Ads

Kamis, 22 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 052

“Bagus, bagus.”

“Akur....! Akur....!”

Para pengemis bertepuk sorak. Yu Siang Ki mengangguk-angguk dan hatinya lega. Kiranya benar seperti dugaannya. Orang aneh ini sengaja memalsukan nama mendiang ayahnya dengan maksud baik, yaitu hendak mengandalkan nama ayahnya untuk mempengaruhi kai-pang dan mengajak mereka melawan kaum sesat. Ia menoleh ke arah Kwi Lan yang juga memandang ke atas panggung dengan mata terbelalak. Pada saat itu, Kwi Lan menyentuh tangannya.

“Siang Ki, lihat....!”

Yu Siang Ki cepat menengok dan matanya tajam masih sempat melihat sinar hitam melayang ke arah leher dan lambung orang aneh yang memalsukan nama ayahnya itu. Jelas bahwa sinar itu adalah senjata rahasia yang halus sekali, yaitu jarum-jarum rahasia!

“Celaka!” bisiknya khawatir.

Akan tetapi ia dan Kwi Lan memandang dengan melongo ketika Suling Emas dengan tenang menerima jarum-jarum itu dengan leher dan lambung, kemudian tangan kirinya seperti mengusir lalat di leher dan lambungnya dan sekali tangannya bergerak, sinar hitam melesat dan jarum-jarum itu sudah di “retour” kembali kepada pengirimnya, namun dengan kecepatan dan kekuatan yang dahsyat sekali.

Terdengar jerit-jerit kesakitan dan dua orang pengemis baju bersih yang berdiri diantara banyak pengemis itu roboh dan tewas seketika karena leher dan lambung mereka termakan jarum rahasia mereka sendiri!

Hanya para pengemis yang sudah tinggi ilmunya saja menyaksikan gerakan Suling Emas dan maklum apa yang telah terjadi. Yang tidak begitu tinggi ilmunya terheran-heran dan tidak tahu apa yang terjadi sehingga keadaan menjadi panik.

Suling Emas mengangkat kedua tangan ke atas memberi isyarat kepada semua orang agar tidak menjadi panik. Kemudian terdengar suaranya lantang.

“Harap Saudara semua tenang. Matinya dua orang itu menjadi peringatan bagi kita bahwa dimana-mana kaum sesat sudah menyelundup sehingga perlu kita waspada karena mereka berdua itu adalah orang-orang jahat yang berusaha untuk membunuh saya. Sebaliknya pihak kaum sesat juga telah mendapat peringatan!” Suara ini tegas dan penuh wibawa.

“Mereka itu pengemis baju bersih! Basmi para pengemis baju bersih yang jahat!” Terdengar teriakan-teriakan marah.

Kembali Suling Emas mengangkat tangannya.
“Dengarlah baik-baik! Menilai orang bukan dari pakaian bersih atau kotor! Menilai orang harus dari sepak terjangnya, dari perbuatannya! Pengemis memang orang miskin. Sedapat mungkin orang harus berpakaian bersih dan baik, akan tetapi kalau tidak ada, apa boleh buat, kotor pakaiannya asal tidak kotor hati dan pikirannya. Orang-orang yang pernah menyeleweng dari pada kebenaran bukan sekali-kali berarti bahwa mereka itu selama hidupnya menjadi orang-orang jahat yang harus dikutuk! Karena itu, kami anjurkan kepada saudara-saudara kaum kai-pang yang pernah menyeleweng, kembalilah ke jalan benar dan bertobatlah. Apabila kalian tidak insyaf, kami kaum kai-pang yang sudah bersatu akan membasmi kalian!”

Kembali tepuk sorak menyambut ucapan yang lantang dan penuh semangat dari Suling Emas ini, karena semua orang menyetujui pendiriannya. Akan tetapi tentu saja tidak termasuk mereka yang memang hadir dengan maksud menentang, seperti rombongan Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Dua kai-pang ini memang sudah seluruhnya dikuasai kaum sesat, bahkan dua kai-pang ini pula yang belum lama ini mengadakan pertemuan di dunia kaum sesat untuk membicarakan soal pemilihan bengcu golongan hitam.

Oleh karena itu, kedatangan dua rombongan ini tentu saja berdasarkan menyelidik dan juga untuk menghalangi pergerakan kaum pengemis yang dipimpin oleh Yu Kang Tianglo. Bahkan dua orang pengemis yang tewas karena senjata jarum mereka diretour oleh Suling Emas tadi adalah anggauta-anggauta Hek-coa Kai-pang.

Diantara tepuk sorak gemuruh itu, tiba-tiba terdengar suara nyaring yang mengatasi kegaduhan itu.

“Siapa diantara kita yang mampu menandingi Locian-pwe Bu-tek Siu-lam?”

Pernyataan nyaring yang entah dikeluarkan oleh siapa ini menusuk telinga semua orang dan seketika kegaduhan terhenti, tak seorang pun berani mengeluarkan suara lagi. Pada saat itu dua orang kakek pengemis sudah melompat bangun dari barisan kursi pimpinan kai-pang yang menjadi tamu.






Mereka ini lalu melangkah maju ke tengah panggung, menghadapi semua pengemis yang hadir. Keduanya adalah kakek yang usianya sudah enam puluh tahun, berpakaian sebagai pengemis akan tetapi pakaian mereka bersih dan baru yang sengaja ditambal-tambal. Mereka ini memegang tongkat panjang dan melihat betapa pada baju bagian dada mereka terdapat gambar garuda dan ular, maka mudah diduga bahwa mereka tentulah tokoh-tokoh dari Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Dan memang betul sekali. Kakek yang baju di dadanya tergambar garuda hitam adalah seorang tokoh Hek-peng Kai-pang, sedangkan yang dadanya tergambar ular hitam adalah seorang tokoh Hek-coa Kai-pang.

Sejak tadi, kehadiran rombongan Hek-coa Kai-pang dan Hek-peng Kai-pang sudah merupakan hal yang menimbulkan tegang di hati para pengemis karena mereka semua itu tahu dengan jelas siapakah mereka ini.

Boleh dibilang pada waktu itu, pelopor para kai-pang yang menggabung dengan kaum sesat adalah dua buah perkumpulan inilah. Maka semua orang sudah dapat menduga bahwa munculnya tokoh-tokoh dua kai-pang ini tentulah mengandung maksud kurang baik. Kini melihat dua orang kakek ini muncul di panggung, semua orang diam dan memandang penuh perhatian. Kakek yang dadanya bergambar ular hitam itu tubuhnya kecil tinggi, kepalanya besar. Setelah memandang ke sekeliling ia lalu berkata.

“Kami adalah wakil dari Hek-coa Kai-pang. Mendengar uraian pangcu dari Khong-sim Kai-pang tadi, kami setuju sekali. Memang di antara kai-pang harus diadakan persatuan erat untuk menghadapi musuh-musuh kita! Dan untuk memperkuat para kai-pang kita harus memilih seorang pemimpin yang cakap. Kami dari pihak Hek-coa Kai-pang dan juga saudara-saudara kita dari Hek-peng Kai-pang dalam pertemuan orang-orang gagah telah bersepakat untuk mengangkat Lo-cianpwe Bu-tek Siu-lam sebagai bengcu kita.”

“Benar apa yang diucapkan oleh Saudara dari Hek-coa Kai-pang ini!” kata kakek ke dua yang dadanya bergambar garuda hitam. Kakek ini mukanya merah dan matanya sipit sampai hampir terpejam selalu, tapi mulut lebar dan bibirnya tebal sekali. “Hanya di bawah bimbingan seorang Locianpwe yang sakti seperti Bu-tek Siu-lam saja maka derajat golongan kita dapat terangkat. Kami rasa Yu Kang Tianglo dari Khong-sim Kai-pang cukup bijaksana untuk menyadari hal ini dan menyetujui pengangkatan Locianpwe Bu-tek Siu-lam sebagai pimpinan tertinggi semua kai-pang!”

Para pengemis menyambut ucapan dua orang kakek itu dengan berbisik. Dari rombongan pimpinan kai-pang sudah meloncat maju lagi dua orang kakek pengemis berpakaian butut. Seorang diantara mereka berteriak.

“Apa? Bu-tek Siu-lam menjadi bengcu kita? Setelah ia membunuh secara keji dua ratus orang golongan kita?”

Yang berteriak ini adalah Ketua Ang-tung Kai-pang, seorang kakek bertubuh kecil pendek akan tetapi bermata lebar. Ia memutar-mutar tongkat merahnya dengan sikap marah sekali. Ketika Bu-tek Siu-lam melakukan pembunuhan terhadap dua ratus orang pengemis, belasan orang pengemis anak buahnya ikut terbunuh, maka tentu saja ia marah-marah mendengar betapa dua orang kakek itu hendak mengangkat Bu-tek Siu-lam menjadi bengcu.

“Cocok! Tidak sudi kami menerima tokoh jahat itu menjadi bengcu!”

Teriak pula pengemis ke dua yang sudah meloncat maju. Dia ini adalah wakil dari Ban-hwa Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Laksaan Bunga).

“Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang memang perkumpulan yang menyeleweng dan bersekongkol dengan kaum sesat!”

Teriakan-teriakan itu terdengar saling bantah dan suasana menjadi berisik sekali melebihi pasar.

“Yang dibunuh adalah pengemis-pengemis jahat!”

“Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang menyenangkan hidup anak buahnya!”

“Hidup Locianpwe Bu-tek Siu-lam!”

Demikianlah sorakan-sorakan mereka yang pro kepada tokoh yang diusulkan menjadi bengcu itu.

“Basmi penyeleweng-penyeleweng!”

“Basmi Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang!”

“Bu-tek Siu-lam musuh besar kai-pang!”

Demikianlah sorakan-sorakan mereka yang anti sehingga keadaan menjadi ribut dan tegang karena setiap saat dapat timbul perang saudara antara para pengemis ini. Gak-lokai dan Ciam-lokai menjadi pucat wajahnya dan mereka sudah hendak bergerak, akan tetapi Suling Emas mencegah dan berkata halus.

“Biarkan saja. Malah lebih baik. Dengan begini kita dapat melihat siapakah diantara mereka yang menyeleweng. Kalau mereka sudah menyatakan pendapat, baru kita turun tangan melakukan pembersihan.”

Sementara itu, di atas panggung sudah terjadi perdebatan yang makin lama menjadi saling maki antara tujuh orang pimpinan pengemis baju bersih yang dikepalai oleh dua orang dari Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang, dan pihak lawan mereka adalah sebelas orang pimpinan dari kai-pang-kai-pang lain yang rata-rata berpakaian butut.

Suling Emas hanya duduk di atas kursi sambil menatap tajam, meneliti mereka yang pro dan mereka yang anti terhadap Bu-tek Siu-lam. Juga Kwi Lan dan terutama sekali Yu Siang Ki, memandang dengan hati tegang dan tertarik.

Diam-diam Yu Siang Ki terheran menyaksikan orang aneh yang memalsukan nama ayahnya. Ia masih belum dapat menyelami isi hati orang itu. Kalau benar tindakannya itu demi perbaikan dan pembersihan kai-pang, kenapa kini ia diam saja melihat keadaan kacau-balau itu? Pihak manakah yang dibelanya?

Suling Emas yang duduk tak bergerak di atas kursinya dapat melihat betapa semua pengemis yang pro kepada Bu-tek Siu-lam dipimpin oleh dua orang kakek Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Dilihat dari sikap mereka, memang agaknya dua orang kakek ini sudah mengaturnya terlebih dahulu, sengaja untuk mengacaukan pertemuan ini dan bahkan kini tampak olehnya betapa rombongan pengemis yang duduk di sebelah timur, yang jumlahnya banyak, adalah anak buah mereka yang diam-diam sudah siap untuk turun tangan jika terjadi perkelahian!

Yang menyeleweng secara sadar hanya beberapa orang saja, pikirnya. Sebagian besar diantara para pengemis itu hanya ikut-ikutan karena tertarik oleh tingkat hidup yang lebih baik dan kemewahan. Kalau sampai terjadi pertempuran, tentu akan banyak roboh korban di kedua pihak.

Suling Emas tidak menghendaki hal ini terjadi, maka ia sudah siap untuk menegur mereka dan merobohkan para pimpinan pengacau. Orang-orang yang melakukan penyelewengan secara ikut-ikutan seperti mereka itu, sekali pimpinannya roboh, tentu akan mudah diinsyafkan dan diajak kembali ke jalan benar. Yang menjadi sumber penyelewengan para anggauta kai-pang ini sebetulnya adalah tokoh yang bernama Bu-tek Siu-lam. Karena munculnya tokoh sakti yang sudah berhasil membunuh Ketua Im-yang-kauw itulah maka para pengemis yang lemah batinnya, mudah dibawa menyeleweng, karena ada yang mereka andalkan.

Akan tetapi dalam keadaan ketegangan tengah memuncak itu, sebelum Suling Emas sempat turun tangan atau membiarkan Gak-lokai dan Ciam-lokai mengurus keributan, tiba-tiba terdengar suara tertawa bergelak. Suara ketawa ini datangnya dari.... udara! Begitu nyaring dan hebat sehingga seakan-akan menggetarkan papan panggung.

“Hua-ha-ha-ha! Jembel-jembel busuk ini seperti sekumpulan anjing berebut tulang!”

“Heh-heh-heh! Tidak usah berebut pangkat, kamilah yang akan menjadi raja-raja kalian! Heh-heh!”

“Hua-ha-ha! Benar sekali! Aku ingin menjadi raja pengemis!”

Bagaikan dua ekor burung rajawali, dari atas menyambar turun tubuh dua orang kakek yang mengerikan keadaannya. Yang seorang bertubuh kurus bermuka putih seperti orang kehabisan darah, kepalanya botak dan rambutnya jarang seperti sutera tua. Orang ke dua bertubuh besar kuat dan mukanya merah sekali, muka yang ditumbuhi rambut sehingga muka itu menyerupai muka singa.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar