Ketika berlatih sin-kang di Istana Pulau Es, suhengnya telah membikin rahasia ilmu "mematikan raga" yang luar biasa, maka kini dia mengeluarkan kepandaiannya ini dan tubuhnya menjadi lemas, napasnya dan detik pada nadi tangannya berhenti, tubuhnya seperti dalam keadaan tak bernyawa lagi!
Kakek itu berlutut dengan satu kakinya dan memeriksa pergelangan tangan Siauw Bwee.
"Aihh, celaka. Aku telah kesalahan tangan membunuhnya. Gadis ini luar biasa sekali, kepandaiannya sudah mencapai tingkat lebih tinggi daripada kepandaianku sendiri! Kalau aku tidak memiliki ilmu silat gerak tangan kilat, agaknya aku sendiri belum tentu akan dapat mengalahkannya. Celaka, aku telah membunuhnya! Biar aku sendiri yang menyimpannya di dalam ruangan jenazah. Dia harus mendapatkan tempat terhormat."
Setelah menghela napas berulang-ulang, kakek itu lalu memondong tubuh Siauw Bwee lalu dibawanya masuk melalui lorong yang panjang dan agak gelap. Anak buahnya hanya berdiri menonton, tak seorang pun mengeluarkan suara seperti ikut merasa berduka bersama pimpinan mereka.
Siauw Bwee yang berlagak mati itu diam-diam siap. Kalau sampai tubuhnya akan mengalami bahaya, tentu saja ia akan sadar kembali dan akan melawan untuk menyelamatkan diri. Tadinya dia sudah khawatir kalau-kalau ketua kaum kaki buntung ini membawa "jenazahnya" keluar dari bangunan di bawah tanah, akan tetapi hatinya menjadi lega dan girang ketika kakek itu membawanya ke bagian dalam.
Ketua yang bernama Liong Ki Bok itu memasuki sebuah ruangan yang mendapat penerangan dari lubang yang merupakan celah-celah batu yang menjadi langit-langit ruangan itu dan terdengarlah gerengan menyeramkan.
Siauw Bwee terkejut dan hampir dia lupa bahwa dia beraksi mati ketika melihat seekor biruang hitam yang besar menyambut kedatangan Sang Ketua. Akan tetapi ternyata binatang besar itu tidak menyerang, bahkan Liong Ki Bok berkata,
"Aku membawa mayat baru, Hek-mo. Mayat seorang yang terhormat dan sama sekali bukan musuh kita. Sayang aku telah kesalahan tangan membunuhnya. Bawa dan letakkan dia di peti teratas, tempat terhormat, peti yang disediakan untuk tubuhku sendiri."
Biruang yang bernama Hek-mo (Setan Hitam) itu mengeluarkan suara gerengan, bagaikan mengerti akan ucapan Sang Ketua, ia menerima tubuh Siauw Bwee dan memondongnya. Tiba-tiba dia mendengar dan merintih dan diam-diam Siauw Bwee terkejut. Manusia mengenal kematiannya hanya dari panas dan darah yang berhenti, akan tetapi binatang memiliki indera ke enam yang luar biasa. Jangan-jangan binatang ini tahu bahwa dia sebetulnya belum mati!
"Memang kasihan sekali dia, Hek-mo, dan aku akan menyesal selama hidupku hari ini telah kesalahan tangan membunuh seorang seperti dia. Cepatlah bawa dia, Hek-mo, aku tidak ingin lama-lama berada di situ melihat korban tanganku yang berdarah!"
Biruang itu lalu berjalan ke dalam diikuti kakek berkaki satu. Diam-diam Siauw Bwee bergidik ketika melihat ruangan sebelah dalam yang diterangi sebuah lampu. Siapa takkan menjadi ngeri dan merasa seram kalau melihat ruangan yang penuh mayat? Di sekelilingnya terdapat lubang-lubang pada dinding dan di setiap lubang berisi sebuah mayat yang sudah kering. Ada puluhan banyaknya lubang-lubang itu, ada yang sudah terisi dan ada pula yang masih kosong.
Biruang itu membawanya naik ke anak tangga batu, kemudian meletakkan tubuhnya ke dalam sebuah peti kaca yang indah, sebuah peti mati terindah yang berada di situ. Peti mati yang disediakan untuk Sang Ketua kalau kelak ketua itu mati! Sambil rebah di dalam peti, Siauw Bwee mengerling dan melihat ketua itu membalikkan tubuh memandang sesosok mayat orang tinggi besar yang berdiri menyeramkan di sebalik lubang dekat anak tangga.
Bibir Sang Ketua bergerak-gerak seperti orang bicara, akan tetapi suaranya perlahan sekali, berbisik-bisik. Dengan pengerahan kepandaiannya, Siauw Bwee dapat menangkap bisikan-bisikan itu.
"Orang she Cia, tadinya kusangka bahwa engkaulah orang yang paling pandai yang pernah kutandingi. Kiranya hari ini sangkaanku ini terbantah dan gadis yang baru kubawa masuk ini jauh melampauimu. Ahhh, dan penyesalanku lebih besar daripada ketika terpaksa membunuhmu."
Setelah kakek itu melihat bahwa tubuh Siauw Bwee rebah di dalam peti mati kaca dengan baik, dia mengeluarkan sebuah botol dan menuangkan isi botol berupa benda cair berwarna kuning berbau harum ke atas tubuh Siauw Bwee.
"Jenazah orang seperti engkau patut diawetkan, Nona yang bernasib malang...."
Kemudian kakek itu meninggalkan ruangan jenazah setelah mengelus kepala biruang sambil berkata,
"Hek-mo, kau jagalah baik-baik pintu gerbang ruangan jenazah."
Mereka keluar dari ruangan itu dan menutupkan pintu besi. Agaknya biruang itu bertugas menjaga ruangan di luar pintu gerbang. Penjaga yang kuat! Siauw Bwee tidak segera bergerak karena khawatir kalau kakek itu kembali lagi. Dia rebah dan diam memperhatikan keadaan ruangan jenazah yang cukup luas itu. Ketika matanya mengerling ke arah mayat tinggi besar yang tubuhnya juga tidak rusak, hanya memakai cawat dan kepalanya gundul, dia bergidik.
Tiba-tiba ia merasa tubuhnya gemetar, semua bulu di tubuhnya meremang dan matanya terbelalak ketika ia melihat mayat orang she Cia itu bergerak! Tadinya dia tidak percaya ketika melihat mata mayat itu berkedip-kedip, akan tetapi hampir saja ia lupa bahwa dia telah "mati" dan tidak semestinya bergerak dan hampir meloncat saking kaget dan ngerinya ketika melihat mayat itu menggerakkan kaki tangannya dan melangkah keluar dari dalam lubangnya! Mayat itu hidup kembali!
Di dalam kamar jenazah yang penuh jenazah-jenazah tengkorak dan mayat-mayat kering melihat seorang "mayat hidup", tentu saja hal ini merupakan pemandangan yang terlalu berat menguji hati seorang gadis remaja, biarpun memiliki kesaktian seperti Siauw Bwee maka dara yang tadinya berpura-pura mati itu kini benar-benar menjadi pingsan!
Setelah siuman kembali, hal pertama yang dilakukan Siauw Bwee adalah melirik ke arah lubang mayat she Cia itu dengan harapan akan melihat mayat itu masih di situ dan tak bergerak, dan bahwa yang dialaminya tadi hanyalah dalam mimpi.
Akan tetapi lubang itu kosong! Dengan napas terengah saking ngeri dan takut, Siauw Bwee gadis perkasa yang kini ketakutan seperti kanak-kanak melihat setan itu mengintai dari balik peti mati di mana ia direbahkan dan matanya melotot lebar ketika melihat mayat hidup itu bergerak cepat sekali, berkelebat datang dari sebelah belakang ruangan itu, tangan kanannya membawa sebuah panci besar terisi makanan. Setelah tiba di ruangan itu, dia makan dengan lahapnya sambil berdiri saja, akan tetapi, tiba-tiba ia mengeluarkan suara gerengan seperti terkekeh, lalu ia menggerakkan kaki tangannya.
Siauw Bwee menjadi makin ngeri, juga heran sekali menyaksikan bahwa mayat hidup itu memiliki kepandaian yang hebat. Ilmu silatnya luar biasa sekali, kedua tangan bergerak cepat dan tiba-tiba kedua tangan itu menyerang dengan gerakan menggunting dari atas kanan kiri disusul gerakan kaki menyapu dari bawah. Agaknya jurus ini merupakan jurus terakhir dan mayat hidup itu kini kelihatan girang bukan main.
Begitu girangnya sampai terkekeh-kekeh dan berjingkrak-jingkrak menari, tangannya mengambil makanan dari panci yang tadi ia taruh di atas lantai ketika dia bersilat. Ketika ia mengambil makanan itu dimasukkan ke mulut, Siauw Bwee memandang jelas dan tiba-tiba Siauw Bwee merasa hendak muntah karena melihat bahwa yang dimakan oleh mayat hidup itu adalah tikus-tikus kecil yang berkulit merah!
Karena ingin muntah ini, Siauw Bwee mengeluarkan suara dari tenggorokannya dan tiba-tiba mayat hidup itu melesat seperti anak panah cepatnya dan tahu-tahu telah berdiri lagi di lubangnya seperti tadi. Akan tetapi, mungkin karena tergesa-gesa dan lupa, dia berdiri di tempatnya dengan panci di tangan kiri dan mulutnya masih menggigit seekor anak tikus yang buntutnya melambai ke bawah melalui bibirnya!
Aksi Si Mayat Hidup ini mengusir semua rasa takut dari hati Siauw Bwee. Tidak mungkin di dunia ini ada setan atau mayat hidup yang bersikap seperti itu! Begitu panik dan kembali ke lubangnya secara menggelikan. Hal seperti itu hanya dapat dilakukan orang hidup yang sedang ketakutan atau panik.
Siauw Bwee tertawa dan ia melangkah keluar dari dalam peti kaca. Ketika ia langsung melangkah menghampiri Si Mayat Hidup, dia menjadi makin geli hatinya melihat betapa "mayat hidup" itu matanya melotot memandang kepadanya kedua kaki mayat hidup itu menggigil.
Siauw Bwee makin geli hatinya, maklum bahwa tentulah mayat hidup yang sebenarnya seorang manusia yang masih hidup itu kini menderita kengerian seperti dia tadi. Tentu orang ini mengira bahwa dialah yang kini menjadi mayat hidup! Terdorong oleh rasa geli dan kelegaan hatinya mendapat kenyataan bahwa mayat hidup itu hanyalah seorang manusia hidup, timbul kenakalan Siauw Bwee. Dia sengaja menyeringai untuk menakut-nakuti, setelah tiba di depan mayat hidup itu ia tertawa dengan suara mengerikan,
"He-he-hi-hi-hiiik! Bangkai ini masih baik, enak diganyang jantungnya!"
Dengan gerakan dibuat-buat, Siauw Bwee membentuk kedua tangannya seperti cakar setan dan melangkah maju.
"Hiiiihh!"
Kini "mayat hidup" itu tidak dapat menahan kengerian hatinya dan ia meloncat meninggalkan lubangnya, menjauhi Siauw Bwee dan berdiri dengan kedua kaki menggigil.
Siauw Bwee tak dapat bersandiwara terus dan ia tertawa terpingkal-pingkal.
"Nah, kau tahu sekarang rasanya orang yang ketakutan menghadapi mayat hidup!" katanya. "Orang she Cia, mengapa engkau pura-pura mati dan berada di tempat ini?"
Orang yang tadinya berdiri menggigil itu menjadi begitu lega hatinya sehingga jatuh terduduk.
"Aahhh..., sungguh mati. Aku hampir pingsan ketakutan!" katanya, suaranya besar dan agak parau, agaknya karena sudah lama tidak bicara.
"Aku sendiri tadi sampai pingsan saking takutku melihat engkau sebagai mayat hidup," Siauw Bwee berkata sambil tertawa geli.
Orang itu meloncat bangun, gerakannya cepat sekali.
"Eh, engkau tadi dibawa si ketua Liong Ki Bok itu ke sini dalam keadaan mati. Orang mati mana bisa pingsan dan mana mungkin sekarang engkau hidup lagi?"
Siauw Bwee menjebikan bibirnya.
"Tidak meraba kepalamu sendiri! Engkau pun masih hidup, mengapa berada di sini dan beraksi sebagai mayat?"
Sejenak laki-laki tinggi besar gundul itu memandang Siauw Bwee, kemudian menggeleng kepala dan menghela napas.
"Sukar dipercaya.... akan tetapi.... Liong Ki Bok tadi sudah mengatakan sendiri bahwa kepandaianmu melebihi aku. Hemm, Nona, dengan cara bagaimanakah engkau dapat mengakali Liong Ki Bok yang lihai sehingga engkau disangka mati dan dibawa kesini?"
"Mudah saja. Dengan Pi-ki-hoan-hiat (Menutupi Hawa Memindahkan Jalan Darah) aku bisa menghentikan napas dan memindahkan denyut perjalanan darah."
Mata orang itu terbelalak.
"Engkau? Semuda ini sudah pandai melakukan hal itu?"
"Jangan terlalu memuji, Sobat." Siauw Bwee segera merasa suka kepada orang ini karena merasa "senasib". "Engkau sendiri pun telah dapat mengakali Liong Ki Bok dan berpura-pura mati."
"Aku lain lagi. Aku memang hampir mati ketika dibawa ke sini.... eh, nanti dulu, Nona. Sebelum aku menceritakan rahasiaku, aku harus mengetahui lebih dulu siapakah Nona dan mengapa Nona menyelundup masuk seperti ini?"
Siauw Bwee maklum bahwa tentu orang ini mempunyai rahasia besar dan mungkin ia akan dapat menyelidiki keadaan kaum kaki buntung dengan mendengar keterangan orang ini tanpa melakukan penyelidikan sendiri.
"Namaku Khu Siauw Bwee dan aku menyelundup ke sini karena hendak menolong seorang bernama Liem Hok Sun yang ditawan oleh orang-orang kaki buntung itu karena dianggap melanggar wilayah mereka."
Kakek itu berlutut dengan satu kakinya dan memeriksa pergelangan tangan Siauw Bwee.
"Aihh, celaka. Aku telah kesalahan tangan membunuhnya. Gadis ini luar biasa sekali, kepandaiannya sudah mencapai tingkat lebih tinggi daripada kepandaianku sendiri! Kalau aku tidak memiliki ilmu silat gerak tangan kilat, agaknya aku sendiri belum tentu akan dapat mengalahkannya. Celaka, aku telah membunuhnya! Biar aku sendiri yang menyimpannya di dalam ruangan jenazah. Dia harus mendapatkan tempat terhormat."
Setelah menghela napas berulang-ulang, kakek itu lalu memondong tubuh Siauw Bwee lalu dibawanya masuk melalui lorong yang panjang dan agak gelap. Anak buahnya hanya berdiri menonton, tak seorang pun mengeluarkan suara seperti ikut merasa berduka bersama pimpinan mereka.
Siauw Bwee yang berlagak mati itu diam-diam siap. Kalau sampai tubuhnya akan mengalami bahaya, tentu saja ia akan sadar kembali dan akan melawan untuk menyelamatkan diri. Tadinya dia sudah khawatir kalau-kalau ketua kaum kaki buntung ini membawa "jenazahnya" keluar dari bangunan di bawah tanah, akan tetapi hatinya menjadi lega dan girang ketika kakek itu membawanya ke bagian dalam.
Ketua yang bernama Liong Ki Bok itu memasuki sebuah ruangan yang mendapat penerangan dari lubang yang merupakan celah-celah batu yang menjadi langit-langit ruangan itu dan terdengarlah gerengan menyeramkan.
Siauw Bwee terkejut dan hampir dia lupa bahwa dia beraksi mati ketika melihat seekor biruang hitam yang besar menyambut kedatangan Sang Ketua. Akan tetapi ternyata binatang besar itu tidak menyerang, bahkan Liong Ki Bok berkata,
"Aku membawa mayat baru, Hek-mo. Mayat seorang yang terhormat dan sama sekali bukan musuh kita. Sayang aku telah kesalahan tangan membunuhnya. Bawa dan letakkan dia di peti teratas, tempat terhormat, peti yang disediakan untuk tubuhku sendiri."
Biruang yang bernama Hek-mo (Setan Hitam) itu mengeluarkan suara gerengan, bagaikan mengerti akan ucapan Sang Ketua, ia menerima tubuh Siauw Bwee dan memondongnya. Tiba-tiba dia mendengar dan merintih dan diam-diam Siauw Bwee terkejut. Manusia mengenal kematiannya hanya dari panas dan darah yang berhenti, akan tetapi binatang memiliki indera ke enam yang luar biasa. Jangan-jangan binatang ini tahu bahwa dia sebetulnya belum mati!
"Memang kasihan sekali dia, Hek-mo, dan aku akan menyesal selama hidupku hari ini telah kesalahan tangan membunuh seorang seperti dia. Cepatlah bawa dia, Hek-mo, aku tidak ingin lama-lama berada di situ melihat korban tanganku yang berdarah!"
Biruang itu lalu berjalan ke dalam diikuti kakek berkaki satu. Diam-diam Siauw Bwee bergidik ketika melihat ruangan sebelah dalam yang diterangi sebuah lampu. Siapa takkan menjadi ngeri dan merasa seram kalau melihat ruangan yang penuh mayat? Di sekelilingnya terdapat lubang-lubang pada dinding dan di setiap lubang berisi sebuah mayat yang sudah kering. Ada puluhan banyaknya lubang-lubang itu, ada yang sudah terisi dan ada pula yang masih kosong.
Biruang itu membawanya naik ke anak tangga batu, kemudian meletakkan tubuhnya ke dalam sebuah peti kaca yang indah, sebuah peti mati terindah yang berada di situ. Peti mati yang disediakan untuk Sang Ketua kalau kelak ketua itu mati! Sambil rebah di dalam peti, Siauw Bwee mengerling dan melihat ketua itu membalikkan tubuh memandang sesosok mayat orang tinggi besar yang berdiri menyeramkan di sebalik lubang dekat anak tangga.
Bibir Sang Ketua bergerak-gerak seperti orang bicara, akan tetapi suaranya perlahan sekali, berbisik-bisik. Dengan pengerahan kepandaiannya, Siauw Bwee dapat menangkap bisikan-bisikan itu.
"Orang she Cia, tadinya kusangka bahwa engkaulah orang yang paling pandai yang pernah kutandingi. Kiranya hari ini sangkaanku ini terbantah dan gadis yang baru kubawa masuk ini jauh melampauimu. Ahhh, dan penyesalanku lebih besar daripada ketika terpaksa membunuhmu."
Setelah kakek itu melihat bahwa tubuh Siauw Bwee rebah di dalam peti mati kaca dengan baik, dia mengeluarkan sebuah botol dan menuangkan isi botol berupa benda cair berwarna kuning berbau harum ke atas tubuh Siauw Bwee.
"Jenazah orang seperti engkau patut diawetkan, Nona yang bernasib malang...."
Kemudian kakek itu meninggalkan ruangan jenazah setelah mengelus kepala biruang sambil berkata,
"Hek-mo, kau jagalah baik-baik pintu gerbang ruangan jenazah."
Mereka keluar dari ruangan itu dan menutupkan pintu besi. Agaknya biruang itu bertugas menjaga ruangan di luar pintu gerbang. Penjaga yang kuat! Siauw Bwee tidak segera bergerak karena khawatir kalau kakek itu kembali lagi. Dia rebah dan diam memperhatikan keadaan ruangan jenazah yang cukup luas itu. Ketika matanya mengerling ke arah mayat tinggi besar yang tubuhnya juga tidak rusak, hanya memakai cawat dan kepalanya gundul, dia bergidik.
Tiba-tiba ia merasa tubuhnya gemetar, semua bulu di tubuhnya meremang dan matanya terbelalak ketika ia melihat mayat orang she Cia itu bergerak! Tadinya dia tidak percaya ketika melihat mata mayat itu berkedip-kedip, akan tetapi hampir saja ia lupa bahwa dia telah "mati" dan tidak semestinya bergerak dan hampir meloncat saking kaget dan ngerinya ketika melihat mayat itu menggerakkan kaki tangannya dan melangkah keluar dari dalam lubangnya! Mayat itu hidup kembali!
Di dalam kamar jenazah yang penuh jenazah-jenazah tengkorak dan mayat-mayat kering melihat seorang "mayat hidup", tentu saja hal ini merupakan pemandangan yang terlalu berat menguji hati seorang gadis remaja, biarpun memiliki kesaktian seperti Siauw Bwee maka dara yang tadinya berpura-pura mati itu kini benar-benar menjadi pingsan!
Setelah siuman kembali, hal pertama yang dilakukan Siauw Bwee adalah melirik ke arah lubang mayat she Cia itu dengan harapan akan melihat mayat itu masih di situ dan tak bergerak, dan bahwa yang dialaminya tadi hanyalah dalam mimpi.
Akan tetapi lubang itu kosong! Dengan napas terengah saking ngeri dan takut, Siauw Bwee gadis perkasa yang kini ketakutan seperti kanak-kanak melihat setan itu mengintai dari balik peti mati di mana ia direbahkan dan matanya melotot lebar ketika melihat mayat hidup itu bergerak cepat sekali, berkelebat datang dari sebelah belakang ruangan itu, tangan kanannya membawa sebuah panci besar terisi makanan. Setelah tiba di ruangan itu, dia makan dengan lahapnya sambil berdiri saja, akan tetapi, tiba-tiba ia mengeluarkan suara gerengan seperti terkekeh, lalu ia menggerakkan kaki tangannya.
Siauw Bwee menjadi makin ngeri, juga heran sekali menyaksikan bahwa mayat hidup itu memiliki kepandaian yang hebat. Ilmu silatnya luar biasa sekali, kedua tangan bergerak cepat dan tiba-tiba kedua tangan itu menyerang dengan gerakan menggunting dari atas kanan kiri disusul gerakan kaki menyapu dari bawah. Agaknya jurus ini merupakan jurus terakhir dan mayat hidup itu kini kelihatan girang bukan main.
Begitu girangnya sampai terkekeh-kekeh dan berjingkrak-jingkrak menari, tangannya mengambil makanan dari panci yang tadi ia taruh di atas lantai ketika dia bersilat. Ketika ia mengambil makanan itu dimasukkan ke mulut, Siauw Bwee memandang jelas dan tiba-tiba Siauw Bwee merasa hendak muntah karena melihat bahwa yang dimakan oleh mayat hidup itu adalah tikus-tikus kecil yang berkulit merah!
Karena ingin muntah ini, Siauw Bwee mengeluarkan suara dari tenggorokannya dan tiba-tiba mayat hidup itu melesat seperti anak panah cepatnya dan tahu-tahu telah berdiri lagi di lubangnya seperti tadi. Akan tetapi, mungkin karena tergesa-gesa dan lupa, dia berdiri di tempatnya dengan panci di tangan kiri dan mulutnya masih menggigit seekor anak tikus yang buntutnya melambai ke bawah melalui bibirnya!
Aksi Si Mayat Hidup ini mengusir semua rasa takut dari hati Siauw Bwee. Tidak mungkin di dunia ini ada setan atau mayat hidup yang bersikap seperti itu! Begitu panik dan kembali ke lubangnya secara menggelikan. Hal seperti itu hanya dapat dilakukan orang hidup yang sedang ketakutan atau panik.
Siauw Bwee tertawa dan ia melangkah keluar dari dalam peti kaca. Ketika ia langsung melangkah menghampiri Si Mayat Hidup, dia menjadi makin geli hatinya melihat betapa "mayat hidup" itu matanya melotot memandang kepadanya kedua kaki mayat hidup itu menggigil.
Siauw Bwee makin geli hatinya, maklum bahwa tentulah mayat hidup yang sebenarnya seorang manusia yang masih hidup itu kini menderita kengerian seperti dia tadi. Tentu orang ini mengira bahwa dialah yang kini menjadi mayat hidup! Terdorong oleh rasa geli dan kelegaan hatinya mendapat kenyataan bahwa mayat hidup itu hanyalah seorang manusia hidup, timbul kenakalan Siauw Bwee. Dia sengaja menyeringai untuk menakut-nakuti, setelah tiba di depan mayat hidup itu ia tertawa dengan suara mengerikan,
"He-he-hi-hi-hiiik! Bangkai ini masih baik, enak diganyang jantungnya!"
Dengan gerakan dibuat-buat, Siauw Bwee membentuk kedua tangannya seperti cakar setan dan melangkah maju.
"Hiiiihh!"
Kini "mayat hidup" itu tidak dapat menahan kengerian hatinya dan ia meloncat meninggalkan lubangnya, menjauhi Siauw Bwee dan berdiri dengan kedua kaki menggigil.
Siauw Bwee tak dapat bersandiwara terus dan ia tertawa terpingkal-pingkal.
"Nah, kau tahu sekarang rasanya orang yang ketakutan menghadapi mayat hidup!" katanya. "Orang she Cia, mengapa engkau pura-pura mati dan berada di tempat ini?"
Orang yang tadinya berdiri menggigil itu menjadi begitu lega hatinya sehingga jatuh terduduk.
"Aahhh..., sungguh mati. Aku hampir pingsan ketakutan!" katanya, suaranya besar dan agak parau, agaknya karena sudah lama tidak bicara.
"Aku sendiri tadi sampai pingsan saking takutku melihat engkau sebagai mayat hidup," Siauw Bwee berkata sambil tertawa geli.
Orang itu meloncat bangun, gerakannya cepat sekali.
"Eh, engkau tadi dibawa si ketua Liong Ki Bok itu ke sini dalam keadaan mati. Orang mati mana bisa pingsan dan mana mungkin sekarang engkau hidup lagi?"
Siauw Bwee menjebikan bibirnya.
"Tidak meraba kepalamu sendiri! Engkau pun masih hidup, mengapa berada di sini dan beraksi sebagai mayat?"
Sejenak laki-laki tinggi besar gundul itu memandang Siauw Bwee, kemudian menggeleng kepala dan menghela napas.
"Sukar dipercaya.... akan tetapi.... Liong Ki Bok tadi sudah mengatakan sendiri bahwa kepandaianmu melebihi aku. Hemm, Nona, dengan cara bagaimanakah engkau dapat mengakali Liong Ki Bok yang lihai sehingga engkau disangka mati dan dibawa kesini?"
"Mudah saja. Dengan Pi-ki-hoan-hiat (Menutupi Hawa Memindahkan Jalan Darah) aku bisa menghentikan napas dan memindahkan denyut perjalanan darah."
Mata orang itu terbelalak.
"Engkau? Semuda ini sudah pandai melakukan hal itu?"
"Jangan terlalu memuji, Sobat." Siauw Bwee segera merasa suka kepada orang ini karena merasa "senasib". "Engkau sendiri pun telah dapat mengakali Liong Ki Bok dan berpura-pura mati."
"Aku lain lagi. Aku memang hampir mati ketika dibawa ke sini.... eh, nanti dulu, Nona. Sebelum aku menceritakan rahasiaku, aku harus mengetahui lebih dulu siapakah Nona dan mengapa Nona menyelundup masuk seperti ini?"
Siauw Bwee maklum bahwa tentu orang ini mempunyai rahasia besar dan mungkin ia akan dapat menyelidiki keadaan kaum kaki buntung dengan mendengar keterangan orang ini tanpa melakukan penyelidikan sendiri.
"Namaku Khu Siauw Bwee dan aku menyelundup ke sini karena hendak menolong seorang bernama Liem Hok Sun yang ditawan oleh orang-orang kaki buntung itu karena dianggap melanggar wilayah mereka."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar