Ads

Minggu, 03 Januari 2016

Suling Naga Jilid 036

“Bi Lan....!”

Kun Tek berseru akan tetapi gadis itu tidak menoleh lagi dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.

“Bi Lan....! “

Kun Tek berteriak lagi dan diapun cepat mengumpulkan barang-barangnya, berkemas sambil kadang-kadang menengok ke depan, ke arah perginya Bi Lan yang kini sudah tidak nampak lagi bayangannya itu. Hati Kun Tek terasa panik dan khawatir sekali kalau-kalau dia akan kehilangan gadis itu dan tidak akan bertemu lagi dengannya.

Akan tetapi sebelum dia berlari untuk melakukan pengejaran, tiba-tiba berkelebat bayangan yang agaknya sejak tadi bersembunyi di balik semak-semak di seberang ladang itu dan bayangan ini membentak,

“Manusia tak tahu malu, berhenti dulu aku mau bicara!”

Kun Tek terkejut, tidak menyangka di tempat sunyi itu ada orang bersembunyi di belakang semak-semak. Ketika dia membalikkan tubuhnya, ternyata orang itu adalah seorang pemuda yang usianya sebaya dengan dia, seorang pemuda bermuka bersih cerah, berkulit kuning. Seorang pemuda yang tampan walaupun pakaiannya yang berwarna biru itu amat sederhana.

Dengan alis berkerut, Kun Tek memandang tajam dan menegur,
“Siapakah engkau dan ada urusan apa dengan aku maka engkau datang-datang mengatakan aku tidak tahu malu?”

Pemuda ini bukan lain adalah Gu Hong Beng! Pemuda ini merana sejak ditinggal pergi Bi Lan. Sakit sekali rasa hatinya oleh penolakan Bi Lan terhadap cintanya. Dia merasa hidupnya seakan-akan menjadi kosong dan sunyi. Dia melanjutkan perjalanan untuk memenuhi perintah gurunya, menuju ke kota raja, namun semangatnya sudah menipis sekali.

Malam tadi dia secara kebetulan sekali mengambil jalan yang sama dengan Bi Lan sehingga ketika Bi Lan yang ditolong oleh Kun Tek berhenti di tempat mereka melewatkan malam, dari jauh Hong Beng melihat api unggun mereka. Pemuda ini menjadi curiga melihat api unggun dan dengan hati-hati dia mendekati.

Dapat dibayangkan betapa kaget hatinya ketika dia melihat Bi Lan sedang tidur dan rebah miring di dekat api unggun, dan hati yang tadinya menjadi girang itu tiba-tiba berubah panas penuh rasa cemburu ketika dia melihat seorang pemuda tinggi besar menggunakan kain untuk menyelimuti tubuh Bi Lan yang tidur pulas!

Dan diapun segera mengenal pemuda tinggi besar itu sebagai pemuda yang dipuji-puji oleh Bi Lan, pemuda yang turun tangan menghajar Phoa Wan-gwe dan tukang-tukang pukulnya. Dengan hati panas penuh rasa cemburu, Hong Beng lalu bersembunyi dan melakukan pengintaian. Dia merasa tidak enak kalau harus muncul menemui Bi Lan pada saat itu, apalagi melihat gadis itu sedang tidur nyenyak.

Dia ingin sekali melihat apa yang akan dilakukan dua orang muda itu, ingin melihat sampai sejauh mana hubungan di antara mereka yang nampaknya sudah akrab itu. Panas sekali hatinya. Tak disangkanya Bi Lan yang baru saja meninggalkannya, kini sudah bersahabat dengan seorang pria lain, dan mengingat betapa Bi Lan memuji-muji pemuda tinggi besar itu, hatinya penuh rasa iri dan cemburu.

Dia melihat segala yang terjadi dari tempat sembunyinya. Dia memang tidak melihat pemuda itu melakukan sesuatu, kecuali menyelimuti tubuh Bi Lan dengan kain, akan tetapi itupun dilakukannya dengan sikap sopan. Kemudian melihat betapa mereka berdua itu bercakap-cakap yang tak dapat didengar suaranya karena tempat sembunyinya cukup jauh. Dan hatinya semakin panas melihat betapa mereka berdua itu makan bersama dengan sikap yang demikian gembira.

Akan tetapi, ketika dia melihat betapa pemuda itu mengobati pinggang Bi Lan dengan jalan meraba dan memijat pinggang yang telanjang itu, hampir dia tidak dapat menahan diri yang dibakar oleh api cemburu! Dia dapat menduga bahwa tentu pemuda itu melakukan semacam pengobatan, akan tetapi caranya yang membuat dia tidak kuat menahan kemarahan hatinya. Pemuda itu begitu saja, dengan tangan telanjang, meraba dan memijat pinggang yang tidak tertutup itu. Kenapa Bi Lan membiarkan tubuhnya dipegang-pegang? Dan pemuda itu, betapa kurang ajar dan tidak sopan sekali!

Ketika dia melihat Bi Lan pergi meninggalkan pemuda itu dan melihat pemuda itu agaknya hendak mengejar, memanggil-manggil nama Bi Lan begitu saja, diapun cepat meloncat keluar dari tempat persembunyiannya dan lari menghampiri Kun Tek.

Tibalah saatnya untuk turun tangan menghajar pemuda tak sopan itu, karena kalau Bi Lan masih berada di situ, tentu saja dia merasa malu untuk mencampuri urusan pribadi mereka. Kini Bi Lan tidak ada dan dia boleh menumpahkan semua perasaan hatinya yang panas dan penuh cemburu kepada pemuda itu.

Sejenak dua orang itu berdiri saling berhadapan dan saling memperhatikan dengan sinar mata tajam. Dua orang pemuda yang sebaya dan sama-sama tampan dan gagah. Hanya bedanya, kalau wajah Hong Beng diliputi kemarahan dan kebencian, sebaliknya wajah Kun Tek mengandung keheranan dan penasaran.

“Gadis yang baru pergi tadi, apamukah ia? Isterimukah?” Hong Beng bertanya, suaranya ketus.

Kerut merut di antara alis yang tebal di wajah Kun Tek makin mendalam dan sinar matanya menyambar marah ke arah penanya itu.

“Hemm, apa sangkut-pautnya hal itu denganmu?”

“Sangkut-pautnya dekat sekali!” kata Hong Beng semakin marah. “Gadis itu, Can Bi Lan, adalah seorang sahabatku!”

Kun Tek terbelalak dan memandang penuh selidik. Kalau pemuda ini sahabat baik Bi Lan, kenapa mengambil sikap bermusuh dengannya?

“Begitukah? Akupun sahabat Bi Lan, sahabat baiknya.”





“Tak perlu engkau mengelabuhi aku. Engkau baru saja bertemu dengannya, karena ketika kami berdua melihat engkau turun tangan terhadap Phoa Wan-gwe, ia belum mengenalmu.”

“Ah, kiranya engkaupun bersama Bi Lan ketika melihat aku melawan anak buah Phoa Wan-gwe? Kalau begitu tentu benar seorang sahabat. Siapakah engkau, sobat?”

“Aku Gu Hong Beng.”

“Namaku Cu Kun Tek.”

“Engkau seorang pemuda yang tidak sopan dan kurang ajar! Engkau sangat tidak tahu malu!”

Tentu saja Kun Tek kembali terbelalak dan dia mulai marah.
“Saudara Gu Hong Beng, seingatku, baru sekarang kita saling berhadapan. Aku belum pernah mengganggumu, akan tetapi mengapa engkau datang-datang memaki-maki aku? Jelaskan, apa kesalahanku maka engkau memaki aku?”

“Engkau masih pura-pura tidak tahu? Apa yang kau lakukan terhadap nona Can Bi Lan tadi? Kau kira aku tidak tahu? Sejak semalam aku sudah berada tak jauh dari sini dan menyaksikan semua perbutanmu yang tidak senonoh.”

“Eh-eh-eh, apakah engkau ini orang gila? Aku tidak melakukan sesuatu yang tidak baik, kenapa mulutmu kotor sekali memaki-maki orang?”

“Hemm, dasar muka tebal! Engkau tadi meraba-raba dan memijati pinggang Bi Lan begitu saja, tanpa kain penutup, apakah kau kira perbuatan itu pantas dan patut dilakukan oleh seorang yang sopan? Engkau memang laki-laki ceriwis dan keji, mempergunakan kelemahan seorang gadis yang masih hijau untuk merayu. Orang macam engkau ini harus dihajar!”

Berkata demikian, Hong Beng yang menjadi semakin marah karena membayangkan apa yang terjadi tadi, sudah menerjang dengan dahsyatnya.

“Ah, manusia tolol!”

Kun Tek mengelak dengan lompatan ke samping. Diam-diam dia terkejut sekali karena serangan Hong Beng tadi benar-benar amat dahsyat dan berbahaya. Baru angin pukulan saja menyambar sedemikian kuatnya.

“Aku mengobatinya karena pinggangnya terkilir, dan kau menuduh yang bukan-bukan!”

“Aku bukan anak kecil,” kata pula Hong Beng marah, “aku tahu bahwa engkau melakukan pengobatan, akan tetapi itu hanya dalih agar engkau dapat meraba-raba tubuhnya. Keparat, apakah engkau pura-pura tidak tahu bahwa yang boleh melakukan seperti itu hanya antara suami isteri saja? Engkau memang berwatak cabul. Jai-hwa-cat!”

Dimaki jai-hwa-cat atau penjahat pemetik bunga, sebutan bagi penjahat yang suka memperkosa wanita, Kun Tek marah bukan main.

“Jahanam bermulut kotor, kau kira aku takut padamu?”

Dan diapun maju menyerang, membalas serangan Hong Beng tadi. Hong Beng sudah tahu akan kelihaian lawan, maka diapun cepat menangkis sambil mengerahkan tenaga Hui-yang Sin-kang.

“Dukk....!”

Keduanya terpental ke belakang dan Kun Tek terkejut bukan main ketika merasa betapa lengannya dijalari hawa yang amat panas. Cepat dia mengerahkan tenaga sin-kang untuk melawan. Di lain pihak, Hong Beng juga terkejut karena lawannya memiliki tenaga yang amat kuat sehingga diapun terdorong mundur.

Segera dua orang pemuda ini terlibat dalam perkelahian seru. Mereka berdua sama sekali tidak sadar bahwa perkelahian yang seru dan mati-matian itu hanya disebabkan oleh hal yang sepele saja! Karena cemburu! Mereka berkelahi seolah-olah saling memperebutkan Bi Lan.

Setelah Hong Beng mengeluarkan ilmu-ilmu silat dari Pulau Es, Kun Tek terkejut dan terdesak. Dia tidak mengenal ilmu silat itu, hanya merasa betapa ilmu silat lawannya itu makin lama semakin kuat. Karena maklum betapa lihainya lawan, Cu Kun Tek yang kini menjadi penasaran dan marah sekali, sudan mencabut senjatanya, yaitu sebatang pedang yang mengeluarkan sinar berkilauan dan hawa yang menyeramkan.

Begitu dia mengelebatkan pedang itu, terdengar suara mengaum keras yang amat mengejutkan hati Hong Beng. Pemuda ini segera tahu bahwa lawannya memiliki sebatang pedang pusaka yang amat ampuh. Dia tidak merasa jerih, akan tetapi bersikap hati-hati sekali.
“Tahan senjata....!” Terdengar bentakan halus dan tiba-tiba saja muncullah Bi Lan di situ.

Melihat gadis yang sesungguhnya menjadi penyebab perkelahian mereka, dua orang pemuda itu menjadi terkejut. Muka mereka berubah merah dan keduanya tidak tahu harus berkata apa.

Bi Lan berdiri diantara mereka, memandang ke kanan kiri, bergantian, kemudian menatap wajah Kun Tek. Dipandang seperti itu, Kun Tek menjadi gugup dan untuk menenangkan perasaannya yang bingung, dia menyarungkan kembali pedang pusakanya dan disimpannya ke dalam buntalan pakaiannya.

“Kun Tek, apa artinya semua ini? Baru sebentar kau kutinggalkan, tahu-tahu sudah berkelahi mati-matian!” Bi Lan menegur.

“Bukan aku yang mencari permusuhan, akan tetapi dia ini datang-datang seperti orang gila menuduh aku yang bukan-bukan dan menyerangku. Tentu saja aku membela diri, tidak sudi mati konyol dalam serangan tangan yang keji.”

Bi Lan menghadapi Hong Beng yang menunduk dengan muka sebentar pucat sebentar merah.
“Dan apa artinya perbuatanmu ini, Hong Beng? Engkau datang-datang menyerang Kun Tek, padahal engkau sendiri sudah tahu bahwa dia bukan orang jahat ketika dia membantu keluarga mempelai yang diganggu oleh Phoa Wan-gwe? Apa maksudmu?”

“Bi Lan, aku.... aku melihat betapa dia tidak sopan ketika mengobatimu.... dan aku.... aku tidak tahan. Dia terlalu kurang ajar, maka setelah engkau pergi, aku segera keluar dan menyerangnya.”

Bi Lan mengerutkan alisnya. Hatinya merasa tidak senang kepada Hong Beng. Pertama, bahwa Hong Beng diam-diam mengintai mereka, dan ke dua, ia menganggap Hong Beng hendak mencampuri urusan pribadinya!

“Hong Beng, engkau sungguh lancang tangan. Aku tidak minta perlindunganmu, dan Kun Tek ini sama sekali tidak kurang ajar, melainkan mengobati pinggangku dan apa yang dilakukannya itu atas persetujuanku. Apa sangkut-pautnya dengan dirimu?”

Melihat betapa gadis yang dicintanya itu marah-marah dan memarahinya di depan pemuda lain itu, Hong Beng makin menundukkan mukanya. Hatinya terasa seperti disayat-sayat dan diapun sadar bahwa tindakannya tadi sebenarnya terburu nafsu, terdorong oleh cemburu yang berkobar-kobar.

“Bi Lan, memang seharusnya aku tahu diri.... saudara Kun Tek, kau maafkanlah aku. Selamat tinggal!”

Hong Beng lalu melompat dan berlari secepat mungkin meninggalkan tempat itu agar tidak tampak oleh mereka bahwa kedua matanya menjadi panas dan basah.

Kun Tek memandang kagum.
“Hebat, dia seorang pemuda yang hebat, ilmu silatnya luar biasa, jauh lebih tinggi dariku dan lihat betapa hebat gin-kangnya ketika dia lari.”

“Tentu saja, dia adalah murid keluarga para pendekar Pulau Es.”

“Ahhh....!” Kun Tek terbelalak dan mengangguk-angguk, “Pantas tadi pukulannya mengandung tenaga panas seperti api. Pernah aku mendengar dari ayah tentang dua ilmu sin-kang amat hebat dari Pulau Es yang disebut Hui-yang Sin-kang yang panas sekali dan Swat-im Sin-kang yang dingin sekali. Sayang aku tidak sempat berkenalan lebih baik dengan dia. Akan tetapi, kenapa dia bersikap begitu aneh dan menyerangku seperti orang gila saja?”

“Karena cemburu.”

“Cemburu?”

“Dia mencintaku akan tetapi aku menolaknya. Agaknya dia cemburu melihat cara engkau mengobati pinggangku tadi.”

“Ahhhh....!”

Muka pemuda itu menjadi merah. Hening sejenak, dalam suasana yang sunyi menegangkan.

“Kun Tek, aku kembali untuk bertanya kepadamu apakah engkau mengenal orang yang sedang kucari.”

“Siapakah dia?” tanya Kun Tek, merasa lega bahwa percakapan beralih sehingga suasana menegangkan tadipun terputus.

“Julukannya Suling Naga, Pendekar Suling Naga”

“Suling Naga....?” Sepasang mata Kun Tek terbelalak. “Tentu saja aku mengenalnya! Bukankah namanya Sim Houw?”

“Mungkin, aku tidak tahu, hanya julukannya Pendekar Suling Naga. Tahukah engkau di mana dia dan di mana aku dapat bertemu dengannya?”

“Bi Lan, ada urusan apakah engkau mencari Pendekar Suling Naga Sim Houw?”

Kembali Bi Lan mengerutkan alisnya.
“Urusan pribadi. Kalau engkau tahu, katakan saja di mana aku dapat bertemu dengan dia.”

“Dia seorang pendekar perantau, Bi Lan, tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Akan tetapi menurut ayah, pendekar itu suka berkelana dan bertapa di sekitar puncak Tai-hang-san.”

“Terima kasih, Kun Tek dan selamat tinggal.”

“Nanti dulu, Bi Lan!

“Ada apa lagi?”

“Baru saja engkau menyelamatkan diriku dari tangan Hong Beng dan aku sungguh merasa menyesal sekali dengan peristiwa yang terjadi dengan dia. Dia seorang murid keluarga Pulau Es dan sahabat baikmu....“

“Aku dongkol padanya. Dia terlalu cemburu, ada hak apa dia mencampuri urusan pribadiku? Dia cemburu tanpa alasan! Engkau dan aku adalah sahabat baik, dan engkau mengobati aku dengan hati jujur dan bersih. Tidak ada alasan baginya untuk mencemburuimu.”

Kun Tek menarik napas panjang.
“Dia tidak bersalah, Bi Lan, dan memang ada alasannya maka dia mencemburui aku.”

“Heiii? Apa maksudmu?”

“Maksudku, dia beralasan untuk cemburu karena memang sesungguhnya akupun.... jatuh cinta padamu, Bi Lan.”

“Ehh....?”

Ingin Bi Lan tertawa gembira. Inilah saatnya yang dinanti-nanti. Memang ia sudah berusaha untuk menjatuhkan Kun Tek, dan ketika meninggalkan pemuda itupun termasuk siasatnya. Akan tetapi tak pernah disangkanya ia akan berhasil secepat dan semudah itu.

“Mana mungkin? Kita baru semalam berkenalan, Kun Tek!”

“Mengenalmu satu malam bagiku seperti telah mengenalmu bertahun-tahun, Bi Lan.”

“Tapi.... tapi bagaimana engkau bisa begitu yakin?”

“Ketika kita bercakap-cakap, ketika kita makan bersama, ketika aku mengobatimu, kemudian ketika engkau pergi meninggalkan aku. Perasaanku takkan menipuku, Bi Lan. Ketika engkau pergi, aku merasa begitu hampa dan berduka, aku takut kehilangan engkau, dan sekarangpun aku takut kehilangan engkau karena aku… aku cinta padamu, Bi Lan.”

Bi Lan memandang tajam.
“Yakin benarkah engkau, Kun Tek? Ingat, aku hanya seorang perempuan dari darah daging belaka, tidak lemah lembut dan tidak baik budi, tidak cantik lahir batin, banyak cacat celanya!”

“Aku yakin sepenuh hatiku, Bi Lan. Aku cinta padamu, terasa benar dalam hatiku.”

Kini Bi Lan tersenyum, senyum sinis dan mengejek.
“Hemm.... hemmm.... lalu ke mana larinya perempuan khayalmu itu, Kun Tek?”

Pemuda itu terbelalak.
“Perempuan khayal.?”

“Ya, lupakah engkau bahwa engkau takkan jatuh cinta kecuali kepada seorang perempuan yang seperti khayalanmu itu, tanpa cacat cela dan segalanya itu? Bagaimana engkau sekarang, hanya dalam waktu sehari saja, sudah melupakan perempuan khayalmu itu dan mengatakan jatuh cinta padaku?”

Kun Tek teringat dan dia merasa terpukul.
“Aku telah bodoh selama ini, Bi Lan. Perempuan seperti yang kukhayalkan itu tidak ada di dunia ini, bukan dari darah daging, tidak mungkin ada wanita tanpa cacat cela dan....”

“Cukup! Engkau memang tolol, bodoh, sombong. Aku tidak sudi.... aku tidak dapat menerima cintamu. Engkau cintailah saja wanita khayalan yang bukan dari darah daging, dan tidak akan dapat menolakmu. Selamat tinggal!” Dan dengan cepat Bi Lan pergi dan berlari cepat.

Kun Tek menjadi bengong. Dia menjadi bingung, tidak mengerti kesalahan apa yang telah dilakukannya kepada Bi Lan yang menyebabkan gadis itu nampaknya demikian marah kepadanya. Dia tidak berani melakukan pengejaran karena hal itu tentu akan membuat Bi Lan semakin marah. Dia hanya duduk terlongong termenung tenggelam dalam lamunan. Dia mengingat kembali segala percakapannya tadi dengan Bi Lan, juga percakapan mereka kemarin. Setelah kini dia dapat menenangkan pikirannya, nampaklah dengan jelas semua kesalahannya.

“Aku memang tolol, bodoh dan sombong. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Bi Lan tadi,” bisiknya duka.

Kini nampaklah olehnya betapa sikapnya dan kata-katanya merupakan kebodohan demi kebodohan yang tidak ketulungan lagi. Mula-mula dia menggambarkan bahwa dia tidak akan jatuh cinta kecuali kepada seorang wanita seperti yang digambarkannya itu dan tentu saja ucapan seperti ini di depan seorang gadis menyinggung perasaan dan harga diri gadis itu.

Kemudian dalam pengakuan cintanya, dengan tolol sekali dia mengatakan bahwa wanita tanpa cacad itu TIDAK ADA, dengan demikian kembali dia telah menyinggung perasaan wanita yang dicintanya, karena dengan ucapan itu seolah-olah dia sudah mengatakan bahwa Bi Lan tidak seperti wanita khayalnya itu, bahwa Bi Lan penuh cacat cela Sungguh amat tolol! Hatinya kini merasa berduka sekali. merasa betapa keadaan sekelilingnya tanpa Bi Lan nampak sunyi mati, segala sesuatu nampak kurang menarik lagi.

Beginilah kalau cinta asmara sudah menyerang orang dan membuat orang itu menjadi korban kegagalan. Yang datang kemudian hanyalah kekecewaan yang melenyapkan gairah hidup sehingga hidup ini nampak amat buruk. Semua ini karena perasaan iba diri yang menikam perasaan. Merasa diri paling celaka karena idam-idaman hatinya terbang melayang meninggalkannya.

Sementara itu, Bi Lan berlari dengan cepat sekali. Tanpa tujuan tertentu, asal dapat meninggalkan Kun Tek secepatnya. Hatinya terasa panas bukan main. Tadinya ia ingin mempermainkan Kun Tek untuk memberi “hajaran” kepada pemuda yang diangapnya sombong itu, yang seolah-olah menganggap di dunia ini tidak ada wanita yang pantas untuk dirinya, pantas menjadi jodohnya! Kemudian, ia berhasil menggerakkan hati dan kejantanan Kun Tek yang membuat pemuda itu bertekuk lutut dan menyatakan cinta kepadanya.

Tadinya ia hendak mentertawakannya, merasa gembira karena berhasil memberi hajaran. Eh, tidak tahunya kembali pemuda itu mengeluarkan kata-kata amat menyinggung hatinya. Katanya bahwa wanita tanpa cacad itu tidak ada! Padahal baru saja menyatakan cinta kepadanya. Bukankah hal itu sama saja dengan membandingkan ia dengan perempuan khayal itu? Perempuan khayal itu yang paling hebat dan ternyata perempuan seperti itu tidak ada! Dan ia sendiri? Dengan demikian ia bukan perempuan yang paling baik bagi Kun Tek. Sombong! Pemuda tolol dan sombong!

Agaknya berlari cepat sampai mengeluarkan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya membuat kemarahan Bi Lan mereda pula. Hati yang panas mulai dingin dan ia lalu menghentikan larinya dan duduk di lereng sebuah bukit karena ketika lari tadi tanpa disadarinya ia menanjak sebuah bukit. Pantas saja keringatnya bercucuran, tak tahunya tempat ia berlari tadi menanjak terus.

Lereng bukit itu sunyi sekali dan iapun duduk di bawah sebatang pohon yang berdaun rindang. Sejuk sekali tempat itu dan angin semilir mengusir kegerahan. Dengan sehelai saputangan, diusapnya keringat dari leher dan mukanya. Kemudian ia duduk termenung, membayangkan hal-hal yang baru saja terjadi. Ada tiga orang pria berturut-turut menyatakan cinta kepadanya! Pertama adalah Bhok Gun, ke dua Gu Hong Beng dan ke tiga Cu Kun Tek. Tanpa disadarinya, ia membanding-bandingkan tiga orang pria itu, dan melamunkan kalau ia menjadi jodoh seorang di antaranya.

Bhok Gun yang tertua di antara mereka, berusia kurang lebih tigapuluh tahun, seorang pria yang sudah matang dan banyak pengalamannya. Bhok Gun berwajah tampan dan nampak makin menarik karena dia pesolek dan pandai merias diri. Ilmu silatnya juga lihai karena sebagai cucu murid Pek-bin Lo-sian, dia mewarisi ilmu yang satu sumber dengan ilmu-ilmu yang dimiliki oleh Sam Kwi.

Akan tetapi pria ini mata keranjang, bahkan cabul dan gila perempuan. Juga memiliki sifat-sifat jahat dan curang. Menjadi isteri seorang pria macam Bhok Gun ini memang bisa saja berenang dalam lautan kemewahan, akan tetapi hatinya tentu akan selalu dirong-rong karena pria ini takkan berhenti mengejar wanita-wanita lain. Rayuan-rayuan mautnya itu semua hanyalah palsu belaka, hanya untuk menundukkan wanita yang sebentar lagi akan dicampakkannya begitu saja kalau dia sudah merasa bosan!

Tidak, ia tidak sudi menjadi jodoh pria macam itu. Apalagi perkenalannya dengan Bhok Gun itu hanya melalui sucinya yang menjadi kekasih Bhok Gun. Masih muak kalau ia mengingat kembali apa yang didengarnya dan dilihatnya antara Bi-kwi dan Bhok Gun, kemuakan yang membuat wajahnya merah dan jantungnya berdebar aneh. Bagaimanapun juga, Bi Lan sudah mulai dewasa! Belum pernah Bhok Gun melakukan sesuatu yang baik baginya. Tidak, ia tidak sudi menjadi jodoh Bhok Gun.

Lain lagi halnya dengan dua pemuda lainnya dan kini diam-diam ia membanding-bandingkan antara Hong Beng dan Kun Tek. Kedua orang pemuda itu, Gu Hong Beng dan Cu Kun Tek, keduanya sama muda, sama gagah perkasa, sama pendekar dan keduanya pernah menyelamatkannya dari bahaya yang bahkan mungkin lebih hebat dan mengerikan dari pada maut sendiri! Ia sukar membayangkan betapa akan jadinya dengan dirinya kalau tidak ada Hong Beng dan Kun Tek. Tentu sudah dua kali terjatuh ke tangan Bhok Gun jahanam itu.