Ads

Senin, 16 September 2019

Mutiara Hitam Jilid 098

Kamar itu amat terang dan hawanya bersih sejuk karena jendela dan pintunya terbuka lebar menerima masuknya hawa dan sinar matahari pagi. Hawa pegunungan amat sejuk memasuki ruangan.

Yu Siang Ki yang rebah telentang di atas dipan mengeluh perlahan, lalu mengerang kesakitan. Tujuh belas bagian tubuhnya telah ditusuk jarum emas dan perak oleh kakek kurus yang melarikannya dari dalam kerangkeng, dan baru saja jarum-jarum itu dicabut kembali.

“Aduhh....” Ia menggerak-gerakkan pelupuk mata dan kaki tangannya yang lemas.

“Siang Ki, syukur kau telah tertolong....”

Siang Ki membuka matanya dan pandang matanya bertemu dengan wajah ayu, wajah Kwi Lan! Gadis ini dengan senyum lebar dan wajah berseri saking girangnya melihat Siang Ki tertolong nyawanya, memegang sebuah cangkir, lalu mendekatinya.

“Siang Ki, kau minumlah obat ini.”

“Kwi Lan....! Bagaimana kita bisa berada di sini....? Bukankah kita berdua tertawan....?”

Saking herannya Siang Ki memegang tangan Kwi Lan, menahannya meminumkan obat.

Kwi Lan tertawa.
“Tiga hari tiga malam kau pingsan terus, kusangka mati! Kau minum dulu ini baru bicara.”

Tanpa menanti jawaban ia membawa cangkir itu ke bibir Siang Ki yang terpaksa meminum obat yang pahit dan harum itu.

“Kwi Lan, bagaimana....?”

“Hush, kau tertolong Song Yok san-jin (Orang Gunung Ahli Obat she Song), dan puterinya, Enci Goat yang cantik manis!” Berkata demikian, Kwi Lan menudingkan telunjuknya ke sebelah kiri dipan.

Siang Ki cepat menoleh. Barulah tampak olehnya seorang kakek kurus berjenggot jarang sedang memeriksa sesuatu dalam dua tabung kaca dan seorang gadis yang cantik manis bergelung tinggi berada di depan kakek itu.

“Hemmm, tak salah dugaanku. Racun Peluru Bintang itu adalah racun jamur laut yang terdapat di selatan. Ah, sungguh keji orang-orang Thian-liong-pang. Tentu mendapat racun ini dari datuk mereka, Siauw-bin Lo-mo. Biarpun racun ini ganas, namun pemunahnya tidak sukar. Jalan darahnya telah kututup, racun tidak menjalar. Goat-ji (Anak Goat), kau ambillah batu penghisap dan bubukan biji delima putih.”

Setelah gadis cantik itu pergi untuk melakukan perintah ayahnya, kakek itu membalikkan tubuhnya dan membuang darah dalam kedua tabung itu keluar pintu lalu menaruh tabung ke dalam jambangan air yang berada di sudut. Barulah ia menghampiri dipan dan bertanya ramah.

“Siauw-pangcu (Ketua) sudah sadar? Syukurlah....“

Siang Ki cepat melompat turun dari pembaringan dan menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu sambil berkata.

“Locianpwe (Orang Tua Gagah) adalah penyelamat nyawa kami berdua orang muda, harap jangan bersungkan kepada saya. Terimalah hormat dan terima kasih saya Yu Siang Ki.”

Kakek itu tertawa sambil berdongak ke atas, mengelus jenggotnya yang jarang.
“Ha-ha-ha! Pangcu muda dari Khong-sim Kai-pang benar-benar tidak mengecewakan menjadi putera sahabatku Yu Kang Tianglo! Jangan banyak sungkan, kita di antara orang sendiri. Bangkitlah!”

Sambil berkata demikian kakek itu mengangkat bangun Yu Siang Ki dan pemuda ini mendapat kenyataan betapa di balik telapak tangan yang halus itu tersembunyi tenaga yang amat kuat sehingga ia menjadi amat kagum dan segera bangkit berdiri.






“Locianpwe mengenal mendiang Ayah saya sebagai sahabat, sungguh merupakan kehormatan dan kebahagiaan besar bagi saya.”

Katanya, akan tetapi tiba-tiba Siang Ki memejamkan kedua mata karena kepalanya terasa pening.

“Siauw-pangcu harap rebahan dulu karena racun masih belum lenyap dari tubuhmu.” kata ahli pengobatan itu.

Tanpa diperintah kedua kalinya, juga karena Kwi Lan memegang dan mendorong pundaknya, pemuda itu kembali merebahkan diri telentang di atas dipan.

Gadis cantik berambut hitam panjang yang disanggul tinggi itu muncul dengan langkah kakinya yang ringan, membawa obat dan batu penghisap yang tadi diminta ayahnya. Kakek itu menerima obat dari tangan puterinya, kemudian berkata kepada Kwi Lan dan puterinya itu,

“Kalian keluarlah dulu dari kamar ini karena aku akan menyedot hawa beracun dari luka-lukanya.”

Song Goat, gadis cantik itu menggandeng lengan Kwi Lan dan ditariknya gadis itu keluar. Kwi Lan menurut saja karena memang ia ingin bicara dengan gadis ini yang mempunyai jarum-jarum hijau persis senjata rahasianya.

Setelah dua orang gadis itu keluar, Song Hai yang berjuluk Yok-san-jin itu lalu menggulung kedua lengan jubahnya, kemudian mulai menanggalkan pakaian Yu Siang Ki. Luka-luka karena senjata rahasia Peluru Bintang dari tokoh-tokoh Thian-liong-pang itu tampak kebiruan, bahkan ada yang sudah menghitam.

Dengan tangan kanannya, kakek itu memegang batu penghisap, sebuah batu yang berwarna putih dan banyak lubang-lubang kecil, seperti batu bintang yang terdapat di dasar laut, kemudian tangan kirinya dengan jari-jari yang panjang halus itu memijit di sekitar luka sambil menekan batu itu pada lukanya.

Yu Siang Ki meringis kesakitan akan tetapi pemuda ini lalu menggigit bibir menahan rasa nyeri sehingga tidak sedikit pun keluhan keluar dari mulutnya. Hanya keringat yang besar-besar berkumpul di dahinya.

Tak lama kemudian batu yang berwarna putih itu menjadi hijau lalu hitam! Kakek itu menunda pekerjaannya menghisap hawa beracun lalu memasukkan batu yang menghitam itu ke dalam air yang sudah dicampuri obat. Seketika warna hitam itu luntur, batu menjadi putih kembali akan tetapi airnya yang berubah agak kehitaman seperti dimasuki tinta bak!

Lalu penghisapan itu dilakukan lagi pada semua luka sampai luka-luka itu kelihatan merah. Usaha pembersihan hawa beracun ini amat nyeri, perih dan seperti ditusuk-tusuk rasanya, dan baru selesai setelah satu jam lebih. Barulah kakek itu membantu Siang Ki mengenakan pakaiannya kembali.

“Aman sudah. Tinggal minum obat ini dan dalam beberapa hari lagi Siauw-pangcu akan pulih kembali kesehatannya seperti biasa.”

Kakek itu lalu menuangkan obat bubuk delima putih, ditaburkan pada luka dan terasalah oleh Siang Ki betapa keperihan dan kenyerian pada luka-lukanya lenyap seketika, terganti oleh rasa dingin dan menyenangkan. Tanpa disadarinya, ia sudah memejamkan mata menarik napas lega dan pulas seketika! Kakek itu tersenyum, lalu mencuci kedua tangannya dan duduk di atas bangku dekat pembaringan.

Sementara itu, setelah berada di luar pondok kecil itu, Kwi Lan segera menangkap tangan Song Goat dan berkata.

“Cici yang baik, hampir mati aku menahan sabar untuk mendengar semua keteranganmu. Hayo lekas ceritakan, pertama-tama, mengapa kau menggunakan jarum-jarum hijauku untuk membunuhi para hwesio itu, kemudian menggunakan juga ketika kau menolong kami? Dari mana kau mendapatkan jarum-jarum hijau itu?”

Song Goat tersenyum dan dua buah lekuk kecil muncul di sepasang pipinya dekat mulut sehingga ia tampak manis sekali.

“Adik yang baik, bukankah engkau yang berjuluk Mutiara Hitam? Kenapa kau tak dapat menebak sendiri? Hi-hik!”

“Eh, eh, jangan jual mahal, Enci yang baik. Lekas ceritakan, kalau tidak....“

“Hemm, anak ganas, kalau tidak kuceritakan kepadamu apakah kau akan memaksaku dengan pedangmu yang lihai?”

Song Goat yang ternyata pandai berkelakar itu menggoda, sepasang matanya disipitkan ketika mengerling.

“Aihhh! Kalau tidak mau, kucubit pipimu yang, manis ini!” Kwi Lan tertawa dan mengancam dengan jari-jari tangannya yang kecil.

“Aduh, ampun.... kau anak ganas!” Song Goat tertawa, menutupi kedua pipinya. “Mari kita duduk di sana dan kau dengarkan ceritaku.”

Dua orang gadis remaja yang cantik jelita itu lalu duduk di atas batu-batu besar tidak jauh dari pondok itu. Song Goat mengeluarkan dua buah kantong dari saku bajunya.

“Kau lihat ini, yang sekantong terisi jarum-jarum biasa, dan kantong kedua terisi jarum-jarum hijau beracun. Jangan kira bahwa aku mencuri jarum-jarummu, Adik Kwi Lan. Kau tentu mengerti bahwa Ayahku adalah seorang yang ahli dalam hal segala macam racun, dan agaknya secara kebetulan saja jarum-jarum kita menggunakan racun hijau yang sama. Akan tetapi ada perbedaannya diantara kita.”

“Apa bedanya?”

“Kau selalu menggunakan jarum hijau beracun, akan tetapi aku hanya menggunakan jarum biasa tanpa racun, kecuali kalau harus merobohkan orang jahat yang patut dibunuh.”

“Seperti yang kau lakukan kepada hwesio-hwesio dalam kuil itu? Kau mau bilang bahwa pendeta-pendeta itu adalah orang-orang jahat?” Kwi Lan mengejek.

“Lebih jahat daripada penjahat biasa, Adik manis! Penjahat biasa memang penjahat, akan tetapi penjahat-penjahat keji itu berkedok di balik Agama Buddha yang suci, benar-benar menjemukan sekali! Apa kau belum dapat menduga bahwa mereka itu adalah sekutu orang-orang Thian-liong-pang dan perampok-perampok di bawah pengaruh Siauw-bin Lo-mo? Apakah kau tidak tahu bahwa kedatangan orang-orang Thian-liong-pang yang menginap di rumah mereka itu mengorbankan belasan orang gadis baik-baik yang mereka tangkap untuk disuguhkan kepada orang-orang Thian-liong-pang?

Kebetulan Ayah dan aku tahu akan hal ini, maka kami turun tangan membunuh mereka membebaskan gadis-gadis itu. Para tamu, orang-orang Thian-liong-pang itu, segera bubar melarikan diri. Karena sepak terjangmu bersama.... eh, Pangcu itu, Ayah mengajak aku diam-diam mengikuti karena khawatir kalau-kalau kalian terjebak oleh orang-orang Thian-liong-pang yang lihai dan curang. Dugaan Ayah ternyata terbukti. Kami tak dapat segera turun tangan karena tidaklah mudah membebaskan kalian dari tangan dua belas orang tokoh Thian-liong-pang itu, apalagi setelah ternyata mereka itu berkumpul dengan Siauw-bin Lo-mo si iblis tua....”

Tiba-tiba Kwi Lan meloncat bangun, diikuti Song Goat yang pendengarannya masih kalah tajam oleh Mutiara Hitam. Dua orang gadis ini membalikkan tubuh sambil mencabut pedang dan di depannya telah berdiri seorang kakek yang tertawa-tawa, kakek kurus yang bukan lain adalah Siauw-bin Lo-mo!

“Ha-ha-ha-ha, bocah manis, ini aku Si Iblis Tua sudah datang. Jadi engkaukah yang telah berani main-main dan menculik tawananku? Ha-ha-ha, bagus sekali. Bouw Lek Couwsu tentu akan senang hatinya mendapat tambahan hadiah seorang dara lagi secantik engkau. Mari, kalian ikut bersamaku!”

Sambil berkata demikian, Siauw-bin Lo-mo menerjang maju, dua lengannya bergerak aneh hendak mencengkeram dua orang gadis itu.

“Siauw-bin Lo-mo iblis tua! Rasakan pembalasanku!”

Kwi Lan sudah berseru keras dan marah sekali, pedang Siang-bhok-kiam di tangannya berubah menjadi sinar hijau bergulung panjang membabat kedua lengan kakek itu.

“Aiihhh....!”

Siauw-bin Lo-mo mengeluarkan seruan panjang saking kagetnya dan cepat menarik kembali kedua lengannya. Ia tadi terlalu memandang rendah kepada dua orang gadis itu, apalagi Kwi Lan yang pernah tertawan oleh Cap-ji-liong dari Thian-liong-pang, anak buahnya.

Tak disangkanya gadis ini dapat menyambutnya sehebat itu dan ia maklum bahwa gadis remaja yang galak ini ternyata benar-benar lihai dan hebat ilmu pedangnya, sesuai dengan kegalakannya ketika memaki-maki di dalam kerangkeng. Baru sekarang ia mengerti mengapa orang-orangnya menawan gadis ini di dalam kerangkeng dan menjaganya ketat, kiranya gadis ini benar-benar amat berbahaya.

Song Goat juga membantu Kwi Lan menggerakkan pedangnya. Biarpun gadis puteri ahli obat ini tidak seganas dan sehebat Kwi Lan ilmu pedangnya, namun juga termasuk seorang muda yang berilmu tinggi.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar