Lauw Kang Hui gembira sekali ketika melihat Thio Cu datang menghadap.
“Aih, baru saja aku membicarakan engkau, Thio Cu,” kata kakek itu kepada Thio Cu yang menjadi seorang di antara murid-muridnya. “Cepat ceritakan bagaimana keadaan Pao-beng-pai, siapa ketuanya dan bagaimana keadaannya. Kuatkah mereka? Apakah mereka itu perkumpulan pejuang asli seperti kita? Dan apa yang terjadi dalam pertemuan itu?”
“Banyak hal menarik yang terjadi di sana, Suhu, juga hal yang aneh-aneh. Ketua Pao-beng-pai bernama Siangkoan Kok, kabarnya dia keturunan dari keluarga kaisar Kerajaan Beng-tiauw. Isterinya bernama Lauw Cu Si, nama keturunannya sama dengan Suhu, dan kabarnya ia adalah keturunan dari partai Beng-kauw yang telah hancur. Ilmu kepandaian mereka tinggi sekali, Suhu. Teecu (murid) menyaksikan sendiri betapa ketua Pao-beng-pai itu dalam beberapa jurus saja mengalahkan Thian Ho Sianjin bersama tiga orang tokoh lain yang maju berbareng mengeroyoknya.”
“Wahhh....! Maksudmu Thian Ho Sianjin ketua Pat-kwa-pai?” tanya Lauw Kang Hui terkejut.
“Benar, Suhu!”
Lauw Kang Hui terbelalak. Dia sendiri tidak akan mampu mengalahkan ketua Pat-kwa-pai itu, dan sekarang, Thian Ho Sianjin dibantu tiga orang kawannya kalah oleh Siangkoan Kok dalam beberapa jurus saja!
“Bahkan kemudian, Kui Thian-cu, tokoh Pek-lian-kauw yang terkenal pandai bermain pedang itu, dikalahkan dengan mudah oleh puteri ketua Pao-beng-pai yang bernama Siangkoan Eng. Beberapa orang tokoh yang maju menguji kepandaian pimpinan Pao-beng-pai, semua juga dikalahkan dengan mudah.”
“Bukan main!” seru Lu Sek yang juga tertegun seperti gurunya mendengar kehebatan pimpinan Pao-beng-pai.
Diam-diam Ouw Seng Bu juga kagum sekali dan timbul keinginan hatinya untuk mengenal lebih dekat keluarga Siangkoan yang amat lihai itu. Mampukah dia menandingi mereka?
“Bagaimana dengan para wakil perguruan-perguruan silat besar seperti Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai, Go-bi-pai, Bu-tong-pai dan lain-lain?” tanya pula Lauw Pangcu semakin tertarik.
“Empat partai besar itu dianggap sebagai tamu kehormatan dan dipersilakan duduk di kursi-kursi kehormatan sejajar dengan ketua Pao-beng-pai. Perkumpulan itu mengajak semua aliran baik dari partai bersih maupun golongan sesat, untuk bersama-sama menggulingkan pemerintah penjajah Mancu.”
“Tepat sekali!” tiba-tiba Ouw Seng Bu berseru nyaring sehingga mengejutkan semua orang yang mengenalnya sebagai seorang pemuda yang biasanya pendiam.
“Apanya yang tepat, Seng Bu? Apa maksudmu?” tanya Lauw Kang Hui dan wajah Seng Bu berubah merah.
Dia menyesali diri sendiri kenapa tidak dapat menahan diri. Akan tetapi berkat kecerdikannya yang luar biasa, dia sudah mampu menguasai dirinya dan menyediakan jawaban yang tepat.
“Maksud teecu, perkumpulan yang kuat seperti Pao-beng-pai itu tepat sekali untuk dijadikan sekutu menentang penjajah, bukankah begitu Lu-suci dan Suheng?”
“Aih, baru saja aku membicarakan engkau, Thio Cu,” kata kakek itu kepada Thio Cu yang menjadi seorang di antara murid-muridnya. “Cepat ceritakan bagaimana keadaan Pao-beng-pai, siapa ketuanya dan bagaimana keadaannya. Kuatkah mereka? Apakah mereka itu perkumpulan pejuang asli seperti kita? Dan apa yang terjadi dalam pertemuan itu?”
“Banyak hal menarik yang terjadi di sana, Suhu, juga hal yang aneh-aneh. Ketua Pao-beng-pai bernama Siangkoan Kok, kabarnya dia keturunan dari keluarga kaisar Kerajaan Beng-tiauw. Isterinya bernama Lauw Cu Si, nama keturunannya sama dengan Suhu, dan kabarnya ia adalah keturunan dari partai Beng-kauw yang telah hancur. Ilmu kepandaian mereka tinggi sekali, Suhu. Teecu (murid) menyaksikan sendiri betapa ketua Pao-beng-pai itu dalam beberapa jurus saja mengalahkan Thian Ho Sianjin bersama tiga orang tokoh lain yang maju berbareng mengeroyoknya.”
“Wahhh....! Maksudmu Thian Ho Sianjin ketua Pat-kwa-pai?” tanya Lauw Kang Hui terkejut.
“Benar, Suhu!”
Lauw Kang Hui terbelalak. Dia sendiri tidak akan mampu mengalahkan ketua Pat-kwa-pai itu, dan sekarang, Thian Ho Sianjin dibantu tiga orang kawannya kalah oleh Siangkoan Kok dalam beberapa jurus saja!
“Bahkan kemudian, Kui Thian-cu, tokoh Pek-lian-kauw yang terkenal pandai bermain pedang itu, dikalahkan dengan mudah oleh puteri ketua Pao-beng-pai yang bernama Siangkoan Eng. Beberapa orang tokoh yang maju menguji kepandaian pimpinan Pao-beng-pai, semua juga dikalahkan dengan mudah.”
“Bukan main!” seru Lu Sek yang juga tertegun seperti gurunya mendengar kehebatan pimpinan Pao-beng-pai.
Diam-diam Ouw Seng Bu juga kagum sekali dan timbul keinginan hatinya untuk mengenal lebih dekat keluarga Siangkoan yang amat lihai itu. Mampukah dia menandingi mereka?
“Bagaimana dengan para wakil perguruan-perguruan silat besar seperti Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai, Go-bi-pai, Bu-tong-pai dan lain-lain?” tanya pula Lauw Pangcu semakin tertarik.
“Empat partai besar itu dianggap sebagai tamu kehormatan dan dipersilakan duduk di kursi-kursi kehormatan sejajar dengan ketua Pao-beng-pai. Perkumpulan itu mengajak semua aliran baik dari partai bersih maupun golongan sesat, untuk bersama-sama menggulingkan pemerintah penjajah Mancu.”
“Tepat sekali!” tiba-tiba Ouw Seng Bu berseru nyaring sehingga mengejutkan semua orang yang mengenalnya sebagai seorang pemuda yang biasanya pendiam.
“Apanya yang tepat, Seng Bu? Apa maksudmu?” tanya Lauw Kang Hui dan wajah Seng Bu berubah merah.
Dia menyesali diri sendiri kenapa tidak dapat menahan diri. Akan tetapi berkat kecerdikannya yang luar biasa, dia sudah mampu menguasai dirinya dan menyediakan jawaban yang tepat.
“Maksud teecu, perkumpulan yang kuat seperti Pao-beng-pai itu tepat sekali untuk dijadikan sekutu menentang penjajah, bukankah begitu Lu-suci dan Suheng?”
Lu Sek dan Lauw Kin mengangguk, akan tetapi Lauw Kang Hui menarik napas panjang.
“Belum tentu. Kita harus mengenal benar keadaan mereka. Lalu apa pula yang terjadi di sana, Thio Cu?”
“Ada peristiwa yang pasti akan mengejutkan hati Suhu. Teecu melihat Sinciang Tai-hiap Yo Han berada pula di sana.”
“Ahhh....!!”
Seruan ini keluar dari mulut keempat orang itu. Berita ini benar-benar merupakan kejutan besar.
“Apa yang dilakukan Pendekar Tangan Sakti di sana? Ceritakan, Thio Cu, ceritakan!” kata Lauw Kang Hui, tertarik sekali.
“Yo-taihiap termasuk mereka yang ingin menguji kepandaian pimpinan Paobeng-pai. Kui Thian-cu dari Pek-liankauw mengenalnya dan memaki Yo-taihiap sebagai iblis dari Thian-li-pang. Teecu lalu maju membelanya, mengatakan bahwa Yo-taihiap adalah pemimpin Thianli-pang. Kemudian, Yo-taihiap memperkenalkan diri kepada pimpinan Pao-bengpai bahwa dia memusuhi pemerintah Mancu, juga dia memusuhi tiga keluarga para pendekar Pulau Es, Gurun Pasir dan Lembah Siluman. Juga dia mencela empat partai besar sebagai para pendekar yang tak bersemangat, tidak mau menentang penjajah.
Celaannya memarahkan Ciong Tojin dari Kun-lun-pai dan Lo Kian Hwesio dari Siauw-lim-pai, akan tetapi Yo-taihiap menantang mereka. Dua orang pendeta itu mengeroyoknya, akan tetapi mereka kalah! Kemudian Hoat Cinjin dari Go-pi-pai mengenal Yo-taihiap sebagai Sin-ciang Tai-hiap. Ketua Pao-beng-pai tertarik dan dia sendiri turun tangan menguji kepandaian Yo-taihiap. Mereka mengadu sin-kang dan agaknya mereka sama-sama kuat, sehingga Siangkoan Kok menerima Yo-taihiap sebagai tamu agung dan sahabat yang akan bekerja sama.”
Semua orang mendengarkan cerita itu dengan hati tertarik. Kalau tadi mereka kagum terhadap keluarga ketua Pao-beng-pai, kini mereka kagum dan bangga pula terhadap Yo Han yang mereka anggap sebagai pemimpin besar Thian-li-pang.
“Kalau begitu, Yo-taihiap hendak membawa Thian-li-pang agar bekerja sama dengan Pao-beng-pai?” tanya Lauw Kang Hui.
“Teecu tidak mengerti, Suhu. Ada yang aneh dalam sikap Yo-taihiap. Ketika teecu pada waktu semua tamu berpamitan, bertanya kepadanya kalau teecu dapat membantunya dia menyuruh teecu cepat-cepat pergi dan mengatakan agar teecu tidak mencampuri urusan pribadinya di sana.”
“Urusan pribadi?” Lauw Kang Hui bertanya heran.
“Suhu, kalau begitu, tentu Yo-taihiap tidak bermaksud untuk bergabung dengan Pao-beng-pai untuk urusan perjuangan. Mungkin dia hendak minta bantuan Paobeng-pai untuk menghadapi musuh-musuhnya, dan kalau teecu tidak salah dengar, tadi Thio-suheng mengatakan bahwa dia memusuhi para pendekar dari tiga keluarga besar.” kata Seng Bu.
“Hemmm, mungkin pendapatmu itu benar, Seng Bu. Bagaimana pendapatmu, Thio Cu? Engkau melihat semua peristiwa di sana, tentu lebih tahu.”
“Teecu kira pendapat sute Seng Bu tadi benar. Ketika memperkenalkan diri, Yo Taihiap juga menyatakan bahwa dia amat membenci dan memusuhi dua orang, yaitu Pendekar Suling Naga Sim Houw dan isterinya yang bernama Can Bi Lan, masih bibi-guru sendiri dari Yo-taihiap. Dia mengatakan bahwa ayah ibunya tewas karena kedua orang itu dan dia mendendam kepada mereka.”
“Jelas bahwa Yo-taihiap memang hendak mengurus persoalan pribadi maka kita pun tidak boleh tergesa-gesa bekerja sama dengan Pao-beng-pai,” kata Lauw Kang Hui.
“Akan tetapi, Suhu, bukankah kalau kita bekerja sama dengan perkumpulan yang kuat itu, maka perjuangan kita akan menjadi lebih berhasil?” Seng Bu bertanya dengan nada memrotes.
“Sute, engkau tahu apa? Kita harus mentaati Suhu dan juga menunggu isyarat dari Yo-taihiap.” Lu Sek menegur sutenya dengan alis berkerut.
Seng Bu menghela napas.
“Baik maafkan aku, Suci. Oya, Suci, kemarin Suhu memberi petunjuk agar aku mengajak Suci untuk menjadi lawan berlatih agar ilmu-ilmu yang sedang kulatih dapat memperoleh kemajuan.” Dia mengalihkan perhatian.
“Aih, Sute. Thio-suheng sedang bercerita tentang pengalamannya, engkau malah membicarakan urusan latihan.”
“Maaf, aku takut lupa.”
Lauw Kang Hui tertawa.
“Ha-ha-ha, memang benar, Lu Sek. Aku sudah terlalu tua untuk menjadi pasangannya berlatih. Dan hanya engkau yang dapat melayaninya.”
Lu Sek mengangguk dan mengerti. Ia tahu apa yang dimaksudkan oleh sutenya dan suhunya. Memang, dua macam ilmu silat guru mereka, yaitu Tok-jiuaw-kang dan Kiam-ciang, hanya diajarkan kepada dia dan sutenya saja. Selain guru mereka, hanya mereka berdua yang dapat memainkan ilmu itu, maka tentu saja hanya mereka berdua yang dapat menjadi pasangan berlatih.
“Baik, kita bicarakan soal latihan itu lain hari saja, Sute.” katanya kepada Seng Bu yang mengangguk sambil tersenyum.
Thio Cu melanjutkan ceritanya tentang pengalamannya di pertemuan yang diadakan Pao-beng-pai itu. Akan tetapi tidak ada yang menarik lagi bagi para pendengarnya karena yang menarik bagi mereka hanyalah tentang Yo Han dan tentang keluarga Siangkoan.
Tentu saja Thio Cu sama sekali tidak tahu bahwa pemuda bernama Cia Ceng Sun yang dia ceritakan itu sesungguhnya adalah seorang pangeran Mancu! Kalau saja dia tahu dan menceritakan hal itu, sudah pasti peristiwa dan kenyataan ini akan menarik perhatian para pendengarnya.
Demikianlah, mulai hari ini, walaupun mereka belum ditunjuk sebagai ketua dan wakil ketua secara resmi, baru dicalonkan, namun Lu Sek dan Lauw Kin makin berkuasa di Thian-li-pang, sedangkan Lauw Kang Hui hanya menjadi penasihat saja, walaupun dia masih disebut dan dianggap sebagai ketua.
“Belum tentu. Kita harus mengenal benar keadaan mereka. Lalu apa pula yang terjadi di sana, Thio Cu?”
“Ada peristiwa yang pasti akan mengejutkan hati Suhu. Teecu melihat Sinciang Tai-hiap Yo Han berada pula di sana.”
“Ahhh....!!”
Seruan ini keluar dari mulut keempat orang itu. Berita ini benar-benar merupakan kejutan besar.
“Apa yang dilakukan Pendekar Tangan Sakti di sana? Ceritakan, Thio Cu, ceritakan!” kata Lauw Kang Hui, tertarik sekali.
“Yo-taihiap termasuk mereka yang ingin menguji kepandaian pimpinan Paobeng-pai. Kui Thian-cu dari Pek-liankauw mengenalnya dan memaki Yo-taihiap sebagai iblis dari Thian-li-pang. Teecu lalu maju membelanya, mengatakan bahwa Yo-taihiap adalah pemimpin Thianli-pang. Kemudian, Yo-taihiap memperkenalkan diri kepada pimpinan Pao-bengpai bahwa dia memusuhi pemerintah Mancu, juga dia memusuhi tiga keluarga para pendekar Pulau Es, Gurun Pasir dan Lembah Siluman. Juga dia mencela empat partai besar sebagai para pendekar yang tak bersemangat, tidak mau menentang penjajah.
Celaannya memarahkan Ciong Tojin dari Kun-lun-pai dan Lo Kian Hwesio dari Siauw-lim-pai, akan tetapi Yo-taihiap menantang mereka. Dua orang pendeta itu mengeroyoknya, akan tetapi mereka kalah! Kemudian Hoat Cinjin dari Go-pi-pai mengenal Yo-taihiap sebagai Sin-ciang Tai-hiap. Ketua Pao-beng-pai tertarik dan dia sendiri turun tangan menguji kepandaian Yo-taihiap. Mereka mengadu sin-kang dan agaknya mereka sama-sama kuat, sehingga Siangkoan Kok menerima Yo-taihiap sebagai tamu agung dan sahabat yang akan bekerja sama.”
Semua orang mendengarkan cerita itu dengan hati tertarik. Kalau tadi mereka kagum terhadap keluarga ketua Pao-beng-pai, kini mereka kagum dan bangga pula terhadap Yo Han yang mereka anggap sebagai pemimpin besar Thian-li-pang.
“Kalau begitu, Yo-taihiap hendak membawa Thian-li-pang agar bekerja sama dengan Pao-beng-pai?” tanya Lauw Kang Hui.
“Teecu tidak mengerti, Suhu. Ada yang aneh dalam sikap Yo-taihiap. Ketika teecu pada waktu semua tamu berpamitan, bertanya kepadanya kalau teecu dapat membantunya dia menyuruh teecu cepat-cepat pergi dan mengatakan agar teecu tidak mencampuri urusan pribadinya di sana.”
“Urusan pribadi?” Lauw Kang Hui bertanya heran.
“Suhu, kalau begitu, tentu Yo-taihiap tidak bermaksud untuk bergabung dengan Pao-beng-pai untuk urusan perjuangan. Mungkin dia hendak minta bantuan Paobeng-pai untuk menghadapi musuh-musuhnya, dan kalau teecu tidak salah dengar, tadi Thio-suheng mengatakan bahwa dia memusuhi para pendekar dari tiga keluarga besar.” kata Seng Bu.
“Hemmm, mungkin pendapatmu itu benar, Seng Bu. Bagaimana pendapatmu, Thio Cu? Engkau melihat semua peristiwa di sana, tentu lebih tahu.”
“Teecu kira pendapat sute Seng Bu tadi benar. Ketika memperkenalkan diri, Yo Taihiap juga menyatakan bahwa dia amat membenci dan memusuhi dua orang, yaitu Pendekar Suling Naga Sim Houw dan isterinya yang bernama Can Bi Lan, masih bibi-guru sendiri dari Yo-taihiap. Dia mengatakan bahwa ayah ibunya tewas karena kedua orang itu dan dia mendendam kepada mereka.”
“Jelas bahwa Yo-taihiap memang hendak mengurus persoalan pribadi maka kita pun tidak boleh tergesa-gesa bekerja sama dengan Pao-beng-pai,” kata Lauw Kang Hui.
“Akan tetapi, Suhu, bukankah kalau kita bekerja sama dengan perkumpulan yang kuat itu, maka perjuangan kita akan menjadi lebih berhasil?” Seng Bu bertanya dengan nada memrotes.
“Sute, engkau tahu apa? Kita harus mentaati Suhu dan juga menunggu isyarat dari Yo-taihiap.” Lu Sek menegur sutenya dengan alis berkerut.
Seng Bu menghela napas.
“Baik maafkan aku, Suci. Oya, Suci, kemarin Suhu memberi petunjuk agar aku mengajak Suci untuk menjadi lawan berlatih agar ilmu-ilmu yang sedang kulatih dapat memperoleh kemajuan.” Dia mengalihkan perhatian.
“Aih, Sute. Thio-suheng sedang bercerita tentang pengalamannya, engkau malah membicarakan urusan latihan.”
“Maaf, aku takut lupa.”
Lauw Kang Hui tertawa.
“Ha-ha-ha, memang benar, Lu Sek. Aku sudah terlalu tua untuk menjadi pasangannya berlatih. Dan hanya engkau yang dapat melayaninya.”
Lu Sek mengangguk dan mengerti. Ia tahu apa yang dimaksudkan oleh sutenya dan suhunya. Memang, dua macam ilmu silat guru mereka, yaitu Tok-jiuaw-kang dan Kiam-ciang, hanya diajarkan kepada dia dan sutenya saja. Selain guru mereka, hanya mereka berdua yang dapat memainkan ilmu itu, maka tentu saja hanya mereka berdua yang dapat menjadi pasangan berlatih.
“Baik, kita bicarakan soal latihan itu lain hari saja, Sute.” katanya kepada Seng Bu yang mengangguk sambil tersenyum.
Thio Cu melanjutkan ceritanya tentang pengalamannya di pertemuan yang diadakan Pao-beng-pai itu. Akan tetapi tidak ada yang menarik lagi bagi para pendengarnya karena yang menarik bagi mereka hanyalah tentang Yo Han dan tentang keluarga Siangkoan.
Tentu saja Thio Cu sama sekali tidak tahu bahwa pemuda bernama Cia Ceng Sun yang dia ceritakan itu sesungguhnya adalah seorang pangeran Mancu! Kalau saja dia tahu dan menceritakan hal itu, sudah pasti peristiwa dan kenyataan ini akan menarik perhatian para pendengarnya.
Demikianlah, mulai hari ini, walaupun mereka belum ditunjuk sebagai ketua dan wakil ketua secara resmi, baru dicalonkan, namun Lu Sek dan Lauw Kin makin berkuasa di Thian-li-pang, sedangkan Lauw Kang Hui hanya menjadi penasihat saja, walaupun dia masih disebut dan dianggap sebagai ketua.
**** 019 ****
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================