Ads

Minggu, 04 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 019

Dalam kemarahannya gadis itu telah menyerang tujuh orang Khitan dengan rumput-rumput itu. Biarpun hanya rumput hijau, namun di tangan dara perkasa ini berubah menjadi senjata rahasia yang amat ampuh dan menggiriskan hati.

Batang-batang rumput itu meluncur melebihi anak panah cepatnya dan tak terhindarkan lagi oleh tujuh orang Khitan itu. Tahu-tahu muka mereka telah terkena rumput yang menempel pada kulit muka mereka, menimbulkan rasa perih dan pedas, sedangkan tadi ketika rumput-rumput itu menyerang, mereka terdorong oleh angin pukulan yang membuat mereka terjungkal dari atas kuda. Kini mereka berdiri dan berusaha melepaskan rumput-rumput yang menempel muka mereka.

Aneh bin ajaib! Sampai meringis-ringis mereka berusaha mengambil rumput yang menempel di kulit muka. Sia-sia belaka! Rumput-rumput itu menempel seakan-akan diberi lem perekat ajaib, seakan-akan telah tumbuh menjadi satu dengan kulit. Seorang diantara mereka agak menggunakan kekerasan untuk mengupas rumput, akan tetapi kulit pipinya ikut terkelupas, nyeri dan perih bukan main dan darah menetes-netes! Mereka terheran-heran dan juga kesakitan, terutama sekali rasa jerih membuat wajah mereka pucat.

Bagi Hauw Lam, penglihatan itu amatlah lucu. Melihat mereka berusaha mengupas rumput dari muka meringis-ringis kesakitan, melihat betapa rumput itu merupakan pleister-pleister hijau “menghias” muka, apalagi orang yang tadi menghina Mutiara Hitam, rumput melintang di atas kulit hidungnya sehingga wajahnya tampak lucu sekali, membuat Hauw Lam tak dapat menahan ketawanya.

“Hua-ha-ha-ha! Lucu sekali....! Lucu sekali....! Muka kalian bertujuh ditambal-tambal seperti badut dan delapan ekor kuda ini begini bagus. Tentu kalian hendak main komidi kuda, ya? Bagus...., bagus....!”

Hauw Lam bertepuk-tepuk tangan dan berjingkrak-jingkrak, membuat tujuh orang itu mendongkol bukan main. Akan tetapi karena mereka dapat menduga bahwa dua orang muda-mudi itu tentu bukan orang sembarangan, mereka tidak mau lagi meladeni dengan kata-kata. Serentak tangan mereka bergerak dan tujuh orang itu sudah mencabut golok masing-masing lalu mengurung dengan sikap mengancam.

“Aih.... aih.... kalian masih belum kapok? Kalau tadi Nona muda kalian ini menghendaki nyawa kalian, apakah kalian tidak menjadi bangkai?” Hauw Lam berseru sambil melangkah maju, kemudian menoleh kepada Kwi Lan. “Biarlah aku yang kini menikmati permainan dengan mereka!”

Kwi Lan diam saja, sikapnya tidak acuh. Ia tidak memandang mata kepada tujuh orang itu, akan tetapi mengingat bahwa mereka adalah orang-orang Khitan, rakyat dari ibu kandungnya, ia tadi tidak mau membunuh mereka. Kini ia hendak menyaksikan sampai dimana kepandaian Berandal, karena dari gerak-gerik tujuh orang itu ia dapat menduga bahwa mereka memiliki ilmu silat yang tinggi juga.

“Mengalahkan mereka tanpa membunuh barulah hebat,”

Kwi Lan sengaja berkata, nada suaranya mengejek, padahal di dalam hati ia merasa khawatir kalau-kalau pemuda berandalan itu membunuh rakyat ibu kandungnya.

“Oho, mudah saja, kau lihat!”

Hauw Lam berkata sambil tertawa, kemudian membusungkan perutnya ke depan, menantang.

“Hayo kalian maju, tunggu apalagi? Bukankah golok kalian sudah terhunus? Disini tidak ada babi untuk ditusuk perutnya, tidak ada kambing untuk disembelih lehernya. Nih perutku, boleh kalian tusuk, atau leher nih, boleh pilih!”

Ia menantang dengan cara mengejek sekali, meramkan kedua mata, mengulur leher membusungkan perut dan menaruh kedua tangan di punggung! Diam-diam Kwi Lan geli menyaksikan sikap ini, juga merasa betapa sikap ini keterlaluan dan berbahaya. Coba dia yang ditantang secara itu, tentu sekali bergerak akan dapat merobohkan pemuda ugal-ugalan itu.

Agaknya tujuh orang yang sudah amat marah itupun berpikir demikian. Mereka tadi sudah marah dan penasaran sekali, merasa mengalami penghinaan yang luar biasa maka kini menyaksikan sikap dan tantangan Hauw Lam, mereka sampai tak dapat mengeluarkan kata-kata saking marahnya.






Tujuh orang Ini bukan orang sembarangan, merupakan jagoan-jagoan yang berkepandaian tinggi, bagaimana sekarang menghadapi dua orang bocah saja mereka tidak berdaya dan sampai mengalami hinaan? Kini melihat sikap Hauw Lam, mereka serentak menerjang untuk membalas penghinaan yang mereka alami.

“Cring-cring-trang-traaanggg....!”

Tujuh batang golok yang menerjang dalam detik bersamaan dengan sebuah saja sasaran, tentu saja tak dapat terhindar lagi saling beradu ketika sasarannya tiba-tiba lenyap dari tempatnya.

Cepat mereka meloncat dan membalikkan tubuh. Kiranya pemuda ugal-ugalan itu sudah berada di belakang mereka dan kembali pemuda itu mengulur leher membusungkan perut, akan tetapi sekarang tangannya memegang sebatang golok pula, golok yang pendek dan lebar seperti golok tukang babi! Akan tetapi melihat sinar putih bersinar dari mata golok, dapat diduga bahwa golok buruk bentuknya itu ternyata terbuat daripada logam yang ampuh dan terpilih.

“Hayo tusuk lagi, bacok lagi, kenapa ragu-ragu? Perut dan leherku sudah gatal-gatal nih!”

Hauw Lam mengejek, menggoyang-goyangkan perutnya yang sengaja ia busungkan ke depan.

Kemarahan tujuh orang Khitan itu memuncak. Sambil memaki-maki dalam bahasa sendiri kembali mereka menerjang maju, melakukan serangan dahsyat penuh kemarahan. Kali ini tampak sinar putih yang amat lebar menyilaukan mata bergulung-gulung menyambut mereka.

Terdengar suara nyaring beradunya senjata diikuti tujuh batang golok terlempar dalam keadaan patah menjadi dua, disusul pekik tujuh orang itu dan memberebetnya kain robek. Dalam sekejap mata saja tujuh orang itu tidak hanya kehilangan golok, akan tetapi juga baju mereka robek dari leher sampai ke perut!

Wajah mereka kini menjadi pucat sekali karena mereka maklum bahwa kalau pemuda itu menghendaki, dalam segebrakan saja tadi tentu mereka akan terobek perut mereka!

Si Gigi Ompong lalu menjura dan berkata,
“Kami telah kesalahan terhadap Taihiap, mohon maaf, mengingat bahwa kami jauh dari utara hendak mengunjungi Thian-liong-pang.”

Hauw Lam tertawa akan tetapi sebelum ia menjawab, Kwi Lan melompat maju dan menghardik,

“Masih banyak cakap lagi? Kalian ini orang-orang Khitan yang tidak baik! Lekas pergi dan tinggalkan kuda hitam!”

Si Gigi Ompong kaget bukan main dan dengan suara gemetar ia menterjemahkan ucapan ini. Kawan-kawannya juga nampak kaget dan memprotes. Si Gigi Ompong kini menghadapi Kwi Lan dan berkata,

“Tidak mungkin, Nona! Kuda hitam ini adalah persembahan kepada kami untuk dihadiahkan kepada ketua Thian-liong-pang sebagai tanda persahabatan. Bagaimana kami berani meninggalkannya disini? Hal ini berarti akan hilangnya nyawa kami sebagai penggantinya!”

“Huh! Siapa peduli nyawa anjing kalian? Katakan saja kepada Ratumu bahwa yang mengambil kuda hitam adalah Mutiara Hitam. Habis perkara!”

Kini Hauw Lam mendengarkan dengan mulut ternganga. Dara itu terlalu lancang, terlalu berani. Tadi berani menghina dan memandang rendah Bu-tek Siu-lam, kini malah berani menantang Ratu Khitan yang selain terkenal sebagai ratu, juga terkenal memiliki ilmu kesaktian hebat dan mempunyai banyak anak buah yang berilmu tinggi!

Apakah yang diandalkan dara ini maka bersikap sedemikian angkuh dan berani menghina orang-orang golongan atas? Kepandaiannya memang hebat dan melihat cara melempar rumput yang sampai kini menempel di muka ketujuh orang Khitan itu, terbukti akan kelihaiannya. Akan tetapi belum tampak ilmu silatnya dan ia merasa ragu-ragu apakah dara semuda ini akan mampu menandingi tokoh-tokoh besar itu?

Akan tetapi mendengar ucapan gadis yang memandang rendah Ratu Khitan, tujuh orang itu tidak menjadi marah setelah Si Ompong menterjemahkannya, bahkan nampak heran dan girang. Si Ompong lalu berkata sambil menjura,

“Aha, kiranya masih sepaham! Nona yang gagah perkasa, ketahuilah bahwa kami adalah anak buah Pak-sin-ong....”

“Tidak peduli siapa itu Pak-sin-ong!” bentak Kwi Lan tidak sabar lagi.

Akan tetapi Hauw Lam sudah menjadi kaget sekali dan bertanya,
“Apa? Kalian ini anak buah Jin-cam Khoa-ong (Raja Algojo Manusia) yang juga disebut Pak-sin-ong (Raja Sakti dari Utara)?”

Si Ompong berseri wajahnya, akan tetapi jadi menyeringai buruk karena wajahnya masih pucat dan masih tertempel rumput.

“Betul...., betul....! Nona, agaknya Nona belum mengenal nama besar Tai-ong kami yang juga memusuhi Ratu Khitan dan....”

“Bedebah....!”

Bentakan ini keluar dari mulut Kwi Lan, disusul berkelebatnya sinar kehijauan dan terciumlah bau yang harum. Akan tetapi tujuh orang Khitan itu menjerit, darah muncrat dan di lain saat Kwi Lan sudah berdiri tegak kembali, sikapnya keren dan mulutnya membentak,

“Lekas pergi dari sini!”

Hauw Lam melongo. Sebagai seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, tentu saja ia dapat melihat gerakan gadis itu yang luar biasa cepatnya. Ia melihat betapa gadis itu mencabut sebatang pedang yang sinarnya kehijauan dan mengeluarkan ganda harum semerbak, melihat pula betapa dengan gerakan yang amat aneh, dahsyat dan secepat kilat pedang di tangan gadis berkelebat dan dengan persis membabat putus telinga kanan ketujuh orang Khitan itu sebelum mereka mampu mengelak atau melawan!

Melihat pula betapa dengan gerakan yang masih sama cepatnya gadis itu telah menyimpan kembali pedangnya sebelum darah yang muncrat dari pinggir kepala tujuh orang itu menyentuh tanah. Sebuah gerakan yang luar biasa sekali, yang aneh, dahsyat akan tetapi juga ganas dan kejam!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar