Ads

Selasa, 29 Oktober 2019

Istana Pulau Es Jilid 083

Terpaksa kita tinggalkan dulu Siauw Bwee yang setiap hari tekun berlatih kedua macam ilmu silat istimewa itu dan sebaiknya kita mengikuti perjalanan Kam Han Ki, karena hal ini untuk memperlancar jalannya cerita.

Telah kita ketahui betapa Kam Han Ki merana hatinya, seolah-olah kehilangan semangat dan gairah hidup ketika kedua orang sumoinya meninggalkan Istana Pulau Es sehingga dia tinggal seorang diri di Pulau Es. Karena tidak dapat menahan kesepian yang menggerogoti hatinya, juga karena khawatir akan keadaan kedua orang sumoinya, Han Ki lalu membuat sebuah perahu dan berlayarlah dia meninggalkan Pulau Es dengan maksud hendak mencari kedua orang sumoinya, atau setidaknya seorang diantara mereka.

Setelah mendarat di tepi pantai daratan Tiongkok, pemuda ini menjadi bingung karena dia tidak tahu di sebelah mana kedua orang sumoinya mendarat dan kemana pula mereka pergi. Akan tetapi, dia berjalan terus ke barat dan di sepanjang jalan dia berusaha menemukan jejak kedua orang sumoinya dengan bertanya-tanya kepada orang-orang yang dijumpainya di jalan.

Akan tetapi, sampai berpekan-pekan ia melakukan perjalanan, belum juga ia mendapatkan jejak kedua orang sumoinya. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang ditanyainya pernah melihat dua orang gadis itu, sebaliknya Han Ki mendengar akan keadaan kerajaan baru yang makin luas saja wilayahnya, yaitu Kerajaan Cin yang dibangun oleh bangsa Yucen. Kini di daerah utara, hampir seluruh wilayah Kerajaan Sung telah terjatuh ke tangan Kerajaan Cin. Dari dia mendengar pula tentang pergolakan di Kerajaan Sung, tentang para pembesar yang memberontak dan berdiri sendiri-sendiri menguasai wilayah masing-masing. Mendengar pula akan pergerakan bangsa Mancu di samping bangsa Yucen.

Ketika ia mendengar bahwa dia memasuki daerah yang telah dikuasai bangsa Yucen yang mulai mengangkat pejabat-pejabat daerah sebagai pegawai Kerajaan Cin, teringatlah Han Ki akan kekasihnya, Sung Hong Kwi yang dahulu akan dikawinkan dengan Raja Yucen. Timbul hasrat hatinya untuk mendengar berita tentang kekasihnya itu, dan kalau mungkin.... menjumpainya! Masih hidupkah Hong Kwi kekasihnya itu? Apakah kini telah menjadi seorang yang mulia di Kerajaan Cin? Ataukah hanya menjadi selir rendahan saja?

Hatinya terasa perih kalau ia mengingat akan cerita betapa raja-raja yang berkuasa, seperti halnya Kaisar Kerajaan Sung, paling suka mempermainkan wanita dan setiap hari berganti wanita, yang lama dicampakkan begitu saja. Jangan-jangan seperti itu pula nasib Hong Kwi. Kekhawatiran ini mendorong hasratnya untuk menyelidiki keadaan Hong Kwi.

Akhirnya, karena dorongan hasrat ingin bertemu bekas kekasihnya tak dapat ditahannya lagi, Han Ki mendatangi kota raja Yucen dan berhasil pada suatu malam menyelundup masuk ke taman Istana Raja Yucen! Dilihatnya bahwa dia telah memasuki harem (keputren, tempat selir-selir raja) dan ketika ia melihat beberapa orang wanita cantik berpakaian indah bersendau-gurau di dekat kolam ikan, ia lalu melompat ke dekat mereka. Wanita-wanita itu terkejut dan menjerit, akan tetapi Han Ki mengangkat tangannya dan berkata halus,

"Harap kalian jangan takut. Aku datang tidak berniat buruk, hanya ingin bertemu dengan Sung Hong Kwi. Adakah dia disini?"

Ketika melihat bahwa yang muncul seperti setan itu adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah, lenyaplah rasa takut wanita-wanita itu dan di antara mereka bahkan ada yang tersenyum-senyum dan melirik-lirik tajam. Mereka adalah wanita-wanita yang selalu dikurung dan hanya kadang-kadang melayani Raja Yucen yang sudah tua, tentu saja jantung mereka berdebar tegang dan aneh ketika berhadapan dengan seorang pemuda tampan dan gagah seperti itu. Seorang di antara mereka yang paling berani, segera berkata,

"Engkau sungguh berani mati memasuki tempat ini. Bagaimanakah engkau tidak ditangkap dan dibunuh oleh para pengawal yang menjaga di luar?"

"Hal itu tidak penting. Yang penting, adakah Sung Hong Kwi di sini? Aku ingin berjumpa dengan dia."

"Siapa itu Sung Hong Kwi? Kami tidak mengenalnya dan tidak pernah mendengar namanya."

Han Ki mengerutkan kening. Salahkah dugaannya bahwa kekasihnya itu diboyong oleh Raja Yucen?

"Lima tahun yang lalu, ada seorang puteri Kerajaan Sung dikawinkan dengan Raja Yucen...."

"Ohhh! Kau maksudkan dia?" Seorang selir yang usianya paling tua, kurang lebih tiga puluh tahun akan tetapi masih amat cantik, segera berkata, "Puteri yang rewel itu? Dia tidak menjadi selir sribaginda, akan tetapi diberikan kepada Pangeran Dhanu yang tergila-gila kepadanya. Aihhh, kasihan Pangeran Dhanu yang tampan, rela tidak memelihara selir akan tetapi isterinya itu selalu merongrongnya!"

Han Ki terkejut.
"Pangeran Dhanu? Dimana istananya?"

Wanita itu tertawa.
"Mana ada waktu beristirahat dengan tenang di istana? Isterinya, Puteri Sung itu terlalu rewel, bahkan kini kabarnya sakit sehingga diajak tetirah ke Hutan Bunga Bwee di tepi sungai"






"Dimana tempat itu?"

"Ihh, mau apa sih engkau mencari puteri yang sakit-sakitan? Disini banyak...."

"Lekas katakan!" Han Ki membentak marah ketika mendengar wanita-wanita itu mulai tertawa memikat. "Kalau tidak terpaksa aku akan membunuh kalian!"

Ia sengaja mengancam dan berhasillah dia karena wanita-wanita itu menjadi pucat dan ketakutan.

"Di luar kota raja, di sebelah utara, dekat sungai ada hutan penuh bunga bwee dan sudah beberapa hari mereka disana.... aihhh....!"

Wanita itu dan teman-temannya menjerit ketika tiba-tiba tubuh Han Ki berkelebat dan pemuda gagah itu sudah lenyap dari depan mereka.

"Setan....! Siluman....!"

Mereka berteriak-teriak sambil melarikan diri, ada yang terkencing-kencing ketakutan dan bahkan ada yang pingsan di tempatnya! Semenjak malam itu, sampai beberapa lama pemuda itu menjadi bahan percakapan para selir dengan penuh rasa ngeri dan juga rindu!

Akan tetapi ketika Han Ki tiba di hutan yang dimaksud, ia terkejut menyaksikan bekas-bekas pertempuran dan mendapat kabar bahwa malam tadi tempat itu diserbu oleh gerombolan pasukan Mancu yang memang telah bermusuhan dengan pihak Yucen.

Banyak terdapat mayat-mayat bangsa Mancu dan Yucen dan ketika dia tiba disitu, pasukan Yucen sedang mengangkuti mayat-mayat itu dan melakukan penjagaan ketat. Namun, dengan kepandaiannya yang tinggi, Han Ki berhasil mendekati sampai di luar perkemahan yang ditinggali Pangeran Dhanu dan isterinya. Di luar perkemahan dia dihadang oleh para pengawal!

"Berhenti! Siapa engkau dan ada keperluan apa?" bentak pengawal-pengawal itu.

"Aku hendak berjumpa dengan Pangeran Dhanu. Aku adalah.... seorang saudara dari isterinya, hendak menengoknya, karena kabarnya sakit."

Para pengawal mengepungnya dengan pandang mata curiga.
"Sang Pangeran sedang sibuk, Sang Puteri sakit keras...."

Tiba-tiba Han Ki meloncat ke dalam kemah, gerakannya amat cepat sehingga para pengawal itu sejenak melongo karena kehilangan pemuda itu. Baru mereka tahu bahwa pemuda itu menerobos masuk ketika mendengar pemuda itu menjerit,

"Hong-Kwi....!"

Mendengar kekasihnya sakit keras, pemuda itu seperti gila dan nekat menerobos sambil memanggil nama kekasihnya.

"Han Ki-koko....? Ohhh...."

Suara ini cukup bagi Han Ki. Dia mengerahkan tenaganya dan tubuhnya berkelebat memasuki sebuah kamar di dalam perkemahan besar itu dan dia berdiri pucat dengan mata terbelalak memandang tubuh kekasihnya yang rebah telentang seperti mati di atas pembaringan.

Di kepala pembaringan itu duduk seorang laki-laki yang berkumis tipis berpakaian indah dan bersikap gagah namun wajahnya diliputi kedukaan besar. Laki-laki ini meloncat bangun dan tangannya meraba gagang pedangnya. Seorang pelayan wanita mundur-mundur ketakutan memandang Han Ki.

Wajah Hong Kwi pucat sekali, matanya sayu dan rambutnya yang hitam itu terurai lepas, tubuhnya kelihatan lemah. Dia memandang Han Ki, beberapa kali bibirnya bergerak namun tidak ada suara keluar. Air mata seperti butiran-butiran mutiara menetes turun dan akhirnya dia dapat juga bersuara,

"Han Ki-koko.... kau datang....? Ahh, Koko.... bawalah aku pergi.... bawalah....!"

Kedua lengannya diangkat lemah, diulurkan ke arah Han Ki, akan tetapi tiba-tiba kedua lengannya terkulai kembali di atas pembaringan, mukanya yang tadinya menghadap ke Han Ki itu tergolek ke kiri, matanya terpejam, hanya mulutnya yang masih agak terbuka seolah-olah dia belum selesai bicara.

"Hong Kwi....!" Han Ki tidak mengenal suaranya sendiri, suara yang terhenti di kerongkongannya.

"Isteriku....!" Pangeran Dhanu, laki-laki gagah itu menubruk dan menangis. Kemudian ia meloncat bangun, memandang Han Ki dan berkata, air matanya masih menetes-netes, "Jadi engkaukah Kam Han Ki, laki-laki kejam yang menghancurkan hati isteriku? Engkau datang hanya untuk menyaksikan kematiannya? Betapa kejam engkau!"

Ucapan ini bagaikan petir menyambar karena seolah-olah Han Ki baru tahu bahwa kekasihnya telah meninggal dunia. Dia menubruk ke depan, dipegangnya tangan kanan Hong Kwi, diguncang-guncangnya pundak mayat itu.

"Hong Kwi.... Hong Kwi....! Ini aku Kam Han Ki! Aku telah datang. Hong Kwi....! Hong Kwi, bukalah matamu, pandanglah aku, bicaralah....!"

Menyaksikan sikap pemuda itu, Pangeran Dhanu agak berkurang kemarahannya dan memandang dengan kening berkerut. Di belakang Han Ki, Si Pelayan menangis sesenggukan dan di luar kamar itu, seorang pengawal berdiri tegak menjaga, dalam keadaan siap seolah-olah tidak tahu apa yang terjadi di dalam kamar, sungguhpun alisnya berkerut menandakan bahwa dia ikut prihatin terharu.

"Hong Kwi...., kekasihku.... Hong Kwi, aku berdosa padamu! Ah, kekasihku, kau bawalah aku....!"

Han Ki yang biasanya tenang itu kini tidak dapat menahan pukulan batin yang amat hebat itu. Dia masih mencinta Hong Kwi, bahkan belum pernah dia berhenti mencintanya. Kini melihat kekasihnya mati setelah bertemu dengannya, dia merasa berdosa dan berduka.

"Hemm, dia sudah mati baru engkau datang dan bicara seperti itu. Kam Han Ki, engkau bukan seorang laki-laki yang patut dipuji!"

Ucapan yang bernada keras ini membuat Han Ki sadar bahwa dia telah berada di tempat orang, bahkan sadar bahwa mayat yang dipeluknya itu adalah mayat isteri orang lain. Dia bangkit, menekan perasaannya, berdiri lemas dan dengan mata merah dan pipi basah ia memandang Pangeran Dhanu. Sejenak kedua orang laki-laki itu saling berpandangan.

"Engkau tentu Pangeran Dhanu...." katanya perlahan.

"Benar! Akulah Pangeran Dhanu, laki-laki yang mencintanya dengan seluruh jiwa ragaku, yang selama bertahun-tahun ikut menderita bersamanya, yang berusaha menghiburnya, yang memenuhi segala permintaannya. Akan tetapi, pada saat terakhir, namamulah yang diucapkannya!"

Di dalam ucapan pangeran itu terdapat kegetiran yang hebat sehingga diam-diam Han Ki merasa kasihan dan bersalah.

"Pangeran, selama bertahun-tahun aku berpisah darinya, dipisahkan dengan kekerasan, akan tetapi engkau.... selama itu berada di sampingnya. Akulah yang lebih menderita daripada engkau."

"Aku sudah mendengar akan namamu, dia bercerita tentang dirimu. Akan tetapi kumaafkan dia asal dia dapat membalas dan menerima cintaku. Akan tetapi.... dia selalu berduka, teringat kepadamu, selalu sakit-sakitan.... kuajak tetirah ke mana-mana untuk menghiburnya, kukorbankan tugas-tugasku. Semalam anjing-anjing Mancu menyerbu perkemahan, biarpun dapat dipukul mundur akan tetapi isteriku menderita kaget yang hebat, Jantungnya lemah.... dan.... kemudian kau datang.... ah, isteriku....!" Pangeran itu mengusap air matanya.

"Pangeran, maafkan aku. Betapapun juga, engkau yang mencintanya telah menjadi suaminya selama lima tahun. Engkau telah memiliki dia sebagai isteri yang tercinta...."

"Memang aku memiliki tubuhnya akan tetapi tidak memiliki hatinya. Engkau telah merampas hatinya, keparat!"

"Dan orang-orang Mancu telah merampas nyawanya. Aku akan membalas ini!"

"Orang she Kam! Tidak perlu menimpakan kesalahan kepada orang lain. Engkaulah yang telah membunuh isteriku! Engkaulah yang menghancurkan hidupnya, dan engkau pula yang merampas kebahagiaan hidupku! Pengawal, tangkap orang ini!"

Belasan orang pengawal menerjang masuk dengan tombak di tangan. Han Ki berseru,
“Hong Kwi, kalau rohmu masih disini, dengarlah sumpahku. Aku tidak akan menikah dengan wanita lain di dunia ini!"

Setelah barkata demikian, tubuhnya berkelebat keluar dan robohlah enam orang pengawal yang menghadangnya. Dia tidak membunuh karena dia maklum betapa hancur hati Pangeran Dhanu, maklum pula bahwa pangeran itu betul-betul mencinta Hong Kwi. Dia hanya marah kepada orang-orang Mancu karena andaikata malam tadi orang-orang Mancu tidak menyerbu sehingga tidak mengagetkan hati Hong Kwi yang jantungnya lemah karena sakit, tentu pertemuannya dengan bekas kekasihnya itu tidak berakhir dengan kematian Hong Kwi!

Biarpun Pangeran Dhanu yang marah, berduka dan sakit hati itu mengerahkan semua sisa pasukannya, namun mereka tidak dapat mencegah Han Ki melarikan diri dan keluar dari hutan itu dengan gerakan cepat seperti menghilang.

Han Ki berlari cepat meninggalkan Kerajaan Yucen. Ingin sekali ia dapat menggabungkan diri dengan barisan Kerajaan Sung, melupakan semua peristiwa yang membuat ia menjadi orang buruan. Ingin ia membela Sung dan menghajar musuh-musuh besarnya.

Akan tetapi, tentu dia akan ditangkap begitu muncul di kota raja! Ah, biarpun tanpa pasukan, dia tetap berusaha untuk membalas kematian Hong Kwi kepada bala tentara Mancu! Dengan keputusan bulat, Han Ki melanjutkan perjalanannya, hatinya makin merana. Dia tidak saja kehilangan Maya dan Siauw Bwee, bahkan kini ditinggal mati Hong Kwi yang sampai detik terakhir masih mencintanya! Kenyataan ini makin memberatkan hatinya, dan ia selalu merasa telah berbuat dosa yang amat besar kepada Hong Kwi.

Cinta kasih di antara mereka yang terenggut putus, yang disangkanya hanya membuat dia seorang menderita sengsara, kiranya lebih menyiksa lagi bagi Hong Kwi sampai dibawanya mati! Hati Han Ki menjadi kosong dan ia merasa dirinya sudah tua sekali. Padahal pada waktu itu, usia Han Ki baru tiga puluh satu atau tiga puluh dua tahun.

**** 083 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar