Ads

Rabu, 27 November 2019

Pendekar Bongkok Jilid 029

Suara ketawa Koay Tojin mengikuti mereka, menbuat mereka semakin takut dan berusaha lari secepatnya sampai jatuh bangun! Bi Sian tidak mengejar karena ia sudah menjatuhkan dirinya di atas tanah, terengah-engah dan bermandi peluh, akan tetani wajahnya berseri dan mulutnya tersenyum puas.

Kakek itu tertawa terpingkal-pingkal, bahkan lalu menjatuhkan diri pula di atas tanah dekat Bi Sian, terus tertawa sanbil memegangi perutnya dan menggeliat-geliat. Melihat ini, Bi Sian kembali timbul dugaan bahwa gurunya ini walaupun memang sakti sekali, akan tetapi agaknya tidak lumrah manusia dan tentu akan dianggap sinting oleh orang lain.

Akan tetapi ia lebih tahu. Sinting atau tidak, suhunya ini seorang manusia luar biasa! Iapun tahu benar bahwa suhunya yang telah membantunya maka dengan begitu mudahnya ia menghajar enam orang tadi tanpa satu kalipun mendapat balasan pukulan dari mereka.

“Sudahlah, suhu. Apa sih yapg kau tertawakan begitu hebat?”

Katanya untuk menghentikan aksi gurunya. Benar saja. Koay Tojin menghentikan tawanya dan diapun bangkit berdiri.

“Wah, kau hebat, Bi Sian. Kau hebat sekali, engkau telah menghajar anjing-anjing itu sampai berkaing-kaing, heh-heh-heh!”

Bi Sian lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki gurunya.
“Berkat pertolongan suhu! Aku berjanji akan belajar dengan tekun dan penuh semangat agar kelak tidak menyusahkan suhu lagi kalau bertemu dengan anjing-anjing seperti tadi.”

Bi Sian lalu menunggangi kudanya lagi dan gurunya tetap berjalan di belakangnya. Kini Bi Sian mulai menaruh hormat kepada gurunya karena ia yakin akan kesaktian kakek itu, maka iapun tidak berani membalapkan kudanya, takut kalau membuat orang tua itu menjadi kelelahan.

Oleh karena itu, hari telah mulai gelap ketika akhirnya mereka tiba di dalam kota Sung-jan. Atas petunjuk gurunya, Bi Sian menambatkan kuda itu di kebun belakang, kemudian iapun menurut saja petunjuk suhunya bagaimana harus berpamit dari ayah bundanya.

“Kalau kita masuk ke dalam dan bertemu ayah ibumu, tentu mereka akan menahanmu dan mungkin akan memusuhiku. Hal itu amat tidak enak, maka sebaiknya engkau menurut aku saja. Mari!”

Yaw Sun Kok dan isterinya berada di ruangan dalam. Sejak tadi Sie Lan Hong merasa gelisah dan beberapa kali ia menyuruh suaminya untuk pergi mencari dan menyusul puteri mereka yang belum juga pulang.

“Aku mulai khawatir, kenapa sampai hari telah menjadi gelap begini ia belum juga pulang. Sebaiknya kalau engkau pergi mencarinya,” bujuknya untuk ke beberapa kalinya.

“Ia pergi membawa kuda dan biasanya ia memang pulang setelah senja. Ada beberapa tempat yang biasa ia datangi dan aku tidak tahu yang mana yang ia kunjungi kali ini. Kalau aku mencari ke suatu tempat dan ia pergi ke lain tempat, mungkin aku akan bersimpang jalan dengannya. Biarlah kita tunggu sebentar. Tidak perlu khawatir.”

“Akan tetapi, aku gelisah sekali. Ia anak perempuan dan....”

“Aihh, mengapa engkau memandang rendah anak sendiri? Biarpun perempuan dan masih kecil, akan tetapi Bi Sian sudah memiliki kepandaian yang cukup untuk melindungi diri sendiri. Dan iapun ahli menunggang kuda, tidak mungkin terjadi sesuatu yang tidak baik padanya. Pula, siapa yang akan berani mengganggunya? Semua orang di Sung-jan tahu bahwa ia adalah anakku.”

Mendengar ucapan suaminya itu, Si Lan Hong terdiam. Akan tetapi ia masih terus memandang ke arah pintu dengan penuh harapan. Pada saat itu, tiba-tiba saja ada suara ketukan pada jendela di sebelah kiri ruangan itu. Suami isteri itu cepat menengok dan.... di balik jendela kaca itu nampaklah wajah puteri mereka! Bi Sian tersenyum lebar dan wajahnya berseri penuh kegembiraan ketika ayah ibunya memandang kepadanya dengan mata terbelalak.

“Bi Sian....!” teriak ibunya, dan ayahnya cepat melangkah ke jendela, hendak membuka jendela itu.






“Jangan dibuka, ayah! Ibu dan ayah, dengarkan baik-baik apa yang akan kukatakan! Aku telah mendapatkan seorang guru, guruku namanya Koay Tojin dan kedatanganku ini hanya untuk pamit kepada ayah dan ibu. Aku akan ikut dia merantau selama tujuh tahun dan setelah tamat belajar, aku pasti pulang. Jangan cari aku, ayah. Tidak akan ada gunanya, karena ayah tidak akan dapat menyusul suhu!”

“Bi Sian....!”

Yauw Sun Kok berseru dan cepat sekali dia sudah membuka daun jendela itu. Akan tetapi, wajah anaknya itu telah hilang dan yang nampak hanya malam gelap. Dia merasa penasaran dan cepat dia melompat keluar jendela. Isterinya juga meloncat keluar jendela. Mereka memanggil-manggil nama Bi Sian sambil mencari-cari, akan tetapi tidak nampak bayangan anak itu.

Tiba-tiba terdengar suara anak mereka dari atas genteng.
“Kuda itu kutambatkan di dalam kebun, ayah. Nah, selamat tinggal, ayah dan ibu. Tujuh tahun lagi aku pulang!”

Ketika mereka menengok, ternyata Bi Sian sudah berdiri di wuwungan rumah mereka, tentu saja Yauw Sun Kok terkejut bukan main dan diapun cepat molompat naik ke atas genteng untuk mengejar. Akan tetapi, dalam sekejap mata saja bayangan anaknya itupun lenyap. Dia merasa penasaran sekali. Tak mungkin Bi Sian dapat melompat ke atas wuwungan rumah seperti itu dan lebih tidak mungkin lagi menghilang seperti setan.

Akan tetapi semua usahanya untuk mencari sia-sia belaka. Baru sekali itu dalam hidupnya Yauw Sun Kok merasa tidak berdaya sama sekali, seperti dipermainkan, seperti seorang yang lemah. Diapun dapat menduga bahwa itu tentu gara-gara guru anaknya itu yang bernama Koay Tojin. Tahulah dia bahwa anaknya bertemu dengan seorang sakti yang memilihnya untuk menjadi muridnya.

Akan tetapi, dia tidak pernah mendengar nama Koay Tojin! Dia tidak tahu kemana puterinya dibawa dan siapa Koay Tojin itu, orang macam apa! Tentu saja dia gelisah bukan main dan ketika isterinya merangkulnya sambil menangis, Yauw Sun Kok hanya dapat menarik napas panjang berulang-ulang dan merasa berduka sekali.

“Aku akan mencarinya...., aku akan mencarinya sampai jumpa dan membawanya pulang....” Dia menghibur isterinya berkali-kali.

Akan tetapi, hiburan ini hanya tinggal hiburan kosong belaka. Sampai berbulan-bulan Yauw Sun Kok mengerahkan tenaga, bahkan minta bantuan orang namun tidak ada yang berhasil. Tepat seperti dikatakan oleh puterinya ketika berpamit, dia tidak berhasil menemukan jejak Koay Tojin.

Bahkan pada keesokan harinya, Lu-ciangkun datang dengan marah-marah mencari Bi Sian sambil membawa Lu Ki Cong yang babak bundas! Ki Cong menceritakan betapa dia dipukuli dengan tongkat oleh Bi Sian yang dibantu seorang kakek jembel yang gila! Tentu saja Ki Cong tidak menyebut-nyebut tentang lima orang tukang pukulnya.

Mendengar ini, makin yakinlah hati Yauw Sun Kok bahwa puterinya memang dipilih sebagai murid oleh seorang sakti dan bahwa Koay Tojin itu, menurut keterangan Lu Ki Cong, adalah seorang kakek tua renta yang berpakaian jembel dan bersikap seperti orang gila! Tentu dia sakti, pikirnya. Diapun minta maaf kepada Lu-ciangku, mengatakan bahwa anak perempuannya itu telah pergi dibawa oleh seorang sakti yang mengambilnya sebagai murid.

Demikianlah, akhirnya Yauw Sun Kok dan isterinya hanya dapat menunggu dengan hati penuh kegelisahan dan kerinduan. Mereka harus menanti sampai tujuh tahun! Mendung menyelimuti kehidupan keluarga ini.

Yauw Bi Sian yang tadinya seolah-olah menjadi matahari yang menyinari kehidupan mereka, kini menghilang. Lebih-lebih lagi bagi Sie Lan Hong! Kepergian puterinya ini merupakan pukulan berat baginya. Baru saja ia kehilangan adik kandungnya dan dalam keadaan masih berduka, tiba-tiba saja tanpa disangka-sangka, puterinya pergi untuk waktu yang lama sekali. Tujuh tahun!

Kesenangan dalam bentuk apapun di dunia ini tidak abadi! Kesenangan seperti gelembung-gelembung sabun yang setiap saat dapat meletus dan lenyap di udara! Kesenangan datang dari nafsu dan menimbulkan ikatan-ikatan dengan sumber kesenangan itu. Kalau tiba saatnya kesenangan itu direnggut dan terpisah dari kita, maka kitapun merasa kehilangan dan berduka.

Hidup ini, penuh dengan duka yang timbul dan kekecewaan, iba diri, kemarahan, kabencian, permusuhan. Karena hidup ini penuh dengan duka dan sengsara, maka kita semua rindu akan kebahagiaan. Sayang sungguh sayang, kita selalu salah mengenal kesenangan sebagai kebahagiaan!

Kesenangan hanya merupakan saudara kembar dari kesusahan belaka, keduanya itu tak terpisahkan seperti permukaan depan belakang dari telapak tangan. Ada susah ada senang, ada suka ada duka, tak terpisahkan. Karena itu, setiap kedukaan kita coba hibur dengan kesukaan, setiap kesusahan kita tutupi atau ingin lupakan melalui kesenangan. Padahal, kesenangan itupun akan berakhir dengan kesusahan, seperti gelombang tidak hanya bergerak ke satu jurusun, tapi pada saatnya membalik.

Kebahagiaan sungguh jauh berbeda. Kebahagiaan tidak mempunyai kebalikan! Kebahagiaan berada jauh di atas jangkauan suka dan duka. Karena suka dan duka itu hanya merupakan permainan pikiran, maka hanya menjadi pakaian dari si aku.

Kebahagiaan tak dapat diraih oleh pikiran. Kebahagiaan tidak dapat didatangkan dengan sengaja oleh si aku yang ingin berbahagia. Kebahagiaan adalah Cintakasih, Cahaya Illahi, kekuasaan Tuhan yang selalu ada di dalam diri kita sendiri, tak pernah sedetikpun meninggalkan kita. Hanya pikiran dengan nafsu-nafsunya menyeret kita ke dalam kegelapan sehingga tidak dapat melihat-Nya.

**** 029 ****




Pendekar Bongkok Jilid 028
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar