Ads

Kamis, 29 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 066

Selama hidupnya, baru kali ini Bu-tek Siu-lam dimaki orang, apalagi makian demikian hebatnya. Saking heran dan kagetnya, ia urung menusuk dada kiri Po Leng In. Tadinya ia mengira bahwa tentu guru wanita ini yang datang, akan tetapi ketika ia memandang ke kanan kiri dari mana suara itu datang, ia melihat bahwa yang datang itu seorang gadis muda remaja yang amat cantik jelita dan yang memandangnya dengan mata berapi-api.

Lebih-lebih lagi kagetnya ketika pada saat yang hampir sama, tiba-tiba tangannya yang memegang pedang menjadi tergetar hebat sehingga secara terpaksa ia harus melepaskan pedang itu yang jatuh ke tanah didekat tubuh Po Leng In.

Kwi Lan, gadis remaja yang baru datang itu, tentu saja tidak tahu bahwa pedang di tangan Bu-tek Siu-lam terlepas dan jatuh karena lengan tangan tokoh itu disambar sebuah batu kerikil, dan mengira bahwa orang aneh itu melepaskan pedang karena gentar akan tegurannya tadi. Ya, gadis yang menegur Bu-tek Siu-lam dengan kata-kata pedas itu bukan lain adalah Kwi Lan. Sayang ia datang terlambat, kalau lebih pagi sedikit saja ia tentu akan bertemu dengan bibi dan gurunya, Si Wanita Berkerudung.

Biarpun sejak masih kanak-kanak ia dilatih ilmu silat yang aneh-aneh dan tinggi, namun gadis ini tidak pernah mendapat gemblengan untuk menjadi seorang pendekar sehingga segala sepak terjangnya hanya menurutkan perasaan saja. Akan tetapi oleh karena Kwi Lan adalah keturunan pendekar maka dasar wataknya juga tidak suka melihat si lemah tertindas dan si kuat sewenang-wenang. Di samping ini, ia suka dan kagum melihat kegagahan.

Oleh karena inilah, melihat sikap Po Leng In yang sama sekali tidak takut menghadapi ancaman maut itu, ia menjadi kagum dan tanpa mempedulikan bahwa wanita itu adalah murid Siang-mou Sin-ni yang ia pernah dengar dari gurunya adalah seorang diantara Thian-te Liok-kwi, ia segera melompat maju dan memaki-maki Bu-tek Siu-lam untuk menolong wanita itu.

Bu-tek Siu-lam tidak memandang kepadanya dan hal ini mengherankan hati Kwi Lan. Laki-laki yang tinggi besar dan tampan itu kini sudah meloncat berdiri dan membelakanginya! Sama sekali tidak mempedulikan dia dan caci makinya tadi. Setelah laki-laki tinggi besar itu bangkit berdiri dan melihat gunting besar terselip di ikat pinggangnya, barulah Kwi Lan dapat menduga dengan pasti siapa orang itu.

“Hei, bukankah kau si iblis Bu-tek....”

Akan tetapi ia tidak melanjutkan teriakannya karena tiba-tiba sekali Bu-tek Siu-lam sudah meloncat ke depan dan tahu-tahu gunting besar itu sudah berada di tangannya, menyambar ke arah rumpun bunga di bawah pohon.

“Klik-klik!” hanya dua kali guntingan dan tetumbuhan itu terbabat habis!

Akan tetapi Bu-tek Siu-lam terbelalak heran karena di belakang gerombolan itu tidak tampak bayangan manusia. Padahal tadi ia tahu jelas bahwa orang yang menyambit kerikil ke arah lengannya bersembunyi di balik rumpun ini! Kemana perginya orang itu dan bagaimana dapat pergi tanpa ia ketahui?

Tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak, suara ketawa yang nyaring dan terbahak keras. Kwi Lan terkejut dan menengok ke kiri. Suara ketawa itu ia kenal benar dan ternyata dugaannya tidak keliru.

Dari balik sebatang pohon besar muncul seorang pemuda tampan dan tertawa-tawa dengan wajah berseri. Siapa lagi kalau bukan Tang Hauw Lam! Golok besar sudah tercabut di tangan kanan dan ia berdiri dengan gagah, kedua kakinya terpentang lebar dan ia menudingkan telunjuknya ke arah Bu-tek Siu-lam.

“Huh, kiranya Bu-tek Siu-lam hanya seorang laki-laki yang suka mengganggu wanita. Alangkah jauh bedanya dengan namanya yang menjulang tinggi!” Hauw Lam mengejek.

“Eh kau Berandal....!”

Tiba-tiba Kwi Lan berseru saking gembiranya bertemu dengan pemuda itu yang sama sekali tidak disangka-sangkanya.

Pemuda itu mengerling ke arahnya, bibirnya tersenyum lebar.
“Heiii, kau.... Mutiara Hitam....?”






Kiranya pemuda itu baru saja tiba dan sama sekali tidak tahu bahwa Kwi Lan berada di situ. Sejenak mereka saling pandang.

“Awas....!” Tiba-tiba Kwi Lan berseru.

Akan tetapi Hauw Lam bukanlah pemuda yang sembrono, sungguhpun ia suka berkelakar. Sambaran gunting yang hebat itu telah diketahuinya dan ia cepat meloncat ke kiri sambil menyabetkan goloknya dengan kuat ke arah lengan lawan yang memegang gunting.

Bu-tek Siu-lam yang tak berhasil menggunting leher pemuda itu, kini melihat betapa orang muda itu malah mengancam lengannya segera menekuk siku dan guntingnya membalik, menyambut golok.

“Traaanggg....!”

Bunga api berpijar menyilaukan mata, akan tetapi alangkah kaget dan heran hati Bu-tek Siu-lam bahwa golok itu tidak patah-patah! Juga tidak terlepas dari pegangan tangan pemuda itu. Hal ini benar-benar amat aneh. Jarang ada orang sanggup menahan senjata yang terpukul, apalagi tergunting oleh senjatanya. Pemuda ini bukan orang sembarangan!

“Bocah, engkau siapa dan murid siapa? Mengapa kau berani main-main dengan aku dan menyerang secara menggelap?”

Bu-tek Siu-lam menahan guntingnya dan bertanya marah. Ia merasa penasaran sekali melihat ada seorang pemuda berani menandinginya, akan tetapi karena ia tahu bahwa pemuda ini memiliki ilmu kepandaian yang tidak sembarangan, tentu murid orang pandai dan cukup berharga untuk ditanya.

Hauw Lam menyeringai. Padahal di dalam hatinya, pertemuan senjata yang menggetarkan lengan dan membuat bahunya terasa akan patah itu telah mengagetkan hatinya. Namun ia masih tertawa-tawa untuk mengelabuhi lawan.

“Heh-heh, siapa tidak mengenal Bu-tek Siu-lam? Biarpun belum melihat orangnya, namanya sudah dikenal semua orang termasuk aku. Siapa aku? Kau tanyalah kepada Nona itu, namaku Berandal karena aku suka berandalan! Kau tanya Guruku? Ada ratusan orang, terlalu panjang kalau disebut satu demi satu!”

“Bocah ingusan! Tak kau sebut juga apa kau kira aku tidak bisa mengenal ilmu silatmu ceker ayam? Kau bergeraklah....!”

Setelah berkata demikian, sambil terkekeh genit Bu-tek Siu-lam sudah menerjang maju lagi, kini ia menyerang dengan gerakan yang amat lihai. Gerakan guntingnya membentuk lingkaran lebar yang melingkari tubuh Hauw Lam dan menutup semua jalan keluar!

“Aiihhh, hebat! Eh, Siu-lam, kau memang tampan, biarpun sudah tua bangka! Kau ini laki-laki atau wanita?”

Tang Hauw Lam biarpun harus cepat mengelak dengan repot karena gunting itu menyambar-nyambar dari segala jurusan, namun masih sempat berkelakar untuk memanaskan hati lawan. Di samping ini, memang pemuda ini cerdik luar biasa. Ia kini maklum bahwa ejekan-ejekannya tadi berhasil membuat lawannya panas hati dan penasaran dan tentu tokoh aneh ini akan berusaha sedapat mungkin mengenal ilmu silatnya dengan cara menyerang dan mengurung agar ia mengeluarkan ilmu silat simpanannya untuk dikenal.

Ia dapat menduga bahwa kakek tampan itu tentu segan membunuhnya sebelum berhasil mengenal ilmu silatnya. Karena inilah Hauw Lam lalu menyambut serangan-serangannya dengan ilmu silat yang ia peroleh dari petunjuk-petunjuk gurunya yang terakhir, kakek sakti yang luar biasa, yang muncul dari dalam kuburan, yaitu Bu-tek Lojin!

Karena itu, gerakan-gerakannya amat aneh dan betapapun gunting di tangan Bu-tek Siu-lam menerjang dan mengurungnya, namun pemuda itu dapat membebaskan diri daripada lingkaran, bahkan membalas dengan sambaran goloknya yang bukan tak berbahaya bagi tokoh barat itu.

Sementara itu, melihat munculnya Tang Hauw Lam, Kwi Lan menjadi gembira dan ia cepat-cepat menghampiri Po Leng In. Begitu jari tangan Kwi Lan menggerayang dan menotok atau mengusap, pulih kembali jalan darah di tubuh Po Leng In.

Wanita murid Siang-mou Sin-ni ini merasa malu sekali. Rambutnya terbabat separuh, tinggal segumpal lagi. Kini ia menggunakan tangan kiri memegang rambut berusaha menutupi dadanya yang telanjang, tangan kanannya mengambil pedangnya, lalu ia sejenak memandang wajah Kwi Lan. Kemudian ia membungkuk dan berbisik.

“Terima kasih banyak, mudah-mudahan aku akan dapat membalas budimu. Kau lihai sekali dengan kerikil kecil sanggup memukul runtuh pedangku dari tangan Bu-tek Siu-lam.”

“Kerikil? Meruntuhkan pedang? Aku tidak.... ah, agaknya Si Berandal yang melakukannya.”

“Si Berandal?”

“Yang bertempur melawan Bu-tek Siu-lam itu.”

Wanita itu menengok dan mengerutkan keningnya. Biarpun pemuda yang disebut Berandal oleh penolongnya ini cukup lihai, namun jelas terdesak hebat oleh Bu-tek Siu-lam. Tiba-tiba pandang mata Po Leng In yang tajam melihat berkelebatnya bayangan putih, dan seorang pemuda pakaian putih telah berdiri di bawah pohon, tidak berapa jauh dari tempat itu. Ia memandang tajam dan pada saat itu, terdengar suara pemuda yang melawan Bu-tek Siu-lam, yang biarpun terdesak masih tertawa-tawa.

“Eh, eh, aku dengar kau ini bukan pria bukan wanita, kau banci! Heh-heh, lucu sekali! Apa kau sudah mengenal ilmu silatku?”

Bu-tek Siu-lam makin marah. Memang harus ia akui bahwa sampai belasan jurus pemuda itu melawannya, ia sama sekali belum dapat mengenal gerakan lawan, bahkan dasar gerakannya pun belum dapat menduganya dari cabang persilatan mana, Aneh, namun begitu cepat dan bertenaga!

Saking panas hatinya, Bu-tek Siu-lam mengeluarkan senjatanya yang kedua, yang biasanya hanya ia pergunakan kalau menghadapi lawan tangguh. Pemuda ini sebenarnya bukan lawan yang terlalu tangguh baginya, akan tetapi karena ia ingin memaksa Si Pemuda mengeluarkan ilmu silat simpanan agar dapat ia kenal asalnya, maka terpaksa ia mengeluarkan senjatanya jarum besar diikat benang. Dengan dua jari tangan kiri ia menjepit jarum itu, siap dipergunakan bila perlu.

“Heh-heh, memang kau bertubuh pria berhati wanita, maka selalu main-main dengan jarum dan gunting. Eh, kau sendiri tukang menggunakan senjata gelap berupa jarum, kenapa kau tuduh aku yang bukan-bukan menyerangmu secara menggelap?”

“Bocah setan! Kau tadi menyambitku dengan kerikil, sekarang tunggulah, setelah mengenal ilmu silatmu, aku akan menggunting-gunting tubuhmu kemudian menjahitnya kembali dengan jarumku ini!”

“Heh-heh, tak mudah, sobat! Katanya kau suka sekali dengan laki-laki muda, apakah kau akan menjahit tubuhku lalu kau jadikan barang mainan? Cih, tidak tahu malu. Kalau laki-laki, kau tua bangka dan kakek-kakek, kalau wanita, kau juga sudah nenek-nenek. Siapa sudi.... aiiiihhh....!”

Hauw Lam berseru terkejut dan cepat ia melemparkan tubuh ke belakang dan berguling sambil memutar golok melindungi diri. Gerakan memutar golok sambil bergulingan ini berasal dari ilmu golok Bu-tong, akan tetapi gerakannya membabat berlainan, kalau biasanya diputar dari kiri ke kanan, sekarang dari kanan ke kiri. Karena itu sungguh tidak tepat kalau dikatakan ilmu golok itu dari partai Bu-tong-pai! Pemuda itu menyelamatkan diri dari sambaran jarum dan gunting yang amat cepat dan bertubi-tubi.

“Aihhh, bukan berandal yang menyambitkan kerikil!” Kwi Lan berkata.

Akan tetapi Po Leng In sudah melihat pemuda baju putih dan mengangguk-angguk, kemudian sekali lagi ia memberi hormat kepada Kwi Lan lalu berlari cepat meninggalkan tempat itu. Ia sudah dihina dan mendapat malu, kemudian tertolong oleh orang-orang muda yang memiliki kepandaian jauh lebih tinggi daripada ilmu kepandaiannya sendiri, maka Po Leng In merasa tidak ada gunanya berada di situ lebih lama lagi. Ia harus cepat pulang untuk melapor kepada gurunya!

Kwi Lan belum melihat pemuda yang muncul itu, pemuda berpakaian serba putih, karena perhatiannya tertuju kepada Hauw Lam yang mulai payah menghadapi lawan tangguh itu. Ketika ia bergerak hendak mencabut pedangnya dan meloncat membantu Hauw Lam, tiba-tiba berkelebat bayangan putih di depannya dan tahu-tahu seorang pemuda berpakaian putih berkata halus dengan ucapan serius dan telunjuk kanannya menuding ke arah pertempuran.

“Tahan, Nona. Lihat Bu-tek Siu-lam amat lihai. Kalau ia menghendaki, apakah tidak sudah tadi pemuda sembrono itu menjadi korban guntingnya? Bu-tek Siu-lam masih belum dapat mengenal ilmu goloknya yang aneh dan selama pemuda itu tetap dapat merahasiakan ilmu silatnya, ia takkan dirobohkan. Kalau Nona maju membantu, menjadi lain lagi halnya dan engkau bahkan membahayakan keselamatannya dan keselamatanmu sendiri.”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar