Wanita itu berusia kurang lebih dua puluh empat tahun. Ia seorang wanita yang mempunyai daya tarik besar sekali. Wajahnya yang berbentuk lonjong itu berkulit putih mulus kemerahan. Matanya jeli dan kedua ujungnya meruncing dan kerlingannya dapat menarik hati pria seperti besi semberani menarik besi. Senyumnya manis sekali, dengan bibir yang lembut itu pandai bergerak-gerak penuh tantangan.
Tubuhnya bagaikan bunga sedang mekar, dengan lekuk lengkung yang indah menggairahkan, tidak begitu disembunyikan karena pakaiannya yang ketat dengan jelas membayangkan keindahan bentuk tubuh itu. Dadanya padat, pinggangnya kecil, pinggulnya besar, langkahnya seperti seekor singa kelaparan. Pada lengan, kaki dan leher nampak ditumbuhi bulu lembut dan ini menambah daya tarik. Pakaiannya juga indah, dari sutera yang mahal.
Ketika wanita itu memasuki pintu gerbang kota Ho-tan, semua mata pria yang melihatnya, memandang dengan melotot. Bahkan ada yang matanya sampai mau meloncat keluar. Kalamenjing banyak pria bergerak naik turun, seperti orang kehausan melihat buah yang segar, ada yang lidahnya terjulur ke luar menjilat-jilat bibir sendiri, seperti kucing-kucing kelaparan melihat tikus yang montok.
Pendeknya, jarang ada pria yang melewatkan penglihatan seindah itu begitu saja. Bahkan diantara mereka yang memang berwatak ceriwis dan nakal, tersenyum menyeringai, ada pula yang berdehem, ada yang memuji dengan suara. Bermacam-macamlah ulah para pria yang salah tingkah itu ketika melihat wanita yang menggiurkan ini, dan kalau saja sinar mata dapat menusuk seperti anak-anak panah, tentu tubuh wanita itu sudah penuh dengan luka!
Wanita itu bukan tidak sadar bahwa dirinya dijadikan tontonan yang mengasikkan. Ia sadar sepenuhnya akan kecantikannya, dan ia tidak marah, bahkan bangga dan gembira sekali menjadi pusat perhatian dan pujian. Maka ia sengaja membuat lenggangnya semakin menggairahkan, pinggulnya yang montok itu seperti menari-nari, pinggangnya meliak-liuk seperti batang pohon yang tertiup angin, matanya mengerling kekanan kiri dengan lembut namun tajam, dan bibirnya yang merah membasah itu bergerak-gerak mengarah senyum. Manis sekali!
Semua orang bertanya-tanya siapa gerangan wanita muda yang amat cantik itu. Kalau wanita penduduk biasa dari kota Ho-tan, kiranya tidak mungkin karena melihat pakaiannya yang indah dan mewah, tentu ia seorang wanita kaya raya, mungkin seorang puteri bangsawan.
Kalau ia benar wanita bangsawan dari luar kota, mengapa datang hanya berjalan kaki saja? Tidak naik kereta? Wanita cantik itu penuh teka-teki, dan kalau ia lebih lama berada di kota itu, tentu segera akan ada orang yang berani mendekatinya untuk bertanya dan memperkenalkan diri. Terlalu cantik ia dibiarkan sendirian saja di tempat ramai itu. Seperti setangkai bunga, yang terlalu cantik dibiarkan tumbuh di hutan tanpa ada yang melindungi, seperti setangkai buah yang segar dan matang, tentu takkan lama bertahan tergantung di dahan pohon tanpa ada yang memetiknya.
Sudah mulai banyak pria tua muda yang diam-diam membayanginya! Senja telah mulai tua dan malam sudah menjelang masuk. Mereka yang membayanginya, merasa heran ketika melihat wanita cantik itu menuju ke sebuah kuil tua di pinggir kota. Padahal kuil tua itu sudah kosong dan tidak digunakan lagi, merupakan sebuah rumah tua yang ditakuti penduduk karena dikabarkan bahwa kuil itu sekarang menjadi tempat tinggal siluman-siluman!
Hampir tidak ada orang berani memasuki, apalagi memasuki kuil, bahkan masuk ke halamannyapun jarang ada yang berani, setelah hari mulai gelap. Banyak orang mengabarkan bahwa kalau malam gelap, seringkali terdengar suara-suara aneh dari tempat yang angker itu!
Ketika mereka yang membayangi wanita itu melihat betapa si cantik itu melenggang lenggok memasuki pekarangan kuil, sudah banyak diantara mereka yang diam-diam menahan kaki mereka, lalu membalikkan tubuh dan pergi dengan bulu tengkuk meremang.
Sebagian masih bertahan, diliputi keheranan mau apa seorang cantik seperti itu memasuki pekarangan kuil yang menyeramkan itu? Ketika mereka melihat bahwa wanita itu terus melangkah masuk ke dalam kuil yang gelap, kotor dan tua itu, semua orang membalikkan tubuh dan lari tunggang langgang!
Tidak salah lagi, sudah pasti siluman yang mereka bayangi itu! Siluman yang suka menggoda pria, biasanya siluman rubah yang dapat merobah diri menjadi wanita cantik sekali. Kalau ada pria yang tertarik dan terpikat, akan dibawanya ke dalam kuil dan pada keesokan harinya, tentu pria itu ditemukan dalam keadaan mati konyol atau setidaknya tentu gila!
Kalau saja diantara mereka itu ada yang bernyali besar dan terus membayangi wanita itu masuk ke dalam kuil tentu dia akan menjadi semakin heran. Wanita itu setelah tiba di dalam kuil, tiba-tiba saja bergerak cepat sekali, tubuhnya sudah mencelat naik ke atas wuwungan rumah dan ia mengintai dari atas ke arah jalan yang menuju ke kuil.
Dari atas, dalam cuaca yang sudah mulai gelap, ia dapat melihat mereka yang tadi membayanginya, satu demi satu meninggalkan jalan itu, bahkan ada yang lari pontang panting, kembali ke tengah kota. Wanita itu tersenyum geli, bibirnya yang menggairahkan itu berjebi mengejek, lalu tubuhnya melayang turun lagi setelah ia merasa yakin bahwa tidak ada seorangpun yang mengikutinya masuk ke dalam kuil.
"Hi-hik," ia tertawa lirih dan berbisik-bisik, "biarkan mereka mengira aku siluman. Memang aku siluman.... hi-hik, siluman asli....!"
Ia lalu melangkah masuk ke dalam ruangan belakang kuil itu, bagian yang masih agak utuh karena banyak bagian yang sudah rusak dan dindingnya retak-retak.
Ketika ia tiba di ruangan belakang dan membuka pintu sebuah kamar, orang itu tentu akan berseru keheranan dan ketakutan melihat betapa kamar yang diterangi oleh nyala api lilin itu merupakan sebuah kamar yang bersih, berbau harum dan sama sekali tidak pantas berada di dalam kuil tua yang kotor itu!
Kamar ini cukup besar, terdapat sebuah pembaringan yang lebar sekali, cukup untuk tidur enam tujuh orang! Sebuah pembaringan yang diberi kasur tebal dan ditilami kain kapas yang berwarna merah muda, dengan kelambu besar berwarna ungu! Bantal-bantalnya bersih, dengan sarung yang disulam bunga-bunga dan burung, ada pula selimutnya yang merah dan tebal.
Dan di kamar itu terdapat pula lima buah kursi dan sebuah meja dan di atas meja itu terdapat guci arak dan cawan lengkap, juga roti kering, manis-manisan, buah-buahan dan makanan-makanan kering!
Sebuah kamar yang menyenangkan. Dan yang lebih mengherankan lagi dari pada semua itu adalah tiga orang pemuda yang usianya antara dua puluh sampai dua puluh lima tahun, kesemuanya hanya mengenakan pakaian dalam yang minim, tiga orang pemuda yang tampan dan dengan tubuh yang sehat dan mulus, mereka menyambut kedatangan wanita itu dengan uluran tangan penuh gairah berahi, dan dengan pandang mata penuh kasih sayang dan senyum memikat!
Ketika wanita itu mendekati pembaringan, tiga orang pemuda itu menyambutnya dengan rangkulan, ciuman-ciuman mesra dan belaian-belaian penuh gairah. Wanita cantik itu sampai kewalahan menghadapi penyambutan mesra tiga orang pria muda itu, ia tertawa cekikikan lalu melepaskan diri dan duduk di atas kursi, memandang mereka bertiga yang duduk di atas pembaringan.
Ketiganya sama-sama tampan, ganteng, jantan dan menarik, pikirnya. Akan tetapi setelah bermain-main dengan mereka, berenang di dalam lautan kemesraan sampai lupa waktu dan lupa batas selama tiga hari tiga malam, ia telah mulai bosan!
Siapakah wanita cantik yang menggairahkan akan tetapi juga mengerikan itu? Ia bukan lain adalah Pek Lan! Tujuh tahun yang lalu, ketika ia berusia tujuh belas tahun, Pek Lan menjadi selir tersayang dari Coa Hun yang terkenal sebagai Coa-wangwe (Hartawan Coa), seorang yang ketika itu berusia sekitar lima puluh tahun dan merupakan orang terkaya di kota Ye-ceng.
Akan tetapi, Pek Lan, keturunan Kirgiz dan Han itu, memiliki darah panas dan nafsu berahi yang besar sehingga ia tidak puas hanya melayani seorang suami yang usianya sudah setengah abad. Maka, melihat betapa putera angkat hartawan itu, biarpun baru berusia tiga belas tahun namun sudah cukup besar, ia merayu anak itu yang bukan lain adalah Bong Gan sehingga terjadilah hubungan gelap diantara mereka.
Para selir dan pelayan yang merasa iri melihat Pek Lan menjadi selir terkasih, melihat hubungan itu dan mereka melaporkan kepada Coa-wangwe sehingga dua orang itu tertangkap basah, lalu diusir dari rumah keluarga Coa.
Seperti kita ketahui, Pek Lan bertemu dengan Hek-in Kui-bo, nenek iblis yang mengambilnya sebagai murid. Nenek ini bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu silat yang tinggi dan amat kejam, juga mewariskan pula wataknya yang amat jahat, kejam, licik dan tidak pantang segala macam perbuatan buruk atau kemaksiatan apapun! Maka bagi Pek Lan, tidak ada perbuatan jahat yang dipantangnya dan ia tumbuh semakin dewasa dan matang menjadi seorang wanita yang berwatak iblis! Juga nafsu berahinya semakin menjadi-jadi!
Untuk memuaskan nafsunya ini, ia memilih pria yang disukanya, dirayu atau dipaksa untuk melayaninya sampai ia merasa puas dan kalau ia sudah merasa bosan, pria itu lalu diusir begitu saja, dan kalau banyak rewel bahkan dibunuhnya!
Akan tetapi perbuatan ini ia lakukan di luar rumah subonya. Subonya memiliki sebuah rumah yang mewah di tepi telaga Go-sa dan mereka hidup sebagai orang kaya raya. Guru dan murid ini telah mencuri sejumlah harta dari gedung Pangeran Cun Kak Ong di kota Ho-tan, dan selama tujuh tahun terakhir ini, kalau mereka kekurangan uang, mudah saja bagi mereka untuk mengisi kembali gudang harta mereka.
Seluruh tokoh sesat dari dunia hitam berlumba untuk menyerahkan sebagian dari hasil mereka kepada Hek-in Kui-bo yang mereka anggap sebagai datuk mereka. Dan selain itu, amat mudah bagi Pek Lan yang sudah memiliki ilmu kepandaian tinggi untuk mengambil begitu saja dari gudang-gudang harta para hartawan atau bangsawan.
Setelah lewat tujuh tahun dan merasa bahwa dirinya sudah dibekali ilmu-ilmu yang hebat, Pek Lan teringat akan penghinaan yang pernah dideritanya di rumah keluarga Coa-wangwe di kota Ye-ceng. Oleh karena itu, ia berpamit dari subonya dan pergi ke kota itu, dengan maksud untuk membalas semua penghinaan yang pernah diterimanya, tentu saja berikut bunga-bunganya!
Dan ketika ia tiba di kota Ye-ceng, ia melihat tiga orang pemuda yang dijumpainya dalam perjalanan. Tiga orang pemuda yang tampan, muda dan jantan. Perhatiannya segera tercurah kepada mereka, dan untuk sementara itu melupakan urusannya di Ye-ceng, sibuk memikat tiga orang pemuda itu.
Tidak sukar baginya untuk menjatuhkan hati mereka, dengan kecantikannya dan kemontokan tubuhnya. Segera ia membawa pemuda-pemuda itu ke dalam kuil tua, dimana ia telah membuat sebuah kamar yang indah dan selama tiga hari tiga malam ia berenang dalam lautan kemesraan dan kenikmatan bersama mereka sampai ia merasa agak bosan. Dan setelah bosan, baru ia teringat kembali akan maksudnya semula datang ke kota Ye-ceng itu.
Ketika tiga orang pemuda yang sudah tergila-gila kepada wanita cantik itu membelai dan menciuminya, Pek Lan yang semula merasa bosan lalu melepaskan diri dan duduk di atas kursi, memandang kepada mereka bertiga sambil tertawa cekikikan.
"Sudahlah, aku malam ini tidak dapat main-main dengan kalian, karena mempunyai urusan penting. Kalian makan minum yang kenyang, istirahat baik-baik dan malam nanti, larut tengah malam, atau besok pagi-pagi, aku akan kembali kesini dan kalian harus bersiap-siap untuk kita bertanding lagi...."
Ia tertawa cekikikan seperti siluman dan tiga orang pemuda itupun tertawa gembira. Mereka tidak perduli apakah Pek Lan seorang manusia biasa, ataukah seorang dewi atau seorang siluman! Yang jelas, wanita itu telah menyenangkan hati mereka, memberi mereka kenikmatan yang selama hidup mereka belum pernah mereka rasakan.
Setelah bermain-main dan bersendau-gurau dengan tiga orang pemuda itu dan malam mulai gelap, Pek Lan melepaskan diri lagi dari tangan-tangan mereka, lalu sekali berkelebat iapun sudah lenyap dari dalam kamar itu!
Tiga orang pemuda itu hanya dapat merasa heran dan kagum. Kalau sudah ditinggalkan begitu, ketiganya baru mulai merasa ngeri dan seram, menduga-duga siapa gerangan wanita cantik yang selama tiga hari tiga malam mengajak mereka berenang dalam lautan asmara itu.
Tubuh Pek Lan lenyap berubah menjadi bayangan yang gerakannya cepat sekali dan dalam waktu singkat, bayangan telah berada di atas genteng rumah gedung keluarga Coa. Kemudian, beberapa kali bayangan itu berkelebat dan melayang turun, dan ia sudah berada di dalam gedung yang amat luas itu. Di bawah sebuah lampu dinding di dekat taman, ia berhenti dan memandang ke sekeliling sambil tersenyum.
Selama tujuh tahun ini, tidak banyak perubahan nampak di rumah itu masih tetap mewah dan indah. Rumah yang amat dikenalnya. Lalu ia mengingat-ingat. Ada tiga orang selir muda dan cantik yang menjadi saingannya dan yang dulu melaporkannya kepada Coa-wangwe. Di samping tiga orang selir itu, juga terdapat dua orang pelayan pria dan seorang tukang kebun pria.
Sudah lama ia merencanakan cara ia membalas dendam, dan kini ia tersenyum sendiri. Senyum itu membuka sepasang bibirnya yang merah basah, dan memperlihatkan kilatan giginya yang putih berderet rapi. Cantik memang, akan tetapi juga mengerikan, karena sepasang matanya mencorong dan wajah yang cantik itu seperti wajah seorang siluman tulen!
Tubuhnya bagaikan bunga sedang mekar, dengan lekuk lengkung yang indah menggairahkan, tidak begitu disembunyikan karena pakaiannya yang ketat dengan jelas membayangkan keindahan bentuk tubuh itu. Dadanya padat, pinggangnya kecil, pinggulnya besar, langkahnya seperti seekor singa kelaparan. Pada lengan, kaki dan leher nampak ditumbuhi bulu lembut dan ini menambah daya tarik. Pakaiannya juga indah, dari sutera yang mahal.
Ketika wanita itu memasuki pintu gerbang kota Ho-tan, semua mata pria yang melihatnya, memandang dengan melotot. Bahkan ada yang matanya sampai mau meloncat keluar. Kalamenjing banyak pria bergerak naik turun, seperti orang kehausan melihat buah yang segar, ada yang lidahnya terjulur ke luar menjilat-jilat bibir sendiri, seperti kucing-kucing kelaparan melihat tikus yang montok.
Pendeknya, jarang ada pria yang melewatkan penglihatan seindah itu begitu saja. Bahkan diantara mereka yang memang berwatak ceriwis dan nakal, tersenyum menyeringai, ada pula yang berdehem, ada yang memuji dengan suara. Bermacam-macamlah ulah para pria yang salah tingkah itu ketika melihat wanita yang menggiurkan ini, dan kalau saja sinar mata dapat menusuk seperti anak-anak panah, tentu tubuh wanita itu sudah penuh dengan luka!
Wanita itu bukan tidak sadar bahwa dirinya dijadikan tontonan yang mengasikkan. Ia sadar sepenuhnya akan kecantikannya, dan ia tidak marah, bahkan bangga dan gembira sekali menjadi pusat perhatian dan pujian. Maka ia sengaja membuat lenggangnya semakin menggairahkan, pinggulnya yang montok itu seperti menari-nari, pinggangnya meliak-liuk seperti batang pohon yang tertiup angin, matanya mengerling kekanan kiri dengan lembut namun tajam, dan bibirnya yang merah membasah itu bergerak-gerak mengarah senyum. Manis sekali!
Semua orang bertanya-tanya siapa gerangan wanita muda yang amat cantik itu. Kalau wanita penduduk biasa dari kota Ho-tan, kiranya tidak mungkin karena melihat pakaiannya yang indah dan mewah, tentu ia seorang wanita kaya raya, mungkin seorang puteri bangsawan.
Kalau ia benar wanita bangsawan dari luar kota, mengapa datang hanya berjalan kaki saja? Tidak naik kereta? Wanita cantik itu penuh teka-teki, dan kalau ia lebih lama berada di kota itu, tentu segera akan ada orang yang berani mendekatinya untuk bertanya dan memperkenalkan diri. Terlalu cantik ia dibiarkan sendirian saja di tempat ramai itu. Seperti setangkai bunga, yang terlalu cantik dibiarkan tumbuh di hutan tanpa ada yang melindungi, seperti setangkai buah yang segar dan matang, tentu takkan lama bertahan tergantung di dahan pohon tanpa ada yang memetiknya.
Sudah mulai banyak pria tua muda yang diam-diam membayanginya! Senja telah mulai tua dan malam sudah menjelang masuk. Mereka yang membayanginya, merasa heran ketika melihat wanita cantik itu menuju ke sebuah kuil tua di pinggir kota. Padahal kuil tua itu sudah kosong dan tidak digunakan lagi, merupakan sebuah rumah tua yang ditakuti penduduk karena dikabarkan bahwa kuil itu sekarang menjadi tempat tinggal siluman-siluman!
Hampir tidak ada orang berani memasuki, apalagi memasuki kuil, bahkan masuk ke halamannyapun jarang ada yang berani, setelah hari mulai gelap. Banyak orang mengabarkan bahwa kalau malam gelap, seringkali terdengar suara-suara aneh dari tempat yang angker itu!
Ketika mereka yang membayangi wanita itu melihat betapa si cantik itu melenggang lenggok memasuki pekarangan kuil, sudah banyak diantara mereka yang diam-diam menahan kaki mereka, lalu membalikkan tubuh dan pergi dengan bulu tengkuk meremang.
Sebagian masih bertahan, diliputi keheranan mau apa seorang cantik seperti itu memasuki pekarangan kuil yang menyeramkan itu? Ketika mereka melihat bahwa wanita itu terus melangkah masuk ke dalam kuil yang gelap, kotor dan tua itu, semua orang membalikkan tubuh dan lari tunggang langgang!
Tidak salah lagi, sudah pasti siluman yang mereka bayangi itu! Siluman yang suka menggoda pria, biasanya siluman rubah yang dapat merobah diri menjadi wanita cantik sekali. Kalau ada pria yang tertarik dan terpikat, akan dibawanya ke dalam kuil dan pada keesokan harinya, tentu pria itu ditemukan dalam keadaan mati konyol atau setidaknya tentu gila!
Kalau saja diantara mereka itu ada yang bernyali besar dan terus membayangi wanita itu masuk ke dalam kuil tentu dia akan menjadi semakin heran. Wanita itu setelah tiba di dalam kuil, tiba-tiba saja bergerak cepat sekali, tubuhnya sudah mencelat naik ke atas wuwungan rumah dan ia mengintai dari atas ke arah jalan yang menuju ke kuil.
Dari atas, dalam cuaca yang sudah mulai gelap, ia dapat melihat mereka yang tadi membayanginya, satu demi satu meninggalkan jalan itu, bahkan ada yang lari pontang panting, kembali ke tengah kota. Wanita itu tersenyum geli, bibirnya yang menggairahkan itu berjebi mengejek, lalu tubuhnya melayang turun lagi setelah ia merasa yakin bahwa tidak ada seorangpun yang mengikutinya masuk ke dalam kuil.
"Hi-hik," ia tertawa lirih dan berbisik-bisik, "biarkan mereka mengira aku siluman. Memang aku siluman.... hi-hik, siluman asli....!"
Ia lalu melangkah masuk ke dalam ruangan belakang kuil itu, bagian yang masih agak utuh karena banyak bagian yang sudah rusak dan dindingnya retak-retak.
Ketika ia tiba di ruangan belakang dan membuka pintu sebuah kamar, orang itu tentu akan berseru keheranan dan ketakutan melihat betapa kamar yang diterangi oleh nyala api lilin itu merupakan sebuah kamar yang bersih, berbau harum dan sama sekali tidak pantas berada di dalam kuil tua yang kotor itu!
Kamar ini cukup besar, terdapat sebuah pembaringan yang lebar sekali, cukup untuk tidur enam tujuh orang! Sebuah pembaringan yang diberi kasur tebal dan ditilami kain kapas yang berwarna merah muda, dengan kelambu besar berwarna ungu! Bantal-bantalnya bersih, dengan sarung yang disulam bunga-bunga dan burung, ada pula selimutnya yang merah dan tebal.
Dan di kamar itu terdapat pula lima buah kursi dan sebuah meja dan di atas meja itu terdapat guci arak dan cawan lengkap, juga roti kering, manis-manisan, buah-buahan dan makanan-makanan kering!
Sebuah kamar yang menyenangkan. Dan yang lebih mengherankan lagi dari pada semua itu adalah tiga orang pemuda yang usianya antara dua puluh sampai dua puluh lima tahun, kesemuanya hanya mengenakan pakaian dalam yang minim, tiga orang pemuda yang tampan dan dengan tubuh yang sehat dan mulus, mereka menyambut kedatangan wanita itu dengan uluran tangan penuh gairah berahi, dan dengan pandang mata penuh kasih sayang dan senyum memikat!
Ketika wanita itu mendekati pembaringan, tiga orang pemuda itu menyambutnya dengan rangkulan, ciuman-ciuman mesra dan belaian-belaian penuh gairah. Wanita cantik itu sampai kewalahan menghadapi penyambutan mesra tiga orang pria muda itu, ia tertawa cekikikan lalu melepaskan diri dan duduk di atas kursi, memandang mereka bertiga yang duduk di atas pembaringan.
Ketiganya sama-sama tampan, ganteng, jantan dan menarik, pikirnya. Akan tetapi setelah bermain-main dengan mereka, berenang di dalam lautan kemesraan sampai lupa waktu dan lupa batas selama tiga hari tiga malam, ia telah mulai bosan!
Siapakah wanita cantik yang menggairahkan akan tetapi juga mengerikan itu? Ia bukan lain adalah Pek Lan! Tujuh tahun yang lalu, ketika ia berusia tujuh belas tahun, Pek Lan menjadi selir tersayang dari Coa Hun yang terkenal sebagai Coa-wangwe (Hartawan Coa), seorang yang ketika itu berusia sekitar lima puluh tahun dan merupakan orang terkaya di kota Ye-ceng.
Akan tetapi, Pek Lan, keturunan Kirgiz dan Han itu, memiliki darah panas dan nafsu berahi yang besar sehingga ia tidak puas hanya melayani seorang suami yang usianya sudah setengah abad. Maka, melihat betapa putera angkat hartawan itu, biarpun baru berusia tiga belas tahun namun sudah cukup besar, ia merayu anak itu yang bukan lain adalah Bong Gan sehingga terjadilah hubungan gelap diantara mereka.
Para selir dan pelayan yang merasa iri melihat Pek Lan menjadi selir terkasih, melihat hubungan itu dan mereka melaporkan kepada Coa-wangwe sehingga dua orang itu tertangkap basah, lalu diusir dari rumah keluarga Coa.
Seperti kita ketahui, Pek Lan bertemu dengan Hek-in Kui-bo, nenek iblis yang mengambilnya sebagai murid. Nenek ini bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu silat yang tinggi dan amat kejam, juga mewariskan pula wataknya yang amat jahat, kejam, licik dan tidak pantang segala macam perbuatan buruk atau kemaksiatan apapun! Maka bagi Pek Lan, tidak ada perbuatan jahat yang dipantangnya dan ia tumbuh semakin dewasa dan matang menjadi seorang wanita yang berwatak iblis! Juga nafsu berahinya semakin menjadi-jadi!
Untuk memuaskan nafsunya ini, ia memilih pria yang disukanya, dirayu atau dipaksa untuk melayaninya sampai ia merasa puas dan kalau ia sudah merasa bosan, pria itu lalu diusir begitu saja, dan kalau banyak rewel bahkan dibunuhnya!
Akan tetapi perbuatan ini ia lakukan di luar rumah subonya. Subonya memiliki sebuah rumah yang mewah di tepi telaga Go-sa dan mereka hidup sebagai orang kaya raya. Guru dan murid ini telah mencuri sejumlah harta dari gedung Pangeran Cun Kak Ong di kota Ho-tan, dan selama tujuh tahun terakhir ini, kalau mereka kekurangan uang, mudah saja bagi mereka untuk mengisi kembali gudang harta mereka.
Seluruh tokoh sesat dari dunia hitam berlumba untuk menyerahkan sebagian dari hasil mereka kepada Hek-in Kui-bo yang mereka anggap sebagai datuk mereka. Dan selain itu, amat mudah bagi Pek Lan yang sudah memiliki ilmu kepandaian tinggi untuk mengambil begitu saja dari gudang-gudang harta para hartawan atau bangsawan.
Setelah lewat tujuh tahun dan merasa bahwa dirinya sudah dibekali ilmu-ilmu yang hebat, Pek Lan teringat akan penghinaan yang pernah dideritanya di rumah keluarga Coa-wangwe di kota Ye-ceng. Oleh karena itu, ia berpamit dari subonya dan pergi ke kota itu, dengan maksud untuk membalas semua penghinaan yang pernah diterimanya, tentu saja berikut bunga-bunganya!
Dan ketika ia tiba di kota Ye-ceng, ia melihat tiga orang pemuda yang dijumpainya dalam perjalanan. Tiga orang pemuda yang tampan, muda dan jantan. Perhatiannya segera tercurah kepada mereka, dan untuk sementara itu melupakan urusannya di Ye-ceng, sibuk memikat tiga orang pemuda itu.
Tidak sukar baginya untuk menjatuhkan hati mereka, dengan kecantikannya dan kemontokan tubuhnya. Segera ia membawa pemuda-pemuda itu ke dalam kuil tua, dimana ia telah membuat sebuah kamar yang indah dan selama tiga hari tiga malam ia berenang dalam lautan kemesraan dan kenikmatan bersama mereka sampai ia merasa agak bosan. Dan setelah bosan, baru ia teringat kembali akan maksudnya semula datang ke kota Ye-ceng itu.
Ketika tiga orang pemuda yang sudah tergila-gila kepada wanita cantik itu membelai dan menciuminya, Pek Lan yang semula merasa bosan lalu melepaskan diri dan duduk di atas kursi, memandang kepada mereka bertiga sambil tertawa cekikikan.
"Sudahlah, aku malam ini tidak dapat main-main dengan kalian, karena mempunyai urusan penting. Kalian makan minum yang kenyang, istirahat baik-baik dan malam nanti, larut tengah malam, atau besok pagi-pagi, aku akan kembali kesini dan kalian harus bersiap-siap untuk kita bertanding lagi...."
Ia tertawa cekikikan seperti siluman dan tiga orang pemuda itupun tertawa gembira. Mereka tidak perduli apakah Pek Lan seorang manusia biasa, ataukah seorang dewi atau seorang siluman! Yang jelas, wanita itu telah menyenangkan hati mereka, memberi mereka kenikmatan yang selama hidup mereka belum pernah mereka rasakan.
Setelah bermain-main dan bersendau-gurau dengan tiga orang pemuda itu dan malam mulai gelap, Pek Lan melepaskan diri lagi dari tangan-tangan mereka, lalu sekali berkelebat iapun sudah lenyap dari dalam kamar itu!
Tiga orang pemuda itu hanya dapat merasa heran dan kagum. Kalau sudah ditinggalkan begitu, ketiganya baru mulai merasa ngeri dan seram, menduga-duga siapa gerangan wanita cantik yang selama tiga hari tiga malam mengajak mereka berenang dalam lautan asmara itu.
Tubuh Pek Lan lenyap berubah menjadi bayangan yang gerakannya cepat sekali dan dalam waktu singkat, bayangan telah berada di atas genteng rumah gedung keluarga Coa. Kemudian, beberapa kali bayangan itu berkelebat dan melayang turun, dan ia sudah berada di dalam gedung yang amat luas itu. Di bawah sebuah lampu dinding di dekat taman, ia berhenti dan memandang ke sekeliling sambil tersenyum.
Selama tujuh tahun ini, tidak banyak perubahan nampak di rumah itu masih tetap mewah dan indah. Rumah yang amat dikenalnya. Lalu ia mengingat-ingat. Ada tiga orang selir muda dan cantik yang menjadi saingannya dan yang dulu melaporkannya kepada Coa-wangwe. Di samping tiga orang selir itu, juga terdapat dua orang pelayan pria dan seorang tukang kebun pria.
Sudah lama ia merencanakan cara ia membalas dendam, dan kini ia tersenyum sendiri. Senyum itu membuka sepasang bibirnya yang merah basah, dan memperlihatkan kilatan giginya yang putih berderet rapi. Cantik memang, akan tetapi juga mengerikan, karena sepasang matanya mencorong dan wajah yang cantik itu seperti wajah seorang siluman tulen!
Pendekar Bongkok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar