Ads

Kamis, 29 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 067

Kwi Lan terkejut dan memandang orang yang tiba-tiba muncul dan mencegahnya membantu Hauw Lam itu. Ia seorang laki-laki muda yang berwajah serius, bahkan wajahnya membayangkan kematangan jiwa sehingga tampak guratan-guratan nyata. Wajah yang tampan dan penuh kesabaran, penuh pengertian, namun sinar matanya amat kuat berwibawa.

Pakaiannya sederhana serba putih dari kain yang kasar, pakaian dan topinya seperti seorang pelajar. Usianya tentu sudah dua puluh lima atau dua puluh enam tahun. Ada sesuatu yang amat menarik hati Kwi Lan pada wajah orang ini. Namun hatinya mendongkol karena ia dicegah membantu Hauw Lam.

“Justeru karena Si Berandal terdesak maka aku akan membantunya!” bentaknya penasaran karena ia anggap orang ini aneh, sudah tahu Hauw Lam terdesak mengapa malah melarangnya membantu? “Apa kau kira aku tidak mampu menandingi tua bangka genit itu?”

Tanpa menoleh kepadanya laki-laki itu berkata, suaranya tetap halus namun penuh kesungguhan.

“Dia itu lihai sekali dan keji, harap Nona jangan mendekat. Akulah lawannya dan biar aku membantu temanmu itu!”

Sebelum Kwi Lan sempat membantah laki-laki itu sudah berkelebat ke depan, gerakannya ringan sekali sehingga mau tidak mau Kwi Lan menjadi kagum dan heran. Apalagi ketika pemuda itu menyerbu ke dalam pertempuran, terdengar Bu-tek Siu-lam berseru kaget dan meloncat mundur, ia makin kagum.

Pemuda itu telah mengeluarkan sepasang senjatanya yang aneh, yaitu sebatang pensil bulu dan pensil kayu di kedua tangannya. Senjata ini amat pendek dan amat kecil, juga lemah, akan tetapi mengapa Bu-tek Siu-lam terkejut dan menghindar sambil meloncat mundur? Ia tidak tahu bahwa dalam segebrakan saja, tadi, pemuda itu telah menotok tujuh belas jalan darah terpenting dengan sepasang senjatanya kalau mengenai sasarannya akan cukup kuat merobohkan lawan sekuat Bu-tek Siu-lam! Karena inilah Bu-tek Siu-lam terkejut dan terpaksa meloncat mundur menghindarkan diri.

Selagi Kwi Lan menonton dengan wajah tegang karena kini Bu-tek Siu-lam digempur oleh dua orang pemuda itu dan pertandingan berjalan amat cepat dan seru, tiba-tiba ada angin dahsyat menyambar ke arahnya dari belakang.

Kwi Lan terkejut dan cepat membalikkan tubuhnya sambil menangkis, akan tetapi inilah kekeliruannya. Gadis ini tidak menduga dan tidak tahu siapa yang menyerangnya, maka ia yang amat percaya akan kekuatan sendiri lalu menangkis. Ia sama sekali tidak tahu bahwa yang menyerangnya dari belakang adalah Thai-lek Kauw-ong, tokoh yang paling lihai diantara kelima “dewa”, jadi lebih lihai daripada gurunya sendiri!

Tangkisannya tidak ada artinya. Kalau ia mengelak, mungkin ia masih dapat menghindar dari bahaya, akan tetapi karena ia menangkis, lengannya ditangkap dan di lain saat pundaknya sudah dipencet, membuat gadis ini lemas kehilangan semua tenaga, bahkan tak dapat mengeluarkan suara lagi! Dengan mudah saja Thai-lek kauw-ong mengempit tubuh gadis itu di lengan kiri, lalu kedua kakinya berloncatan cepat sekali meninggalkan puncak.

“Heh-heh, biar dirasakan oleh Bu-tek Siu-lam. Dua orang itu akan membuatnya sibuk. Kalau aku membantu keenakan untuk dia!”

Gerutu kakek gundul tinggi besar ini yang sama sekali tidak mempedulikan kesetiakawanan.

Sementara itu, Bu-tek Siu-lam yang tadinya merasa penasaran bukan main karena sebegitu lama belum juga dapat membuka rahasia ilmu silat Hauw Lam, tiba-tiba diserang pemuda baju putih dengan dua macam pensilnya. Ia kaget melihat gerakan ini karena mendatangkan dua macam angin pukulan yang berlawanan, juga gerakannya amat halus seperti orang mencorat-coret membuat tulisan, namun di dalam kehalusan gerak ini tersembunyi tenaga yang amat dahsyat.

Tahulah ia bahwa pemuda baju putih ini bukan orang sembarangan pula. Diam-diam ia mengeluh. Pemuda berandalan yang bergolok besar itu sudah memiliki tingkat kepandaian yang jauh melampaui pemuda-pemuda sebayanya, bahkan memiliki ilmu silat aneh yang tak dikenalnya sama sekali. Sekarang muncul pemuda lain yang demikian dahsyat ilmunya. Benar di dunia telah muncul jago-jago muda yang amat hebat!

“Hi-hi-hik, bocah tampan dan halus. Kau siapakah dan mengapa menyerangku? Apakah kau sahabat dia.... eh, Si Berandal mentah ini?”

Sebelum pemuda baju putih yang pendiam dan berwajah serius itu menjawab, Hauw Lam yang dimaki berandal mentah sudah mendahului dan mengejek.

“Ha-ha-ha! Manusia banci yang tak tahu malu! Makin banyak datang pemuda tampan kau makin hendak bergenit! Ataukah engkau hendak menggunakan lagak perempuan lacur untuk merayu dan menyembunyikan rasa takutmu? Tentu saja Enghiong (Pendekar) ini membantuku dan menyerangmu karena semua orang gagah di dunia maklum belaka bahwa Bu-tek Siu-lam adalah seorang manusia iblis yang selain jahat, juga banci cabul tak bermalu dan patut dibasmi....”






“Siuuutt.... klik-klik....!”

Gunting besar itu menyambar hebat dan dua kali menggunting ke arah leher dan pinggang Hauw Lam.

“Haya.... sayang tidak kena....!”

Hauw Lam berhasil menangkis dengan goloknya, guntingan pertama ke arah lehernya, namun goloknya sempat terlepas dari tangannya yang terasa panas dan pada saat guntingan ke dua ke arah pinggangnya mengancam sehingga jalan satu-satunya baginya untuk menyelamatkan diri hanya membuang diri ke belakang dan bergulingan, hal yang pada saat seperti itu amat memalukan karena berarti ia kalah, mendadak pensil bulu di tangan pemuda baju putih menolongnya, menangkis gunting sehingga pemuda yang nakal biarpun mukanya pucat dan dahinya mengeluarkan keringat dingin, masih sempat mengejek juga!

Kembali Bu-tek Siu-lam, tercengang. Tangkisan Hauw Lam tadi, sungguhpun cukup kuat, akan tetapi tidak mengherankan karena senjata pemuda itu adalah sebatang golok besar yang berat. Akan tetapi, biarpun hanya ditangkis dengan pena bulu, guntingnya terpental dan ia merasa tenaga yang tersalur pada guntingnya membalik sehingga lengannya terasa kesemutan! Inilah hebat! Ia makin kagum dan sinar matanya memandang wajah pemuda itu dengan penuh perhatian.

Perlu diketahui bahwa tokoh aneh ini sebetulnya berasal dari barat. Di negara Nepal, ia pernah menjadi orang kepercayaan Raja di sana, yaitu menjadi kepala thaikam (pembesar kebiri) yang dipercaya untuk mengurus segala urusan rumah tangga dan keluarga raja.

Akan tetapi karena sebelum menjadi thaikam, Bu-tek Siu-lam telah memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka biarpun dikebiri, ia tetap menjadi seorang laki-laki yang kuat. Kalau orang lain dikebiri lalu kehilangan kemampuannya sebagai laki-laki, sebaliknya Bu-tek Siu-lam makin bertambah nafsunya, karena pengebirian yang dilakukan terhadap dirinya sebagai syarat menjadi thaikam itu hanya melenyapkan kemampuannya mendapat keturunan saja.

Biarpun dengan kenyataan ini diam-diam dapat merajalela dan merusak kesusilaan yang dijaga keras di dalam istana dengan melakukan hubungan-hubungan gelap dengan para puteri dan selir raja, namun pergaulannya dengan para thaikam lainnya, juga mungkin akibat pengebirian, mendatangkan sifat kewanita-wanitaan kepada dirinya seperti kepada thaikam-thaikam lain.

Seperti juga thaikam-thaikam lain, timbullah kesukaan aneh pada diri Bu-tek Siu-lam, yaitu ia suka sekali kepada pemuda-pemuda tampan, hampir sama besarnya dengan rasa suka terhadap gadis-gadis cantik! Kebiasaan seperti inilah yang membuat makin lama tokoh banci ini menjadi makin tidak normal dan boleh dibilang mendekati gila! Dan akhirnya, karena dia tampan dan telah berhasil melakukan hubungan-hubungan gelap dengan para selir, ia ketahuan dan terpaksa melarikan diri karena akan dihukum gantung oleh raja yang marah! Demikianlah akhirnya bekas thaikam yang sakti ini melarikan diri ke timur dan berhasil mempengaruhi para kaum sesat yang menyelundup dalam dunia pengemis.

Kini bertemu dengan Hauw Lam yang memang tampan, hatinya sudah tertarik, sama dengan tertariknya hati seorang kakek mata keranjang melihat gadis ayu. Akan tetapi sikap Hauw Lam yang mengejek dan menghinanya membuat rasa sukanya berubah kebencian. Kemudian muncul pemuda baju putih yang pendiam dan juga amat tampan wajahnya. Maka ia menjadi tertarik dan suka sekali, apalagi mendapat kenyataan bahwa pemuda ini memiliki kepandaian yang hebat, lebih lihai daripada Si Pemuda Berandalan, bahkan ia merasa sangsi apakah ia dapat mengalahkan pemuda ini dengan mudah.

“Orang muda, boleh juga kepandaianmu. Siapakah engkau dan mengapa engkau memusuhi Bu-tek Siu-lam tanpa alasan?”

Pemuda baju putih itu menjawab, suaranya tenang sekali.
“Bu-tek Siu-lam, sudah lama aku mendengar tentang namamu yang besar di dunia kang-ouw, juga tentang sepak terjangmu. Aku she Kiang, bernama Liong, dari kota raja. Memang tidak ada permusuhan diantara kita, aku hanya tidak ingin kau mencelakai orang lain. Sobat muda ini benar karena telah menolong seorang Nona yang hendak kau perhina....“

“Hi-hik, jadi engkaukah yang menyambitkan kerikil tadi? Sudah kuduga tentu bukan bocah berandal sombong ini, dan....”

“Ah....!” Tiba-tiba Hauw Lam memotong, memandang pemuda baju putih itu tanpa menghiraukan Bu-tek Siu-lam lagi. “Kiranya Kiang Kongcu....! Namamu amat terkenal sebagai pendekar muda di kota raja Sung, putera Pangeran Kiang dan murid Suling Emas....!”

Pemuda baju putih yang mengaku bernama Kiang Liong itu menahan senyum. Memang tidak salah dugaan Hauw Lam. Pemuda baju putih ini memang benar Kiang-kongcu, putera Pangeran Kiang yang sulung.

Para pembaca cerita CINTA BERNODA DARAH tentu masih ingat bahwa ibu pemuda ini bernama Suma Ceng dan sebelum Suma Ceng menikah dengan Pangeran Kiang, ia telah mengandung anak sulung ini! Jadi siapakah ayah pemuda ini? Bukan lain adalah Suling Emas!

Sebelum menikah, puteri Pangeran Suma ini telah saling cinta dengan Suling Emas dan karena kedudukan mereka tak memungkinkan perjodohan diantara mereka, maka dengan nekat mereka melakukan hubungan gelap yang mengakibatkan Suling Emas disiksa (ketika itu belum sakti) dan Suma Ceng dikawinkan dengan Pangeran Kiang. Tentu saja Kiang Liong sendiri tidak tahu akan hal ini yang menjadi rahasia besar dan hanya diketahui oleh dua orang saja, yaitu tentu saja Suling Emas dan Suma Ceng.

Bagi Kiang Liong, Suling Emas adalah pendekar sakti yang ia kasihi, hormati dan taati, karena Suling Emas adalah gurunya yang menggemblengnya sejak ia masih kecil. Masih teringat olehnya betapa ketika ia berusia sepuluh tahun, pada suatu malam Suling Emas memasuki kamarnya, dengan sikap manis mengajaknya bercakap-cakap kemudian mengajaknya keluar dan mulai malam hari itulah ia menjadi murid Suling Emas. Murid terkasih dalam rahasia, bahkan ibu kandungnya sendiri tidak mengetahui akan hal yang dirahasiakan ini.

Lima tahun kemudian, setelah ia berusia lima belas tahun, barulah ayah ibunya tahu akan hal ini. Ayahnya marah-marah, akan tetapi setelah mendapat penjelasan ibunya, marahnya mereda dan sejak itu ia menjadi murid Suling Emas secara berterang. Hanya anehnya, gurunya tidak pernah mau bertemu dengan ayah kandungnya, dan selalu datang menemuinya dalam kamar, lalu mengajaknya berlatih di dalam taman bunga.

“Sobat baik, engkau terlalu memuji. Akan tetapi sungguh tajam penglihatanmu sehingga engkau segera dapat mengenalku “

Adapun Bu-tek Siu-lam ketika mendengar bahwa pemuda itu adalah murid Suling Emas, menjadi kaget dan kagum sekali, disamping perasaan tidak enak di hatinya. Dari sambaran batu kerikil yang mengenai lengannya dan tangkisan pensil terhadap guntingnya saja sudah membuktikan betapa tinggi ilmu kepandaian pemuda itu. Kalau muridnya sepandai ini, betapa hebat kepandaian gurunya yang dianggap musuh oleh Bu-tek Ngo-sian!

“Heh-heh, kiranya engkau murid Suling Emas? Bagus sekali! Orang muda yang tampan, kau katakan kepada Gurumu bahwa kalau dia memang seorang pendekar sakti, boleh dia menghadapi Bu-tek Ngo-sian (Lima Dewa Tanpa Tanding)!”

Kiang Liong mengerutkan keningnya.
“Hemmm, Bu-tek Ngo-sian, siapa saja gerangan mereka itu?”

“Hi-hik, pantas sekali engkau belum tahu karena nama itu baru tadi dilahirkan. Dengarkan baik-baik dan kau ceritakan kepada mereka yang menganggap diri sebagai pendekar-pendekar kang-ouw. Bu-tek Ngo-sian mulai hari ini menguasai dunia persilatan yang kalian sebut kaum sesat sebagai pengganti Thian-te Liok-kwi yang telah lenyap! Pertama-tama adalah aku sendiri, Bu-tek Siu-lam, ke dua adalah Thai-lek Kauw-ong, kemudian Siauw-bin Lo-mo, Pak-sin-ong, dan Sian-twanio. Sayang kau datang terlambat, kalau tidak tentu dapat berjumpa dengan mereka. Akan tetapi, dapat kuperkenalkan Thai-lek Kauw-ong....!” ia menoleh ke arah raksasa gundul tadi duduk lalu berseru, “....ehhh.... kemana Kauw-ong?”

“Heeeiii, mana dia Mutiara Hitam....?” Hauw Lam juga berseru sambil memandang ke sana ke mari. “Kiang-kongcu, tentu dia dibawa lari setan gundul tadi. Mari kau bantu aku mengejarnya!”

Kiang Liong adalah seorang pemuda yang tenang dan tidak gugup seperti Hauw Lam, akan tetapi ia pun merasa khawatir karena tidak melihat bayangan dua orang itu. Ia merasa heran betapa kakek gundul itu dapat bergerak sedemikian cepatnya dan tanpa ia ketahui. Hal itu saja sudah jelas membuktikan bahwa kakek gundul itu tentu lihai bukan main. Ia mengangguk lalu mengejar Hauw Lam yang sudah lari terlebih dahulu.

Bu-tek Siau-lam terkekeh ketawa.
“Hi-hi-hik, Kauw-ong, engkau mencari penyakit! Tidak membantuku malah membawa lari gadis galak tadi. Biar kau rasakan betapa lihainya orang-orang muda sekarang, hi-hi-hik!”

Ia lalu turun dari puncak, memberi isyarat kepada anak buahnya yang segera bergerak mengikuti datuk itu turun gunung.

**** 067 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar