Ads

Minggu, 10 November 2019

Istana Pulau Es Jilid 138

Thian Ek Cinjin marah sekali, menyambar pedangnya dan hendak meloncat maju lagi. Betapa dia tidak marah kalau di depan Koksu dia dikalahkan orang seperti itu?

"Mundurlah, Cinjin, biar aku yang melawannya!"

Bentakan ini keluar dari mulut Pat-jiu Sin-kauw yang juga marah melihat kawannya keok. Karena dia maklum bahwa petani tak bersepatu itu cukup lihai, maka begitu menyerang ia sudah mainkan Soan-hong-sin-ciang, tubuhnya berputar seperti gasing dan angin yang keras bertiup ke arah Coa Leng Bu! Kakek ini terkejut sekali, terpaksa kini ia mengeluarkan ilmu simpanannya, yaitu Jit-goat-sin-kang. Kedua lengannya melindungi tubuh sendiri dan kadang-kadang tangannya mendorong ke depan.

"Ihhhh....!”

Pat-jiu Sin-kauw berteriak kaget ketika hawa pukulan yang amat panas menyambarnya dan membuat gerakan berputar menjadi agak kacau. Tahulah dia bahwa lawannya itu memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat, maka ia menjadi marah sekali dan menghentikan gerakan tubuhnya berputaran, lalu kedua lengannya bergerak mendorong atau memukul dari bawah ke arah lawan. Dari perutnya terdengar bunyi berkokok. Inilah ilmu pukulan Thai-lek-kang yang mengandung tenaga sin-kang amat dahsyat!

Menghadapi pukulan-pukulan dahsyat ini, Coa Leng Bu terkejut dan cepat ia pun mengerahkan Jit-goat-sin-kang, karena hanya dengan tenaga sin-kang ini sajalah ia akan mampu menghadapi lawannya yang tangguh. Mulailah dua orang kakek itu bertanding secara hebat sekali, gerakan mereka tidak cepat sekali namun setiap gerakan tangan yang memukul atau menangkis mengandung tenaga sin-kang yang kuat sehingga angin menyambar-nyambar di sekitar ruangan itu dan terdengar suara bersuitan.

Siauw Bwee memandang kagum. Dia dapat mengukur Jit-goat-sin-kang yang dikuasai supeknya sekarang. Terasa betapa di ruangan itu hawanya menjadi berubah-ubah, kadang-kadang panas sekali dan kadang-kadang sejuk dingin. Itulah pengaruh dari kekuatan Jit-goat-sin-kang.

Akan tetapi ia pun dapat melihat bahwa supeknya bukanlah lawan Pat-jiu Sin-kauw yang lihai sekali. Biarpun dengan Jit-goat-sin-kang supeknya masih dapat menahan serangan-serangan Thai-lek-kang, namun ilmu silat supeknya masih kalah jauh dan begitu pendeta rambut panjang berjubah hitam itu mainkan Soan-hong Sin-ciang, supeknya terdesak hebat.

Si Sastrawan Ang Hok Ci berbisik kepada gurunya, memberi tahu bahwa Coa Leng Bu mempergunakan Jit-goat-sin-kang. Mendengar ini Koksu berkata sambil tertawa!

"Ha-ha-ha, jadi hanya begini sajakah Jit-goat-sin-kang yang terkenal ini? Kalau hanya begini, mengapa mesti susah payah mendapatkannya?"

Mendengar ini, tahulah Siauw Bwee bahwa sastrawan Ang itu hanya memenuhi perintah gurunya untuk mencari kitab peninggalan Bu-tek Lo-jin untuk mempeiajari Jit-goat-sin-kang. Kini mendengar koksu itu mengejek karena memang kepandaian dan kekuatan Coa Leng Bu masih kalah tingkatnya oleh Pat-jiu Sin-kauw, ia merasa mendongkol. Pula, dara perkasa ini maklum bahwa kalau dilanjutkan, supeknya bisa terluka karena orang macam pendeta rambut panjang itu mana mempunyai pribadi baik dan dapat dipercaya? Salah-salah supeknya akan terbunuh!

Tiba-tiba terdengar bentakan Pat-jiu Sin-kauw,
"Petani busuk, menggelindinglah engkau!"

Ternyata setelah mendesak lawannya dengan hebat, pendeta jubah hitam itu tiba-tiba mengirim serangan hebat dengan Thai-lek-kang yang tak dapat dielakkan lagi oleh Coa Leng Bu sehingga terpaksa dia menangkis dengan tangan kanannya sambil mengerahkan Jit-goat-sin-kang.

Biarpun tangan mereka tidak saling sentuh, namun terjadilah pertemuan tenaga sin-kang yang amat dahsyat dan tubuh Coa Leng Bu menggigil, namun dia tetap mempertahankan agar tidak sampai roboh karena dia maklum bahwa kalau dia mengalah dan sampai roboh ia akan celaka di tangan lawannya yang berhati kejam itu.

"Supek, mundur!"

Tiba-tiba Siauw Bwee berseru nyaring, tubuhnya sudah mencelat ke atas diantara kedua orang yang mengadu tenaga itu dan tiba-tiba dorongan tangannya dari atas memisahkan tenaga dua orang yang sedang saling dorong, bahkan tubuh mereka terjengkang ke belakang.






Coa Leng Bu yang maklum bahwa dara sakti itu hendak menggantikannya, dan tahu bahwa dia bukanlah lawan pendeta jubah hitam, segera mundur sedangkan Siauw Bwee dengan sikap tenang menghadapi Pat-jiu Sin-kauw yang sudah meloncat lagi memperbaiki posisinya. Kakek ini memandang Siauw Bwee dengan mata terbelalak penuh kemarahan, lalu menegur,

"Kawanmu belum kalah, engkau sudah datang mengeroyok. Aturan mana ini?"

Siauw Bwee tersenyum mengejek.
"Biarpun belum kau robohkan, Supek sudah mengaku kalah. Apakah kau belum puas kalau belum melukai atau membunuh? Anggap saja dia mengalah kepadamu dan marilah kita main-main sebentar kalau memang kau ingin memamerkan kepandaianmu!"

Pat-jiu Sin-kauw adalah seorang yang berilmu tinggi. Di depan orang banyak tentu saja dia merasa direndahkan kalau harus melawan seorang dara remaja, maka ia membentak nyaring,

"Kalau supekmu saja sudah kalah olehku, apalagi engkau keponakan muridnya. Apakah engkau gila hendak melawanku?"

Siauw Bwee menoleh ke arah Bu-koksu dan berkata nyaring,
"Koksu, begini sajakah jago-jagomu? Kalau memang takut melawan aku, mengapa mesti berpura-pura segala? Jagomu ini tidak berani melawanku, harap Koksu suka mengeluarkan jago yang lebih berani!"

Ejekan ini benar-benar hebat, membuat muka Pat-jiu Sin-kauw menjadi marah. Sebenarnya dia tidak takut, hanya merasa segan dan direndahkan kalau harus melawan seorang gadis remaja. Mukanya menjadi makin merah lagi dan matanya terbelalak marah ketika terdengar suara Bu-koksu,

"Pat-jiu Sin-kauw, apakah engkau takut menghadapi anak perempuan itu?" Ucapan koksu ini disambut suara kekeh tawa di sana-sini.

"Bocah setan, engkau sudah bosan hidup! Sambutlah ini!"

Dengan gerakan cepat sekali Pat-jiu Sin-kauw menggerakkan tangannya menampar ke arah kepala Siauw Bwee. Dia memandang rendah sehingga tidak menggunakan Thai-lek-kang, hanya menampar dengan sembarangan saja, namun sambil mengerahkan sin-kang.

"Plakkk!"

Tangan yang besar itu tertangkis oleh tangan yang kecll mungil, dan akibatnya.... tubuh Pat-jiu Sin-kauw terpelanting!

Semua orang berseru kaget, akan tetapi tidak lebih keras dari seruan Pat-jiu Sin-kauw sendiri. Ia cepat meloncat dan mukanya menjadi pucat saking marahnya, diam-diam ia menyalahkan diri sendiri yang memandang ringan dara ini. Sambil berteriak keras ia kini menyerang lagi dengan Ilmu Soan-hong-sin-ciang. Tubuhnya berputaran seperti gasing, membawa angin yang menyambar dan dari bayangan tubuh yang berputaran itu, kedua tangannya meluncur keluar dan memukul dengan pengerahan tenaga Thai-lek-kang!

Inilah serangan yang amat hebat dan yang tadi membuat Coa Leng Bu kewalahan. Dengan mengeluarkan dua ilmu ini sekaligus berarti Pat-jiu Sin-kauw sudah marah sekali dan bermaksud membunuh dara itu.

Semua orang memandang terbelalak, demikian pula Bu-koksu karena pembesar ini sudah mengenal kehebatan ilmu jagonya dan diam-diam ia khawatir kalau-kalau dara yang demikian cantik jelita itu akan celaka dan tewas. Maka ia memandang dengan mata penuh perhatian tanpa berkejap seperti juga semua orang yang berada di situ.

Betapa heran hati mereka yang menonton ketika melihat dara itu sama sekali tidak bergerak dari tempatnya, hanya berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang, dan hanya kedua lengannya saja yang bergerak amat cepat sehingga dua lengan itu seperti berubah menjadi banyak sekali.

Anehnya, semua pukulan yang dilakukan Pat-jiu Sin-kauw itu terpental, bahkan setiap kali kakek itu memukul dan tertangkis, tubuhnya terdesak mundur sampai dua tiga langkah! Tidak ada orang yang dapat mengikuti gerak tangannya, bahkan Koksu sendiri yang lihai juga tidak mengenal gerak tangan itu karena Siauw Bwee mainkan ilmu gerak tangan kilat dari kaum kaki buntung, dan sebagai dasar gerakan, tentu saja ia menggunakan sin-kang yang dilatihnya di Pulau Es dahulu dan yang kini, berkat latihan-latihan dan ilmu lain yang dipelajarinya, telah menjadi makin kuat itu.

Baik gerakan tangan ilmu silat maupun tenaga sin-kang Pat-jiu Sin-kauw tentu saja tidak mampu menandingi tingkat Siauw Bwee, maka biarpun dara itu hanya menangkis saja, semua serangan kakek itu membalik dan terpental ke belakang.

Pat-jiu Sin-kauw sendiri merasa terkejut dan heran sekali. Dia tidak tahu bagaimana caranya dara itu menghadapi serangan-serangannya karena dia pun tidak dapat mengikuti kecepatan gerak tangan lawan. Hanya kenyataannya, setiap kali dia memukul, tangannya terpental kembali dan tubuhnya terdorong oleh tenaga raksasa yang dahsyat.

Ia merasa penasaran sekali dan marah, karena kalau dia tidak dapat mengalahkan seorang dara remaja seperti itu, tentu namanya akan jatuh dalam pandangan koksu! Maka sambil berseru keras ia menerjang lagi dengan pengerahan tenaga, siap untuk mengadu tenaga sampai mati!

Akan tetapi tiba-tiba dara itu lenyap dari depannya. Cepat ia membalik dan mengayun tangan langsung menyerang setelah pendengarannya menangkap gerakan lawan di belakangnya, akan tetapi dia hanya melihat bayangan berkelebat-kelebat dan selalu lenyap dari pandang matanya.

Pat-jiu Sin-kauw terkejut dan terus mengejar kemana saja bayangan berkelebat dengan pukulan-pukulannya, namun semua pukulannya luput dan makin lama bayangan Siauw Bwee menjadi makin banyak dan makin cepat gerakannya, membuat kepala Pat-jiu Sin-kauw menjadi pening.

Bukan hanya Pat-jiu Sin-kauw yang pening kepala dan kabur pandangan matanya bahkan semua orang yang menonton pertandingan itu terbelalak memandang ke depan, berusaha mengerahkan pandang mata untuk dapat mengikuti gerakan kaki Siauw Bwee yang kini berkelebatan dan amat cepatnya seperti menghilang itu. Siauw Bwee telah mainkan ilmu gerak kaki kilat dari kaum lengan buntung, maka gerakannya benar-benar mujijat dan cepat sekali.

Setelah menganggap cukup memberi pelajaran kepada kakek yang sombong itu, tangan kiri Siauw Bwee bergerak menepuk pundak, kaki kanan menyentuh lutut dan tanpa dapat dipertahankannya lagi, Pat-jiu Sin-kauw jatuh berlutut di depan Siauw Bwee!

"Aihh, engkau orang tua terlalu sungkan, mana mungkin aku yang muda berani menerima penghormatan ini?"

Siauw Bwee berkata sambil melangkah mundur, seolah-olah dia sungkan menerima penghormatan Pat-jiu Sin-kauw yang berlutut di depannya.

Sejenak Pat-jiu Sin-kauw terbelalak, heran sendiri mengapa tahu-tahu dia jatuh berlutut. Ketika mendengar suara ketawa ditahan disana-sini, dia marah sekali dan meloncat berdiri, siap untuk menerjang mati-matian mengadu nyawa.

"Pat-jiu Sin-kauw, cukup! Mundurlah, Nona ini benar-benar lihai sekali, terlalu lihai untukmu. Agaknya hanya Kam-siauwte saja yang tepat menjadi lawannya. Kam-taihiap, harap maju dan kalahkan Nona itu untukku!"

Pat-jiu Sin-kauw tidak berani membantah dan mengundurkan diri, sedangkan Han Ki yang duduk di jendela, ketika mendengar perintah itu, mengangkat muka memandang kepada Koksu, kemudian menoleh dan memandang Siauw Bwee. Nona ini masih berdiri dan juga memandang kepadanya. Pandang mata mereka bertemu dan mulut Siauw Bwee berseru,

"Suheng....!"

Akan tetapi ia tahu bahwa sia-sia saja panggilannya ini karena Han Ki memandang kepadanya seperti pandang mata orang asing, bahkan alisnya berkerut sebagai tanda kalau hatinya tidak senang. Tiba-tiba tubuh Han Ki melesat dari jendela itu, melayang dan tiba di depan Siauw Bwee!

Kembali mereka berpandangan, kini dari jarak dekat karena mereka berdiri saling berhadapan. Hati Siauw Bwee terharu sekali. Wajah suhengnya kini kelihatan muram ditindih duka, sinar matanya kosong, dan jelas tampak olehnya bahwa suhengnya itu sama sekali tidak bahagia. Akan tetapi dengan kaget ia pun dapat melihat bahwa suhengnya sudah siap untuk menerjangnya.

"Suheng.... jangan melawanku....!" Ia berkata dengan hati bingung.

Han Ki memandangnya dengan sinar mata kosong, kemudian terdengar ia berkata,
"Bu-loheng menyuruh aku mengalahkan engkau. Aku akan menangkapmu untuk Bu-loheng!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar