Ads

Kamis, 29 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 068

“Hei, kakek gundul! Mau apa kau bawa-bawa aku, dan kemana?”

Thai-lek Kauw-ong tercengang. Suara gadis yang dikempitnya itu tenang dan ketus, sedikit pun tidak membayangkan rasa takut. Di samping ketabahan ini, juga menurut perhitungannya, gadis yang sudah ia lumpuhkan syarafnya ini belum tiba saatnya dapat bicara lagi. Kemudian, rasa kagetnya bertambah ketika secara tiba-tiba tubuh yang ramping itu meronta dan tangan kanan Kwi Lan menyambar dahsyat ke arah lambungnya.

Thai-lek Kauw-ong adalah seorang ahli Thai-lek-kang, seorang yang memiliki tenaga hebat dan kuat sekali, maka tentu saja ia pun mengenal pukulan yang mengandung tenaga sin-kang amat berbahaya ini. Untuk menghindarkan diri dari ancaman maut, tiada lain jalan baginya kecuali melepaskan kempitannya dan menggunakan pinggulnya yang digerakkan tiba-tiba untuk melemparkan gadis itu. Usahanya berhasil, Kwi Lan terlempar dan pukulan dahsyat ke arah lambung gagal, namun tamparan tangan kirinya pada pundak kakek itu sebelum tubuhnya terpental, tidak gagal sama sekali.

“Plakk!”

Dan tubuh Thai-lek Kauw-ong terhuyung sedikit. Ia terheran dan kagum sekali, kini berdiri memandang Kwi Lan yang sudah berdiri dengan sikap gagah dan muka mengandung kemarahan. Tentu saja kakek kosen ini sama sekali tidak tahu akan latar belakang peristiwa ini.

Kwi Lan adalah murid terkasih Kiam Sian Eng yang menurunkan ilmu aneh, ilmu-ilmu silat tinggi yang dipelajari secara sesat, sehingga menghasilkan ilmu yang lain sekali daripada ilmu silat tinggi biasa, bahkan telah berubah sama sekali daripada aslinya. Demikian pula dalam melatih lwee-kang dan memperkuat sin-kang, Kwi Lan mempunyai cara berlatih yang amat aneh sehingga hasilnya pun luar biasa dan kadang-kadang ia dapat melakukan hal dengan sin-kang yang takkan dapat dilakukan oleh ahli lwee-keh yang sudah lebih tinggi tingkatnya!

Inilah sebabnya mengapa dalam berusaha mengerahkan tenaga, dalam waktu singkat saja Kwi Lan sudah mampu membebaskan diri. Menurut perhitungan Thai-lek Kauw-ong, totokannya itu akan melumpuhkan lawan selama dua belas jam. Akan tetapi, baru tiga empat jam ia lari turun gunung, gadis itu sudah mampu membebaskan diri, bahkan sekaligus menyerangnya dengan pukulan maut!

“Hemm, kau boleh juga, patut menjadi murid Thai-lek Kauw-ong!” Kakek gundul yang tidak pandai bicara itu berkata sambil mengangguk-angguk.

Kwi Lan selain pemberani, juga amat cerdik. Ia kini tidak berani memandang rendah orang lain. Sudah terlalu banyak ia melihat orang-orang pandai yang ilmunya. luar biasa seperti Pak-kek Sin-ong, Lam-kek Sian-ong, Bu Kek Siansu dan tadi pun ia melihat betapa lihainya Bu-tek Siu-lam.

Kakek gundul tinggi besar ini tentu sahabat Bu-tek Siu-lam dan jelas memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Buktinya, tanpa dapat ia cegah tadi telah menawannya sedemikian mudahnya. Setelah kini mendengar bahwa kakek itu menawannya dengan niat mengambilnya sebagai murid, Kwi Lan menjadi lega hati dan tersenyum mengejek.

“Kakek gundul, jangan kau mimpi pada siang hari! Kau ingin menjadi Guruku? Sungguh lamunan kosong! Sampai di manakah tingginya ilmu kepandaianmu maka kau mempunyai keinginan seperti itu? Apakah kau mampu menandingi....Bu Kek Siansu?”

Thai-lek Kauw-ong membelalakkan kedua matanya dan mulutnya terbuka. Sejenak ia tidak mengeluarkan suara. Sudah terlalu lama ia mendengar tentang nama besar Bu Kek Siansu yang disebut oleh segala macam golongan dengan sikap hormat dan kagum, bahkan dianggap sebagai dewa! Melihat betapa orang-orang pandai demikian menghormat, biarpun ia sendiri belum pemah jumpa, sedikit banyak ia merasa segan juga. Akan tetapi kini mendengar ucapan gadis ini yang mengandung tantangan ia segera menjawab.

“Aku ingin mencoba kepandaiannya? Apakah dia Gurumu?”

“Bukan. Sayang aku bukan muridnya karena kalau aku muridnya, tentu sejak tadi kau sudah menggeletak tanpa nyawa lagi. Kau belum cukup pandai untuk menjadi Guruku kalau kau belum mampu menandingi Bu Kek Siansu!”

Panas hati kakek itu. Selama ini, sudah puluhan tahun ia tidak pernah menemui lawan yang sanggup mengalahkannya. Selama puluhan tahun bertapa di pulau-pulau kosong di laut timur telah menghasilkan ilmu yang hebat-hebat pada dirinya. Di samping himpunan tenaga Thai-lek-kang yang dahsyat, juga ia telah menciptakan ilmu silat tangan kosong yang ia namakan Soan-hong-sin-ciang. Ilmu ini ia ciptakan dengan mengambil dasar gerakan pusaran angin diwaktu badai mengamuk di pulau-pulau kosong.

Di samping Sian-hong-sin-ciang ini, juga senjatanya sepasang gembreng amat hebat. Suaranya saja sudah dapat merobohkan seorang lawan tangguh. Tidak mengherankan apabila kakek ini tidak pernah bertemu tanding dan kemenangan-kemenangan itu membuatnya haus, haus akan pertandingan-pertandingan baru dan kemenangan-kemenangan baru.






“Boleh coba! Hayo siapa yang dapat mengalahkan aku?” seru kakek itu sambil berdiri tegak, agak membungkuk seperti seekor monyet besar.

Kwi Lan tertawa lalu berkata,
“Wah, lagaknya! Tentu saja, karena tahu disini tidak ada siapa-siapa lalu mengeluarkan ucapan besar dan bersumbar! Sekarang begini saja, eh.... siapa namamu tadi?”

Thai-lek Kauw-ong menyipitkan matanya, memandang penuh perhatian. Masih terbayang ia akan Bu-tek Siu-lam yang mempermainkan Po Leng In tadi dan diam-diam ia membayangkan bahwa gadis di depannya ini jauh lebih cantik jauh lebih indah bentuk tubuhnya daripada Po Leng In! Thai-lek Kauw-ong bukan seorang bermata keranjang, bahkan sudah puluhan tahun ia tidak pernah mau mendekati wanita. Namun perbuatan Bu-tek Siu-lam tadi membuat hatinya bergerak dan nafsu yang sudah lama tidur kini ikut bergerak hendak bangkit kembali.

“Orang menyebutku Thai-lek Kauw-ong,” jawabnya singkat.

“Wah, cocok. Memang mukamu seperti raja monyet! Dan melihat nama julukanmu, tentu engkau memiliki tenaga besar. Nah, sekarang coba kau perlihatkan kepandaianmu agar dapat kubandingkan dengan ilmu-ilmu yang pernah kusaksikan dari Bu Kek Siansu.”

Thai-lek Kauw-ong berpikir sejenak. Ia harus mendemonstrasikan kepandaian, terutama tenaganya untuk menundukkan gadis yang berani ini. Ia melihat sebatang pohon tak jauh dari tempat itu, maka ia mendapat pikiran baik. Ia menudingkan telunjuknya ke arah pohon sambil berkata.

“Kau lihat, dari tempat ini aku sanggup sekali pukul, membikin rontok semua daun dari atas pohon itu!”

Kwi Lan memandang dan ia tercengang. Betulkah itu? Seorang yang memiliki sin-kang amat hebat sekalipun, sekali memukul dari jarak jauh paling-paling hanya akan membikin rontok puluhan helai daun. Pohon itu daunnya amat lebat, tidak hanya puluhan, bahkan ratusan dan ribuan helai daunnya! Mungkinkah kakek ini akan mampu memukul rontok semua daun itu hanya dengan sekali pukul? ia tidak percaya dan menggeleng kepala, tersenyum lebar dan berkata.

“Kakek sombong, bagaimana aku bisa percaya kalau tidak melihat buktinya sendiri? Akan tetapi kau harus merontokkan semua daunnya, sehelai pun tak boleh ketinggalan.”

“Hemm, kau lihat baik-baik!”

Thai-lek Kauw-ong berseru, panas juga hatinya diejek dan digoda oleh nona yang pandai bicara itu.

Thai-lek Kauw-ong lalu menekuk kedua lututnya sampai hampir berjongkok, tubuhnya merendah dan ia mengumpulkan tenaga Thai-lek-kang, kedua tangannya dengan jari-jari terbuka dan agak ditekuk ujung menempel di kedua pangkal paha matanya mencorong memandang ke arah pohon itu, kemudian dari kerongkongannya keluar suara kasar dan parau seperti suara burung gagak dan kedua tangannya didorong ke depan, agak ke atas mengarah pohon.

Hebat bukan main akibatnya. Dari kedua. lengan tangan raksasa gundul ini menyambar angin yang dahsyat ke arah pohon, membuat batang pohon seperti didorong tenaga raksasa sehingga miring dan cabang-cabangnya bergoyang-goyang sehingga semua daunnya rontok dan melayang turun bagaikan hujan lebat! Itulah ilmu pukulan Thai-lek-kang yang luar biasa dahsyatnya dan sukar dilawan.

Kwi Lan terkejut sekali. Sekilas pandang saja ia dapat melihat bahwa kakek itu benar-benar telah berhasil merontokkan semua daun pohon sekali pukul! Ketika ia melihat daun-daun rontok berhamburan sebagian melayang ke arah tubuhnya, gadis ini cepat mengerahkan tenaga menggerakkan kedua tangan cepat sekali, menyambar dan menangkap beberapa helai daun lalu mengerahkan tenaga sin-kang menyambitkan daun-daun itu ke arah dahan pohon. Daun itu masih melayang-layang akan tetapi melayang ke atas dan dengan tepat tangkai daun-daun itu menancap pada ranting pohon!

“Hi-hik, Thai-lek Kauw-ong masi ada beberapa helai daun yang tinggal, tidak rontok semua!”

Kwi Lan mengejek, Gadis ini tidak peduli apakah kakek itu tahu akan perbuatannya atau tidak karena ia memang hanya berniat mengganggu sambil memperlihatkan pula kepandaiannya untuk membuktikan bahwa ia pun bukan tidak memiliki kepandaian.

Dan sebetulnyalah bahwa kakek itu telah melihat dan tahu apa yang dilakukan Kwi Lan. Raksasa gundul yang sudah berdiri tegak kembali napasnya agak terengah karena tadi ia telah mempergunakan tenaga besar sekali. Ia merasa yakin bahwa semua daun pohon akan rontok dan tentu saja ia tadi melihat gerakan Kwi Lan. Alangkah heran hatinya karena ia segera mengenal gerakan ini yang tiada bedanya dengan gerakan Sian-twa-nio ketika menyambitkan daun-daun dari atas pohon!

“Eh, Nona.... apa hubunganmu dengan Sian-twanio....?”

Kini Kwi Lan yang menjadi tercengang. Ia cukup cerdik untuk menghubung-hubungkan sesuatu persoalan. Kakek gundul ini agaknya mengenal ilmunya menyambitkan daun sebagai senjata rahasia maka menyinggung nama Bibi Sian, gurunya.

“Bibi Sian adalah Guruku. Apakah kau kenal dengan Guruku?”

Kakek gundul itu mengangguk-angguk. Dia tidak banyak cerita, hanya mukanya yang menjadi berseri gembira.

“Hemm, dia itu adik termuda dari Bu-tek Ngo-sian. Aku yang paling tua. Kau sebut aku Twa-supek (Uwa Guru Tertua)!”

Kwi Lan mengerutkan keningnya.
“Ah, mana ada hubungan ini? Siapa dan apakah Bu-tek Ngo-sian itu? Guruku tidak pernah bercerita tentang itu kepadaku.“ bantahnya meragu.

Thai-lek Kauw-ong mengangguk.
“Tentu saja. Baru pagi tadi terbentuk. Aku orang pertama. Kedua adalah Pak-sin-ong. Ke tiga Siauw-bin Lo-mo. Ke empat Bu-tek Siu-lam. Ke lima Gurumu. Bu-tek Ngo-sian menggantikan kedudukan Thian-te Liok-kwi.”

Kwi Lan tidak puas. Biarpun ia tahu bahwa gurunya orang yang amat aneh dan harus ia akui kadang-kadang tidak waras jalan pikirannya, akan tetapi ia pun tahu akan watak angkuh gurunya. Mana mungkin gurunya sudi bersekutu dengan orang-orang jahat macam ini? Betapapun juga, hal itu merupakan pertolongan baginya, karena setelah kakek itu tahu bahwa dia murid Sian-twanio, tentu tidak akan diganggunya.

“Nah, biarlah kau kusebut Twa-supek, boleh saja. Setelah kau tahu bahwa aku murid Sian-twanio, tentu saja aku tidak dapat menjadi muridmu.”

Sejenak kakek itu termenung. Memang ia tadi menawan gadis ini sama sekali bukan karena ingin mengambil murid, hanya terdorong oleh rangsangan hati yang timbul setelah melihat Bu-tek Siu-lam mempermainkan Po Leng In. Maka ia lalu menjawab.

“Bukan murid. Kita orang sendiri. Kau temani aku beberapa hari. Keponakan harus bersikap manis kepada Supeknya.”

Sambil berkata demikian, sepasang mata itu memandang Kwi Lan seolah-olah hendak menelan tubuh gadis itu bulat-bulat dengan pandang matanya. Kwi Lan bergidik. Sudah terlalu sering ia melihat pandang mata laki-laki seperti ini. Akan tetapl biasanya ia hanya memandang rendah, tidak mempedulikan atau kalau hatinya terlalu jengkel menghajar si pemandang. Kini melihat pandang mata Si Kakek Gundul yang memiliki ilmu kepandaian amat tinggi itu, ia merasa ngeri, sungguhpun hal ini belum menimbulkan rasa takut.

Pada saat itu terdengar derap kaki dua ekor kuda. Hal ini bagi Kwi Lan amat kebetulan karena seolah-olah membebaskan dia pada saat yang tegang. Mereka berdua menengok dan tampaklah dua orang penunggang kuda. Mereka itu adalah dua orang laki-laki tua yang berpakaian indah dan gagah, penuh hiasan yang berkilauan.

Pakaian dua orang panglima Khitan. Kepala mereka memakai topi yang berhiaskan bulu burung yang amat indah, sikap mereka angker dan gagah. Melihat sikap mereka dan cara mereka duduk di atas kuda mudah diduga bahwa dua orang panglima asing ini tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi, apalagi gagang dan sarung senjata yang tergantung di pinggang mereka berhiaskan emas permata!

Kwi Lan sama sekali tidak tahu panglima-panglima dari mana mereka itu, akan tetapi ia dapat menduga bahwa mereka adalah orang-orang berkepandaian. Oleh karena inilah, otaknya yang cerdik segera bekerja dan ia berseru kepada Thai-lek Kauw-ong.

“Twa-supek! Kepandaianmu tadi sama sekali tidak mengesankan hatiku. Kalau engkau bisa mengalahkan dua orang penunggang kuda itu, barulah aku mau mengaku bahwa kau memang gagah perkasa!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar