Ads

Jumat, 08 November 2019

Istana Pulau Es Jilid 126

Biarpun kakek itu belum pernah mendengar nama dua orang muda itu, namun karena sudah lama dia tidak muncul di dunia kang-ouw, dia percaya bahwa mereka itu tentulah tokoh-tokoh muda murid orang pandai, maka ia bersikap menghormat sekali. Setelah melalul jalan berliku-liku, akhirnya tibalah mereka di perkampungan yang sederhana, di tengah hutan gelap akan tetapi tanah di daerah ini amat subur dan sebagian dari hutan itu telah berubah menjadi sawah dan kebun sayur.

"Daerah kami ini jarang didatangi orang luar dan kami hidup tenang disini, tidak pernah kekurangan makan. Di dalam kesederhanaan kami, kami tidak membutuhkan apa-apa, karena itu kami hidup cukup bahagia,"

Kata Ouw-pangcu sambil mempersilakan kedua orang muda itu memasuki pondok terbesar yang menjadi rumahnya.

Orang-orang yang berpakaian sederhana seperti yang mengeroyok mereka tadi, nampak hilir mudik dan sibuk bekerja. Agaknya mereka semua telah mendengar tentang kedua orang muda itu, maka mereka memandang dengan penuh perhatian, akan tetapi tidak ada seorang pun yang berani membuka suara karena kini dua orang muda itu datang bersama ketua mereka.

Diam-diam Yu Goan tersentuh oleh ucapan ketua itu. Terbukti kebenaran pelajaran yang pernah ia dengar dari kakeknya bahwa kebahagiaan hanya dapat dirasakan oleh orang yang tidak membutuhkan apa-apa! Bahkan tidak membutuhkan kebahagiaan itu sendiri!

Keinginan timbul karena panca indera ditempeli pikiran yang membayangkan dan mengenang segala pengalaman kenikmatan jasmani dan kesenangan. Kalau keinginan sudah timbul, maka memuaskan keinginan itulah yang menciptakan kebutuhan. Ada kebutuhan disusul dengan usaha pencarian, yaitu mencari apa yang dibutuhkan. Sungguh berlika-liku dan sulit ditempuh, padahal setelah mencapai apa yang dicari, hanya mendatangkan kesenangan sesaat saja, kemudian dilupakan untuk disambung kebutuhan lainnya yang tak kunjung habis, tak kunjung henti karena kebutuhan itu diciptakannya sendiri tanpa sadar.

Betapa mungkin manusia yang selalu dikejar-kejar kebutuhan yang diciptakan sendiri oleh kehausan dan kerakusan akan kenikmatan duniawi, dapat merasakan kebahagiaan? Kebahagiaan bukanlah senang bukan pula susah, bukan untung bukan pula rugi, karena itu tidak ada kebalikannya, tidak ada perbandingannya. Jika masih dapat dibandingkan, itu bukanlah bahagia!

Pondok tempat tinggal Ouw Pangcu cukup besar, akan tetapi amatlah sederhana. Dindingnya terbuat daripada bata bertumpuk-tumpuk secara kasar, daun pintunya dari kayu dengan bentuk bersahaja. Pembaringan kakek ini pun hanya merupakan sebuah dipan bambu! Belum pernah selama hidupnya dua orang muda itu melihat seorang ketua semiskin ini!

Mereka duduk berhadapan di atas dipan, Yu Goan dan Ouw-pangcu. Adapun Siauw Bwee duduk di atas bangku tak jauh dari situ mendengarkan percakapan dua orang itu. Dia sendiri tidak mengerti ilmu pengobatan maka dia hanya ingin menonton bagaimana sahabatnya itu mengobati Ouw-pangcu.

"Bagaimanakah aku sampai keracunan? Aku sama sekali tidak pernah bertanding dengan orang lihai dan tidak pernah kena pukul,"

Kata kakek itu, menyatakan keheranannya biarpun dia tidak meragukan keterangan Yu Goan yang cocok dengan penderitaannya.

"Engkau tidak terluka oleh pukulan, Pangcu. Akan tetapi karena makanan atau minum sesuatu yang dicampuri racun. Dan racun ini mengacaukan hawa murni di tubuhmu. Karena engkau telah melatih diri dengan sin-kang yang tinggi dan aneh yang agaknya telah dapat kau kuasai sedemikian rupa sehingga engkau mampu mempergunakan Im-kang dan Yang-kang yang amat kuat, maka kini kedua hawa yang sifatnya bertentangan itu saling menggempur tubuhmu sendiri."

Kakek itu membelalakkan matanya.
"Betapa mungkin makanan atau minumanku diracuni orang? Akan tetapi.... keteranganmu tepat sekali, Sicu. Memang aku telah melatih diri dengan sin-kang yang.... yang...." Kakek itu kelihatan ragu-ragu.

"Hemm, bukankah engkau melatih Im-yang-sin-kang secara berbareng dan pandai menggunakan kedua sin-kang itu secara berbareng?"

Tiba-tiba Siauw Bwee menyambung ketika melihat kakek itu agak ragu-ragu untuk memberi tahu.

Kakek itu makin kaget dan memandang Siauw Bwee penuh kagum.
"Engkau tahu akan hal itu, Nona? Bukan main! Agaknya di dunia ini penuh dengan orang-orang muda yang berilmu tinggi! Tidak salah, sesungguhnya ilmuku ini merupakan rahasia, akan tetapi heran sekali mengapa engkau dapat menduga begitu tepat, dan Sicu ini dapat pula memberi keterangan yang cocok."






"Hemm, apa anehnya Pangcu?" Siauw Bwee berkata. "Anak buahmu tidak pandai ilmu silat tinggi, namun mereka rata-rata memiliki sin-kang yang amat kuat. Dan juga sastrawan itu...."

Tiba-tiba wajah kakek itu menjadi pucat.
"Aihh! Apakah bisa jadi....?"

"Apa yang hendak kau katakan, Pangcu?" Yu Goan berkata.

"Racun itu....! Anak buahku tidak mungkin meracuniku, akan tetapi dia.... Ang-siucai itu.... dia banyak mengajarkan ilmu masakan kepada para koki kami! Dan anggur yang dibuatnya itu....!" Tiba-tiba ia menarik napas panjang, kemudian melanjutkan dengan suara lirih hampir berbisik, "Ah, aku sudah membuka rahasia. Akan tetapi agaknya keadaan gawat, dan entah mengapa timbul kepercayaan besar di hatiku terhadap Ji-wi. Biarlah kuceritakan keadaan kami sebelum engkau mencoba mengobatiku, Sicu."

Kakek ini dengan suara perlahan lalu menceritakan keadaan orang-orang di situ yang dipimpinnya. Dahulu di tempat itu tinggal sekelompok orang, kurang lebih dua ratus orang jumlahnya, yang hidupnya masih terbelakang dan jarang bertemu dengan orang luar. Mereka hidup sederhana, bahkan masih setengah liar. Kemudian muncullah seorang kakek sakti yang aneh dan berilmu seperti dewa.

Melihat keadaan sekelompok manusia yang wajar dan sederhana ini, kakek itu lalu memimpin mereka dan mengajarkan ilmu kepandaian agar mereka itu dapat menjaga diri, dan dapat mengalahkan segala tantangan hidup dalam dunia yang masih liar itu.

"Karena pimpinan Locianpwe itulah maka kami memiliki sedikit ilmu kepandaian sehingga kami dapat menangkap binatang buas yang bagaimana kuat pun. Akan tetapi, sungguh celaka, nasib buruk menimpa kami. Tidak lama setelah Locianpwe itu berada disini dan beliau suka sekali hidup di antara orang-orang yang masih sederhana, wajar dan liar seperti kami, malapetaka menimpa kami, yaitu berupa penyakit yang menyeramkan."

"Penyakit apakah, Pangcu?"

Siauw Bwee bertanya, hatinya tertarik sekali mendengar penuturan itu dan menduga-duga siapa gerangan kakek sakti itu.

"Penyakit kusta."

"Kusta....?" Yu Goan sebagai seorang ahli pengobatan tentu saja merasa ngeri mendengar penyakit yang belum pernah dapat diobati itu. "Lalu bagaimana, Pangcu?"

"Inilah sebetulnya rahasia besar kami yang sekarang kubuka kepada Ji-wi karena Ji-wi sudah kuanggap bukan orang lain. Mereka yang terkena penyakit itu terpaksa harus menjauhkan diri agar jangan sampai menular kepada orang lain. Hal ini diatur oleh Locianpwe itu dan mereka itu ditempatkan di lembah."

"Di bawah sana itu? Jadi orang-orang di bawah itu adalah penderita-penderita penyakit kusta?" tanya Siauw Bwee.

"Benar, jadi diantara mereka dan kami sebenarnya masih ada hubungan erat, bahkan masih keluarga, dan lebih lagi diantara mereka yang menderita itu terdapat ketua kami yang dahulu dipilih oleh Locianpwe itu sehingga sampai sekarang pun, tingkat mereka lebih tinggi dari pada kami orang-orang penghuni hutan di bukit ini. Karena penderitaan mereka itulah, Locianpwe menurunkan ilmu melatih sin-kang yang disebut Jit-goat-sin-kang (Hawa Sakti Matahari Bulan). Hanya mereka yang berada di lembah saja yang memperoleh ilmu itu, dan di atas sini hanya ketuanya, yaitu aku sendiri yang mendapatkan ilmu itu. Aku melatih sin-kang itu dengan mengambil tenaga sakti matahari dan bulan, kulatih bertahun-tahun. Siapa mengira, sekarang aku menjadi korban dari sin-kang itu sendiri."

"Kenapa engkau keracunan, Pangcu. Dan agaknya ada orang yang sengaja meracunimu," kata Yu Goan.

"Tentu orang yang tahu akan Jit-goat-sin-kang, dan satu-satunya.... hemmm, hanya Ang-siucai yang kuberi tahu akan rahasia ilmu itu untuk membalas budinya. Setelah Locianpwe itu pergi beberapa tahun yang lalu, datanglah Ang-siucai sebagai utusan pemerintah yang bersikap baik sekali kepada kami, mengajarkan masak dan baca tulis. Mungkinkah dia....? Aihh, jangan-jangan sikap beberapa orang anak buahku yang berubah ini pun hasil perbuatannya! Celaka, dan aku terluka. Ah, Sicu, tolonglah aku agar aku dapat menyelidiki hal ini dan mencegah terjadinya hal yang lebih hebat lagi. Aku khawatir kalau-kalau akan terjadi pemberontakan di sini. Dalam beberapa bulan ini aku sudah melihat gejala-gejala perlawanan dan sikap tidak mau menaati perintahku, termasuk penyerangan mereka kepada Ji-wi tadi."

"Baik, Pangcu. Akan kucoba. Silakan Pangcu duduk bersila dan aku akan membantumu membersihkan hawa beracun yang mengacaukan sin-kang di tubuhmu." kata Yu Goan.

Pemuda ini lalu duduk bersila di atas dipan, di belakang kakek itu, kemudian ia menempelkan kedua telapak tangannya di atas punggung yang telanjang itu, mengerahkan sin-kangnya. Tak lama kemudian, Yu Goan berteriak keras dan tubuhnya terpelanting jatuh dari atas dipan, mukanya pucat penuh keringat dan matanya terbelalak.

Siauw Bwee cepat menyambar lengan Yu Goan dan membantu pemuda itu berdiri. Kakek itu menoleh dan mengerutkan alisnya yang putih.

"Bagaimana, Sicu?"

"Bagaimana, Twako? Kenapa kau jatuh?" Siauw Bwee juga bertanya.

Yu Goan mengusap peluhnya dan menggeleng kepala.
"Percuma. Agaknya Jit-goat-sin-kang yang kau miliki itu luar biasa kuatnya, Pangcu. Aku tidak kuat menahan. Untuk mengobatimu membutuhkan orang yang memiliki sin-kang jauh lebih tinggi daripada kekuatanmu sendiri. Sin-kangmu yang dua macam saling berlawanan itu mana mungkin dilawan orang biasa seperti aku? Yang mengobati harus membagi tenaganya, sebagian untuk menahan penolakan Jit-goat-sin-kang yang berlawanan itu, sebagian untuk mengirim hawa murni ke pusarmu dan membantumu menguasai kembali sin-kangmu dan bersama-sama mengusir hawa beracun. Tak mungkin aku melakukannya, bahkan seluruh sin-kangku masih tidak kuat menghadapi pergolakan Jit-goat-sin-kang yang saling berlawanan itu, apalagi untuk mengusir hawa beracun."

"Aihh, sudah nasibku. Untuk menghadapi maut, bagiku bukan apa-apa, karena aku pun sudah cukup tua. Akan tetapi kalau yang kukhawatirkan terjadi, kalau sampai timbul pemberontakan, celakalah anak buahku semua...." Kakek itu mengeluh dengan air muka berduka sekali.

"Pangcu, jangan khawatir. Aku akan membantumu mengobati penyakitmu. Twako, jelaskan apa yang harus kulakukan?"

"Khu-lihiap...., hal itu.... berbahaya sekali. Jit-goat-sin-kang di tubuhnya liar dan amat kuatnya. Salah-salah engkau akan terluka parah di sebelah dalam tubuhmu!"

"Sicu benar, Lihiap. Harap jangan main-main dan mengorbankan diri sendiri untukku," Ouw-pangcu juga berkata dengan hati tulus.

Siauw Bwee tersenyum.
"Kalau belum dicoba mana kita tahu, Twako? Biarlah aku mencobanya."

"Khu-lihiap, ini bukan main-main, mana boleh dicoba-coba? Aku tahu bahwa kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada tingkatku. Aku tidak hendak mengatakan bahwa sin-kangmu lebih lemah daripada sin-kangku, akan tetapi betapapun tak mungkin dapat melawan Jit-goat-sin-kang yang liar di tubuh Ouw-pangcu."

Kembali Siauw Bwee tersenyum.
"Ouw-pangcu, Locianpwe yang kau sebutkan tadi, apakah dia seorang kakek bertubuh kecil seperti kanak-kanak akan tetapi kepalanya besar sekali dan namanya Bu-tek Lo-jin?"

Ouw-pangcu begitu kaget mendengar ini sampai dia meloncat turun dari dipan dan memandang Siauw Bwee dengan mata terbelalak.

"Ini.... ini.... rahasia besar.... bagaimana Lihiap bisa tahu....?" tanyanya gugup dan Yu Goan juga terkejut.

Dia pernah mendengar dari ayahnya akan nama Bu-tek Lo-jin itu, seorang manusia setengah dewa yang sakti dan aneh sekali, bahkan lebih terkenal daripada nama Pek-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong, dua orang kakak beradik yang tidak lumrah manusia itu dan hanya kalah kebesaran dan keanehannya oleh Bu Kek Siansu!

"Karena engkau telah mempercayakan rahasiamu kepadaku, Pangcu, dan karena aku sudah percaya penuh kepada Yu-twako, maka tidak perlu aku menyembunyikan rahasia diriku lagi. Aku mendengar nama besar Bu-tek Lo-jin dari suhengku ketika aku digemblengnya di Pulau Es."

"Pulau Es....?" Kini seruan itu keluar hampir berbareng dari mulut Yu Goan dan Ouw-pangcu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar