Empat orang tosu itu memasuki rumah makan dengan hati-hati, dan di belakang mereka nampak dua belas orang anggauta Thian-li-pang tingkat tertinggi, siap dengan pedang di tangan.
Ketika mereka memasuki pintu depan rumah makan, Kui Thian-cu tokoh Pek-lian-kauw yang memimpin rombongan itu, memberi isyarat kepada kawan-kawannya untuk berhenti. Tadi dia sudah merundingkan dengan Im-yang-ji dan dua orang tosu lain untuk mempermainkan pengacau yang berada di rumah makan itu dengan mempergunakan kekuatan sihir.
Kini, mereka berempat mengerahkan kekuatan sihir, mempersatukan kekuatan mereka, mulut mereka berkemak-kemik membaca mantram, mata mereka memandang ke arah caping yang menutupi kepala dan muka Yo Han, kemudian mereka menudingkan telunjuk kanan ke arah caping itu. Kui Thian-cu yang menjadi juru bicara mereka berempat, segera berkata dengan suara bergema dan mengandung kekuatan sihir.
“Caping yang berada di atas kepala pengacau, terbanglah ke sini!”
Para anggauta Thian-li-pang yang bergerombol di luar pintu rumah makan itu terbelalak heran dan kagum melihat betapa caping yang menutupi kepala orang yang duduk membelakangi mereka di sudut itu tiba-tiba saja terbang melayang ke atas meninggalkan kepala itu, dan empat orang tosu itu sudah siap untuk mentertawakan Yo Han.
Akan tetapi wajah mereka yang tadinya menyeringai itu berubah seketika ketika caping yang melayang ke atas itu kini menyambar ke arah mereka seperti peluru yang berputar-putar mengeluarkan suara berdesing! Tentu saja mereka terkejut bukan main dan mereka cepat mengelak.
Caping itu seperti berubah menjadi seekor burung elang yang menyambar-nyambar kepala mereka sehingga mereka sibuk berloncatan ke sana-sini. Akhirnya, setelah gagal memperoleh korban caping itu melayang kembali ke arah kepala pemiliknya dan hinggap di atas kepala seperti burung terbang kembali ke sarangnya!
Kini empat orang tosu itu saling pandang, maklum bahwa pemilik caping itu telah mempermainkan mereka dan bahwa kekuatan sihir mereka tadi sama sekali tidak berhasil!
Kui Thian-cu yang melihat betapa ruangan itu terlalu sempit dan banyak terhalang meja dan bangku sehingga kawan-kawannya tidak akan leluasa untuk mengeroyok lawan yang agaknya amat lihai ini, segera membentak,
“Orang bercaping sombong! Engkau berani melukai para anggauta Thian-li-pang, Pat-kwapai dan Pek-lian-kauw. Kalau engkau memang berkepandaian, dan bukan seorang pengecut, keluarlah dan mari kita mengadu kepandaian di luar yang luas! Kalau engkau tidak mau keluar, kami akan membakar rumah ini!”
Setelah berkata demikian, Kui Thian-cu memberi isyarat dan bersama teman-temannya, dia pun melangkah keluar dan menanti di luar rumah makan. Mendengar ucapan yang bernada mengancam itu, pemilik kedai dan puterinya menjadi ketakutan, nekat keluar dari persembunyian mereka dan menjatuhkan diri berlutut di depan Yo Han.
“Tai-hiap.... tolonglah.... harap Taihiap keluar dari sini dan berkelahi diluar saja.... jangan sampai rumah kami dibakar....!”
Juga enam orang anggauta Thian-li-pang yang masih meringkuk di sudut ruangan itu dan tidak berani bergerak, menjadi pucat ketakutan. Mereka sejak tadi takut pergi dari situ, takut kalau dirobohkan lagi oleh si caping lebar yang amat lihai. Akan tetapi sekarang ada ancaman dari tosu tadi, kalau mereka diam saja di situ, tentu mereka akan ikut terbakar!
Yo Han tentu saja tidak ingin merugikan si pemilik rumah makan, tanpa menjawab diapun menyambar buntalan pakaiannya, menggendong buntalan pakaiannya, mengeluarkan sepotong emas dan melemparkannya ke atas meja.
“Ini untuk pengganti semua kerugianmu, Paman,” katanya sambil melangkah keluar perlahan-lahan.
Tentu saja ayah dan anak itu terkejut dan gembira bukan main. Pemberian itu puluhan kali lebih banyak daripada kerugian yang mereka derita.
Sementara itu, ketika si caping lebar melangkah lambat-lambat keluar dari rumah makan, empat orang tosu dan selosin anggauta Thian-li-pang memandang dengan hati tegang. Yo Han melangkah dengan muka ditundukkan sehingga mereka belum dapat melihat wajahnya. Setelah tiba di depan empat orang tosu itu, Yo Han berhenti melangkah.
“Heiii, orang asing!” bentak Kui Thian-cu marah. “Siapakah engkau dan apa pula sebabnya engkau melukai para anggauta Thian-li-pang, Pat-kwa-pai dan Pek-liankauw?”
Tanpa mengangkat mukanya yang menunduk dan tertutup caping, Yo Han menjawab, suaranya terdengar dingin,
“Sejak dahulu Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw adalah penjahat-penjahat yang berkedok perjuangan, tidak aneh kalau hari ini mereka melakukan kejahatan. Akan tetapi, Thian-li-pang adalah pejuang-pejuang sejati, sekarang anak buahnya menyeleweng, patut disesalkan dan dibuat penasaran!”
“Keparat, enak saja engkau membuka mulut! Perlihatkan mukamu, atau engkau begitu pengecut untuk memperkenalkan diri?”
“Kui Thian-cu, aku bukan orang asing bagimu,” kata Yo Han dan kini dia mengangkat mukanya sehingga sekilas nampak wajahnya, akan tetapi dia sudah menunduk kembali.
Mereka yang sudah mengenalnya, terkejut, termasuk Kui Thiancu.
“Ah, kiranya Sin-ciang Tai-hiap? Sejak kapan engkau memusuhi Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw?”
“Kui Thian-cu, aku tidak memusuhi siapapun, akan tetapi akan menghajar siapa saja yang berbuat jahat. Anak buah Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai melakukan kejahatan bersama anak buah Thianli-pang yang menyeleweng, maka kuhajar mereka. Pergilah dan jangan mencampuri urusanku dengan Thian-li-pang, ini merupakan urusan dalam Thian-li-pang sendiri.”
Akan tetapi Kui Thian-cu sudah marah sekali, apalagi memang dia tahu bahwa ketua Thian-li-pang, sekutunya, harus membunuh orang ini yang merupakan ancaman bagi perkumpulan itu,
“Serang dan bunuh dia!” bentaknya dan dia pun sudah menggerakkan pedangnya, diikuti Im Yang-ji dan dua tosu lain yang sudah mencabut pedang.
Ketika mereka memasuki pintu depan rumah makan, Kui Thian-cu tokoh Pek-lian-kauw yang memimpin rombongan itu, memberi isyarat kepada kawan-kawannya untuk berhenti. Tadi dia sudah merundingkan dengan Im-yang-ji dan dua orang tosu lain untuk mempermainkan pengacau yang berada di rumah makan itu dengan mempergunakan kekuatan sihir.
Kini, mereka berempat mengerahkan kekuatan sihir, mempersatukan kekuatan mereka, mulut mereka berkemak-kemik membaca mantram, mata mereka memandang ke arah caping yang menutupi kepala dan muka Yo Han, kemudian mereka menudingkan telunjuk kanan ke arah caping itu. Kui Thian-cu yang menjadi juru bicara mereka berempat, segera berkata dengan suara bergema dan mengandung kekuatan sihir.
“Caping yang berada di atas kepala pengacau, terbanglah ke sini!”
Para anggauta Thian-li-pang yang bergerombol di luar pintu rumah makan itu terbelalak heran dan kagum melihat betapa caping yang menutupi kepala orang yang duduk membelakangi mereka di sudut itu tiba-tiba saja terbang melayang ke atas meninggalkan kepala itu, dan empat orang tosu itu sudah siap untuk mentertawakan Yo Han.
Akan tetapi wajah mereka yang tadinya menyeringai itu berubah seketika ketika caping yang melayang ke atas itu kini menyambar ke arah mereka seperti peluru yang berputar-putar mengeluarkan suara berdesing! Tentu saja mereka terkejut bukan main dan mereka cepat mengelak.
Caping itu seperti berubah menjadi seekor burung elang yang menyambar-nyambar kepala mereka sehingga mereka sibuk berloncatan ke sana-sini. Akhirnya, setelah gagal memperoleh korban caping itu melayang kembali ke arah kepala pemiliknya dan hinggap di atas kepala seperti burung terbang kembali ke sarangnya!
Kini empat orang tosu itu saling pandang, maklum bahwa pemilik caping itu telah mempermainkan mereka dan bahwa kekuatan sihir mereka tadi sama sekali tidak berhasil!
Kui Thian-cu yang melihat betapa ruangan itu terlalu sempit dan banyak terhalang meja dan bangku sehingga kawan-kawannya tidak akan leluasa untuk mengeroyok lawan yang agaknya amat lihai ini, segera membentak,
“Orang bercaping sombong! Engkau berani melukai para anggauta Thian-li-pang, Pat-kwapai dan Pek-lian-kauw. Kalau engkau memang berkepandaian, dan bukan seorang pengecut, keluarlah dan mari kita mengadu kepandaian di luar yang luas! Kalau engkau tidak mau keluar, kami akan membakar rumah ini!”
Setelah berkata demikian, Kui Thian-cu memberi isyarat dan bersama teman-temannya, dia pun melangkah keluar dan menanti di luar rumah makan. Mendengar ucapan yang bernada mengancam itu, pemilik kedai dan puterinya menjadi ketakutan, nekat keluar dari persembunyian mereka dan menjatuhkan diri berlutut di depan Yo Han.
“Tai-hiap.... tolonglah.... harap Taihiap keluar dari sini dan berkelahi diluar saja.... jangan sampai rumah kami dibakar....!”
Juga enam orang anggauta Thian-li-pang yang masih meringkuk di sudut ruangan itu dan tidak berani bergerak, menjadi pucat ketakutan. Mereka sejak tadi takut pergi dari situ, takut kalau dirobohkan lagi oleh si caping lebar yang amat lihai. Akan tetapi sekarang ada ancaman dari tosu tadi, kalau mereka diam saja di situ, tentu mereka akan ikut terbakar!
Yo Han tentu saja tidak ingin merugikan si pemilik rumah makan, tanpa menjawab diapun menyambar buntalan pakaiannya, menggendong buntalan pakaiannya, mengeluarkan sepotong emas dan melemparkannya ke atas meja.
“Ini untuk pengganti semua kerugianmu, Paman,” katanya sambil melangkah keluar perlahan-lahan.
Tentu saja ayah dan anak itu terkejut dan gembira bukan main. Pemberian itu puluhan kali lebih banyak daripada kerugian yang mereka derita.
Sementara itu, ketika si caping lebar melangkah lambat-lambat keluar dari rumah makan, empat orang tosu dan selosin anggauta Thian-li-pang memandang dengan hati tegang. Yo Han melangkah dengan muka ditundukkan sehingga mereka belum dapat melihat wajahnya. Setelah tiba di depan empat orang tosu itu, Yo Han berhenti melangkah.
“Heiii, orang asing!” bentak Kui Thian-cu marah. “Siapakah engkau dan apa pula sebabnya engkau melukai para anggauta Thian-li-pang, Pat-kwa-pai dan Pek-liankauw?”
Tanpa mengangkat mukanya yang menunduk dan tertutup caping, Yo Han menjawab, suaranya terdengar dingin,
“Sejak dahulu Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw adalah penjahat-penjahat yang berkedok perjuangan, tidak aneh kalau hari ini mereka melakukan kejahatan. Akan tetapi, Thian-li-pang adalah pejuang-pejuang sejati, sekarang anak buahnya menyeleweng, patut disesalkan dan dibuat penasaran!”
“Keparat, enak saja engkau membuka mulut! Perlihatkan mukamu, atau engkau begitu pengecut untuk memperkenalkan diri?”
“Kui Thian-cu, aku bukan orang asing bagimu,” kata Yo Han dan kini dia mengangkat mukanya sehingga sekilas nampak wajahnya, akan tetapi dia sudah menunduk kembali.
Mereka yang sudah mengenalnya, terkejut, termasuk Kui Thiancu.
“Ah, kiranya Sin-ciang Tai-hiap? Sejak kapan engkau memusuhi Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw?”
“Kui Thian-cu, aku tidak memusuhi siapapun, akan tetapi akan menghajar siapa saja yang berbuat jahat. Anak buah Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai melakukan kejahatan bersama anak buah Thianli-pang yang menyeleweng, maka kuhajar mereka. Pergilah dan jangan mencampuri urusanku dengan Thian-li-pang, ini merupakan urusan dalam Thian-li-pang sendiri.”
Akan tetapi Kui Thian-cu sudah marah sekali, apalagi memang dia tahu bahwa ketua Thian-li-pang, sekutunya, harus membunuh orang ini yang merupakan ancaman bagi perkumpulan itu,
“Serang dan bunuh dia!” bentaknya dan dia pun sudah menggerakkan pedangnya, diikuti Im Yang-ji dan dua tosu lain yang sudah mencabut pedang.
Yo Han dikeroyok empat orang tosu! Yo Han bergerak cepat, tubuhnya berkelebatan dan menyelinap di antara gulungan sinar empat batang pedang itu. Sementara itu, selosin anak buah Thianli-pang tadi terkejut bukan main ketika melihat wajah Yo Han. Akan tetapi, mereka semua telah menjadi anak buah Ouw Seng Bu dan mereka sudah ikut melakukan penyelewengan, maka tentu saja mereka pun tidak menghendaki Yo Han yang berkuasa di Thian-li-pang karena hal itu akan berarti hilangnya semua kesenangan yang selama ini mereka peroleh semenjak Seng Bu menjadi ketua. Maka, mereka pun serentak ikut mengeroyok!
Seorang di antara mereka diam-diam sudah lari naik ke lereng bukit untuk melapor kepada ketuanya. Ketika dia tiba di pusat, Thian-li-pang, Ouw Seng Bu yang menjamu Siangkoan Kok dan Cu Kim Giok, baru saja selesai makan minum.
“Celaka, Pangcu. Sin-ciang Tai-hiap Yo Han telah muncul. Dialah orang yang mengacau tadi!” anggauta itu melapor dengan suara gemetar.
Mendengar ini, Ouw Seng Bu meloncat bangkit dan dia nampak gugup. Akan tetapi, melihat Siangkoan Kok dan Cu Kim Giok di situ, dia menenangkan diri.
“Di mana dia sekarang?”
“Dia berada di luar rumah makan, dikeroyok oleh keempat orang tosu dan sebelas orang anggauta kita, Pangcu. Saya lari pulang untuk melapor kepada Pangcu.”
Ouw Seng Bu yang amat cerdik itu bertindak cepat sekali.
“Paman Siangkoan Kok, harap Paman tidak memperlihatkan diri kepada Yo Han dan bersembunyi di dalam kamar Paman. Nona Cu, harap engkau beristirahat di dalam kamarmu sampai nanti aku memberitahukan segalanya kepadamu. Aku akan menghadapi Yo Han dan menerimanya dengan baik-baik untuk mencegah jatuhnya banyak korban.”
Siangkoan Kok dan Cu Kim Giok mengangguk dan mereka pergi ke kamar masing-masing yang sudah diberikan kepada mereka sejak mereka tiba di situ. Ouw Seng Bu cepat mengumpulkan anak buahnya dan dengan tegas memesan agar mereka semua memperlihatkan sikap lunak dan takluk kepada Yo Han dan bersikap seperti dahulu agar tidak menimbulkan kecurigaan di hati Pendekar Tangan Sakti. Kemudian, dia menuju ke kamar Cu Kim Giok dan mengetuk daun pintunya. Setelah Cu Kim Giok muncul, Ouw Seng Bu berkata,
“Nona Cu, sekarang saatnya engkau membantuku. Aku ingin menaklukkan Yo Han tanpa mendatangkan banyak korban, dan aku akan berpura-pura tidak tahu bahwa dia yang telah menyebar pembunuhan di sini. Engkau bersikaplah sebagai seorang tamuku, seorang sahabat baikku.”
“Tapi, apa manfaatnya kehadiranku.”
“Banyak sekali, Nona. Engkau akan menimbulkan kepercayaan di hatinya bahwa kita tidak mempunyai maksud tertentu terhadap dirinya. Kalau melihat engkau sebagai tamuku, pasti dia akan percaya kepadaku. Marilah, Nona, aku.... sungguh aku membutuhkan pertolonganmu. Ataukah.... engkau begitu tega tidak mau membantuku?”
Ouw Seng Bu sudah dapat melihat selama dia bergaul dengan Kim Giok bahwa gadis itu pun membalas perasaan hatinya, bahwa gadis itu pun jatuh cinta kepadanya, maka dia mempergunakan sikap lunak dan menarik rasa iba gadis itu. Dia berhasil, Cu Kim Giok mengangguk.
“Baiklah, Pangcu. Aku akan, membantumu.”
“Engkau tidak perlu bicara atau berbuat apa pun, hanya mengaku saja bahwa engkau menjadi sahabatku. Nah, aku tidak ingin menyuruhmu berbuat jahat atau berbohong bukan?”
Mereka berdua segera berlari cepat menuruni lereng bukit dan ketika mereka memasuki dusun dan tiba di depan kedai arak, mereka berdua tertegun. Apa yang telah terjadi?
Yo Han dikeroyok oleh empat orang tosu lihai dari Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw, juga oleh sebelas orang murid Thian-li-pang tingkat atas. Para pengeroyok itu semua menggunakan pedang sedangkan Yo Han bertangan kosong!
Akan tetapi, tubuhnya yang dapat dibuat ringan seperti bayangan itu berkelebatan di atas belasan batang pedang dan setiap kali terbuka kesempatan, begitu kaki atau tangannya bergerak menyambar, tentu seorang pengeroyok dapat dirobohkan!
Dia mengenal gerakan silat orang-orang Thian-li-pang, mengenal cakar beracun mereka, maka dengan mudah dia dapat mengenal bagian lemah mereka sehingga setiap kali dia menggerakkan tangan atau kaki, seorang anggauta Thian-li-pang terjungkal.
Dia tidak mau membunuh mereka, hanya merobohkan dan membuat mereka tidak mampu bangkit kembali karena patah tulang atau menotok mereka sehingga tidak mampu bergerak kembali. Akhirnya, sebelas orang Thian-li-pang roboh tak dapat bangkit kembali dan tinggal dua orang tosu Pek-lian-kauw dan dua orang tosu Pat-kwa-pai saja yang masih mengeroyoknya dengan serangan membabi-buta karena sejak tadi, serangan pedang mereka tidak pernah mengenai tubuh pemuda itu.
“Orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai, kalian pergilah. Aku tidak ingin bermusuhan dengan kalian dan jangan mencampuri utusan kami orang-orang Thian-li-pang!” dua kali Yo Han menegur dan menyuruh mereka pergi.
Ketika empat orang itu terus mengamuk tanpa mempedulikan kata-katanya, Yo Han menjadi marah.
“Kalian ini orang-orang bandel yang pantas menerima hajaran!”
Diapun bergerak cepat, menggunakan ilmu silat Bu-kek Hoat-keng dan angin berpusing cepat sekali, membuat empat orang tosu itu ikut terputar dan sebelum mereka tahu apa yang terjadi, pedang mereka beterbangan lepas dari tangan dan mereka pun seperti dilontarkan tenaga yang amat kuat, terlempar dan terbanting sampai beberapa meter jauhnya!
Agaknya Si Tangan Sakti memang tidak ingin membunuh mereka sehingga mereka hanya terbanting keras tanpa menderita luka parah. Pada saat mereka terbanting itulah, Ouw Seng Bu dan Cu Kim Giok menuruni lereng. Ouw Seng Bu mengenal gerakan Yo Han itu. Dia pun merasa sanggup bergerak menimbulkan angin berpusing seperti itu seperti yang pernah dia pelajari dalam sumur!
Empat orang tosu mendapat hati ketika melihat Seng Bu. Mereka dengan muka meringis kesakitan karena pinggul mereka tadi terbanting keras, bangkit menyongsong kedatangan Seng Bu.
“Pangcu....” kata mereka, akan tetapi Seng Bu mengangkat tangan memberi hormat.
“Harap To-tiang berempat suka memaafkan kami dan meninggalkan tempat ini. Biarkan kami menyelesaikan urusan dalam Thian-li-pang.”
Empat orang tosu itu merasa heran, akan tetapi karena mereka sudah maklum bahwa ketua baru itu tentu akan menggunakan siasat, mereka pun memberi hormat, dan pergi dari tempat itu tanpa banyak cakap lagi. Kini Seng Bu berdiri berhadapan dengan Yo Han dan keduanya saling pandang.
“Kiranya Sin-ciang Taihiap yang datang! Harap maafkan siauwte dan para anggauta Thian-li-pang yang tidak tahu akan kedatangan Tai-hiap dan tidak sempat menyambut semestinya.” Dia memberi hormat.
Yo Han mengerutkan alisnya, memandang penuh selidik. Dia tadi mendengar Kui Thian-cu menyebut “pangcu” kepada pemuda tampan ini! Dengan sikap tenang namun suaranya tegas dan menyelidik, Yo Han berkata,
“Wajahmu tidak asing bagiku. Bukankah engkau seorang di antara para murid suheng Lauw Kang Hui? Kenapa tosu tadi menyebutmu sebagai pangcu? Dimana suheng Lauw Kang Hui dan apa yang terjadi dengan Thian-li-pang? Mengapa bersahabat dengan orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai dan mengapa pula ada murid Thian-li-pang yang dapat melakukan kejahatan di dusun ini?”
Diberondong pertanyaan-pertanyaan itu, Seng Bu merasa seperti dihujani serangan yang berbahaya. Dia memberi hormat lagi.
“Tai-hiap, banyak sekali hal-hal yang amat hebat telah terjadi di tempat kita. Suhu.... suhu telah.... mati dibunuh orang.... dan aku terpaksa untuk sementara mewakili dan diangkat menjadi pangcu karena tidak ada orang lain yang dapat memegang kedudukan itu sebagai pemimpin sementara. Suhu Lauw Kang Hui dibunuh orang demikian pula suci Lauw Sek, suheng Lauw Kin, susiok Su Kian dan susiok Thio Cu. Semua tewas dibunuh orang.”
“Ahhh??” Yo Han benar-benar merasa terkejut. “Siapakah yang membunuh mereka?”
“Panjang ceritanya, Taihiap. Marilah, kita naik ke tempat kita dan disana nanti aku menceritakan semuanya. Banyak sekali rahasia tersembunyi di balik semua peristiwa yang mengerikan itu, Taihiap.”
Yo Han masih mengerutkan alisnya, akan tetapi dia mengangguk dan ketika mereka mulai mendaki bukit dan melihat gadis manis yang datang bersama Ouw Seng Bu ikut pula mendaki, dia berhenti dan bertanya.
“Nanti dulu, siapakah Nona ini?”
“Taihiap, Nona ini adalah nona Cu Kim Giok, ia seorang sahabat baikku dan sekarang menjadi tamu terhormat di Thian-li-pang. Ia bukan gadis sembarangan, Taihiap. Kuyakin Taihiap pernah mendengar tentang keluarga majikan Lembah Naga Siluman, yaitu keluarga Cu. Nah, Nona ini adalah puteri dari pendekar besar Cu Kun Tek dari Lembah Naga Siluman.”
“Ahhh, kiranya Nona dari keluarga yang terkenal itu,” kata Yo Han sambil memberi hormat.
Kim Giok cepat membalas penghormatan itu.
“Harap Yo-taihiap tidak bersikap merendah. Sudah lama aku mendengar tentang nama besar Taihiap. Sayang dalam pertemuan tiga keluarga besar di rumah Paman Suma Ceng Liong di Hong-oun, Taihiap tidak ikut hadir.”
Yo Han tersenyum dan sejenak memandang gadis itu penuh selidik.
“Jadi engkau adalah sahabat baik dari.... eh, ketua Thian-li-pang ini?”
“Benar, dan baru beberapa hari aku menjadi tamu dari Thian-li-pang.”
“Taihiap agaknya sudah lupa kepadaku. Aku murid termuda dari mendiang suhu Lauw Kang Hui, namaku Ouw Seng Bu,” ketua itu memperkenalkan diri.
Yo Han mengangguk-angguk.
“Ya, aku sekarang teringat. Jadi semua murid tertua dari suheng Lauw Kang Hui telah dibunuh orang?”
Diam-diam Cu Kim Giok mengerling dan mengamati wajah pendekar itu. Menurut cerita yang didengarnya dari Seng Bu, orang inilah yang membunuh Lauw Kang Hui dan para muridnya. Apakah sekarang dia berpura-pura? Ataukah ada rahasia lain di balik pembunuhan itu dan pembunuhnya bukan Sin-ciang Taihiap melainkan orang lain? Wajah tampan dengan sinar mata tajam mencorong itu sukar diduga apa yang terkandung dalam hatinya.
“Taihiap, nanti saja akan kuceritakan semua setelah kita tiba di rumah.” kata Seng Bu dan Yo Han mengangguk.
Mereka lalu mendaki lereng bukit dan ketika mereka tiba di pintu gerbang perkampungan Thian-li-pang, para murid Thian-li-pang menyambut mereka dengan sikap meriah dan gembira.
“Sin-ciang Tai-hiap telah datang!” demikian mereka berteriak dan bersorak sambil memberi hormat.
Yo Han menerima penyambutan itu dengan senyum, akan tetapi di dalam hatinya merasa heran bukan main. Betapa jauh bedanya antara sikap para anggauta Thian-li-pang yang berada di perkampungan ini dengan mereka yang tadi berada di dusun! Seolah tidak wajar lagi!
Setelah mereka memasuki ruangan dalam, Seng Bu berkata kepada Cu Kim Giok,
“Nona Cu, maafkan saya, harap Nona suka beristirahat dan meninggalkan kami berdua untuk membicarakan soal perkumpulan kami.”
Cu Kim Giok mengangguk, lalu meninggalkan ruangan itu. Seng Bu menutup pintu ruangan itu, kemudian diapun mempersilakan Yo Han untuk duduk.
Yo Han duduk dan menghela napas panjang.
“Nah, sekarang ceritakanlah semua. Apa yang telah terjadi di sini? Ceritakan semua dengan jelas.”
Tiba-tiba Ouw Seng Bu menjatuhkan diri berlutut di depan Yo Han sambil menangis! Yo Han mengerutkan alisnya dan menegur dengan tegas,
“Ouw Seng Bu, sikapmu ini sungguh memalukan sekali! Engkau telah ditunjuk sebagai ketua, akan tetapi anak buah Thian-li-pang menyeleweng, Thian-li-pang mengadakan persekutuan dengan partai-partai sesat seperti Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw, dan sekarang engkau menangis seperti anak kecil atau seperti wanita lemah yang cengeng. Engkau tidak patut menjadi ketua Thian-li-pang!”
“Yo-taihiap, harap maafkan dan kasihanilah saya! Saya terpaksa menjadi ketua karena tidak ada orang lain lagi. Hanya sayalah satu-satunya murid mendiang suhu yang dianggap paling kuat. Akan tetapi, setelah suhu dan para susiok dan suheng tewas, saya menjadi bingung dan tidak dapat mengendalikan semua murid, tidak dapat mencegah kalau ada yang melakukan penyelewengan. Mereka itu condong untuk memberontak dan saya tidak berdaya menghadapi mereka. Juga saya tidak berani menolak ketika Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw melakukan pendekatan, takut kalau-kalau mereka akan memusuhi kami. Sekarang Tai-hiap telah pulang, maka saya menyerahkan kepada Tai-hiap untuk mengatur kembali perkumpulan kita ini.”
“Sudahlah, duduklah dan sekarang ceritakan apa yang terjadi dan bagaimana suheng Lauw Kang Hui dan yang lain-lain sampai dibunuh orang, dan siapa pembunuh mereka itu.”
Seng Bu duduk dan menghapus air matanya.
“Peristiwa yang terjadi itu amat mengerikan dan penuh rahasia, Yo-taihiap. Kami hanya melihat ada bayangan hitam yang menangkap mereka seorang demi seorang dan membawa mereka masuk ke dalam sumur tua itu. Dan setelah mereka itu dibawa masuk sumur, sampai sekarang tidak ada kabar ceritanya dan kami semua menganggap bahwa mereka tentu telah tewas terbunuh.”
“Hemmm, siapakah bayangan hitam itu?” Yo Han bertanya, alisnya berkerut, penasaran sekali.
“Itulah yang membuat kami semua penasaran, Tai-hiap. Tak ada yang dapat melihatnya, hanya melihat bayangan hitam seperti setan, menangkap mereka dan membawa loncat ke dalam sumur. Tentu saja peristiwa itu membuat semua anggauta menjadi panik dan ketakutan, dan untuk meredakan kepanikan mereka, terpaksa saya untuk sementara menggantikan kedudukan suhu dan memimpin mereka.”
“Akan tetapi, kenapa kalian tidak memasuki sumur itu untuk menyelidikit apa yang terjadi di sana? Siapa tahu suheng Lauw Kang Hui dan yang lain-lain belum tewas?”
Seng Bu kelihatan terkejut dan ketakutan.
“Maafkan kami, Yo-taihiap. Tentu saja kami juga berpikir demikian, mengharapkan mereka belum tewas dan sewaktu-waktu akan muncul keluar. Akan tetapi, untuk menyelidikinya, untuk memasuki sumur tua itu, siapa yang berani?”
“Tidak berani? Aih, tak kusangka orang-orang Thian-li-pang berubah menjadi penakut dan pengecut!” Lalu sambil menatap tajam wajah Seng Bu dia melanjutkan, “Dan engkau sendiri, yang telah menerima menjadi ketua, kenapa engkau tidak memasuki sumur itu untuk menyelidikinya?”
Seng Bu menundukkan mukanya.
“Maafkan kami semua, Yo-taihiap. Sebetulnya kami ingin sekali, akan tetapi kami takut. Kalau suhu dan para susiok, suci dan suheng sendiri tidak berdaya dibawa masuk ke sumur oleh bayangan hitam itu, lalu bagaimana mungkin kami akan mampu menandinginya? Memasuki sumur berarti mati konyol dan kami semua tidak berani.”
Yo Han menghela napas panjang, teringat akan mendiang kakek Ciu Lam Hok. Gurunya itu adalah seorang yang gagah perkasa, bahkan kedua orang paman gurunya, mendiang Ban-tok Mo-ko dan Thian-te Tok-ong, biarpun keduanya menyeleweng dari jalan kebenaran, tetap saja mereka berdua adalah orang-orang yang gagah perkasa. Demikian pula murid mereka, Lauw Kang Hui, memiliki keberanian dan kegagahan.
Akan tetapi bagaimana sekarang para murid Thianli-pang begitu penakut dan pengecut? Gurunya berpesan agar dia mengawasi Thian-li-pang dan mengusahakan agar Thian-li-pang pulih kembali menjadi perkumpulan besar yang berjiwa pahlawan pembela nusa bangsa.
“Sudah berapa lamakah peristiwa hilangnya suheng Lauw Kang Hui ke dalam sumur tua itu terjadi?”
“Sudah kurang lebih tiga bulan, Yo-taihiap.”
Yo Han merasa penasaran dan khawatir. Kalau sampai tiga bulan mereka tidak keluar dari dalam sumur tua itu, kecil sekali harapannya mereka masih hidup. Akan tetapi, mati atau hidup mereka itu, dia harus mengetahui dengan pasti.
“Baik, kalau begitu biar aku sendiri yang akan memasuki sumur itu dan melakukan penyelidikan.” Yo Han berkata.
Ouw Seng Bu memandang dengan mata terbelalak.
“Akan tetapi, Taihiap. Itu berbahaya sekali!!”
Yo Han tersenyum,
“Seorang gagah tidak gentar menempuh bahaya, asal itu dilakukan demi kebaikan. Lupakah engkau akan pelajaran kegagahan dari Thian-li-pang?”
“Be.... benar, Tai-hiap. Akan tetapi.... sumur tua itu penuh rahasia dan menyeramkan, tentu banyak iblis menjadi penghuninya di sana dan tak seorang pun berani memasukinya. Saya takut kalau sampai terjadi sesuatu atas diri Taihiap.”
“Mati hidup di tangan Tuhan. Aku tidak minta ditemani siapapun kalau memang kalian takut. Biar aku sendiri yang masuk dan kalian berjaga di luar sumur raja. Sediakan sehelai tali yang kuat dan panjang, sekaran juga aku akan memasuki sumur menyelidiki keadaan suheng Lauw Kang Hui dan yang lain-lain.”
“Baik, Taihiap.”
“Dan mulai saat ini, Thian-li-pang harus memutuskan hubungan dengan Patkwa-pai dan Pek-lian-kauw. Para murid dilarang bergaul dengan mereka, dan kalau ada yang melanggar, akan dihukum berat. Dua orang anggauta Thian-li-pang yang membuat kerusuhan di rumah makan, harus dihukum kurung selama sepekan. Nah, laksanakan!”
“Baik, Taihiap.”
Ouw Seng Bu membuka daun pintu dan berseru memanggil pembantunya. Para murid kelas tertinggi dari Thian-li-pang datang berlarian dan berkumpul di luar pintu ruangan itu. Seng Bu lalu berkata dengan suara lantang kepada mereka.
“Seluruh anggauta agar bersiap-siap dan berkumpul di dekat sumur tua dan sediakan sehelai tambang yang kuat dan panjang. Sin-ciang Tai-hiap sendiri akan turun ke dalam sumur melakukan penyelidikan sekarang juga!”
Terdengar seruan-seruan kaget diantara para anggauta Thian-li-pang, akan tetapi mereka segera menaati perintah ketua mereka dan diantar oleh Ouw Seng Bu pergi ke bagian belakang perkampungan Thian-li-pang dan tiba di dekat sumur tua.
Sumur pertama yang pernah menjadi tempat tahanan kakek Ciu Lam Hok yang berada di tempat itu juga, tidak terlalu jauh dari situ telah ditutup dengan batu-batu sehingga tidak nampak lagi lubangnya. Sumur ke dua ini lebih besar, juga amat dalam karena kalau dijenguk dari atas, tidak nampak dasarnya, hanya gelap menghitam.
Sebetulnya, tanpa tambang sekalipun Yo Han akan mampu menuruni sumur itu dengan merayap, akan tetapi lebih mudah menggunakan tali, juga untuk naik kembali, mudah kalau ada talinya.
Hampir seratus orang anggauta Thian-li-pang sudah berkumpul di tempat itu, mengelilingi sumur tua, wajah mereka tegang. Seorang di antara mereka menyerahkan segulungan tali yang kuat dan panjang kepada Ouw Seng Bu.
Seorang di antara mereka diam-diam sudah lari naik ke lereng bukit untuk melapor kepada ketuanya. Ketika dia tiba di pusat, Thian-li-pang, Ouw Seng Bu yang menjamu Siangkoan Kok dan Cu Kim Giok, baru saja selesai makan minum.
“Celaka, Pangcu. Sin-ciang Tai-hiap Yo Han telah muncul. Dialah orang yang mengacau tadi!” anggauta itu melapor dengan suara gemetar.
Mendengar ini, Ouw Seng Bu meloncat bangkit dan dia nampak gugup. Akan tetapi, melihat Siangkoan Kok dan Cu Kim Giok di situ, dia menenangkan diri.
“Di mana dia sekarang?”
“Dia berada di luar rumah makan, dikeroyok oleh keempat orang tosu dan sebelas orang anggauta kita, Pangcu. Saya lari pulang untuk melapor kepada Pangcu.”
Ouw Seng Bu yang amat cerdik itu bertindak cepat sekali.
“Paman Siangkoan Kok, harap Paman tidak memperlihatkan diri kepada Yo Han dan bersembunyi di dalam kamar Paman. Nona Cu, harap engkau beristirahat di dalam kamarmu sampai nanti aku memberitahukan segalanya kepadamu. Aku akan menghadapi Yo Han dan menerimanya dengan baik-baik untuk mencegah jatuhnya banyak korban.”
Siangkoan Kok dan Cu Kim Giok mengangguk dan mereka pergi ke kamar masing-masing yang sudah diberikan kepada mereka sejak mereka tiba di situ. Ouw Seng Bu cepat mengumpulkan anak buahnya dan dengan tegas memesan agar mereka semua memperlihatkan sikap lunak dan takluk kepada Yo Han dan bersikap seperti dahulu agar tidak menimbulkan kecurigaan di hati Pendekar Tangan Sakti. Kemudian, dia menuju ke kamar Cu Kim Giok dan mengetuk daun pintunya. Setelah Cu Kim Giok muncul, Ouw Seng Bu berkata,
“Nona Cu, sekarang saatnya engkau membantuku. Aku ingin menaklukkan Yo Han tanpa mendatangkan banyak korban, dan aku akan berpura-pura tidak tahu bahwa dia yang telah menyebar pembunuhan di sini. Engkau bersikaplah sebagai seorang tamuku, seorang sahabat baikku.”
“Tapi, apa manfaatnya kehadiranku.”
“Banyak sekali, Nona. Engkau akan menimbulkan kepercayaan di hatinya bahwa kita tidak mempunyai maksud tertentu terhadap dirinya. Kalau melihat engkau sebagai tamuku, pasti dia akan percaya kepadaku. Marilah, Nona, aku.... sungguh aku membutuhkan pertolonganmu. Ataukah.... engkau begitu tega tidak mau membantuku?”
Ouw Seng Bu sudah dapat melihat selama dia bergaul dengan Kim Giok bahwa gadis itu pun membalas perasaan hatinya, bahwa gadis itu pun jatuh cinta kepadanya, maka dia mempergunakan sikap lunak dan menarik rasa iba gadis itu. Dia berhasil, Cu Kim Giok mengangguk.
“Baiklah, Pangcu. Aku akan, membantumu.”
“Engkau tidak perlu bicara atau berbuat apa pun, hanya mengaku saja bahwa engkau menjadi sahabatku. Nah, aku tidak ingin menyuruhmu berbuat jahat atau berbohong bukan?”
Mereka berdua segera berlari cepat menuruni lereng bukit dan ketika mereka memasuki dusun dan tiba di depan kedai arak, mereka berdua tertegun. Apa yang telah terjadi?
Yo Han dikeroyok oleh empat orang tosu lihai dari Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw, juga oleh sebelas orang murid Thian-li-pang tingkat atas. Para pengeroyok itu semua menggunakan pedang sedangkan Yo Han bertangan kosong!
Akan tetapi, tubuhnya yang dapat dibuat ringan seperti bayangan itu berkelebatan di atas belasan batang pedang dan setiap kali terbuka kesempatan, begitu kaki atau tangannya bergerak menyambar, tentu seorang pengeroyok dapat dirobohkan!
Dia mengenal gerakan silat orang-orang Thian-li-pang, mengenal cakar beracun mereka, maka dengan mudah dia dapat mengenal bagian lemah mereka sehingga setiap kali dia menggerakkan tangan atau kaki, seorang anggauta Thian-li-pang terjungkal.
Dia tidak mau membunuh mereka, hanya merobohkan dan membuat mereka tidak mampu bangkit kembali karena patah tulang atau menotok mereka sehingga tidak mampu bergerak kembali. Akhirnya, sebelas orang Thian-li-pang roboh tak dapat bangkit kembali dan tinggal dua orang tosu Pek-lian-kauw dan dua orang tosu Pat-kwa-pai saja yang masih mengeroyoknya dengan serangan membabi-buta karena sejak tadi, serangan pedang mereka tidak pernah mengenai tubuh pemuda itu.
“Orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai, kalian pergilah. Aku tidak ingin bermusuhan dengan kalian dan jangan mencampuri utusan kami orang-orang Thian-li-pang!” dua kali Yo Han menegur dan menyuruh mereka pergi.
Ketika empat orang itu terus mengamuk tanpa mempedulikan kata-katanya, Yo Han menjadi marah.
“Kalian ini orang-orang bandel yang pantas menerima hajaran!”
Diapun bergerak cepat, menggunakan ilmu silat Bu-kek Hoat-keng dan angin berpusing cepat sekali, membuat empat orang tosu itu ikut terputar dan sebelum mereka tahu apa yang terjadi, pedang mereka beterbangan lepas dari tangan dan mereka pun seperti dilontarkan tenaga yang amat kuat, terlempar dan terbanting sampai beberapa meter jauhnya!
Agaknya Si Tangan Sakti memang tidak ingin membunuh mereka sehingga mereka hanya terbanting keras tanpa menderita luka parah. Pada saat mereka terbanting itulah, Ouw Seng Bu dan Cu Kim Giok menuruni lereng. Ouw Seng Bu mengenal gerakan Yo Han itu. Dia pun merasa sanggup bergerak menimbulkan angin berpusing seperti itu seperti yang pernah dia pelajari dalam sumur!
Empat orang tosu mendapat hati ketika melihat Seng Bu. Mereka dengan muka meringis kesakitan karena pinggul mereka tadi terbanting keras, bangkit menyongsong kedatangan Seng Bu.
“Pangcu....” kata mereka, akan tetapi Seng Bu mengangkat tangan memberi hormat.
“Harap To-tiang berempat suka memaafkan kami dan meninggalkan tempat ini. Biarkan kami menyelesaikan urusan dalam Thian-li-pang.”
Empat orang tosu itu merasa heran, akan tetapi karena mereka sudah maklum bahwa ketua baru itu tentu akan menggunakan siasat, mereka pun memberi hormat, dan pergi dari tempat itu tanpa banyak cakap lagi. Kini Seng Bu berdiri berhadapan dengan Yo Han dan keduanya saling pandang.
“Kiranya Sin-ciang Taihiap yang datang! Harap maafkan siauwte dan para anggauta Thian-li-pang yang tidak tahu akan kedatangan Tai-hiap dan tidak sempat menyambut semestinya.” Dia memberi hormat.
Yo Han mengerutkan alisnya, memandang penuh selidik. Dia tadi mendengar Kui Thian-cu menyebut “pangcu” kepada pemuda tampan ini! Dengan sikap tenang namun suaranya tegas dan menyelidik, Yo Han berkata,
“Wajahmu tidak asing bagiku. Bukankah engkau seorang di antara para murid suheng Lauw Kang Hui? Kenapa tosu tadi menyebutmu sebagai pangcu? Dimana suheng Lauw Kang Hui dan apa yang terjadi dengan Thian-li-pang? Mengapa bersahabat dengan orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai dan mengapa pula ada murid Thian-li-pang yang dapat melakukan kejahatan di dusun ini?”
Diberondong pertanyaan-pertanyaan itu, Seng Bu merasa seperti dihujani serangan yang berbahaya. Dia memberi hormat lagi.
“Tai-hiap, banyak sekali hal-hal yang amat hebat telah terjadi di tempat kita. Suhu.... suhu telah.... mati dibunuh orang.... dan aku terpaksa untuk sementara mewakili dan diangkat menjadi pangcu karena tidak ada orang lain yang dapat memegang kedudukan itu sebagai pemimpin sementara. Suhu Lauw Kang Hui dibunuh orang demikian pula suci Lauw Sek, suheng Lauw Kin, susiok Su Kian dan susiok Thio Cu. Semua tewas dibunuh orang.”
“Ahhh??” Yo Han benar-benar merasa terkejut. “Siapakah yang membunuh mereka?”
“Panjang ceritanya, Taihiap. Marilah, kita naik ke tempat kita dan disana nanti aku menceritakan semuanya. Banyak sekali rahasia tersembunyi di balik semua peristiwa yang mengerikan itu, Taihiap.”
Yo Han masih mengerutkan alisnya, akan tetapi dia mengangguk dan ketika mereka mulai mendaki bukit dan melihat gadis manis yang datang bersama Ouw Seng Bu ikut pula mendaki, dia berhenti dan bertanya.
“Nanti dulu, siapakah Nona ini?”
“Taihiap, Nona ini adalah nona Cu Kim Giok, ia seorang sahabat baikku dan sekarang menjadi tamu terhormat di Thian-li-pang. Ia bukan gadis sembarangan, Taihiap. Kuyakin Taihiap pernah mendengar tentang keluarga majikan Lembah Naga Siluman, yaitu keluarga Cu. Nah, Nona ini adalah puteri dari pendekar besar Cu Kun Tek dari Lembah Naga Siluman.”
“Ahhh, kiranya Nona dari keluarga yang terkenal itu,” kata Yo Han sambil memberi hormat.
Kim Giok cepat membalas penghormatan itu.
“Harap Yo-taihiap tidak bersikap merendah. Sudah lama aku mendengar tentang nama besar Taihiap. Sayang dalam pertemuan tiga keluarga besar di rumah Paman Suma Ceng Liong di Hong-oun, Taihiap tidak ikut hadir.”
Yo Han tersenyum dan sejenak memandang gadis itu penuh selidik.
“Jadi engkau adalah sahabat baik dari.... eh, ketua Thian-li-pang ini?”
“Benar, dan baru beberapa hari aku menjadi tamu dari Thian-li-pang.”
“Taihiap agaknya sudah lupa kepadaku. Aku murid termuda dari mendiang suhu Lauw Kang Hui, namaku Ouw Seng Bu,” ketua itu memperkenalkan diri.
Yo Han mengangguk-angguk.
“Ya, aku sekarang teringat. Jadi semua murid tertua dari suheng Lauw Kang Hui telah dibunuh orang?”
Diam-diam Cu Kim Giok mengerling dan mengamati wajah pendekar itu. Menurut cerita yang didengarnya dari Seng Bu, orang inilah yang membunuh Lauw Kang Hui dan para muridnya. Apakah sekarang dia berpura-pura? Ataukah ada rahasia lain di balik pembunuhan itu dan pembunuhnya bukan Sin-ciang Taihiap melainkan orang lain? Wajah tampan dengan sinar mata tajam mencorong itu sukar diduga apa yang terkandung dalam hatinya.
“Taihiap, nanti saja akan kuceritakan semua setelah kita tiba di rumah.” kata Seng Bu dan Yo Han mengangguk.
Mereka lalu mendaki lereng bukit dan ketika mereka tiba di pintu gerbang perkampungan Thian-li-pang, para murid Thian-li-pang menyambut mereka dengan sikap meriah dan gembira.
“Sin-ciang Tai-hiap telah datang!” demikian mereka berteriak dan bersorak sambil memberi hormat.
Yo Han menerima penyambutan itu dengan senyum, akan tetapi di dalam hatinya merasa heran bukan main. Betapa jauh bedanya antara sikap para anggauta Thian-li-pang yang berada di perkampungan ini dengan mereka yang tadi berada di dusun! Seolah tidak wajar lagi!
Setelah mereka memasuki ruangan dalam, Seng Bu berkata kepada Cu Kim Giok,
“Nona Cu, maafkan saya, harap Nona suka beristirahat dan meninggalkan kami berdua untuk membicarakan soal perkumpulan kami.”
Cu Kim Giok mengangguk, lalu meninggalkan ruangan itu. Seng Bu menutup pintu ruangan itu, kemudian diapun mempersilakan Yo Han untuk duduk.
Yo Han duduk dan menghela napas panjang.
“Nah, sekarang ceritakanlah semua. Apa yang telah terjadi di sini? Ceritakan semua dengan jelas.”
Tiba-tiba Ouw Seng Bu menjatuhkan diri berlutut di depan Yo Han sambil menangis! Yo Han mengerutkan alisnya dan menegur dengan tegas,
“Ouw Seng Bu, sikapmu ini sungguh memalukan sekali! Engkau telah ditunjuk sebagai ketua, akan tetapi anak buah Thian-li-pang menyeleweng, Thian-li-pang mengadakan persekutuan dengan partai-partai sesat seperti Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw, dan sekarang engkau menangis seperti anak kecil atau seperti wanita lemah yang cengeng. Engkau tidak patut menjadi ketua Thian-li-pang!”
“Yo-taihiap, harap maafkan dan kasihanilah saya! Saya terpaksa menjadi ketua karena tidak ada orang lain lagi. Hanya sayalah satu-satunya murid mendiang suhu yang dianggap paling kuat. Akan tetapi, setelah suhu dan para susiok dan suheng tewas, saya menjadi bingung dan tidak dapat mengendalikan semua murid, tidak dapat mencegah kalau ada yang melakukan penyelewengan. Mereka itu condong untuk memberontak dan saya tidak berdaya menghadapi mereka. Juga saya tidak berani menolak ketika Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw melakukan pendekatan, takut kalau-kalau mereka akan memusuhi kami. Sekarang Tai-hiap telah pulang, maka saya menyerahkan kepada Tai-hiap untuk mengatur kembali perkumpulan kita ini.”
“Sudahlah, duduklah dan sekarang ceritakan apa yang terjadi dan bagaimana suheng Lauw Kang Hui dan yang lain-lain sampai dibunuh orang, dan siapa pembunuh mereka itu.”
Seng Bu duduk dan menghapus air matanya.
“Peristiwa yang terjadi itu amat mengerikan dan penuh rahasia, Yo-taihiap. Kami hanya melihat ada bayangan hitam yang menangkap mereka seorang demi seorang dan membawa mereka masuk ke dalam sumur tua itu. Dan setelah mereka itu dibawa masuk sumur, sampai sekarang tidak ada kabar ceritanya dan kami semua menganggap bahwa mereka tentu telah tewas terbunuh.”
“Hemmm, siapakah bayangan hitam itu?” Yo Han bertanya, alisnya berkerut, penasaran sekali.
“Itulah yang membuat kami semua penasaran, Tai-hiap. Tak ada yang dapat melihatnya, hanya melihat bayangan hitam seperti setan, menangkap mereka dan membawa loncat ke dalam sumur. Tentu saja peristiwa itu membuat semua anggauta menjadi panik dan ketakutan, dan untuk meredakan kepanikan mereka, terpaksa saya untuk sementara menggantikan kedudukan suhu dan memimpin mereka.”
“Akan tetapi, kenapa kalian tidak memasuki sumur itu untuk menyelidikit apa yang terjadi di sana? Siapa tahu suheng Lauw Kang Hui dan yang lain-lain belum tewas?”
Seng Bu kelihatan terkejut dan ketakutan.
“Maafkan kami, Yo-taihiap. Tentu saja kami juga berpikir demikian, mengharapkan mereka belum tewas dan sewaktu-waktu akan muncul keluar. Akan tetapi, untuk menyelidikinya, untuk memasuki sumur tua itu, siapa yang berani?”
“Tidak berani? Aih, tak kusangka orang-orang Thian-li-pang berubah menjadi penakut dan pengecut!” Lalu sambil menatap tajam wajah Seng Bu dia melanjutkan, “Dan engkau sendiri, yang telah menerima menjadi ketua, kenapa engkau tidak memasuki sumur itu untuk menyelidikinya?”
Seng Bu menundukkan mukanya.
“Maafkan kami semua, Yo-taihiap. Sebetulnya kami ingin sekali, akan tetapi kami takut. Kalau suhu dan para susiok, suci dan suheng sendiri tidak berdaya dibawa masuk ke sumur oleh bayangan hitam itu, lalu bagaimana mungkin kami akan mampu menandinginya? Memasuki sumur berarti mati konyol dan kami semua tidak berani.”
Yo Han menghela napas panjang, teringat akan mendiang kakek Ciu Lam Hok. Gurunya itu adalah seorang yang gagah perkasa, bahkan kedua orang paman gurunya, mendiang Ban-tok Mo-ko dan Thian-te Tok-ong, biarpun keduanya menyeleweng dari jalan kebenaran, tetap saja mereka berdua adalah orang-orang yang gagah perkasa. Demikian pula murid mereka, Lauw Kang Hui, memiliki keberanian dan kegagahan.
Akan tetapi bagaimana sekarang para murid Thianli-pang begitu penakut dan pengecut? Gurunya berpesan agar dia mengawasi Thian-li-pang dan mengusahakan agar Thian-li-pang pulih kembali menjadi perkumpulan besar yang berjiwa pahlawan pembela nusa bangsa.
“Sudah berapa lamakah peristiwa hilangnya suheng Lauw Kang Hui ke dalam sumur tua itu terjadi?”
“Sudah kurang lebih tiga bulan, Yo-taihiap.”
Yo Han merasa penasaran dan khawatir. Kalau sampai tiga bulan mereka tidak keluar dari dalam sumur tua itu, kecil sekali harapannya mereka masih hidup. Akan tetapi, mati atau hidup mereka itu, dia harus mengetahui dengan pasti.
“Baik, kalau begitu biar aku sendiri yang akan memasuki sumur itu dan melakukan penyelidikan.” Yo Han berkata.
Ouw Seng Bu memandang dengan mata terbelalak.
“Akan tetapi, Taihiap. Itu berbahaya sekali!!”
Yo Han tersenyum,
“Seorang gagah tidak gentar menempuh bahaya, asal itu dilakukan demi kebaikan. Lupakah engkau akan pelajaran kegagahan dari Thian-li-pang?”
“Be.... benar, Tai-hiap. Akan tetapi.... sumur tua itu penuh rahasia dan menyeramkan, tentu banyak iblis menjadi penghuninya di sana dan tak seorang pun berani memasukinya. Saya takut kalau sampai terjadi sesuatu atas diri Taihiap.”
“Mati hidup di tangan Tuhan. Aku tidak minta ditemani siapapun kalau memang kalian takut. Biar aku sendiri yang masuk dan kalian berjaga di luar sumur raja. Sediakan sehelai tali yang kuat dan panjang, sekaran juga aku akan memasuki sumur menyelidiki keadaan suheng Lauw Kang Hui dan yang lain-lain.”
“Baik, Taihiap.”
“Dan mulai saat ini, Thian-li-pang harus memutuskan hubungan dengan Patkwa-pai dan Pek-lian-kauw. Para murid dilarang bergaul dengan mereka, dan kalau ada yang melanggar, akan dihukum berat. Dua orang anggauta Thian-li-pang yang membuat kerusuhan di rumah makan, harus dihukum kurung selama sepekan. Nah, laksanakan!”
“Baik, Taihiap.”
Ouw Seng Bu membuka daun pintu dan berseru memanggil pembantunya. Para murid kelas tertinggi dari Thian-li-pang datang berlarian dan berkumpul di luar pintu ruangan itu. Seng Bu lalu berkata dengan suara lantang kepada mereka.
“Seluruh anggauta agar bersiap-siap dan berkumpul di dekat sumur tua dan sediakan sehelai tambang yang kuat dan panjang. Sin-ciang Tai-hiap sendiri akan turun ke dalam sumur melakukan penyelidikan sekarang juga!”
Terdengar seruan-seruan kaget diantara para anggauta Thian-li-pang, akan tetapi mereka segera menaati perintah ketua mereka dan diantar oleh Ouw Seng Bu pergi ke bagian belakang perkampungan Thian-li-pang dan tiba di dekat sumur tua.
Sumur pertama yang pernah menjadi tempat tahanan kakek Ciu Lam Hok yang berada di tempat itu juga, tidak terlalu jauh dari situ telah ditutup dengan batu-batu sehingga tidak nampak lagi lubangnya. Sumur ke dua ini lebih besar, juga amat dalam karena kalau dijenguk dari atas, tidak nampak dasarnya, hanya gelap menghitam.
Sebetulnya, tanpa tambang sekalipun Yo Han akan mampu menuruni sumur itu dengan merayap, akan tetapi lebih mudah menggunakan tali, juga untuk naik kembali, mudah kalau ada talinya.
Hampir seratus orang anggauta Thian-li-pang sudah berkumpul di tempat itu, mengelilingi sumur tua, wajah mereka tegang. Seorang di antara mereka menyerahkan segulungan tali yang kuat dan panjang kepada Ouw Seng Bu.