Ads

Sabtu, 26 Oktober 2019

Istana Pulau Es Jilid 072

“Wuuuuttt.... tranggg....!”

Maya terkejut karena tenaga manusia-manusia dampit itu ternyata amat kuat sehingga pedangnya tergetar. Namun, manusia dampit itu lebih kaget lagi karena pedang dara yang ditangkis itu kini telah melakukan gerakan melengkung dan tahu-tahu sudah menyambar ke arah empat buah kaki mereka. Cepat mereka meloncat ke atas dan Maya mendapat kenyataan bahwa dua orang dampit itu tidak saja kuat sin-kangnya, akan tetapi juga amat lihai gin-kangnya.

“Lepaskan dia....!”

Maya membentak dan mengirim serangan bertubi-tubi. Selama berada di Pulau Es, dia dan sumoinya paling tekun mempelajari ilmu pedang dan ilmu pedang yang mereka latih baersama Han Ki adalah ilmu pedang ciptaan Bu Kek Siansu, hebatnya bukan main. Baru sinar pedangnya saja sudah berbahaya sekali, dapat merobohkan lawan, apalagi kini ia mendesak dari jarak dekat!

Sepasang manusia dampit itu tadinya memandang rendah dan mengandalkan tiga buah tangan mereka, karena yang sebuah mengempit tubuh Si Panglima Muda, untuk melawan Maya. Namun, sepasang senjata di kedua tangan Maya, yaitu pedang dan sarung pedangnya, amatlah hebat gerakannya, selain aneh gerakannya juga cepat bukan main dan mengandung tenaga sin-kang yang dingin menusuk tulang. Setiap kali senjata kedua orang dampit itu bertemu pedang di tangan Maya, kedua orang itu menggigil dan terdengar seorang di antara mereka yang kepalanya botak, berseru,

“Gadis siluman!”

Orang ke dua yang berambut riap-riapan berseru,
“Loncat turun, bawa dia lari!”

Si Kepala Botak yang mengempit tubuh panglima muda dengan tangan kanannya, membuat gerakan maut, dibantu oleh kaki Si Rambut Panjang yang juga mengenjot tubuhnya.

Karena loncatan mereka digerakkan oleh enjotan empat buah kaki, tubuh mereka melayang cepat keluar dari perahu besar. Mereka meloncat ke atas atap sebuah perahu kecil dan terus melompat dari situ ke perahu lain, agaknya hendak membawa tawanan mereka ke perahu dari mana tadi terdengar suara perintah pemimpin mereka.

Akan tetapi, Maya juga meloncat, gerakannya seperti burung walet, amat cepatnya melakukan pengejaran.

“Kemana kau hendak lari, setan dampit?” bentaknya, pedangnya berkelebat menyambar dari belakang.

Si Rambut Panjang yang berada di sebelah belakang, menangkis dengan pedangnya, kemudian sisihannya sudah melompat lagi, kini tidak melompat ke perahu, melainkan melompat ke.... air!

Maya terkejut, mengira bahwa Si Dampit hendak terjun ke air, hal yang tentu saja tak dapat ia lakukan karena biarpun dia pandai berenang, namun kepandaiannya di air tidaklah boleh diandalkan untuk melawan lawan lihai seperti Si Dampit itu.

Akan tetapi ternyata bahwa Si Dampit itu tidak menceburkan diri ke air, melainkan hinggap di atas mayat seorang tentara yang sudah mati, yang mengapung di air dengan menelungkup!

Maya menyambar cepat, hinggap di atas kayu pecahan perahu dan pedangnya menyambar, akan tetapi Si Dampit sudah melompat lagi menggunakan mayat itu sebagai tempat loncatan.






Dari perbuatan ini saja dapat dibayangkan betapa lihai Si Dampit ini dan betapa tinggi gin-kangnya. Namun Maya tidak kalah cepat dan terus loncat mengejar, bahkan menyusul dan selagi tubuh mereka di udara, ujung pedangnya yang menyambar dengan cepat menusuk lengan Si Botak yang mengempit tubuh perwira yang melawan itu.

“Aduhhh....!”

Si Botak berteriak dan tentu saja kempitannya terlepas. Maya yang menangkis serangan pedang Si Rambut Panjang dengan sarung pedangnya, berjungkir balik di udara, menggigit pedangnya dan tangan kanannya dengan gerakan seperti seekor burung elang menyambar kelinci, sudah mencengkeram leher baju Si Panglima Muda dan kembali berjungkir balik tubuhnya melayang ke atas sebuah perahu.

Dari situ kembali ia berloncatan menggunakan pecahan perahu, mayat-mayat tentara, dan atap-atap perahu yang sedang terbakar, langsung ke perahu besar. Dia masih sempat membebaskan totokan Si Panglima Muda dan melemparkan tubuhnya itu ke atas dek perahu, kemudian memutar senjatanya menghadapi para musuh yang mengeroyok, berkata,

“Tai-ciangkun, lekas putar perahu dan tinggalkan tempat ini. Biar aku yang menghadapi anjing-anjing Sung ini!” Panglima tinggi yang merasa bersyukur melihat pembantunya selamat, dan kagum bukan main, berkata, “Li-hiap.... harap memperkenalkan nama yang mulia....”

“Cepat putar perahu!”

Maya menjawab tanpa memperkenalkan nama dan dia mengamuk amat hebat sehingga para pengeroyok menjadi gentar dan mereka berlompatan meninggalkan perahu besar yang mulai diputar kemudinya. Perahu itu telah dapat dipadamkan dari bahaya kebakaran dan pasukan musuh yang berloncatan itu ada yang meloncat ke air! Mereka tak memperhitungkan lagi, pokoknya mereka dapat lari dari dara perkasa yang seperti setan itu!

Kegembiraan besar karena dia dapat membunuhi tentara-tentara Sung membuat Maya seperti seekor harimau haus darah. Dia meloncat pula meninggalkan perahu besar, mengejar dan mengamuk dari perahu ke perahu sehingga pasukan Sung menjadi kacau-balau dan terdengarlah perintah menyuruh perahu-perahu kecil mundur!

Akhirnya tempat itu menjadi sunyi. Perahu besar panglima yang memberontak sudah pergi jauh, perahu-perahu kecil pasukan Sung sudah pergi semua. Yang tampak hanya perahu-perahu terbakar, pecahan-pecahan perahu, mayat-mayat manusia yang mulai bergoyang-goyang karena kakinya disambari ikan hiu, dan rintih tangis mereka yang terluka dan masih belum mati, ada yang meronta-ronta di air berusaha berenang menyelamatkan diri, ada yang terapung di pecahan-pecahan perahu.

Maya berdiri di atas sebuah balok pecahan tiang perahu, pedang di tangan, berdiri tegak, dengan wajah berseri, dadanya turun naik, napasnya agak memburu karena dia telah mengeluarkan banyak tenaga. Baru sekarang terasa betapa lelah tubuhnya dan betapa perih kaki di paha kirinya karena serempetan golok para pengeroyok yang tadi ketika ia mengamuk tidak dirasakannya.

Tiba-tiba dara perkasa itu menjerit kaget, balok yang diinjaknya terbalik dan terseret ke bawah dan tentu saja tubuhnya terlempar ke air! Ia gelagapan dan pedang serta sarung pedang terpaksa dibuangnya karena ia membutuhkan kedua tangannya untuk berenang.

Akan tetapi, tiba-tiba kakinya terpegang atau tergigit sesuatu, lalu tubuhnya diseret ke dalam air. Ia berusaha meronta, akan tetapi karena memang bukan ahli di air, ia gelagapan, minum air laut dan tak lama kemudian tubuhnya tenggelam!

**** 072 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar