“Ha-ha-ha-ha, memang Bouw Lek Couwsu bernasib baik! Ha-ha, kiranya selama hidup dalam petualangannya dengan wanita, belum pernah ia mendapatkan dua orang gadis cantik yang begini lihai!”
Biarpun maklum bahwa dua orang gadis lawannya bukan lawan lunak, namun Siauw-bin Lo-mo sebagai seorang tokoh besar dunia persilatan tentu saja tidak menjadi gentar. Sehabis tertawa lebar, ia lalu menerjang maju dengan kedua tangan kosong menghadapi dua orang lawannya yang bersenjata pedang. Dan Kwi Lan mengeluarkan seruan tertahan. Hebat memang kakek kurus ini!
Gerakannya demikian aneh dan ringan sehingga setiap kali pedangnya hendak mengenai sasaran, bagian tubuh kakek itu seperti terdorong lebih dulu dan selalu dapat mengelak, bahkan beberapa kali gagang pedangnya hampir kena dirampas! Saking marahnya, Kwi Lan lalu berseru nyaring dan pedangnya kini mainkan ilmu pedang yang tiada keduanya dalam soal keanehan di dunia ini.
Siauw-bin Lo-mo yang memandang rendah ilmu pedang Song Goat karena segera mengenal ilmu pedang gadis ini yang bersumber pada ilmu pedang Kun-lun-pai, kini terbelalak heran menghadapi ilmu pedang yang dimainkan Kwi Lan. Dalam gerakan ilmu pedang ini ia mengenal jurus-jurus campuran yang mirip ilmu pedang dari Hoa-san-pai, tusukan-tusukan jalan darah seperti ilmu silat Siauw-lim, pengerahan tenaga berdasarkan ilmu dari Go-bi-san!
Repot juga untuk sementara kakek ini menghadapi ilmu pedang Kwi Lan. Akan tetapi oleh karena tingkatnya memang jauh lebih tinggi dan ia sudah memiliki pengalaman banyak dalam pertempuran, segera ia dapat menyesuaikan diri dan kini ia malah berhasil mengirim tendangan ke arah tangan Song Goat yang memegang pedang. Pedang gadis itu terlepas dan ia sendiri terhuyung.
“Ha-ha-ha!”
Siauw-bin Lo-mo sambil tertawa-tawa melesat dari depan Kwi Lan ke dekat Song Goat untuk merobohkan gadis ini, akan tetapi tiba-tiba ia terdorong oleh hawa pukulan dari belakang yang membuatnya terhuyung-huyung dan berseru heran dan kaget.
Sebagai seorang ahli, Siauw-bin Lo-mo mengerti betapa hebatnya hawa pukulan itu, maka cepat ia menggulingkan dirinya sambil mengerahkan hawa sakti dan akibat pukulan jarak jauh itu dapat dipunahkan. Ia selamat dari bahaya akan tetapi mengalami malu karena ternyata ia hampir celaka dalam tangan seorang gadis remaja, hanya karena pukulan jarak jauh tangan kiri Kwi Lan. Ia tidak tahu bahwa gadis itu disamping ilmu pedangnya yang luar biasa, juga menguasai ilmu pukulan Siang-tok-ciang (Tangan Racun Wangi).
Song Goat yang tidak terluka, mendapat kesempatan untuk mengambil pedangnya kembali dan kini ia sudah maju lagi membantu Kwi Lan yang sudah menerjang kakek lihai itu.
Namun kini Siauw-bin Lo-mo sudah bersikap hati-hati sekali dan gerakan yang aneh dari kedua lengannya membuat Kwi Lan dan Song Goat menjadi pening! Lebih celaka lagi, dua orang gadis itu melihat betapa kini bermunculan dua belas orang yang bukan lain adalah Thai-lek-kwi Ma Kiu Ketua Thian-liong-pang bersama sebelas orang adik seperguruannya!
Akan tetapi Cap-ji-liong ini hanya berdiri di pinggir menonton, tidak berani bergerak mengganggu datuk mereka yang sedang mempermainkan dua orang gadis remaja itu!
Pada saat itu, dari dalam pondok melompat keluar Yok-sanjin Song Hai si ahli obat. Ia sudah memegang sebatang pedangnya dan melihat betapa Kwi Lan dan Song Goat terdesak hebat dan mengenal kakek kurus itu, ia berseru.
“Siauw-bin Lo-mo, tidak malu engkau melawan anak-anak?”
Siauw-bin Lo-mo menoleh dan tertawa.
“Ha-ha-ha, kiranya tukang obat Song yang berada di sini. Ah, kiranya gadis ini anakmu? Ha-ha, majulah kau sekalian, dikeroyok tiga pun aku tidak takut!”
Akan tetapi, dua belas orang Cap-ji-liong sudah maju pula menghadang kakek ahli obat itu yang segera mengurungnya dengan senjata di tangan. Melihat ini, Song Hai segera memasang kuda-kuda dan bersikap waspada karena dapat menduga bahwa dua belas orang tokoh Thian-liong-pang ini tentulah bukan orang-orang lemah.
“Ha-ha-ha-ha! Song Hai tukang obat, sebelum main-main dengan aku, kau rasakanlah dulu kelihaian anak buahku!”
Ucapan Siauw-bin Lo-mo ini merupakan perintah bagi Cap-ji-liong dan lenyaplah keraguan mereka. Segera mereka menerjang maju secara teratur, mengurung kakek tukang obat itu dengan barisan yang terkenal kuat.
Kwi Lan menggigit bibir dan mengeluarkan semua kepandaiannya. Betapapun juga kakek itu terlampau kuat untuknya. Biarpun ia dibantu Song Goat yang juga lihai ilmu pedangnya, namun tetap saja dua orang gadis ini terdesak hebat dan akhirnya terhuyung oleh bayangan kedua tangan Siauw-bin Lo-mo yang seolah-olah berubah menjadi puluhan banyaknya.
Song Goat yang lebih dulu merasa pening dan sebuah tamparan membuat ia terhuyung ke belakang kembali terlepas dari tangan. Tamparan yang mengenai pundak kanan itu membuat tangan kanannya serasa lumpuh!
Kwi Lan berseru marah dan menusuk pinggang lawan yang sedang miring tubuhnya. Siauw-bin Lo-mo terkekeh dan berjungkir balik, kemudian menyambut pukulan tangan kiri Kwi Lan dengan tangkisan tangan kanan.
“Plakk....!”
Siauw-bin Lo-mo terhuyung mundur, akan tetapi Kwi Lan harus berjungkir balik beberapa kali untuk mencegah terguling. Ketika gadis ini sudah berdiri lagi, ia diserang secara bertubi-tubi diantara suara ketawa lawannya. Ia berusaha untuk membalas, namun karena sudah terdesak dan kalah dulu, ia tidak mendapat kesempatan dan hanya dapat mengelak dan menggerakkan pedang membabat tangan yang hendak menangkap dan menotoknya.
Pada saat Kwi Lan terdesak hebat, tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi yang tidak hanya mengejutkan hati Siauw-bin Lo-mo, akan tetapi juga amat mengagetkan Song Hai dan dua belas orang pengeroyoknya.
Lengking yang menggetarkan jantung dan menulikan telinga itu seketika membuat mereka semua menghentikan pertandingan dan Kwi Lan menjadi girang sekali ketika menoleh ke arah datangnya suara melengking yang tentu saja ia kenal baik ini.
Bagaikan bayangan setan, tiba-tiba saja di situ sudah berdiri seorang wanita bertubuh ramping berpakaian serba putih dan mukanya dikerudungi sutera jarang seperti rajut berwarna hitam. Kam Sian Eng guru Kwi Lan!
“Siauw-bin Lo-mo, kau berani menyerang muridku, berarti engkau tidak memandang mata kepadaku!”
Siauw-bin Lo-mo mengenal wanita ini dan tertawa, akan tetapi suara ketawanya canggung karena hatinya merasa tidak enak.
“Eh.... Sian-toanio (Nyonya Sian), jadi gadis yang ganas dan lihai ini muridmu? Pantas begitu hebat. Aku tidak tahu bahwa dia muridmu, Sian-toanio karena dia pun tidak mengatakan apa-apa kepadaku.”
“Sekarang kau tahu Siauw-bin Lo-mo, apakah kau masih akan melanjutkan pertempuran?” tanya Kam Sian Eng, suaranya kaku.
“Ha-ha-ha, tentu saja aku tidak mau mengganggu keponakan sendiri! Bouw Lek Couwsu akan cukup puas kalau aku membawa nona puteri tukang obat ini. Hayo engkau ikut bersamaku!”
Sambil berkata demikian, tubuh kakek kurus ini melesat ke depan, ke arah Song Goat untuk menyambar tubuh gadis ini yang tentu saja sama sekali bukan lawan Siauw-bin Lo-mo. Akan tetapi tiba-tiba sinar hijau berkelebat dan kakek itu harus menarik kembali kedua tangannya karena Kwi Lan telah membabat ke arah kedua tangan yang hendak menerkam Song Goat itu. Kini gadis ini dengan pedang di tangan berdiri menghadang di depan Song Goat, sikapnya menantang, matanya mendelik marah.
“Ha-ha-ha-ha, keponakanku yang baik, apakah kau hendak menantang aku? Sian-toanio apakah begini kau mengajar muridmu?”
“Kwi Lan! Mundur kau! Mau apa kau mencampuri urusan orang lain? Sejak kapan kau begini usil dan lancang?”
Kam Sian Eng membentak, suaranya dingin seperti suara dari lubang kubur membuat Cap-ji-liong yang terkenal gagah sekalipun menggigil dan merasa seram.
“Bibi, aku tidak suka mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi Enci Goat ini dan ayahnya, Song-locianpwe, telah menyelamatkan nyawaku ketika aku menjadi tawanan tua bangka iblis ini!” Ia menuding ke arah Siauw-bin Lo-mo. “Bagaimana mungkin aku sekarang membiarkan iblis tua ini mencelakai Enci Goat?”
Kam Sian Eng adalah seorang yang memiliki watak aneh sekali karena memang jiwanya sakit, ingatannya terganggu oleh peristiwa hebat di waktu mudanya. Ia tidak mengenal budi, tidak mengenal apa itu baik atau jahat, namun terhadap diri Kwi Lan ada perasaan kasih sayang di hatinya. Maka melihat sikap dan mendengar pembelaan Kwi Lan, ia menarik napas panjang dan menoleh kepada Siauw-bin Lo-mo, berkata singkat.
“Lo-mo, pergilah. Tidak ada urusan apa-apa lagi di sini. Setahun kemudian kelak kita bertemu kembali.”
Siauw-bin Lo-mo tertawa masam. Ia menjadi serba salah. Ia tidak takut kepada Kam Sian Eng, akan tetapi juga tidak menghendaki nama Bu-tek Ngo-sian menjadi pecah hanya karena urusan seorang gadis! Selain itu, juga otaknya yang cerdik bekerja cepat. Kalau terjadi pertempuran karena ia kukuh, pihaknya tentu rugi. Dia sendiri melawan Sian-toanio ini masih merupakan keadaan setengah-setengah, belum tentu siapa yang akan menang atau kalah. Akan tetapi, dua belas orang Cap-ji-liong itu kalau harus menghadapi kakek tukang obat Song bersama puterinya dan Si Mutiara Hitam, agaknya akan terancam bahaya kehancuran. Maka ia lalu tertawa dan agar jangan terlalu kehilangan muka ia berkata.
“Ha-ha-ha-ha! Melihat muka Sian-toanio yang menjadi saudaraku sendiri, tentu saja aku tidak akan meributkan soal seorang gadis! Hanya sayang sekali, saudaraku yang menjadi seorang diantara Bu-tek Ngo-sian, ternyata harus tunduk kepada muridnya. Ha-ha-ha! Hayo, kita pergi!”
Ia berseru kepada Cap-ji-liong yang tanpa banyak cakap tidak berani membantah dan segera mengikuti datuk mereka pergi dari dalam hutan.
Biarpun perangainya aneh dan otaknya tidak waras, namun Kam Sian Eng adalah seorang wanita yang memiliki watak angkuh dan tinggi hati. Oleh karena itu, ejekan yang keluar dari mulut Siauw-bin Lo-mo tadi sedikit banyak telah meracuni hatinya, membuat keningnya berkerut dan sepasang matanya mengeluarkan sinar dingin menakutkan.
Melihat betapa sepasang mata Sian Eng memandangnya seperti itu, tahulah Kwi Lan bahwa gurunya atau bibinya ini sedang marah sekali. Maka ia menjadi khawatir dan bersikap waspada.
Pada saat itu, nampak bayangan berkelebat keluar dari pondok. Ternyata dia adalah Yu Siang Ki yang sudah sembuh, hanya belum pulih tenaganya. Namun karena tadi ia terbangun dari tidurnya dan mendengar suara melengking nyaring, ia segera mengerahkan tenaga, menyambar tongkat dan setelah tubuhnya tidak begitu lemah lagi, kini ia meloncat keluar, siap membantu Song Hai dan puterinya, terutama sekali Kwi Lan jika ada bahaya mengancam.
Ketika ia melihat mereka itu berhadapan dengan seorang wanita yang memakai kerudung, yang sikapnya aneh, yang matanya menyinarkan keseraman yang mengerikan, ia meloncat dan sudah berada di samping Kwi Lan. Gerakannya tidaklah sekuat biasa, namun pemuda ini tidak kehilangan kelincahannya.
“Siapa jembel ini?”
Suara Kam Sian Eng dingin sekali, membuat Siang Ki meremang bulu tengkuknya, dan sinar mata yang menyambar ke arah mukanya seperti tangan dingin menyentuh leher. Ia bergidik.
Song Hai atau Yok-san-jin yang semenjak tadi memandang kepada Kam Sian Eng dengan penuh rasa kagum dan heran, segera melangkah maju dan menjura sebagai penghormatan, lalu berkata,
“Kouw-nio, orang muda ini bukan lain adalah kai-pangcu (ketua perkumpulan pengemis) dari Khong-sim Kai-pang, putera mendiang Yu Kang Tianglo yang gagah perkasa.”
Sian Eng melirik ke arah kakek berjenggot itu. Hatinya senang mendengar dirinya disebut kouwnio (nona). Tentu saja kakek itu merasa tepat menyebut nona kepada wanita berkerudung ini karena ia jauh lebih tua dan memang Sian Eng kelihatan masih muda, baik dipandang pada wajah di balik kerudung itu maupun bentuk tubuh yang langsing padat.
Akan tetapi kalau hati Sian Eng merasa senang dengan sebutan kouwnio, ia mengerutkan kening mendengar bahwa pemuda ini adalah Ketua Khong-sim Kai-pang, putera Yu Kang Tianglo yang merupakan seorang diantara lawan golongan sesat yang dipimpin Bu-tek Ngo-sian.
Biarpun maklum bahwa dua orang gadis lawannya bukan lawan lunak, namun Siauw-bin Lo-mo sebagai seorang tokoh besar dunia persilatan tentu saja tidak menjadi gentar. Sehabis tertawa lebar, ia lalu menerjang maju dengan kedua tangan kosong menghadapi dua orang lawannya yang bersenjata pedang. Dan Kwi Lan mengeluarkan seruan tertahan. Hebat memang kakek kurus ini!
Gerakannya demikian aneh dan ringan sehingga setiap kali pedangnya hendak mengenai sasaran, bagian tubuh kakek itu seperti terdorong lebih dulu dan selalu dapat mengelak, bahkan beberapa kali gagang pedangnya hampir kena dirampas! Saking marahnya, Kwi Lan lalu berseru nyaring dan pedangnya kini mainkan ilmu pedang yang tiada keduanya dalam soal keanehan di dunia ini.
Siauw-bin Lo-mo yang memandang rendah ilmu pedang Song Goat karena segera mengenal ilmu pedang gadis ini yang bersumber pada ilmu pedang Kun-lun-pai, kini terbelalak heran menghadapi ilmu pedang yang dimainkan Kwi Lan. Dalam gerakan ilmu pedang ini ia mengenal jurus-jurus campuran yang mirip ilmu pedang dari Hoa-san-pai, tusukan-tusukan jalan darah seperti ilmu silat Siauw-lim, pengerahan tenaga berdasarkan ilmu dari Go-bi-san!
Repot juga untuk sementara kakek ini menghadapi ilmu pedang Kwi Lan. Akan tetapi oleh karena tingkatnya memang jauh lebih tinggi dan ia sudah memiliki pengalaman banyak dalam pertempuran, segera ia dapat menyesuaikan diri dan kini ia malah berhasil mengirim tendangan ke arah tangan Song Goat yang memegang pedang. Pedang gadis itu terlepas dan ia sendiri terhuyung.
“Ha-ha-ha!”
Siauw-bin Lo-mo sambil tertawa-tawa melesat dari depan Kwi Lan ke dekat Song Goat untuk merobohkan gadis ini, akan tetapi tiba-tiba ia terdorong oleh hawa pukulan dari belakang yang membuatnya terhuyung-huyung dan berseru heran dan kaget.
Sebagai seorang ahli, Siauw-bin Lo-mo mengerti betapa hebatnya hawa pukulan itu, maka cepat ia menggulingkan dirinya sambil mengerahkan hawa sakti dan akibat pukulan jarak jauh itu dapat dipunahkan. Ia selamat dari bahaya akan tetapi mengalami malu karena ternyata ia hampir celaka dalam tangan seorang gadis remaja, hanya karena pukulan jarak jauh tangan kiri Kwi Lan. Ia tidak tahu bahwa gadis itu disamping ilmu pedangnya yang luar biasa, juga menguasai ilmu pukulan Siang-tok-ciang (Tangan Racun Wangi).
Song Goat yang tidak terluka, mendapat kesempatan untuk mengambil pedangnya kembali dan kini ia sudah maju lagi membantu Kwi Lan yang sudah menerjang kakek lihai itu.
Namun kini Siauw-bin Lo-mo sudah bersikap hati-hati sekali dan gerakan yang aneh dari kedua lengannya membuat Kwi Lan dan Song Goat menjadi pening! Lebih celaka lagi, dua orang gadis itu melihat betapa kini bermunculan dua belas orang yang bukan lain adalah Thai-lek-kwi Ma Kiu Ketua Thian-liong-pang bersama sebelas orang adik seperguruannya!
Akan tetapi Cap-ji-liong ini hanya berdiri di pinggir menonton, tidak berani bergerak mengganggu datuk mereka yang sedang mempermainkan dua orang gadis remaja itu!
Pada saat itu, dari dalam pondok melompat keluar Yok-sanjin Song Hai si ahli obat. Ia sudah memegang sebatang pedangnya dan melihat betapa Kwi Lan dan Song Goat terdesak hebat dan mengenal kakek kurus itu, ia berseru.
“Siauw-bin Lo-mo, tidak malu engkau melawan anak-anak?”
Siauw-bin Lo-mo menoleh dan tertawa.
“Ha-ha-ha, kiranya tukang obat Song yang berada di sini. Ah, kiranya gadis ini anakmu? Ha-ha, majulah kau sekalian, dikeroyok tiga pun aku tidak takut!”
Akan tetapi, dua belas orang Cap-ji-liong sudah maju pula menghadang kakek ahli obat itu yang segera mengurungnya dengan senjata di tangan. Melihat ini, Song Hai segera memasang kuda-kuda dan bersikap waspada karena dapat menduga bahwa dua belas orang tokoh Thian-liong-pang ini tentulah bukan orang-orang lemah.
“Ha-ha-ha-ha! Song Hai tukang obat, sebelum main-main dengan aku, kau rasakanlah dulu kelihaian anak buahku!”
Ucapan Siauw-bin Lo-mo ini merupakan perintah bagi Cap-ji-liong dan lenyaplah keraguan mereka. Segera mereka menerjang maju secara teratur, mengurung kakek tukang obat itu dengan barisan yang terkenal kuat.
Kwi Lan menggigit bibir dan mengeluarkan semua kepandaiannya. Betapapun juga kakek itu terlampau kuat untuknya. Biarpun ia dibantu Song Goat yang juga lihai ilmu pedangnya, namun tetap saja dua orang gadis ini terdesak hebat dan akhirnya terhuyung oleh bayangan kedua tangan Siauw-bin Lo-mo yang seolah-olah berubah menjadi puluhan banyaknya.
Song Goat yang lebih dulu merasa pening dan sebuah tamparan membuat ia terhuyung ke belakang kembali terlepas dari tangan. Tamparan yang mengenai pundak kanan itu membuat tangan kanannya serasa lumpuh!
Kwi Lan berseru marah dan menusuk pinggang lawan yang sedang miring tubuhnya. Siauw-bin Lo-mo terkekeh dan berjungkir balik, kemudian menyambut pukulan tangan kiri Kwi Lan dengan tangkisan tangan kanan.
“Plakk....!”
Siauw-bin Lo-mo terhuyung mundur, akan tetapi Kwi Lan harus berjungkir balik beberapa kali untuk mencegah terguling. Ketika gadis ini sudah berdiri lagi, ia diserang secara bertubi-tubi diantara suara ketawa lawannya. Ia berusaha untuk membalas, namun karena sudah terdesak dan kalah dulu, ia tidak mendapat kesempatan dan hanya dapat mengelak dan menggerakkan pedang membabat tangan yang hendak menangkap dan menotoknya.
Pada saat Kwi Lan terdesak hebat, tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi yang tidak hanya mengejutkan hati Siauw-bin Lo-mo, akan tetapi juga amat mengagetkan Song Hai dan dua belas orang pengeroyoknya.
Lengking yang menggetarkan jantung dan menulikan telinga itu seketika membuat mereka semua menghentikan pertandingan dan Kwi Lan menjadi girang sekali ketika menoleh ke arah datangnya suara melengking yang tentu saja ia kenal baik ini.
Bagaikan bayangan setan, tiba-tiba saja di situ sudah berdiri seorang wanita bertubuh ramping berpakaian serba putih dan mukanya dikerudungi sutera jarang seperti rajut berwarna hitam. Kam Sian Eng guru Kwi Lan!
“Siauw-bin Lo-mo, kau berani menyerang muridku, berarti engkau tidak memandang mata kepadaku!”
Siauw-bin Lo-mo mengenal wanita ini dan tertawa, akan tetapi suara ketawanya canggung karena hatinya merasa tidak enak.
“Eh.... Sian-toanio (Nyonya Sian), jadi gadis yang ganas dan lihai ini muridmu? Pantas begitu hebat. Aku tidak tahu bahwa dia muridmu, Sian-toanio karena dia pun tidak mengatakan apa-apa kepadaku.”
“Sekarang kau tahu Siauw-bin Lo-mo, apakah kau masih akan melanjutkan pertempuran?” tanya Kam Sian Eng, suaranya kaku.
“Ha-ha-ha, tentu saja aku tidak mau mengganggu keponakan sendiri! Bouw Lek Couwsu akan cukup puas kalau aku membawa nona puteri tukang obat ini. Hayo engkau ikut bersamaku!”
Sambil berkata demikian, tubuh kakek kurus ini melesat ke depan, ke arah Song Goat untuk menyambar tubuh gadis ini yang tentu saja sama sekali bukan lawan Siauw-bin Lo-mo. Akan tetapi tiba-tiba sinar hijau berkelebat dan kakek itu harus menarik kembali kedua tangannya karena Kwi Lan telah membabat ke arah kedua tangan yang hendak menerkam Song Goat itu. Kini gadis ini dengan pedang di tangan berdiri menghadang di depan Song Goat, sikapnya menantang, matanya mendelik marah.
“Ha-ha-ha-ha, keponakanku yang baik, apakah kau hendak menantang aku? Sian-toanio apakah begini kau mengajar muridmu?”
“Kwi Lan! Mundur kau! Mau apa kau mencampuri urusan orang lain? Sejak kapan kau begini usil dan lancang?”
Kam Sian Eng membentak, suaranya dingin seperti suara dari lubang kubur membuat Cap-ji-liong yang terkenal gagah sekalipun menggigil dan merasa seram.
“Bibi, aku tidak suka mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi Enci Goat ini dan ayahnya, Song-locianpwe, telah menyelamatkan nyawaku ketika aku menjadi tawanan tua bangka iblis ini!” Ia menuding ke arah Siauw-bin Lo-mo. “Bagaimana mungkin aku sekarang membiarkan iblis tua ini mencelakai Enci Goat?”
Kam Sian Eng adalah seorang yang memiliki watak aneh sekali karena memang jiwanya sakit, ingatannya terganggu oleh peristiwa hebat di waktu mudanya. Ia tidak mengenal budi, tidak mengenal apa itu baik atau jahat, namun terhadap diri Kwi Lan ada perasaan kasih sayang di hatinya. Maka melihat sikap dan mendengar pembelaan Kwi Lan, ia menarik napas panjang dan menoleh kepada Siauw-bin Lo-mo, berkata singkat.
“Lo-mo, pergilah. Tidak ada urusan apa-apa lagi di sini. Setahun kemudian kelak kita bertemu kembali.”
Siauw-bin Lo-mo tertawa masam. Ia menjadi serba salah. Ia tidak takut kepada Kam Sian Eng, akan tetapi juga tidak menghendaki nama Bu-tek Ngo-sian menjadi pecah hanya karena urusan seorang gadis! Selain itu, juga otaknya yang cerdik bekerja cepat. Kalau terjadi pertempuran karena ia kukuh, pihaknya tentu rugi. Dia sendiri melawan Sian-toanio ini masih merupakan keadaan setengah-setengah, belum tentu siapa yang akan menang atau kalah. Akan tetapi, dua belas orang Cap-ji-liong itu kalau harus menghadapi kakek tukang obat Song bersama puterinya dan Si Mutiara Hitam, agaknya akan terancam bahaya kehancuran. Maka ia lalu tertawa dan agar jangan terlalu kehilangan muka ia berkata.
“Ha-ha-ha-ha! Melihat muka Sian-toanio yang menjadi saudaraku sendiri, tentu saja aku tidak akan meributkan soal seorang gadis! Hanya sayang sekali, saudaraku yang menjadi seorang diantara Bu-tek Ngo-sian, ternyata harus tunduk kepada muridnya. Ha-ha-ha! Hayo, kita pergi!”
Ia berseru kepada Cap-ji-liong yang tanpa banyak cakap tidak berani membantah dan segera mengikuti datuk mereka pergi dari dalam hutan.
Biarpun perangainya aneh dan otaknya tidak waras, namun Kam Sian Eng adalah seorang wanita yang memiliki watak angkuh dan tinggi hati. Oleh karena itu, ejekan yang keluar dari mulut Siauw-bin Lo-mo tadi sedikit banyak telah meracuni hatinya, membuat keningnya berkerut dan sepasang matanya mengeluarkan sinar dingin menakutkan.
Melihat betapa sepasang mata Sian Eng memandangnya seperti itu, tahulah Kwi Lan bahwa gurunya atau bibinya ini sedang marah sekali. Maka ia menjadi khawatir dan bersikap waspada.
Pada saat itu, nampak bayangan berkelebat keluar dari pondok. Ternyata dia adalah Yu Siang Ki yang sudah sembuh, hanya belum pulih tenaganya. Namun karena tadi ia terbangun dari tidurnya dan mendengar suara melengking nyaring, ia segera mengerahkan tenaga, menyambar tongkat dan setelah tubuhnya tidak begitu lemah lagi, kini ia meloncat keluar, siap membantu Song Hai dan puterinya, terutama sekali Kwi Lan jika ada bahaya mengancam.
Ketika ia melihat mereka itu berhadapan dengan seorang wanita yang memakai kerudung, yang sikapnya aneh, yang matanya menyinarkan keseraman yang mengerikan, ia meloncat dan sudah berada di samping Kwi Lan. Gerakannya tidaklah sekuat biasa, namun pemuda ini tidak kehilangan kelincahannya.
“Siapa jembel ini?”
Suara Kam Sian Eng dingin sekali, membuat Siang Ki meremang bulu tengkuknya, dan sinar mata yang menyambar ke arah mukanya seperti tangan dingin menyentuh leher. Ia bergidik.
Song Hai atau Yok-san-jin yang semenjak tadi memandang kepada Kam Sian Eng dengan penuh rasa kagum dan heran, segera melangkah maju dan menjura sebagai penghormatan, lalu berkata,
“Kouw-nio, orang muda ini bukan lain adalah kai-pangcu (ketua perkumpulan pengemis) dari Khong-sim Kai-pang, putera mendiang Yu Kang Tianglo yang gagah perkasa.”
Sian Eng melirik ke arah kakek berjenggot itu. Hatinya senang mendengar dirinya disebut kouwnio (nona). Tentu saja kakek itu merasa tepat menyebut nona kepada wanita berkerudung ini karena ia jauh lebih tua dan memang Sian Eng kelihatan masih muda, baik dipandang pada wajah di balik kerudung itu maupun bentuk tubuh yang langsing padat.
Akan tetapi kalau hati Sian Eng merasa senang dengan sebutan kouwnio, ia mengerutkan kening mendengar bahwa pemuda ini adalah Ketua Khong-sim Kai-pang, putera Yu Kang Tianglo yang merupakan seorang diantara lawan golongan sesat yang dipimpin Bu-tek Ngo-sian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar