Ang-siucai berseru minta bantuan ketua lembah. Akan tetapi Siauw Bwee sudah menyambar lengan Coa Leng Bu dan dibawa lari keluar dari pondok itu.
"Supek, mengapa kau selemah itu melihat bendera itu?"
"Bendera itu adalah peninggalan Suhu. Siapa yang memegangnya mempunyai kekuasaan seperti Suhu sendiri. Bagaimana aku berani melawan?"
"Hemm, kalau Twa-supek sudah terpengaruh racun dan bujukan manusia she Ang, sebaiknya kita lekas menolong Gi-hu dan keluar dari neraka ini."
"Usulmu baik sekali, Lihiap."
Biarpun menjawab demikian, namun sikap kakek tukang obat itu jelas membayangkan kedukaan hebat. Ketika mereka tiba di luar pondok, kembali mereka dikepung oleh para penderita kusta dan kawan-kawan Ang-siucai. Mereka berdua melawan sambil melarikan diri untuk mencari Ouw-pangcu.
"Tentu dia ditahan dalam ruangan tahanan atau di tempat hukuman! Mari ikut aku!"
Coa Leng Bu berkata sambil melawan para pengeroyok yang selalu menghadang, mereka mencari-cari di seluruh perkampungan lembah itu tanpa hasil. Banyak sudah pengeroyok mereka robohkan, namun diam-diam hati Siauw Bwee khawatir sekali karena selain tidak dapat menemukan gi-hunya, juga tidak kelihatan bayangan Yu Goan!
"Sute benar-benar kurang ajar. Aaahh, tidak kusangka dua orang suteku semua menentangku!"
Ketua lembah yang sudah kekenyangan menghisap madat itu duduk sambil memijit-mijit kedua pelipisnya, tubuhnya bergoyang-goyang seperti orang mabok.
"Pangcu, orang-orang yang memberontak itu harus dihukum. Aku khawatir sekali kalau mereka berhasil mengacau kemudian merampas kitab-kitab yang amat penting itu. Pangcu berjanji untuk memperlihatkan kitab-kitab itu kepadaku. Bolehkah sekarang aku melihatnya?" Ang-siucai melangkah menuju ke sebuah kamar yang daun pintunya tertutup.
"Nanti dulu, Sicu. Tidak boleh orang lain masuk ke kamar itu kecuali aku!"
Ketua lembah sudah bangkit berdiri dan berjalan terpincang-pincang ke kamar itu, diikuti oleh Ang-siucai yang sudah memegang goloknya lagi.
"Selain kitab-kitab kuno simpananku yang tidak begitu penting bagiku, disini kusimpan sebuah kitab yang amat penting dan yang kuanggap sebagai benda pusaka. Kitab itu adalah peninggalan Suhu kepada kami...."
"Kitab pelajaran Jit-goat-sin-kang?" tanya Ang-siucai dan matanya berapi-api penuh gairah.
"Jit-goat-sin-kang termasuk ilmu yang berada di dalam kitab itu. Masih ada ilmu-ilmu silat lain yang tidak dapat diturunkan kepada siapapun juga. Engkau amat baik kepadaku, Sicu. Maka aku tidak keberatan kalau engkau melihat kitab itu, akan tetapi tidak boleh dibaca atau dibawa pergi. Karena engkau seorang sastrawan, maka aku maklum bahwa engkau suka sekali melihat kitab-kitab kuno, mari masuk...."
Ketika memasuki kamar, ketua lembah itu terhuyung-huyung, kelihatannya lemas sekali. Diam-diam Ang-siucai menjadi girang karena dia tahu bahwa kakek ini telah mabok madat dan sebentar lagi, seperti biasanya, tentu akan tidak kuat menahan dan jatuh tertidur nyenyak!
"Yang manakah kitab peninggalan Locianpwe Bu-tek Lo-jin itu, Pangcu?"
Kakek itu kini sudah lenggat-lenggut dan beberapa kali menguap, kemudian ia hanya dapat menuding ke arah sebuah kitab yang dibungkus kain kuning, terletak di atas meja di sudut kamar, kemudian ia merebahkan tubuhnya begitu saja di lantai terus tidur mendengkur!
Ang-siucai girang sekali. Cepat ia menghampiri meja di sudut itu, mengambil bungkusan kain kuning, membukanya dan setelah mendapat kenyataan bahwa kitab itulah yang dimaksudkan Lie-pangcu, dia cepat melangkah hendak keluar dari kamar itu.
Akan tetapi ketika ia harus melangkahi tubuh Lie-pangcu yang tidur mendengkur di atas lantai, dia berhenti dan melirik dengan sinar mata tajam. Dia tahu bahwa kakek ini amat lihai, jauh lebih lihai daripada Ouw-pangcu, maka kalau nanti terbangun dan melihat lenyapnya kitab dan mengejarnya, berarti dia akan menambah seorang musuh yang amat berat.
Dia sedang tidur, mengapa tak kubunuh saja? Setelah berpikir demikian, secepat kilat Ang Hok Ci melangkah mundur, memegang goloknya erat-erat lalu mengayun goloknya itu ke arah leher kakek yang tidur pulas. Saking gugupnya, bacokannya meleset dan mengenai pundak Lie Soan Hu, ketua lembah.
"Crookk!"
Pundak itu putus berikut lengan kanan Si Kakek yang pulas. Akan tetapi, mata Ang-siucai terbelalak dan mukanya menjadi pucat ketika ia melihat betapa luka di pundak itu tidak mengeluarkan darah dan Si Kakek masih enak-enak tidur mendengkur!
Hal ini tentu saja membuat dia terkejut dan ketakutan, disangkanya kakek itu mempermainkannya, maka segera ia meloncat keluar kamar dan memasuki pintu rahasia di sebelah belakang pondok yang sudah dikenalnya, kemudian dia lari dari tempat itu, tidak mempedulikan lagi Siauw Bwee dan kakek obat yang masih mengamuk di luar.
Pada saat itu, keadaan Yu Goan dan Ouw-pangcu sudah payah. Tubuh mereka sudah penuh luka dan mereka tahu bahwa dikeroyok dari atas dan bawah anak tangga, mereka tidak dapat melarikan diri lagi. Biarpun banyak pula pengeroyok yang mereka robohkan, namun karena jumlah mereka amat banyak, kedua orang yang sudah luka-luka ini mulai kehabisan tenaga.
"Jangan bunuh mereka, tangkap hidup-hidup!"
Teriakan ini keluar dari mulut Ang-siucai yang sudah tiba di tempat itu. Dia tadi menyaksikan betapa Siauw Bwee dan Coa Leng Bu nengamuk dengan hebat, maka ia menjadi khawatir sekali. Kalau tadinya dia dapat mengharapkan bantuan kakek ketua lembah yang lihai, kini tidak mungkin lagi. Pula, benda yang dicarinya, yang membuat dia mengadakan pengacauan sampai berbulan-bulan di tebing dan lembah, kini telah tersimpan di balik jubahnya. Tugasnya telah selesai, kini tinggal mencari jalan untuk keluar dengan selamat. Melihat Ouw-pangcu dan Yu Goan terkepung rapat, dia melihat jalan keluar itu, maka segera ia berseru agar menawan dua orang itu hidup-hidup.
Betapapun juga, seruan ini menyelamatkan nyawa Ouw-pangcu dan Yu Goan. Para pengeroyok menubruk dengan nekat dan akhirnya mereka ditangkap dan ditotok sehingga lumpuh. Ang Hok Ci lalu mengumpulkan kawan-kawannya, yaitu orang-orang Han yang datang bersamanya. Dia datang ke daerah itu dan diam-diam kemudian disusul oleh dua puluh orang temannya, akan tetapi sekarang teman-temannya itu hanya tinggal lima orang saja. Selebihnya sudah tewas, sebagian besar tewas di tangan Siauw Bwee dan Coa Leng Bu.
Dengan cepat Ang-siucai mengempit tubuh Yu Goan dan seorang temannya membawa tubuh Ouw Teng, kemudian mereka berenam meninggalkan tempat itu melarikan diri melalui terowongan yang menembus di puncak tebing di daerah orang-orang liar anak buah Ouw-pangcu.
Siauw Bwee dan Coa Leng Bu masih mengamuk, tidak tahu bahwa Ouw Teng dan Yu Goan sudah ditawan dan dibawa lari. Tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring,
"Tahan semua senjata! Hentikan semua pertempuran!"
Mereka semua menoleh dan seketika pertandingan berhenti. Tak jauh dari mereka telah berdiri kakek Lie Soan Hu, ketua lembah yang buntung pundak kanannya. Dengan tangan kiri mengangkat bendera hitam tinggi-tinggi, kakek itu ternyata tidak kehilangan suaranya seperti para penderita lain, berkata,
"Ang Hok Ci manusia jahat.... kitab peninggalan Suhu dirampas dan dilarikan....! Sute.... lekas kejar....!"
Setelah berkata demikian, kakek itu roboh pingsan. Biarpun luka di pundaknya tidak mengeluarkan darah, akan tetapi tentu saja dia menderita hebat sekali. Pucat wajah Si Tukang Obat mendengar itu. Dia tahu kitab apa yang dimaksudkan, maka cepat dia berteriak,
"Hai, kalian orang-orang yang telah berdosa! Baru sekarang kalian tahu bahwa kalian telah ditipu oleh manusia she Ang itu! Siapa diantara kalian yang mengetahui dimana adanya bangsat itu?"
Beberapa orang penderita kusta menjawab sehingga terdengar suara gaduh tidak karuan yang tak dimengerti oleh Siauw Bwee. Akan tetapi dara ini melihat wajah Si Tukang Obat menjadi terkejut, alisnya berkerut dan wajahnya membayangkan kekhawatiran hebat.
"Lekas kejar, Lihiap."
"Apa sih artinya keterangan mereka?"
"Si keparat itu telah merampas kitab peninggalan Suhu, telah menawan Ouw-sute dan Yu-sicu dan mereka melarikan diri melalui terowongan yang menembus ke atas tebing."
"Celaka! Mari kita kejar!"
Siauw Bwee berseru dan dia cepat meloncat mengikuti Coa Leng Bu yang sudah lari menuju ke terowongan rahasia yang merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan daerah lembah terpencil ini ke dunia luar melalui puncak tebing tempat tinggal Ouw-pangcu dan anak buahnya.
Siauw Bwee dan Coa Leng Bu terus melakukan pengejaran. Biarpun mereka berdua sudah tertinggal jauh, namun mereka dapat mengikuti jejak enam orang yang melarikan diri dan menawan Yu Goan dan Ouw Teng itu. Jejak mereka menuju ke kota Sian-yang. Ketika mereka tiba di luar tembok kota Sian-yang, mereka melihat Yu Goan duduk termenung menghadapi sebuah kuburan baru!
"Yu-twako....!"
Yu Goan melompat bangun dan memandang Siauw Bwee dan Coa Leng Bu dengan girang. Akan tetapi segera wajahnya menjadi muram ketika ia berkata,
"Bwee-moi, Gi-hu telah meninggal dunia dan inilah kuburannya," ia menunjuk ke arah kuburan baru.
"Keparat! Mereka membunuhnya?" Siauw Bwee berteriak marah.
Yu Goan menggeleng kepala.
"Tidak, Bwee-moi, Gi-hu tewas karena luka-lukanya, terutama sekali karena penyakitnya yang lama kambuh kembali."
"Dimana penjahat itu? Bagaimana engkau dapat lolos, Twako?"
"Bwee-moi, Supek, mereka itu ternyata bukanlah penjahat-penjahat, melainkan utusan-utusan rahasia dari pemerintah. Mereka membebaskan aku disini untuk mengurus jenazah Gi-hu, dan mereka tadinya menawan kami berdua hanya untuk dapat mempergunakan kami sebagai perisai ketika mereka keluar dari lembah. Mereka adalah orang-orang pemerintah dan aku sendiri telah melihat surat kuasa dan surat perintah mereka. Bahkan Ang Hok Ci itu adalah murid dari Bu Kok Tai, koksu negara yang sengaja mengutusnya ke lembah untuk mengambil kitab peninggalan Bu-tek Lo-jin."
"Siapa pun dia, jelas dia adalah seorang penipu, pencuri, pembunuh dan pengacau terkutuk!" kata Coa Leng Bu.
"Yu-twako, dimana mereka?"
"Mereka memasuki kota Sian-yang untuk menghadap Bu-koksu yang kebetulan berada di kota itu. Aku ditinggalkan di sini untuk mengurus jenazah Gi-hu. Bwee-moi, setelah kita ketahui bahwa mereka itu adalah utusan-utusan pemerintah, perlukah kita melibatkan diri?"
"Yu-twako! Aku tidak peduli mereka itu utusan pemerintah atau utusan raja sorga maupun raja neraka! Yang jelas, mereka adalah pengacau-pengacau busuk yang telah menimbulkan malapetaka di atas tebing dan di lembah, dan mereka telah menyebabkan kematian Gi-hu, bahkan telah mencuri kitab peninggalan Bu-tek Lo-jin! Perbuatan mereka itu cukup bagiku untuk memusuhi mereka, tidak peduli mereka itu orang macam apa! Bagaimana dengan pendapatmu, Twako?"
Yu Goan mengerutkan alisnya dan menarik napas panjang.
"Bwee-moi, maafkan aku. Ayah bundaku dan kakekku telah memesan dengan sungguh-sungguh sebelum aku pergi merantau agar aku tidak melakukan perbuatan yang melawan dan menentang pemerintah, bahkan menganjurkan agar aku membantu pemerintah, menjadi pahlawan dan patriot demi kepentingan tanah air dan bangsa. Karena itu, mana mungkin aku menentang mereka yang ternyata tidak membunuhku, malah membebaskan aku dan memberi surat perkenalan kepada komandan pasukan di Sian-yang? Bwee-moi, harap engkau sadar bahwa mereka itu pun hanya petugas-petugas belaka, dan kalau kita memusuhi mereka sama artinya dengan memusuhi pemerintah. Mungkinkan kita memusuhi pemerintah yang berarti memusuhi bangsa sendiri?"
"Supek, mengapa kau selemah itu melihat bendera itu?"
"Bendera itu adalah peninggalan Suhu. Siapa yang memegangnya mempunyai kekuasaan seperti Suhu sendiri. Bagaimana aku berani melawan?"
"Hemm, kalau Twa-supek sudah terpengaruh racun dan bujukan manusia she Ang, sebaiknya kita lekas menolong Gi-hu dan keluar dari neraka ini."
"Usulmu baik sekali, Lihiap."
Biarpun menjawab demikian, namun sikap kakek tukang obat itu jelas membayangkan kedukaan hebat. Ketika mereka tiba di luar pondok, kembali mereka dikepung oleh para penderita kusta dan kawan-kawan Ang-siucai. Mereka berdua melawan sambil melarikan diri untuk mencari Ouw-pangcu.
"Tentu dia ditahan dalam ruangan tahanan atau di tempat hukuman! Mari ikut aku!"
Coa Leng Bu berkata sambil melawan para pengeroyok yang selalu menghadang, mereka mencari-cari di seluruh perkampungan lembah itu tanpa hasil. Banyak sudah pengeroyok mereka robohkan, namun diam-diam hati Siauw Bwee khawatir sekali karena selain tidak dapat menemukan gi-hunya, juga tidak kelihatan bayangan Yu Goan!
"Sute benar-benar kurang ajar. Aaahh, tidak kusangka dua orang suteku semua menentangku!"
Ketua lembah yang sudah kekenyangan menghisap madat itu duduk sambil memijit-mijit kedua pelipisnya, tubuhnya bergoyang-goyang seperti orang mabok.
"Pangcu, orang-orang yang memberontak itu harus dihukum. Aku khawatir sekali kalau mereka berhasil mengacau kemudian merampas kitab-kitab yang amat penting itu. Pangcu berjanji untuk memperlihatkan kitab-kitab itu kepadaku. Bolehkah sekarang aku melihatnya?" Ang-siucai melangkah menuju ke sebuah kamar yang daun pintunya tertutup.
"Nanti dulu, Sicu. Tidak boleh orang lain masuk ke kamar itu kecuali aku!"
Ketua lembah sudah bangkit berdiri dan berjalan terpincang-pincang ke kamar itu, diikuti oleh Ang-siucai yang sudah memegang goloknya lagi.
"Selain kitab-kitab kuno simpananku yang tidak begitu penting bagiku, disini kusimpan sebuah kitab yang amat penting dan yang kuanggap sebagai benda pusaka. Kitab itu adalah peninggalan Suhu kepada kami...."
"Kitab pelajaran Jit-goat-sin-kang?" tanya Ang-siucai dan matanya berapi-api penuh gairah.
"Jit-goat-sin-kang termasuk ilmu yang berada di dalam kitab itu. Masih ada ilmu-ilmu silat lain yang tidak dapat diturunkan kepada siapapun juga. Engkau amat baik kepadaku, Sicu. Maka aku tidak keberatan kalau engkau melihat kitab itu, akan tetapi tidak boleh dibaca atau dibawa pergi. Karena engkau seorang sastrawan, maka aku maklum bahwa engkau suka sekali melihat kitab-kitab kuno, mari masuk...."
Ketika memasuki kamar, ketua lembah itu terhuyung-huyung, kelihatannya lemas sekali. Diam-diam Ang-siucai menjadi girang karena dia tahu bahwa kakek ini telah mabok madat dan sebentar lagi, seperti biasanya, tentu akan tidak kuat menahan dan jatuh tertidur nyenyak!
"Yang manakah kitab peninggalan Locianpwe Bu-tek Lo-jin itu, Pangcu?"
Kakek itu kini sudah lenggat-lenggut dan beberapa kali menguap, kemudian ia hanya dapat menuding ke arah sebuah kitab yang dibungkus kain kuning, terletak di atas meja di sudut kamar, kemudian ia merebahkan tubuhnya begitu saja di lantai terus tidur mendengkur!
Ang-siucai girang sekali. Cepat ia menghampiri meja di sudut itu, mengambil bungkusan kain kuning, membukanya dan setelah mendapat kenyataan bahwa kitab itulah yang dimaksudkan Lie-pangcu, dia cepat melangkah hendak keluar dari kamar itu.
Akan tetapi ketika ia harus melangkahi tubuh Lie-pangcu yang tidur mendengkur di atas lantai, dia berhenti dan melirik dengan sinar mata tajam. Dia tahu bahwa kakek ini amat lihai, jauh lebih lihai daripada Ouw-pangcu, maka kalau nanti terbangun dan melihat lenyapnya kitab dan mengejarnya, berarti dia akan menambah seorang musuh yang amat berat.
Dia sedang tidur, mengapa tak kubunuh saja? Setelah berpikir demikian, secepat kilat Ang Hok Ci melangkah mundur, memegang goloknya erat-erat lalu mengayun goloknya itu ke arah leher kakek yang tidur pulas. Saking gugupnya, bacokannya meleset dan mengenai pundak Lie Soan Hu, ketua lembah.
"Crookk!"
Pundak itu putus berikut lengan kanan Si Kakek yang pulas. Akan tetapi, mata Ang-siucai terbelalak dan mukanya menjadi pucat ketika ia melihat betapa luka di pundak itu tidak mengeluarkan darah dan Si Kakek masih enak-enak tidur mendengkur!
Hal ini tentu saja membuat dia terkejut dan ketakutan, disangkanya kakek itu mempermainkannya, maka segera ia meloncat keluar kamar dan memasuki pintu rahasia di sebelah belakang pondok yang sudah dikenalnya, kemudian dia lari dari tempat itu, tidak mempedulikan lagi Siauw Bwee dan kakek obat yang masih mengamuk di luar.
Pada saat itu, keadaan Yu Goan dan Ouw-pangcu sudah payah. Tubuh mereka sudah penuh luka dan mereka tahu bahwa dikeroyok dari atas dan bawah anak tangga, mereka tidak dapat melarikan diri lagi. Biarpun banyak pula pengeroyok yang mereka robohkan, namun karena jumlah mereka amat banyak, kedua orang yang sudah luka-luka ini mulai kehabisan tenaga.
"Jangan bunuh mereka, tangkap hidup-hidup!"
Teriakan ini keluar dari mulut Ang-siucai yang sudah tiba di tempat itu. Dia tadi menyaksikan betapa Siauw Bwee dan Coa Leng Bu nengamuk dengan hebat, maka ia menjadi khawatir sekali. Kalau tadinya dia dapat mengharapkan bantuan kakek ketua lembah yang lihai, kini tidak mungkin lagi. Pula, benda yang dicarinya, yang membuat dia mengadakan pengacauan sampai berbulan-bulan di tebing dan lembah, kini telah tersimpan di balik jubahnya. Tugasnya telah selesai, kini tinggal mencari jalan untuk keluar dengan selamat. Melihat Ouw-pangcu dan Yu Goan terkepung rapat, dia melihat jalan keluar itu, maka segera ia berseru agar menawan dua orang itu hidup-hidup.
Betapapun juga, seruan ini menyelamatkan nyawa Ouw-pangcu dan Yu Goan. Para pengeroyok menubruk dengan nekat dan akhirnya mereka ditangkap dan ditotok sehingga lumpuh. Ang Hok Ci lalu mengumpulkan kawan-kawannya, yaitu orang-orang Han yang datang bersamanya. Dia datang ke daerah itu dan diam-diam kemudian disusul oleh dua puluh orang temannya, akan tetapi sekarang teman-temannya itu hanya tinggal lima orang saja. Selebihnya sudah tewas, sebagian besar tewas di tangan Siauw Bwee dan Coa Leng Bu.
Dengan cepat Ang-siucai mengempit tubuh Yu Goan dan seorang temannya membawa tubuh Ouw Teng, kemudian mereka berenam meninggalkan tempat itu melarikan diri melalui terowongan yang menembus di puncak tebing di daerah orang-orang liar anak buah Ouw-pangcu.
Siauw Bwee dan Coa Leng Bu masih mengamuk, tidak tahu bahwa Ouw Teng dan Yu Goan sudah ditawan dan dibawa lari. Tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring,
"Tahan semua senjata! Hentikan semua pertempuran!"
Mereka semua menoleh dan seketika pertandingan berhenti. Tak jauh dari mereka telah berdiri kakek Lie Soan Hu, ketua lembah yang buntung pundak kanannya. Dengan tangan kiri mengangkat bendera hitam tinggi-tinggi, kakek itu ternyata tidak kehilangan suaranya seperti para penderita lain, berkata,
"Ang Hok Ci manusia jahat.... kitab peninggalan Suhu dirampas dan dilarikan....! Sute.... lekas kejar....!"
Setelah berkata demikian, kakek itu roboh pingsan. Biarpun luka di pundaknya tidak mengeluarkan darah, akan tetapi tentu saja dia menderita hebat sekali. Pucat wajah Si Tukang Obat mendengar itu. Dia tahu kitab apa yang dimaksudkan, maka cepat dia berteriak,
"Hai, kalian orang-orang yang telah berdosa! Baru sekarang kalian tahu bahwa kalian telah ditipu oleh manusia she Ang itu! Siapa diantara kalian yang mengetahui dimana adanya bangsat itu?"
Beberapa orang penderita kusta menjawab sehingga terdengar suara gaduh tidak karuan yang tak dimengerti oleh Siauw Bwee. Akan tetapi dara ini melihat wajah Si Tukang Obat menjadi terkejut, alisnya berkerut dan wajahnya membayangkan kekhawatiran hebat.
"Lekas kejar, Lihiap."
"Apa sih artinya keterangan mereka?"
"Si keparat itu telah merampas kitab peninggalan Suhu, telah menawan Ouw-sute dan Yu-sicu dan mereka melarikan diri melalui terowongan yang menembus ke atas tebing."
"Celaka! Mari kita kejar!"
Siauw Bwee berseru dan dia cepat meloncat mengikuti Coa Leng Bu yang sudah lari menuju ke terowongan rahasia yang merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan daerah lembah terpencil ini ke dunia luar melalui puncak tebing tempat tinggal Ouw-pangcu dan anak buahnya.
Siauw Bwee dan Coa Leng Bu terus melakukan pengejaran. Biarpun mereka berdua sudah tertinggal jauh, namun mereka dapat mengikuti jejak enam orang yang melarikan diri dan menawan Yu Goan dan Ouw Teng itu. Jejak mereka menuju ke kota Sian-yang. Ketika mereka tiba di luar tembok kota Sian-yang, mereka melihat Yu Goan duduk termenung menghadapi sebuah kuburan baru!
"Yu-twako....!"
Yu Goan melompat bangun dan memandang Siauw Bwee dan Coa Leng Bu dengan girang. Akan tetapi segera wajahnya menjadi muram ketika ia berkata,
"Bwee-moi, Gi-hu telah meninggal dunia dan inilah kuburannya," ia menunjuk ke arah kuburan baru.
"Keparat! Mereka membunuhnya?" Siauw Bwee berteriak marah.
Yu Goan menggeleng kepala.
"Tidak, Bwee-moi, Gi-hu tewas karena luka-lukanya, terutama sekali karena penyakitnya yang lama kambuh kembali."
"Dimana penjahat itu? Bagaimana engkau dapat lolos, Twako?"
"Bwee-moi, Supek, mereka itu ternyata bukanlah penjahat-penjahat, melainkan utusan-utusan rahasia dari pemerintah. Mereka membebaskan aku disini untuk mengurus jenazah Gi-hu, dan mereka tadinya menawan kami berdua hanya untuk dapat mempergunakan kami sebagai perisai ketika mereka keluar dari lembah. Mereka adalah orang-orang pemerintah dan aku sendiri telah melihat surat kuasa dan surat perintah mereka. Bahkan Ang Hok Ci itu adalah murid dari Bu Kok Tai, koksu negara yang sengaja mengutusnya ke lembah untuk mengambil kitab peninggalan Bu-tek Lo-jin."
"Siapa pun dia, jelas dia adalah seorang penipu, pencuri, pembunuh dan pengacau terkutuk!" kata Coa Leng Bu.
"Yu-twako, dimana mereka?"
"Mereka memasuki kota Sian-yang untuk menghadap Bu-koksu yang kebetulan berada di kota itu. Aku ditinggalkan di sini untuk mengurus jenazah Gi-hu. Bwee-moi, setelah kita ketahui bahwa mereka itu adalah utusan-utusan pemerintah, perlukah kita melibatkan diri?"
"Yu-twako! Aku tidak peduli mereka itu utusan pemerintah atau utusan raja sorga maupun raja neraka! Yang jelas, mereka adalah pengacau-pengacau busuk yang telah menimbulkan malapetaka di atas tebing dan di lembah, dan mereka telah menyebabkan kematian Gi-hu, bahkan telah mencuri kitab peninggalan Bu-tek Lo-jin! Perbuatan mereka itu cukup bagiku untuk memusuhi mereka, tidak peduli mereka itu orang macam apa! Bagaimana dengan pendapatmu, Twako?"
Yu Goan mengerutkan alisnya dan menarik napas panjang.
"Bwee-moi, maafkan aku. Ayah bundaku dan kakekku telah memesan dengan sungguh-sungguh sebelum aku pergi merantau agar aku tidak melakukan perbuatan yang melawan dan menentang pemerintah, bahkan menganjurkan agar aku membantu pemerintah, menjadi pahlawan dan patriot demi kepentingan tanah air dan bangsa. Karena itu, mana mungkin aku menentang mereka yang ternyata tidak membunuhku, malah membebaskan aku dan memberi surat perkenalan kepada komandan pasukan di Sian-yang? Bwee-moi, harap engkau sadar bahwa mereka itu pun hanya petugas-petugas belaka, dan kalau kita memusuhi mereka sama artinya dengan memusuhi pemerintah. Mungkinkan kita memusuhi pemerintah yang berarti memusuhi bangsa sendiri?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar