Thai-lek Kauw-ong boleh jadi telah memperoleh tingkat ilmu silat yang amat tinggi, akan tetapi karena terlalu lama bertapa mengasingkan diri, agaknya jalan pikirannya menjadi amat sederhana dan tentu saja ia tidak dapat menandingi Kwi Lan dalam hal kecerdikan. Ia sama sekali tidak mengira bahwa gadis itu sengaja memanaskan hatinya untuk mengalihkan perhatian yang tercurah pada pandang matanya yang penuh nafsu berahi tadi, dan menganggap gadis itu sebagai murid Sian-twanio benar-benar belum merasa yakin akan kelihaiannya. Oleh karena itu ia segera menjawab.
“Baik, kau lihatlah!”
Sambil berkata demikian, tubuhnya yang tinggi besar itu sudah berkelebat membuat loncatan tinggi melayang ke arah dua orang penunggang kuda yang sudah datang dekat. Sekali berjungkir balik di tengah udara, kakek itu sudah menyambar ke depan dan kedua tangannya mencengkeram ke arah pundak dua orang panglima itu sambil berseru keras.
“Turun kalian....!” Suaranya keras, sambarannya cepat.
Akan tetapi dua orang panglima itu biarpun merasa ngeri, ternyata benar-benar bukan orang sembarangan. Tampak bayangan tubuh mereka berkelebat dan cepat sekali mereka sudah bergerak dengan jalan melakukan gerakan meluncur turun dari atas kuda dengan loncatan miring.
Terdengar suara keras dari patahnya tulang-tulang punggung kedua ekor kuda itu disusul meringkiknya kuda dan robohnya tubuh dua ekor kuda besar yang kini berkelojotan di atas tanah dalam keadaan sekarat! Dapat dibayangkan betapa hebatnya tenaga Thai-lek-kang di kedua tangan Thai-lek Kauw-ong yang sekali pukul dapat merobohkan dua ekor kuda besar dengan tulang-tulang punggung patah-patah.
Dua orang Panglima Khitan yang bertubuh tinggi besar, hampir sama dengan bentuk Thai-lek Kauw-ong itu sesungguhnya bukanlah orang-orang biasa. Mereka itu keduanya adalah dua orang panglima yang berkedudukan tinggi di kerajaan Khitan yang mukanya brewok dengan jenggot panjang adalah panglima barisan berkuda di Khitan dan sebagai tanda pangkatnya antara lain adalah lukisan kepala kuda di baju depan dada. Nama kakek ini adalah Hoan Ti-ciangkun. Adapun orang ke dua yang bermuka bengis adalah Loan Ti-ciangkun, panglima barisan penjaga benteng, seperti dapat dikenal pada lukisan pilar benteng di depan dadanya.
Hoan Ti-ciangkun dan Loan Ti-ciangkun inilah adanya dua orang panglima yang belum lama ini telah menyampaikan surat dari Ratu Yalina di Khitan untuk Suling Emas. Selain ilmu kepandaian kedua orang panglima ini lihai, juga mereka berdua merupakan utusan-utusan ratu setiap kali pemerintah Khitan mengadakan hubungan dengan raja-raja di selatan.
Oleh karena itu, keduanya amat mahir berbahasa selatan untuk memudahkan perkenalan, mereka pun memakai nama Hoan Ti-ciangkun dan Loan Ti-ciangkun. Mereka merupakan panglima-panglima Kerajaan Khitan yang setia karena semenjak muda mereka sudah menjadi perajurit yang kemudian makin menanjak kedudukan mereka berkat ilmu kepandaian mereka yang tinggi.
Tanpa sebab sama sekali kini mereka dalam perjalanan pulang ke Khitan telah diserang Thai-lek Kauw-ong sehingga kuda mereka berkelojotan hampir tewas. Tentu saja mereka menjadi marah sekali di samping rasa heran dan kaget. Namun sebagai orang-orang berpengalaman, mereka maklum akan keanehan tokoh-tokoh kang-ouw di dunia selatan ini, maka mereka menindih perasaan amarah. Hoan Ti-ciangkun yang jenggotnya panjang dan halus menoleh ke arah dua ekor kuda yang berkelojotan, mengelus jenggotnya dan menarik napas panjang.
“Kasihan, kalian menderita tanpa dosa.”
Setelah berkata demikian, Hoan Ti-ciangkun melangkah maju setindak dan tangan kanannya memukul ke arah dua ekor kuda dua kali berturut-turut. Pukulan jarak jauh yang cukup dahsyat, karena seketika dua ekor kuda itu berhenti berkelojotan karena pukulan yang tepat mengarah kepala itu membuat dua ekor binatang ini tewas seketika! Kemudian Hoan Ti-ciangkun bersama kawannya mengangkat kedua tangan dirangkapkan ke dada memberi hormat.
“Maaf, kami berdua Hoan Ti dan Loan Ti dari Khitan merasa belum pernah kenal dengan Lo-suhu, juga tidak merasa melakukan sesuatu kesalahan, apa sebabnya Lo-suhu menyerang kami? Siapakah Lo-suhu?”
Ucapan ini benar-benar merupakan sikap yang amat merendahkan diri, sikap yang amat terpuji dari dua orang panglima itu sehingga tidak mengherankan apabila Ratu Khitan mengangkat mereka sebagai utusan-utusan negara.
Memang pada masa itu, Kerajaan Khitan di bawah pimpinan Ratu Yalina selalu berusaha untuk menjauhi permusuhan dengan rakyat selatan. Sikap ini ditambah kekuatan Khitan agaknya membuat Kerajaan Sung tidak berdaya dan selama itu belum juga mau menaklukkan Khitan, padahal kerajaan-kerajaan lain telah ditaklukkannya.
Siapa kira, ucapan yang halus dan merendah itu malah membuat Thai-lek Kauw-ong marah-marah. Hal ini karena dua orang panglima itu salah duga dan menyebutnya Lo-suhu, sebutan bagi seorang hwesio. Agaknya karena ia berkepala gundul maka orang Khitan itu menyangkanya hwesio, tidak tahu bahwa gundulnya adalah gundul asli, bukan karena dicukur, melainkan gundul sebagai akibat dari latihan Thai-lek-kang!
“Aku Thai-lek Kauw-ong bukan pendeta. Aku orang pertama Bu-tek Ngo-sian. Tidak ada permusuhan. Hanya kalian harus mengakui keunggulanku. Lihat seranganku!”
Setelah berkata demikian, kakek gundul itu sudah menerjang maju kalang-kabut, menggunakan kedua lengannya yang besar dan kuat.
Dua orang panglima Khitan itu mendongkol bukan main. Tiada hujan tiada angin kakek gundul yang bukan hwesio ini telah membunuh kuda mereka, dan menyerang mereka secara membabi buta hanya karena ingin diakui keunggulannya! Kalau saja permintaan itu dilakukan secara baik-baik, mereka berdua yang mentaati pesan ratu mereka tentu akan suka mengakui keunggulan Si Gundul gila ini. Akan tetapi karena mereka diserang, maka keduanya cepat mengelak dan bahkan kini balas menyerang.
“Ji-wi Ciangkun, kakek gundul itu sombong sekali. Harap Ji-wi suka kalahkan dia!”
Tiba-tiba Kwi Lan berteriak dan kini kedua orang panglima itu dapat menduga sebabnya mengapa Si Gundul ini bertindak secara edan-edanan. Kiranya karena gadis cantik itu. Tentu saja Si Gundul ini hendak memamerkan kepandaian kepada Si Gadis Cantik! Keparat, sudah tua bangka, mukanya seperti monyet, masih hendak berlagak di depan seorang gadis remaja! Pikiran ini membuat kedua orang panglima Khitan ini makin marah dan mereka lalu berdecak dan menyerang sungguh-sungguh.
Dua orang panglima itu adalah orang-orang gagah. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka melakukan penyerangan. Biarpun mereka berdua adalah ahli-ahli bermain senjata tajam, namun melihat bahwa lawan mereka tidak memegang senjata, mereka juga tidak mencabut senjata, melainkan maju menerjang dengan kepalan.
Melihat gerakan mereka, jelas bahwa biarpun mereka berdua adalah panglima-panglima Khitan, namun mereka memiliki ilmu silat selatan yang amat kuat. Terutama mereka amat kuat dalam daya tahan, juga memiliki tenaga dalam yang tak boleh dipandang ringan.
Thai-lek Kauw-ong memang sudah menyangka bahwa dua orang ini bukan orang sembarangan, akan tetapi tidak mengira bahwa mereka memiliki lweekang demikian kuatnya, maka karena ia merasa khawatir kalau-kalau tidak dapat merobohkan kedua orang lawannya secara cepat sehingga akan diremehkan Kwi Lan, kakek ini segera mengeluarkan seruan keras sekali dan tubuhnya lalu bergerak berpusingan dengan kedua lengan dikembangkan.
Hebat bukan main akibatnya gerakan ini karena dari kedua lengan itu timbul angin menyambar-nyambar ke kanan kiri dengan luar biasa, kemudian makin lama tubuh kakek itu makin cepat berputaran, angin pun makin hebat pula berpusingan. Inilah ilmunya yang amat ia andalkan, yaitu Soan-hong-sin-ciang! Jarang sekali Thai-lek Kauw-ong mengeluarkan ilmunya yang ampuh ini, sekarang karena dalam hatinya timbul dorongan nafsu dan ingin sekali ia membuat Kwi Lan kagum akan kepandaiannya, ia hendak merobohkan kedua lawannya itu dalam waktu sesingkat-singkatnya!
Dua orang panglima itu terkejut bukan main. Tak pernah mereka menyangka bahwa kakek gundul itu sedemikian lihai. Betapa pun dia mempertahankan diri, kedua kaki mereka mulai menggigil dan perlahan-lahan tubuh mereka mulai mendoyong dan akhirnya makin cepat Thai-lek Kauw-ong berputar, makin hebat tenaga angin berpusing yang menyedot, mereka tak dapat mempertahankan diri lagi dan terhuyung-huyung ikut dengan pusaran angin yang amat kuat itu.
Terlambat mereka sadar akan bahayanya ilmu kakek gundul itu dan selagi mereka berdua mengerahkan tenaga mempertahankan diri, topi terhias bulu yang berada di atas kepala mereka telah terlepas dan terlempar entah kemana, dibawa angin yang timbul dari ilmu pukulan Soan-hongsin-ciang yang hebat itu.
Hoan Ti-ciang-kun dan Loan Ti-ciangkun, berusaha mencabut senjata mereka, namun terlambat, karena pada saat itu, sambil memutar-mutar tubuhnya, kedua lengan Thai-lek Kauw-ong menyambar, dua tamparan mengenai pundak Hoan Ti-ciangkun dan dada Loan Ti-ciangkun. Dua orang panglima itu mengeluh dan terlempar ke belakang, masih berputar karena kini mereka terbawa angin, kemudian roboh terguling-guling!
Pada saat itu terdengar suara melengking merdu sekali dan jelas bahwa itu adalah suara suling yang ditiup dengan indahnya. Namun, ketika dua orang panglima itu roboh pingsan, suara suling yang masih merdu itu kini mengandung nada kemarahan dan mengandung pula pengaruh yang membuat jantung Kwi Lan berdetak keras. Seketika tubuhnya menjadi lemas dan lesu, seperti orang kehilangan tenaga. Terkejut sekali gadis ini.
Sebagai murid Kam Sian Eng, tentu saja ia maklum bahwa suara melengking yang merupakan nyanyian suling ini mengandung khi-kang yang amat kuat. Gurunya malah pernah mengajarkan kepadanya tentang ilmu menyerang lawan menggunakan suara ini, akan tetapi selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan pengaruh yang begini hebat sehingga secara langsung merampas tenaganya! Gurunya sendiri tidak akan mampu mengeluarkan suara sekuat ini pengaruhnya. Karena maklum bahwa hal ini amat berbahaya baginya, Kwi Lan cepat menjatuhkan diri, duduk bersila dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk melindungi jantungnya.
Juga Thai-lek Kauw-ong menjadi terkejut sekali ketika tiba-tiba mendengar suara melengking tinggi sehingga tubuhnya yang masih berpusing itu menjadi terhuyung. Terpaksa ia mengurungkan niat hatinya untuk mengirim pukulan susulan untuk membunuh dua orang panglima Khitan itu, dan menghentikan gerakannya sambil mengerahkan tenaga sin-kang untuk melawan suara itu.
Tiba-tiba suara melengking itu berhenti dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang laki-laki tinggi besar yang bagian bawah mukanya tertutup sehelai saputangan. Di tangan kiri laki-laki ini tampak sebatang suling dan kepalanya terlindung sebuah topi lebar pinggirannya yang sudah butut.
Thai-lek Kauw-ong memandang penuh perhatian dan matanya bersinar-sinar girang. Inilah seorang lawan yang tangguh, pikirnya. Ia boleh mengharapkan perlawanan gigih, pertandingan yang seru, tidak seperti dua orang Panglima Khitan yang tiada guna itu.
“Eh, permainanmu boleh juga. Kau siapakah?”
“Thai-lek Kauw-ong sejak engkau turun ke dunia ramai, engkau telah mengangkat nama besar dengan perbuatan-perbuatan keji dan ganas. Kini secara kebetulan kita bertemu disini dan kembali engkau telah berlaku sewenang-wenang mengandalkan kepandaianmu. Andaikata aku tidak mengambil pusing sulingku ini saja tentu takkan membiarkan engkau melakukan segala macam keganasan sekehendak hatimu sendiri!”
Sambil berkata demlkian, orang itu menggerakkan sulingnya di depan dada dan tampak sinar kuning emas berkelebatan menyilaukan mata.
“Ahhh.... engkau.... Suling Emas?” Thai-lek Kauw-ong kaget ketika melihat suling yang berubah menjadi sinar kuning emas itu.
Sebelum Suling Emas menjawab, Kwi Lan sudah berkata cepat,
“Thai-lek Kauw-ong, engkau mengalahkan dua panglima itu masih tidak aneh. Kalau kau bisa mengalahkan Suling Emas, barulah kau boleh menyebut orang pertama dari Bu-tek Ngo-sian”.
Suling Emas mengerutkan keningnya. Bocah itu benar-benar bersikap berandalan dan nakal. Ia tahu bahwa gadis ini mulutnya amat berbahaya dan sekarang pun dia sedang berusaha mengadu kakek gundul ini dengannya. Benar-benar gadis yang binal dan nakal, dan teringatlah ia kepada Lin Lin atau Ratu Yalina, dahulu di waktu mudanya juga seperti gadis ini. Ataukah seperti Kam Sian Eng?
Kalau gadis ini murid Sian Eng, agaknya puteri adik tirinya itu. Ia tahu bahwa Sian Eng telah menjadi korban cinta kasihnya kepada Suma Boan, putera pangeran yang jahat itu dan setelah Suma Boan tewas di tangan Sian Eng dan Lin Lin, Sian Eng lalu lari, ingatannya seperti berubah gila dan secara aneh dan mendadak telah memiliki ilmu kepandaian yang dahsyat! Puteri Sian Engkah gadis cantik yang liar dan nakal ini?
“Hemm, kebetulan sekali. Pak-sian-ong mengatakan kau lihai, ingin aku mencobanya. Suling Emas, kau sambutlah seranganku ini!”
Setelah berkata demikian, tiba-tiba tubuh kakek gundul itu kembali berputar-putar amat cepatnya, seperti ketika ia menyerang dua orang Panglima Khitan tadi. Makin lama makin cepat gerakannya dan mulai terdengar angin berdesing menyambar keluar dari kedua lengan tangannya yang dipentang lebar. Karena dapat menduga bahwa lawannya ini lihai sekali maka begitu menyerang, Thai-lek Kauw-ong sudah mengeluarkan ilmu simpanannya, yaitu Soan-hong-sin-ciang!
“Aahhh, sayang sekali ilmu yang begini hebat menjadi milik seorang yang gila nama dan kemenangan.” kata Suling Emas sambil menarik napas panjang.
“Baik, kau lihatlah!”
Sambil berkata demikian, tubuhnya yang tinggi besar itu sudah berkelebat membuat loncatan tinggi melayang ke arah dua orang penunggang kuda yang sudah datang dekat. Sekali berjungkir balik di tengah udara, kakek itu sudah menyambar ke depan dan kedua tangannya mencengkeram ke arah pundak dua orang panglima itu sambil berseru keras.
“Turun kalian....!” Suaranya keras, sambarannya cepat.
Akan tetapi dua orang panglima itu biarpun merasa ngeri, ternyata benar-benar bukan orang sembarangan. Tampak bayangan tubuh mereka berkelebat dan cepat sekali mereka sudah bergerak dengan jalan melakukan gerakan meluncur turun dari atas kuda dengan loncatan miring.
Terdengar suara keras dari patahnya tulang-tulang punggung kedua ekor kuda itu disusul meringkiknya kuda dan robohnya tubuh dua ekor kuda besar yang kini berkelojotan di atas tanah dalam keadaan sekarat! Dapat dibayangkan betapa hebatnya tenaga Thai-lek-kang di kedua tangan Thai-lek Kauw-ong yang sekali pukul dapat merobohkan dua ekor kuda besar dengan tulang-tulang punggung patah-patah.
Dua orang Panglima Khitan yang bertubuh tinggi besar, hampir sama dengan bentuk Thai-lek Kauw-ong itu sesungguhnya bukanlah orang-orang biasa. Mereka itu keduanya adalah dua orang panglima yang berkedudukan tinggi di kerajaan Khitan yang mukanya brewok dengan jenggot panjang adalah panglima barisan berkuda di Khitan dan sebagai tanda pangkatnya antara lain adalah lukisan kepala kuda di baju depan dada. Nama kakek ini adalah Hoan Ti-ciangkun. Adapun orang ke dua yang bermuka bengis adalah Loan Ti-ciangkun, panglima barisan penjaga benteng, seperti dapat dikenal pada lukisan pilar benteng di depan dadanya.
Hoan Ti-ciangkun dan Loan Ti-ciangkun inilah adanya dua orang panglima yang belum lama ini telah menyampaikan surat dari Ratu Yalina di Khitan untuk Suling Emas. Selain ilmu kepandaian kedua orang panglima ini lihai, juga mereka berdua merupakan utusan-utusan ratu setiap kali pemerintah Khitan mengadakan hubungan dengan raja-raja di selatan.
Oleh karena itu, keduanya amat mahir berbahasa selatan untuk memudahkan perkenalan, mereka pun memakai nama Hoan Ti-ciangkun dan Loan Ti-ciangkun. Mereka merupakan panglima-panglima Kerajaan Khitan yang setia karena semenjak muda mereka sudah menjadi perajurit yang kemudian makin menanjak kedudukan mereka berkat ilmu kepandaian mereka yang tinggi.
Tanpa sebab sama sekali kini mereka dalam perjalanan pulang ke Khitan telah diserang Thai-lek Kauw-ong sehingga kuda mereka berkelojotan hampir tewas. Tentu saja mereka menjadi marah sekali di samping rasa heran dan kaget. Namun sebagai orang-orang berpengalaman, mereka maklum akan keanehan tokoh-tokoh kang-ouw di dunia selatan ini, maka mereka menindih perasaan amarah. Hoan Ti-ciangkun yang jenggotnya panjang dan halus menoleh ke arah dua ekor kuda yang berkelojotan, mengelus jenggotnya dan menarik napas panjang.
“Kasihan, kalian menderita tanpa dosa.”
Setelah berkata demikian, Hoan Ti-ciangkun melangkah maju setindak dan tangan kanannya memukul ke arah dua ekor kuda dua kali berturut-turut. Pukulan jarak jauh yang cukup dahsyat, karena seketika dua ekor kuda itu berhenti berkelojotan karena pukulan yang tepat mengarah kepala itu membuat dua ekor binatang ini tewas seketika! Kemudian Hoan Ti-ciangkun bersama kawannya mengangkat kedua tangan dirangkapkan ke dada memberi hormat.
“Maaf, kami berdua Hoan Ti dan Loan Ti dari Khitan merasa belum pernah kenal dengan Lo-suhu, juga tidak merasa melakukan sesuatu kesalahan, apa sebabnya Lo-suhu menyerang kami? Siapakah Lo-suhu?”
Ucapan ini benar-benar merupakan sikap yang amat merendahkan diri, sikap yang amat terpuji dari dua orang panglima itu sehingga tidak mengherankan apabila Ratu Khitan mengangkat mereka sebagai utusan-utusan negara.
Memang pada masa itu, Kerajaan Khitan di bawah pimpinan Ratu Yalina selalu berusaha untuk menjauhi permusuhan dengan rakyat selatan. Sikap ini ditambah kekuatan Khitan agaknya membuat Kerajaan Sung tidak berdaya dan selama itu belum juga mau menaklukkan Khitan, padahal kerajaan-kerajaan lain telah ditaklukkannya.
Siapa kira, ucapan yang halus dan merendah itu malah membuat Thai-lek Kauw-ong marah-marah. Hal ini karena dua orang panglima itu salah duga dan menyebutnya Lo-suhu, sebutan bagi seorang hwesio. Agaknya karena ia berkepala gundul maka orang Khitan itu menyangkanya hwesio, tidak tahu bahwa gundulnya adalah gundul asli, bukan karena dicukur, melainkan gundul sebagai akibat dari latihan Thai-lek-kang!
“Aku Thai-lek Kauw-ong bukan pendeta. Aku orang pertama Bu-tek Ngo-sian. Tidak ada permusuhan. Hanya kalian harus mengakui keunggulanku. Lihat seranganku!”
Setelah berkata demikian, kakek gundul itu sudah menerjang maju kalang-kabut, menggunakan kedua lengannya yang besar dan kuat.
Dua orang panglima Khitan itu mendongkol bukan main. Tiada hujan tiada angin kakek gundul yang bukan hwesio ini telah membunuh kuda mereka, dan menyerang mereka secara membabi buta hanya karena ingin diakui keunggulannya! Kalau saja permintaan itu dilakukan secara baik-baik, mereka berdua yang mentaati pesan ratu mereka tentu akan suka mengakui keunggulan Si Gundul gila ini. Akan tetapi karena mereka diserang, maka keduanya cepat mengelak dan bahkan kini balas menyerang.
“Ji-wi Ciangkun, kakek gundul itu sombong sekali. Harap Ji-wi suka kalahkan dia!”
Tiba-tiba Kwi Lan berteriak dan kini kedua orang panglima itu dapat menduga sebabnya mengapa Si Gundul ini bertindak secara edan-edanan. Kiranya karena gadis cantik itu. Tentu saja Si Gundul ini hendak memamerkan kepandaian kepada Si Gadis Cantik! Keparat, sudah tua bangka, mukanya seperti monyet, masih hendak berlagak di depan seorang gadis remaja! Pikiran ini membuat kedua orang panglima Khitan ini makin marah dan mereka lalu berdecak dan menyerang sungguh-sungguh.
Dua orang panglima itu adalah orang-orang gagah. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka melakukan penyerangan. Biarpun mereka berdua adalah ahli-ahli bermain senjata tajam, namun melihat bahwa lawan mereka tidak memegang senjata, mereka juga tidak mencabut senjata, melainkan maju menerjang dengan kepalan.
Melihat gerakan mereka, jelas bahwa biarpun mereka berdua adalah panglima-panglima Khitan, namun mereka memiliki ilmu silat selatan yang amat kuat. Terutama mereka amat kuat dalam daya tahan, juga memiliki tenaga dalam yang tak boleh dipandang ringan.
Thai-lek Kauw-ong memang sudah menyangka bahwa dua orang ini bukan orang sembarangan, akan tetapi tidak mengira bahwa mereka memiliki lweekang demikian kuatnya, maka karena ia merasa khawatir kalau-kalau tidak dapat merobohkan kedua orang lawannya secara cepat sehingga akan diremehkan Kwi Lan, kakek ini segera mengeluarkan seruan keras sekali dan tubuhnya lalu bergerak berpusingan dengan kedua lengan dikembangkan.
Hebat bukan main akibatnya gerakan ini karena dari kedua lengan itu timbul angin menyambar-nyambar ke kanan kiri dengan luar biasa, kemudian makin lama tubuh kakek itu makin cepat berputaran, angin pun makin hebat pula berpusingan. Inilah ilmunya yang amat ia andalkan, yaitu Soan-hong-sin-ciang! Jarang sekali Thai-lek Kauw-ong mengeluarkan ilmunya yang ampuh ini, sekarang karena dalam hatinya timbul dorongan nafsu dan ingin sekali ia membuat Kwi Lan kagum akan kepandaiannya, ia hendak merobohkan kedua lawannya itu dalam waktu sesingkat-singkatnya!
Dua orang panglima itu terkejut bukan main. Tak pernah mereka menyangka bahwa kakek gundul itu sedemikian lihai. Betapa pun dia mempertahankan diri, kedua kaki mereka mulai menggigil dan perlahan-lahan tubuh mereka mulai mendoyong dan akhirnya makin cepat Thai-lek Kauw-ong berputar, makin hebat tenaga angin berpusing yang menyedot, mereka tak dapat mempertahankan diri lagi dan terhuyung-huyung ikut dengan pusaran angin yang amat kuat itu.
Terlambat mereka sadar akan bahayanya ilmu kakek gundul itu dan selagi mereka berdua mengerahkan tenaga mempertahankan diri, topi terhias bulu yang berada di atas kepala mereka telah terlepas dan terlempar entah kemana, dibawa angin yang timbul dari ilmu pukulan Soan-hongsin-ciang yang hebat itu.
Hoan Ti-ciang-kun dan Loan Ti-ciangkun, berusaha mencabut senjata mereka, namun terlambat, karena pada saat itu, sambil memutar-mutar tubuhnya, kedua lengan Thai-lek Kauw-ong menyambar, dua tamparan mengenai pundak Hoan Ti-ciangkun dan dada Loan Ti-ciangkun. Dua orang panglima itu mengeluh dan terlempar ke belakang, masih berputar karena kini mereka terbawa angin, kemudian roboh terguling-guling!
Pada saat itu terdengar suara melengking merdu sekali dan jelas bahwa itu adalah suara suling yang ditiup dengan indahnya. Namun, ketika dua orang panglima itu roboh pingsan, suara suling yang masih merdu itu kini mengandung nada kemarahan dan mengandung pula pengaruh yang membuat jantung Kwi Lan berdetak keras. Seketika tubuhnya menjadi lemas dan lesu, seperti orang kehilangan tenaga. Terkejut sekali gadis ini.
Sebagai murid Kam Sian Eng, tentu saja ia maklum bahwa suara melengking yang merupakan nyanyian suling ini mengandung khi-kang yang amat kuat. Gurunya malah pernah mengajarkan kepadanya tentang ilmu menyerang lawan menggunakan suara ini, akan tetapi selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan pengaruh yang begini hebat sehingga secara langsung merampas tenaganya! Gurunya sendiri tidak akan mampu mengeluarkan suara sekuat ini pengaruhnya. Karena maklum bahwa hal ini amat berbahaya baginya, Kwi Lan cepat menjatuhkan diri, duduk bersila dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk melindungi jantungnya.
Juga Thai-lek Kauw-ong menjadi terkejut sekali ketika tiba-tiba mendengar suara melengking tinggi sehingga tubuhnya yang masih berpusing itu menjadi terhuyung. Terpaksa ia mengurungkan niat hatinya untuk mengirim pukulan susulan untuk membunuh dua orang panglima Khitan itu, dan menghentikan gerakannya sambil mengerahkan tenaga sin-kang untuk melawan suara itu.
Tiba-tiba suara melengking itu berhenti dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang laki-laki tinggi besar yang bagian bawah mukanya tertutup sehelai saputangan. Di tangan kiri laki-laki ini tampak sebatang suling dan kepalanya terlindung sebuah topi lebar pinggirannya yang sudah butut.
Thai-lek Kauw-ong memandang penuh perhatian dan matanya bersinar-sinar girang. Inilah seorang lawan yang tangguh, pikirnya. Ia boleh mengharapkan perlawanan gigih, pertandingan yang seru, tidak seperti dua orang Panglima Khitan yang tiada guna itu.
“Eh, permainanmu boleh juga. Kau siapakah?”
“Thai-lek Kauw-ong sejak engkau turun ke dunia ramai, engkau telah mengangkat nama besar dengan perbuatan-perbuatan keji dan ganas. Kini secara kebetulan kita bertemu disini dan kembali engkau telah berlaku sewenang-wenang mengandalkan kepandaianmu. Andaikata aku tidak mengambil pusing sulingku ini saja tentu takkan membiarkan engkau melakukan segala macam keganasan sekehendak hatimu sendiri!”
Sambil berkata demlkian, orang itu menggerakkan sulingnya di depan dada dan tampak sinar kuning emas berkelebatan menyilaukan mata.
“Ahhh.... engkau.... Suling Emas?” Thai-lek Kauw-ong kaget ketika melihat suling yang berubah menjadi sinar kuning emas itu.
Sebelum Suling Emas menjawab, Kwi Lan sudah berkata cepat,
“Thai-lek Kauw-ong, engkau mengalahkan dua panglima itu masih tidak aneh. Kalau kau bisa mengalahkan Suling Emas, barulah kau boleh menyebut orang pertama dari Bu-tek Ngo-sian”.
Suling Emas mengerutkan keningnya. Bocah itu benar-benar bersikap berandalan dan nakal. Ia tahu bahwa gadis ini mulutnya amat berbahaya dan sekarang pun dia sedang berusaha mengadu kakek gundul ini dengannya. Benar-benar gadis yang binal dan nakal, dan teringatlah ia kepada Lin Lin atau Ratu Yalina, dahulu di waktu mudanya juga seperti gadis ini. Ataukah seperti Kam Sian Eng?
Kalau gadis ini murid Sian Eng, agaknya puteri adik tirinya itu. Ia tahu bahwa Sian Eng telah menjadi korban cinta kasihnya kepada Suma Boan, putera pangeran yang jahat itu dan setelah Suma Boan tewas di tangan Sian Eng dan Lin Lin, Sian Eng lalu lari, ingatannya seperti berubah gila dan secara aneh dan mendadak telah memiliki ilmu kepandaian yang dahsyat! Puteri Sian Engkah gadis cantik yang liar dan nakal ini?
“Hemm, kebetulan sekali. Pak-sian-ong mengatakan kau lihai, ingin aku mencobanya. Suling Emas, kau sambutlah seranganku ini!”
Setelah berkata demikian, tiba-tiba tubuh kakek gundul itu kembali berputar-putar amat cepatnya, seperti ketika ia menyerang dua orang Panglima Khitan tadi. Makin lama makin cepat gerakannya dan mulai terdengar angin berdesing menyambar keluar dari kedua lengan tangannya yang dipentang lebar. Karena dapat menduga bahwa lawannya ini lihai sekali maka begitu menyerang, Thai-lek Kauw-ong sudah mengeluarkan ilmu simpanannya, yaitu Soan-hong-sin-ciang!
“Aahhh, sayang sekali ilmu yang begini hebat menjadi milik seorang yang gila nama dan kemenangan.” kata Suling Emas sambil menarik napas panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar