata pemuda itu, terganti sinar penasaran.

“Akan tetapi, Sumoi. Mana bisa itu? Jelas bahwa ilmuku lebih tinggi darimu, pedangku juga tidak kalah. Ingat, aku suhengmu, sudah semestinya lebih lihai darimu!”

“Hemm, kita lihat saja! Ingin bukti? Mau melanjutkan yang dahulu?”

Ji Kun bergidik, teringat betapa pertemuan di antara mereka mengorbankan nyawa suhu mereka. Sungguhpun hal itu terjadi tanpa mereka sengaja karena keduanya sedang diamuk penasaran dan kemarahan dan mereka juga tidak mengira bahwa suhu mereka demikian lemah dan lambat gerakannya sehingga termakan pedang mereka, namun peristiwa ini takkan pernah terlupa dan tetap akan menjadi tekanan batin dan perasaan berdosa.

“Cukuplah, Sumoi. Kalau engkau menghendaki perpisahan di antara kita, baiklah. Akan tetapi, kita akan menderita....”

“Aku akan kembali kepadamu setelah kuperdalam ilmuku, kembali untuk mengalahkan engkau dan setelah kau mengakui keunggulanku, baru aku suka menyambung kembali hubungan cinta kita.”

“Gila....!”

Ji Kun berseru akan tetapi ia pun merasa betapa yang gila dan berbeda pendapat seperti itu bukan hanya sumoinya, melainkan dia sendiri juga! Dia baru akan merasa puas dan cintanya takkan terganggu apabila sumoinya mau tunduk dan mengaku kalah terhadapnya.

Maka berpisahlah kedua orang muda yang saling mencinta itu, sama sakali mereka tidak sadar bahwa mereka telah berada dalam cengkeraman kekuasaan gaib dari Sepasang Pedang Iblis yang seolah-olah telah kemasukan roh dari Mahendra dan Nila Dewi.

Dan pada waktu itu, kembali dunia kang-ouw kemasukan dua orang muda yang berilmu tinggi, yang mengambil jalan masing-masing, namun yang keduanya memiliki pedang pusaka yang haus darah, memiliki sebatang Pedang Iblis!

**** 073 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar