Ads

Sabtu, 26 Desember 2015

Suling Naga Jilid 003

“Brakkkkkk....!”

Pintu pondok kecil di tengah hutan yang tertutup rapat itu jebol, mengejutkan seorang laki-laki tinggi besar yang mukanya bercambang bauk, juga bertotol-totol hitam buruk yang sedang rebah dengan dada telanjang, hanya mengenakan celana dalam yang tipis. Siang itu hawanya panas dan laki-laki inipun berkeringat. Bau arak yang keras tercium ketika pintu itu jebol, dan melihat wajah laki-laki buruk rupa itu yang kemerahan, juga matanya liar, bau arak yang keluar dari mulutnya, jelas menunjukkan bahwa dia terlalu banyak minum arak.

“Ibu....!”

Bi Lan menjerit ketika melihat ibunya tergantung di dalam kamar itu. Wanita yang malang ini tergantung dalam keadaan telanjang bulat, dengan kepala di bawah dan kaki terikat pada tali yang digantungkan di tihang melintang di atas.

Melihat tubuh telanjang itu sama sekali tidak bergerak, dan melihat mata yang terbuka akan tetapi tanpa sinar itu, mudah saja bagi tiga orang kakek Sam Kwi untuk menduga bahwa wanita itu sudah tewas, seperti juga mayat laki-laki yang menjadi ayah Bi Lan yang menggeletak di luar dengan tubuh hancur oleh senjata tajam.

Tiga orang Sam Kwi bernapas lega. Ayah ibu anak ini sudah mati. Bagus! Mereka tadi mempergunakan ilmu kepandaian mereka untuk mengejar gerombolan itu dan melihat mereka semua berada di dalam hutan itu.

Anak buah pasukan Birma yang berubah menjadi gerombolan jahat itu nampak tidur-tiduran di bawah pohon. Guci-guci arak berserakan dan agaknya mereka baru saja makan minum dan kini tertidur setelah puas kekenyangan. Apa lagi dalam keadaan mabok dan tidur, andaikata mereka dalam keadaan sadar dan tidak tidur sekalipun, amat mudah bagi tiga orang kakek itu untuk mendatangi pondok itu tanpa mereka ketahui.

Melihat bahwa ayah anak itu sudah tewas di tempat perampokan, mereka bertiga lalu melakukan pengejaran dan jelas nampak jejak kaki mereka sampai di tengah hutan itu. Dan karena ibu anak itu tidak ada, mereka dapat menduga bahwa tentu wanita itu dibawa ke dalam pondok kecil itu, maka mereka langsung saja mendobrak daun pintu sampai jebol. Dan benar saja, wanita itu berada di dalam kamar, akan tetapi agaknya sudah tidak bernyawa lagi setelah mungkin diperkosa beramai-ramai lalu digantung karena mungkin wanita itu melawan.

Si tinggi besar brewokan yang menjadi kepala pasukan, seorang Birma yang biasa hidup dalam kekerasan, terkejut bukan main. Baru saja dia memuaskan diri memperkosa dan menyiksa wanita itu sampai mati, lalu dia makan dan minum-minuman sampai mabok dan merebahkan diri untuk tidur.

Kini, kaget melihat jebolnya daun pintu dan melihat tiga orang kakek yang aneh, seorang di antaranya menggendong anak perempuan yang tadi dilarikan oleh pembantunya, dia mencium bahaya. Cepat dia bergerak kepada anak buahnya dan menyambar golok besarnya, menerjang ke depan, membabat ke arah Iblis Mayat Hidup yang paling menyeramkan dan berdiri paling dekat.

Akan tetapi, rangka terbungkus kulit itu dapat bergerak cepat bukan main. Golok itu menyambar seperti mengenai sasarannya membabat pinggang, akan tetapi tiba-tiba saja tubuh kurus kering itu lenyap dan ternyata sudah mengelak ke samping dan pada saat itu si tengkorak hidup menggerakkan tangannya yang kurus.

“Tukkk!”

Hanya perlahan saja jari tangan Iblis Mayat Hidup menyentuh lengan yang memegang golok, akan tetapi seketika golok terlepas dan lengan itupun lumpuh dan berobah menghitam karena di sebelah dalamnya, beberapa otot besar putus dan darah mengalir liar membuat lengan nampak hitam!

Bukan kepalang rasa nyeri pada lengan kanan itu, membuat si brewok berteriak-teriak, akan tetapi kembali tangan kurus itu menyambar, sekali ini leher si brewok yang disentuh dan seketika si brewok roboh, suara mengorok keluar dari lehernya, mukanya berobah hitam dan dia berkelojatan dalam sekarat. Dia tewas tak bergerak lagi ketika anak buahnya yang belasan orang banyaknya itu sudah datang menyerbu dengan golok di tangan.

Melihat betapa pemimpin mereka sudah roboh dengan muka berwarna hitam, tak bergerak lagi, belasan orang kasar itu menjadi marah sekali. Langsung mereka menerjang tiga orang kakek itu dengan golok mereka. Tiga orang kakek itu melangkah keluar dari pondok. Perkelahian yang aneh, lucu dan tidak seimbangpun terjadilah.

Sepasang lengan Raja Iblis Hitam itu mulur dan tanpa memperdulikan golok-golok itu, kedua tangannya menangkapi lawan, membanting, melontarkan tinggi ke atas dan mambiarkan tubuh lawan itu terbanting keras, menangkap dua kepala dan mengadu dua kepala itu.
Si gendut Iblis Akhirat sambil menyeringai aneh dan menyeramkan, membiarkan golok-golok itu mengenai kepala botaknya atau lengannya, dan hanya kedua kakinya saja yang pendek-pendek dan besar-besar itu bergerak cepat ke kanan kiri dan setiap orang yang terkena tendangannya tentu terlempar, terbanting roboh dan tidak dapat bangkit kembali.

Iblis Mayat Hidup lebih mengerikan lagi. Dengan tulang-tulangnya mengeluarkan bunyi berkerotokan, dia membagi-bagi pukulan dan setiap kali tangannya menyentuh tubuh lawan, karena sentuhan perlahan itu tidak pantas dinamakan pukulan, lawan roboh dengan bagian badan yang disentuh berobah kehitaman!

Dalam waktu singkat saja, belasan orang itu roboh semua dan tidak seorangpun dapat bangkit atau bergerak lagi karena mereka telah tewas. Kepala-kepala pecah berantakan sampai otak dan darah berceceran, tulang-tulang berkerotokan ketika patah-patah bahkan ada kulit yang robek-robek dan mayat yang ternoda hitam-hitam mengerikan.

“Ha-ha-ha-ha! Bi Lan murid yang baik, apakah kini engkau telah puas? Lihat, semua musuhmu telah kami bunuh,” kata Iblis Akhirat kepada Bi Lan.

Gadis cilik itu melorot turun dari gendongan Raja iblis Hitam dan iapun mematuki pondok, sejenak berdiri memandang mayat ibunya yang tergantung dengan tubuh terbalik. Pada bagian tubuh tertentu dari ibunya nampak lula-luka guratan senjata tajam. Ingin ia menjerit, akan tetapi batinnya mengalami guncangan hebat sehingga ia tidak lagi dapat menangis.

“Ibumu sudah mati,” tiba-tiba terdengar suara orang dan ketika gadis cilik itu menengok, yang bicara adalah Iblis Mayat Hidup.

Dua kakek lainnya juga sudah berdiri di belakangnya. Gadis cilik ini tidak tahu betapa tiga orang kakek itu memandang ke arah mayat ibunya dengan hati girang, bukan hanya karena gadis cilik itu kini sudah terlepas dari semua ikatan keluarga, juga karena mereka bertiga itu kagum akan cara gerombolan itu menyiksa wanita ibu Bi Lan!

“Ha-ha-ha, Bi Lan. Kami telah memenuhi permintaanmu, sekarang berlututlah dan angkat kami sebagai gurumu dan menyebut suhu,” kata Iblis Akhirat.






“Nanti dulu,” gadis cilik itu berkata. “Sebelum itu kuminta agar kalian suka mengubur jenazah ibuku, juga jenazah ayahku, dikubur bersama dalam satu lubang di tempat ini.”

Tiga orang kakek itu saling pandang.
“Wah, apa-apaan ini!” Raja Iblis Hitam mengeluh.

“Ada-ada saja!” Iblis Mayat Hidup menyambung. Jelas bahwa keduanya merasa tidak senang dengan pekerjaan itu.

“Apa gunanya?” Si gendut Iblis Akhirat berseru. “Biarkan saja begitu, akhirnya juga akan habis sendiri.”

“Tidak!” Bi Lan berseru. “Kalau kalian tidak mau, biar aku sendiri yang akan melakukan penguburan itu. Mereka harus dikubur agar jenazah mereka tidak dimakan binatang buas!”

“Hemm, apa kau kira di dalam tanah tidak ada binatang buasnya? Kulit dagingnya akan digerogoti tikus dan cacing-cacing sampai habis!”

Mendengar ucapan si gendut itu, Bi Lan bergidik.
“Biarlah, mereka hancur dikubur dan kalau kalian tidak mau, akan kulakukan sendiri dan aku tidak akan sudi menjadi murid kalian.”

Tiga orang kakek itu saling pandang dan menggaruk-garuk kepala. Akan tetapi tiba-tiba nampak bayangan berkelebat disertai suara berkerotokan dan Iblis Mayat Hidup sudah lenyap dari tempat itu. Tak lama kemudian dia datang kembali membawa mayat Can Kiong, ayah Bi Lan yang sudah penuh luka itu. Dan tanpa banyak cakap lagi, tiga orang kakek itu lalu menggali sebuah lubang besar. Cepat sekali pekerjaan ini dilakukan oleh tiga orang sakti itu, mempergunakan golok-golok para korban amukan mereka tadi.

Setelah mengubur dua orang suami isteri itu dan menutupi lubang dengan tanah, kemudian atas permintaan Bi Lan mereka menaruh sebuah batu bundar sebesar gajah di tempat kuburan, mereka lalu berdiri berjajar dan menuntut agar Bi Lan suka menjadi murid mereka dan memberi hormat seperti layaknya seorang yang mengangkat guru.

Kini Bi Lan tidak ragu-ragu lagi. Kalau bukan tiga orang kakek aneh ini, siapa lagi manusia di dunia ini yang memperdulikannya? Ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki tiga orang itu, memberi hormat dengan sungguh-sungguh.

“Suhu.... suhu.... suhu....!” katanya setiap kali ia menyembah di depan kaki seorang kakek.

Tiga orang itu girang bukan main.
“Muridku yang baik!” kata Raja Iblis Hitam dan tiba-tiba Bi Lan merasa tubuhnya melayang jauh tinggi di udara.

Anak itu tentu saja terkejut bukan main, sama sekali tidak menyangka bahwa raksasa hitam yang menjadi seorang di antara gurunya itu akan melakukan hal seperti itu, melemparkan tubuhnya tinggi ke udara! Ia teringat betapa tadi suhunya yang ini melempar-lemparkan tubuh lawan ke atas dan tubuh itu terbanting jatuh dengan kepala pecah berantakan. Tentu saja ingatan ini mendatangkan rasa takut yang hebat dalam batinnya yang sehari itu sudah mengalami guncangan-guncangan luar biasa.

Akan tetapi justeru guncangan-guncangan hebat itu membuat Bi Lan kehilangan rasa takut, atau andaikata ada rasa takut, ia berani menghadapinya dan mendatangkan suatu kenekatan besar. Maka, betapa ngerinya, ia mengatupkan bibirnya yang kecil dan tidak mau mengeluarkan suara yang membayangkan ketakutan!

Ketika tubuhnya melayang turun berputaran tangan Iblis Akhirat sudah menyambutnya dan kembali ia dilemparkan ke atas oleh kakek itu yang terkekeh senang. Ketika merasa betapa tubuhnya tidak terbanting melainkan disambut hendak di lemparkan lagi ke atas, mengertilah Bi Lan bahwa tiga orang gurunya itu bermain-main atau mungkin hendak menguji ketabahannya. Hal ini membesarkan hatinya. Ia akan memperlihatkan kepada tiga orang kakek aneh itu bahwa ia tidak takut!

Maka, ketika untuk kedua kalinya tubuhnya terlempar ke atas, ia mengeluarkan suara ketawa cekikikan sebagai tanda bahwa iapun senang dilempar-lemparkan seperti itu. Akan tetapi terdengar suara Iblis Mayat Hidup mencela.

“Apa ketawa-ketawa! Dalam setiap keadaan, engkau harus belajar karena setiap peristiwa mengandung bahan baik untuk dipelajari!”

Dan ketika tubuhnya meluncur turun, ia disambut pula oleh kakek kurus kering itu dan dilontarkan pula ke atas. Bi Lan menghentikan ketawanya, takut kalau ketiga orang gurunya marah. Gila, pikirnya, dlempar-lempar ke udara seperti itu dapat mempelajari apakah?

Lalu teringatlah ia betapa kalau meluncur lagi ke bawah, tuhuhnya berputaran tidak karuan. Mengapa ia tidak mau belajar agar luncurannya itu nyaman dengan kaki di bawah dan kepala di atas? Bukankah kalau ia terpaksa terbanting ke atas tanah, akibatnya tidak begitu parah kalau kakinya lebih dulu dari pada kepalanya?

Mulailah ia menggerak-gerakkan kaki tangannya, mengatur keseimbangan agar tubuhnya tidak jungkir balik atau berputaran. Agaknya tiga orang gurunya girang melihat ini, dan begitu ia meluncur turun, ia disambut lagi bergantian untuk dilontarkan pula ke atas.

Akhirnya setelah puluhan kali dilontarkan ke atas, Bi Lan berhasil mengatur luncuran tubuhnya sehingga kakinya selalu meluncur di bawah, kedua tangan dikembangkan dan kedua kaki dipentang seperti orang menunggang kuda.

Melihat ini, tiga orang gurunya bergantian memberi petunjuk, bagaimana harus mengatur tangan atau kaki, bagaimana harus mengatur napas dan gerakan-gerakan lain. Bi Lan yang tahu bahwa tiga orang gurunya ini adalah orang-orang aneh dan begitu ia mengangkat mereka sebagai guru, langsung saja mereka itu menguji dan memberi pelajaran yang begitu aneh!

Maka iapun memperhatikan dengan tekun dan tanpa mengenal lelah ia terus berusaha, walaupun tubuhnya yang memang sudah amat lelah, apa lagi baru saja mengalami hal-hal yang amat hebat itu, terasa sakit-sakit. Bahkan ia menahan rasa lapar dan kantuknya sampai akirnya ia tertidur selagi tubuhnya dilemparkan lagi ke atas oleh Iblis Mayat Hidup.

Melihat betapa murid mereka itu meluncur turun dengan tubuh lunglai, tiga orang kakek itu terkejut setengah mati, khawatir kalau-kalau murid mereka yang masih lemah dan amat lelah itu tidak kuat dan mati di udara! Mereka menyambutnya dan legalah hati mereka melihat bahwa murid mereka itu hanya tertidur pulas!

Meledaklah suara ketawa mereka dan hati mereka puas dan bangga. Dilempar-lemparkan seperti itu, murid mereka ini malah bisa tidur nyenyak, dan itu dianggap oleh mereka sebagai tanda nyali yang amat besar, ketabahan yang jarang dimiliki seorang anak kecil, apa lagi anak perempuan.

Tiga orang Sam Kwi itu lalu meninggalkan hutan itu menuju ke timur. Mereka melakukan perjalanan cepat sekali, mengambil jalan melalui bukit-bukit dan rawa-rawa, melalui sungai dan hutan yang liar, yang jarang didatangi manusia.

Mereka mengambil jalan memotong, menerjang jalan yang betapa sukar sekalipun, dengan kepandaian mereka yang tidak lumrah manusia. Kalau mereka melalui perjalanan yang amat sukar yang tidak dapat dilalui manusia biasa, mereka mondong Bi Lan bergantian, akan tetapi kalau melalui jalan biasa sambil menikmati pemandangan alam, mereka membiarkan Bi Lan berjalan kaki di belakang mereka.

Dasar orang-orang aneh, kadang-kadang mereka meninggalkan Bi Lan begitu saja, membuat gadis cilik itu berlari-larian setengah mati mengejar mereka dan kalau Bi Lan sudah hampir putus asa karena tidak mampu mengejar dan guru-gurunya lenyap, barulah mereka muncul!

Dan di sepanjang perjalanan, mereka melatih Bi Lan dengan dasar-dasar ilmu silat, dan menggemblengnya dengan latihan-latihan untuk menghimpun tenaga sin-kang.

Ada kalanya tiga orang itu berebut untuk melatih Bi Lan yang ternyata memiliki bakat yang hebat, tepat seperti dugaan mereka. Setiap pelajaran yang diberikan guru-gurunya, dapat ditangkap dengan mudah oleh Bi Lan dan hanya dalam latihan sajalah gadis cilik itu perlu memperoleh tekanan.

Dan gadis cilik itupun cerdik bukan main. Segera ia dapat merasakan betapa tiga orang gurunya yang aneh itu amat menyayanginya, bahkan berlumba dalam menyayangnya. Hal ini dipergunakannya sebagai senjata untuk menguasai tiga orang kakek itu!

Pada suatu hari, tiga orang kakek itu terlibat dalam ketegangan dan perbantahan ketika mereka akan mulai menurunkan ilmu silat tinggi kepada murid mereka. Mereka memperebutkan, ilmu silat siapakah yang harus diutamakan sebagai dasar.

“Siapa yang mampu menandingi ilmuku Hek-wan Si-pat-ciang (Ilmu Silat Delapan belas Jurus Lutung Hitam)?” bentak Raja Iblis Hitam. “Aku akan mengajarkan ilmu lebih dulu kepada Bi Lan!”

“Ha-ha-ha, sombongnya. Apa artinya pukulan-pukulanmu bagi orang yang memiliki kekebalan seperti ilmuku Kulit Baja? Sebaiknya Bi Lan kulatih lebih dulu dalam ilmu tendanganku yang tiada bandingan, yaitu Pat-hong-twi (Tendangan Delapan Penjuru Angin). Dan untuk kematangannya, ia perlu memiliki dasar tenaga sin-kang yang amat kuat seperti aku,” bantah Iblis Akhirat.

“Ah, tidak! Seorang wanita seperti Bi Lan harus memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) seperti aku sebagai dasar, sambil mempelajari ilmu silatku Hun-kin Tok-ciang (Tangan Beracun Memutuskan Otot)!” bentak Iblis Mayat Hidup.

Tiga orang kakek itu tidak mau saling mengalah. Di atas padang rumput yang sunyi di sebuah lereng bukit itu, mereka ngotot tidak mau saling mengalah dan akhirnya mereka menentukan bahwa harus diuji lebih dulu ilmu siapa yang paling kuat dan dialah yang berhak memberi bimbingan pertama kali kepada Bi Lan. Dan terjadilah perkelahian di antara mereka!

Bukan perkelahian sembarangan, bukan sekedar adu otot dan adu ilmu melainkan perkelahian sungguh-sungguh dengan serangan-serangan mematikan. Bukan main hebatnya serang-menyerang yang terjadi di antara mereka bertiga dan karena memang tingkat mereka seimbang, tentu saja sukarlah bagi seorang di antara mereka untuk memperoleh keunggulan. Kalau ada seorang di antara mereka yang nampaknya memperoleh angin dari orang ke dua, orang ke tiga lalu turun tangan mendesak sehingga yang tadinya nampak memperoleh angin sebaliknya terdesak kembali.

Dan perkelahian itu bukan hanya mempergunakan ilmu pukulan biasa, melainkan mempergunakan sin-kang yang membuat tempat di sekitarnya dilanda angin pukulan yang bersiutan dan berdesingan. Juga mereka saling mengerahkan khi-kang, mengeluarkan bentakan-bentakan melengking nyaring.

Bi Lan yang berdiri menjauh dan merasa dilupakan oleh tiga orang gurunya, merupakan satu-satunya penonton dan satu-satunya orang yang paling menderita di antara mereka.

Angin pukulan yang dahsyat dan menyambar-nyambar itu tadi telah membuat ia jatuh bangun dan terguling-guling seperti sehelai daun kering dilanda badai dan ia yang cerdik cepat menggerakkan tubuhnya bergulingan di atas padang rumput sampai agak jauh.

Akan tetapi, setelah angin pukulan tidak mampu meraihnya karena jauh, suara-suara yang mengandung tenaga khi-kang itu menyiksanya. Anak itu merasa betapa suara itu menusuk-nusuk anak telinganya dan biarpun ia sudah menutupi kedua telinga dengan kedua tangan, tetap saja suara itu membuat isi perutnya jungkir balik dan menyiksanya dengan hebat.

“Sudahlah, biar kalian bunuh saja aku!”

Akhirnya ia berteriak dan berlari ke tengah medan perkelahian, berloncatan dan dengan nekat terjun di antara mereka bertiga. Tiga orang kakek yang lihai itu tentu saja dapat melihat munculnya murid mereka yang meloncat ke tengah medan perkelahian.

Kalau orang lain yang berbuat demikian, tentu mereka bertiga akan menjatuhkan pukulan maut sehingga tubuh orang yang berani mengganggu mereka itu akan hancur lebur. Akan tetapi melihat bahwa yang datang adalah Bi Lan, ketiganya tiba-tiba saja menghentikan gerakan mereka, masing-masing menarik diri dan mundur, berdiri dengan tubuh berkeringat dan tak bergerak seperti patung, tidak tahu harus berbuat apa.

“Kenapa suhu semua berhenti? Hayo teruskan perkelahian itu!” kata Bi Lan dengan suara marah.

“Ah, berbahaya untukmu. Menyingkirlah, Bi Lan, agar kami melanjutkan untuk menentukan siapa yang berhak lebih dulu mengajarmu.” Iblis Akhirat berkata.

“Tidak perlu teecu menyingkir. Sejak tadi teecu sudah tersiksa. Biarlah kalau teecu mati juga, menemani, seorang atau dua orang di antara suhu yang akhirnya tentu akan kalah dan mati pula!“

Baru mereka tahu bahwa Bi Lan marah karena perkelahian mereka tadi.
“Kami.... kami berkelahi memperebutkan hak mengajarmu lebih dulu.“ Kembali Iblis Akhirat berkata memberi keterangan.

“Teecu (murid) telah mengangkat suhu bertiga menjadi guru semua, kenapa mesti berebutan lagi? Kenapa suhu bertiga tidak memberi pelajaran bersama saja?” Ia berhenti sebentar untuk melihat tarikan muka mereka, lalu melanjutkan, “Kalau suhu bertiga berebutan dan berkelahi lagi, teecu tidak akan mau belajar dari yang paling menang!”

Mendengar ancaman dari murid yang mereka tahu amat keras hatinya ini, tiga orang kakek itu saling pandang.

“Bergabung....?” Raja Iblis Hitam berkata bingung.

“Ilmu ketiga orang disatukan?” Iblis Mayat Hidup menyambung ragu.

“Wah, mengapa tidak? Kita ajarkan bersama ilmu-ilmu kita dan karena ilmu-ilmu itu amat tinggi, tentu sukar baginya untuk menerima semua.

“Justeru karena menerima setengah-setengah inilah maka ia akan dapat menggabung ilmu-ilmu itu menjadi satu ilmu yang tentu hebat karena mengandung dasar dan kelihaian ilmu kita masing-masing!”

“Bagus!” kata Raja Iblis Hitam girang.

“Tepat sekali!” kata pula Iblis Mayat Hidup.

“Sama sekali tidak bagus dan tidak tepat!”

Tiba-tiba terdengar suara merdu seorang wanita. Bi Lan terkejut dan merasa heran ada orang berani mencampuri percakapan tiga orang gurunya. Ketika ia menengok, ia melihat seorang wanita yang usianya sekitar duapuluh lima tahun, berpakaian rapi dan mewah, berwajah cantik sekali dengan sinar mata yang tajam. Kecantikannya aneh mengandung hawa dingin, akan tetapi ada kecabulan membayang dalam senyum dan kerlingnya. Hati Bi Lan merasa khawatir sekali. Wanita ini sudah bosan hidup, pikirnya.

Ia sudah mulai mengenal watak tiga orang gurunya yang aneh dan kadang-kadang amat kejam, apa lagi setelah ia mendengar julukan guru-gurunya yang memperkenalkan diri sebagai Sam Kwi dengan julukan yang serem-serem itu. Ia malah dapat menduga bahwa gurunya adalah orang-orang yang amat kejam dan jahat, akan tetapi yang amat baik kepadanya karena sayang kepadanya. Karena takut kalau-kalau tiga orang gurunya itu menurunkan tangan secara tiba-tiba membunuh gadis itu, Bi Lan mendahului, meloncat dan menghadap tiga orang gurunya.

“Suhu sekalian harus dapat memaafkan cici ini!” teriaknya.

Akan tetapi kini terjadi hal yang amat mengherankan hati Bi Lan. Iblis Akhirat yang gendut pendek itu berteriak kegirangan,

“Aha, Bwi-kwi (Iblis Cantik), kau baru muncul? Waah, aku sudah kangen sekali padamu!”

Dan si gendut langsung memeluk pinggang wanita cantik itu dan menariknya. Anehnya, gadis itu tersenyum lalu merendahkan kepalanya dan kakek gendut itu lalu mencium mulutnya dengan bernapsu sekali sampai mengeluarkan bunyi “ceplok!”.

Tentu saja Bi Lan menjadi bengong melihat ini, apalagi melihat dua orang suhunya yang lain juga menghampiri gadis itu, Raja Iblis Hitam mengelus rambut gadis itu, dan si Iblis Mayat Hidup mencolek dadanya! Dan gadis cantik itu hanya tersenyum manis saja, sama sekali tidak marah.

“Suhu, siapakah bocah itu?” gadis itu bertanya dan kini tahulah Bi Lan bahwa gadis itu adalah murid tiga orang suhunya.

“Ha-ha-ha-ha, ia adalah murid kami yang baru. Bakatnya bagus sekali, melebihimu, Bi-kwi. Namanya Can Bi Lan, heh-heh, dua orang murid kami semua cantik-cantik. Kami menyebutmu Bi-kwi, biarlah mulai sekarang Bi Lan kami sebut Siauw-kwi (Iblis Cantik). Ha-ha!”

Tiba-tiba sepasang mata yang indah dan bersinar tajam itu berkilat memandang ke arah Bi Lan.
“Murid suhu? Hemm, sejak dahulu murid suhu bertiga hanya aku, dan setiap ada orang berani merobah keadaan ini harus dibunuh. Anak ini pun harus kubunuh!”

Berkata demikian, tiba-tiba saja wanita itu menggerakkan tangan kanannya dan lengan kanan yang montok itu tiba-tiba mulur panjang dan dua jari yang mungil menotok ke arah dada Bi Lan! Akan tetapi, biar baru beberapa bulan lamanya, Bi Lan sudah menerima latihan-latihan dasar dari tiga orang sakti, maka begitu ada tangan menyerangnya, gadis cilik itu mampu melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik dengan sigapnya.

“Ehh....! Ia malah sudah-belajar dari suhu!” bentak Bi-kwi dan iapun menyerang lagi, kini kakinya melangkah ke depan.

Akan tetapi tiba-tiba pinggangnya dipeluk dari belakang oleh Raja Iblis Hitam, dan kedua tangannya dipegang masing-masing oleh Iblis Akhirat dan Iblis Mayat Hidup.

“Hemm, suhu bertiga menghalangi? Berarti suhu bertiga tidak lagi cinta kepadaku!”

“Ehh? Tenang.... sabar, sabar....! Kami sudah menjelajah dunia ramai dan melihat perobahan-perobahan hebat terjadi di dunia persilatan . Engkau seorang diri tidak akan kuat menghadapi mereka, oleh karena itu kami sengaja memilih Bi Lan untuk menjadi murid kedua. Apa salahnya itu?”

“Hanya murid?” Gadis cantik itu menegaskan.

“Heh-heh, cemburu? Hanya murid karena bagi kami sebagai laki-laki, engkau seorang sudah lebih dari cukup dan memuaskan. Nah, maukah engkau berbaik dengan Bi Lan?” tanya Iblis Akhirat.

Bi-kwi mengangguk.
“Baiklah, tadipun ia sudah berusaha menolongku. Tidak apa mengampuni nyawa anjingnya. Akan tetapi kalau kelak ada tanda-tanda bahwa suhu bertiga.... hemm, aku pasti akan membunuhnya.“

Bi Lan mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu apa sebenarnya maksud percakapan aneh itu dan iapun masih tertegun menyaksikan adegan aneh ketika gadis cantik itu menerima ciuman Iblis Akhirat dan belaian-belaian dua orang suhunya yang lain. Akan tetapi ia tahu bahwa gadis itu berbahaya bukan main, dan agaknya tidak kalah jahatnya dibandingkan dengan tiga orang kakek itu. Ia harus berhati-hati menghadapi gadis ini, pikirnya.

“Ha-ha-ha, bagus sekali. Bi Lan, lekas berterima kasih kepada sucimu (kakak seperguruanmu) yang baru saja mengembalikan nyawamu,” kata Iblis Akhirat.

Sam Kwi kelihatan gembira sekali dengan pertemuan itu dan Bi Lan walaupun hatinya tidak senang, namun anak ini mempergunakan kecerdikannya. Ia tahu bahwa gadis ini mempunyai kekuasaan atas tiga orang gurunya agaknya tiga orang gurunyapun tidak akan dapat menyelamatkannya atau menjamin keselamatannya kalau sampai ia dimusuhi gadis ini.

Sebaiknya ia bersiasat dan menyenangkan hati gadis ini sebelum mengenal benar keadaannya. Maka iapun lalu bangkit dan menjura kepada gadis itu, berkata dengan suara manis dan tersenyum. Ia, oleh tiga orang gurunya, diingatkan betapa manisnya kalau tersenvum, betapa timibul sepasang lesung pipit kanan kiri mulutnya.

“Suci yang cantik dan gagah perkasa, aku menghaturkan terima kasih kepadamu.”

Gadis cantik itu menjebikan bibirnya.
“Huh, baiknya engkau tadi berusaha melindungiku dari kemarahan suhu, kalau tidak. Baiklah, kalau selanjutnya engkau tunduk dan taat kepadaku, mulai saat ini engkau adalah sumoiku.”

“Terima kasih, suci.”

“Bi-kwi, kenapa tadi engkau mengatakan bahwa pendapat kami untuk menggabungkan ilmu dan diajarkan kepada Siauw-kwi tidak betul dan tidak tepat?”

Iblis Akhirat bertanya sambil menggandeng tangan wanita cantik itu dengan sikap yang kangen sekali.

“Tentu saja tidak tepat, karena di sini ada aku yang dapat mewakili suhu bertiga untuk mengajarkan ilmu-ilmu kita kepada sumoi. Kalau seorang anak kecil seperti sumoi itu sekaligus menerima pelajaran dari suhu bertiga, mana kuat menerimanya? Serahkan saja kepadaku dan suhu bertiga tidak perlu susah-susah.”

Tiga orang kakek itu mengangguk-angguk dan tersenyum gembira.
“Ha-ha, lihat, betapa beruntungnya kita bertiga mempunyai seorang murid seperti Bi-kwi,” kata Iblis Akhirat.

“Bi-kwi, bagaimana dengan tugasmu” tiba-tiba Raja Iblis Hitam bertanya, dan Bi Lan merasa heran mendengar suara kakek raksasa hitam ini.

Biasanya dia pendiam dan kalau bersuara terdengar keras, parau dan bengis, akan tetapi kini suaranya terdengar lembut dan mengandung kemesraan.