Ads

Kamis, 21 Januari 2016

Suling Naga Jilid 081

Sim Houw tersenyum.
“Lie-enghiong terlalu memuji. Usiamu mungkin hanya beberapa tahun saja lebih tua dari pada usiaku, dan engkau sudah membuat nama besar dalam perjuangan.”

“Dan siapakah nona yang gagah perkasa ini?” tanya Lie Tek San, girang bahwa dia dapat berkenalan dengan seorang pendekar yang mulai terkenal dengan julukan Suling Naga.

“Lie-enghiong, nama saya Can Bi Lan dan saya tidaklah begitu terkenal seperti Sim-toako,” kata Bi Lan tersenyum.

“Akan tetapi.... ilmu kepandaian nona hebat, dan terutama pedang itu. Apakah nama pedang pusakamu itu, nona Can?”

Karena yang dihadapinya adalah seorang pendekar dan pejuang ternama, Bi Lan tidak ragu-ragu untuk memberi keterangan yang sebenarnya.

“pedang ini adalah Ban-tok-kiam.”

“Wahhh....! Pernah aku mendengar dari para suhu di kuil Siauw-lim-si bahwa Ban-tok-kiam adalah sebuah di antara pusaka dari Istana Gurun Pasir! Benarkah pusaka ini milik locianpwe Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir seperti yang pernah kudengar seperti dongeng dari para suhu di kuil?” tanya Lie Tek San girang.

Bi Lan mengangguk.
“Pusaka ini milik isteri pendekar itu yang kebetulan sekali adalah suboku dan beliau meminjamkan pusaka ini kepadaku. Sekarang kami sedang menuju ke sana untuk mengembalikan pusaka ini.”

Mendengar ini, kembali jagoan Siauw-lim-pai terkejut dan girang sekali. Dia memandang wajah gadis itu penuh kagum, kemudian menatap wajah Sim Houw dan menggeleng-geleng kepalanya.

“Ya Tuhan, sungguh tidak kusangka bahwa malam ini aku dapat bertemu dengan orang-orang muda yang sakti! Sungguh aku merasa amat gembira dan terhormat sekali!”

“Ah, aku hanya menjadi murid suhu dan subo dari Istana Gurun Pasir selama satu tahun saja,” kata Bi Lan merendah.

“Dan kami yang merasa amat kagum, girang dan terhormat telah dapat berkenalan dengan seorang pejuang perkasa. Nama Lie Tek San sudah menggetarkan kolong langit dan kami merasa kagum bukan main,” kata Sim Houw dengan suara sungguh-sungguh.

Tiba-tiba Lie Tek San memandang tajam dan bertanya,
“Benarkah Sim-taihiap kagum terhadap para pejuang?”

“Mengapa tidak? Bagi kami para pejuang adalah pendekar-pendekar yang mempergunakan ilmunya untuk kebaikan.”

Orang gagah itu mengerutkan alisnya.
“Hanya sebegitu pengertian pejuang bagi Sim-taihiap?”

Tiba-tiba Sim Houw menarik tangan Lie Tek San, dan bersama Bi Lan dia sudah mengajak orang gagah itu melompat menjauhi api unggun, bahkan Bi Lan menggunakan kakinya menendang tumpukan kayu terbakar itu sehingga cerei-berai dan padam.

Pada saat mereka berlompatan itu, terdengar suara berdesing dan banyak sekali anak panah meluncur dan menyerang ke tempat di mana mereka tadi duduk. Dan serangan anak panah ini disusul teriakan-teriakan banyak orang dan ternyata tempat itu telah dikepung oleh pasukan pemerintah.

“Tangkap pemberontak-pemberontak hina!” terdengar bentakan nyaring dan suara ini penuh wibawa.

Ketika tiga orang itu memandang, ternyata ada belasan orang perwira, dipimpin oleh seorang panglima brewokan tinggi besar yang tadi mengeluarkan suara bentakan itu, sedangkan di luar kepungan mereka terdapat pula puluhan orang pasukan yang bersenjata lengkap!

Obor-obor segera bernyala dipegang oleh banyak perajurit sehingga tempat yang terkepung itu kini menjadi terang dan nampak jelas wajah-wajah tiga orang yang dikepung itu, Dan kini Sim Houw dan Bi Lan juga dapat melihat wajah para perwira dan panglima itu, dan mereka mengenal pula bahwa yang memimpin pasukan ini adalah Coa-ciangkun, perwira tinggi yang pernah mereka jumpai ketika mereka bersama para pendekar lainnya membasmi komplotan Sai-cu Lama dan Bhok Gun!

Coa-ciangkun inilah yang dulu memimpin pasukan pemerintah yang akan membantu Bhok Gun dan kawan-kawannya, akan tetapi oleh pendekar Kao Cin Liong, bekas seorang panglima pemerintah, Coa-ciangkun dibuat tidak berdaya sehingga dia tidak berani campur tangan dalam bentrokan antara dua kelompok kang-ouw itu. Dan kini, Coa ciangkun yang memimpin pasukan mengejar-ngejar Lie Tek San dan telah mengurung mereka bertiga!

Sementara itu, agaknya Coa-ciangkun juga mengenal Sim Houw dan Bi Lan, karena dia berkata dengan lantang,

“Ahhh, kiranya pemberontak Lie Tek San bersekutu dengan Pendekar Suling Naga dan gadis ini.... hemmm, bukankah engkau gadis yang dikatakan sumoi dari nona Ciong Siu Kwi, murid dari Sam Kwi, yang telah berkhianat itu? Bagus! Kiranya kini para pendekar dan juga murid datuk sesat telah menjadi kaki tangan pemberontak. Tangkap mereka, hidup atau mati!” bentak Coa-ciangkun dan pengepungan itu diperketat.






Sim Houw dan Bi Lan terkejut dan hendak membantah bahwa mereka bukanlah pemberontak. Namun mereka tahu bahwa akan sia-sia saja mereka membantah, dan pula, perlu apa membantah terhadap perwira ini? Kini nampak oleh mereka betapa para perwira dan perajurit Bangsa Han yang membantu kerajaan Mancu memang merupakan lawan yang cukup tangguh, juga perajurit yang mengepung tempat itu amat banyak.

Hebat sekali sepak terjang Lie Tek San. Biarpun dia sudah terluka di tiga tempat dan baru saja diobati, kini dia mengamuk seperti harimau terluka. Berkali-kali mulutnya mengeluarkan teriakan-teriakan dahsyat, disambung kata-kata makian.

“Basmi semua anjing penjilat Mancu!”

Terseret oleh sepak terjang Lie Tek San yang penuh semangat, Sim Houw dan Bi Lan juga mengamuk. Akan tetapi dua orang ini masih selalu berjaga-jaga agar jangan sampai mereka membunuh lawan. Biarpun lawan amat banyak, namun berkat ilmu kepandaian mereka yang tinggi, terutama sekali Sim Houw, mereka mampu merobohkan lawan tanpa membunuh mereka, hanya melukai saja. Dan para perajurit gentar sekali menghadapi sinar pedang Ban-tok-kiam dan sinar senjata pedang berbentuk suling Liong-siauw-kiam.

Kalau sinar pedang Ban-tok-kiam amat mengerikan karena mengandung hawa yang kadang-kadang panas dan kadang-kadang dingin, maka sinar pedang Suling Naga itupun membuat mereka gentar karena setiap kali bertemu dengan senjata lawan, seperti halnya Ban-tok kiam, tentu senjata lawan patah atau terlempar!

Melihat kehebatan tiga orang itu yang membuat kepungan anak buahnya kocar-kacir, bahkan para perajurit menjadi gentar dan tidak ada yang berani mendekat, Coa-ciangkun terkejut bukan main. Kalau saja dia tahu bahwa Lie Tek San kini dibantu dua orang pendekar sakti itu, tentu tadi dia mengerahkan sedikitnya dua ratus orang perajurit!

Kini, untuk minta bala bantuan sudah tidak keburu lagi, maka diapun tidak mendesak anak buahnya ketika belasan orang pembantunya sudah roboh terluka dan tiga orang yang dikepung itu kini melarikan diri ke dalam kegelapan malam. Dia hanya mencatat dalam laporannya bahwa Sim Houw dan Can Bi Lan, dua nama yang sudah dikenalnya ketika terjadi bentrokan antara para pendekar dengan para pembantu Hou Seng dulu, kini telah menjadi pemberontak, bersekutu dengan Lie Tek San!

Sementara itu, Lie Tek San yang mengenal jalan mengajak dua orang pendekar yang telah menyelamatkannya itu untuk melarikan diri ke sebuah perkampungan besar yang berada di balik bukit.

Hari telah pagi ketika mereka tiba di perkampungan itu dan dari cara penduduk perkampungan itu berpakaian, tahulah Sim Houw bahwa itu adalah perkampungan suku Bangsa Hui! Sebagian besar kaum pria suku Bangsa Hui ini mengenakan sorban putih pada kepalanya dan semua orang Hui, hanya sebagian kecil saja yang tidak beragama Islam.

Mereka adalah sekelompok suku bangsa yang bahasanya hanya sedikit berbeda dengan Bangsa Han, bahkan segalanya tidak berbeda dengan Bangsa Han, kecuali agama mereka. Suku Bangsa Hui tersebar di daerah utara yang amat luas, sampai ke sudut-sudut barat utara Propinsi Sin-kiang dan sudut timur utara Propinsi Mongol dan Mancuria, Suku Bangsa Hui terkenal sebagai peternak-peternak, pejagal-pejagal dan terkenal pula pandai membuat masakan yang lezat.

Akan tetapi di samping itu, juga mereka terkenal sebagai pejuang-pejuang yang gagah dan gigih. Di mana-mana nampak mereka itu bangkit menentang penjajah Mancu dan banyak pula yang membantu perjuangan Bangsa Han secara terbuka dalam usaha mengusir penjajah Mancu.

Kedatangan Lie Tek San yang menjadi sahabat para penduduk perkampungan Hui itu disambut meriah dan setelah diperkenalkan, juga Sim Houw dan Bi Lan disambut dengan penuh kehormatan. Mereka bertiga dianggap sebagai tamu-tamu agung dan menerima hidangan yang serbaneka dan lezat dan terutama sekali daging domba.

Diam-diam Sim Houw dan Bi Lan kagum sekali melihat mereka. Mereka adalah suku bangsa yang ramah, yang taat beragama, namun berjiwa patriotik dan gagah, walaupun dalam hanyak hal, terutama sekali kebudayaan dan pendidikan, mereka agak terbelakang dan kehidupan mereka sebagian besar sebagai kelompuk nomad yang suka berpindah-pindah mencari daerah yang subur.

Mereka bertiga disambut oleh para pimpinan suku bangsa Hui dan Lie Tek San bercakap-cakap dengan mereka, didengarkan dengan penuh perhatian oleh Sim Houw dan Bi Lan. Yang dibicarakan adalah mengenai perjuangan dan dalam percakapan ini sepasang pendekar itu mendengar banyak sekali hal yang sebelumnya tak pernah mereka ketahui.

Tentang kegagahan para pejuang, tentang perjuangan mereka yang mulia. Kalau tadinya Sim Houw dan Bi Lan menganggap para pejuang tiada bedanya dengan para pendekar, kini setelah mendengar keterangan Lie Tek San, mereka dapat melihat betapa terdapat perbedaan besar sekali.

“Perjuangan para pendekar dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, dalam membela kaum lemah tertindas dan menentang kejahatan, hanya memiliki daerah yang amat sempit. Para pendekar hanya mengurus masalah perorangan yang tidak begitu besar artinya bagi bangsa dan tak mungkin para pendekar menyelesaikan masalah perorangan yang teramat banyak. Permusuhan dan dendam pribadi terjadi di mana-mana dan biarpun para pendekar turun tangan mempertahankan kebenaran dan keadilan namun kejahatan takkan pernah berakhir. Keadaan kacau-balau dan munculnya kejahatan itu terjadi karena kaadaan, maka yang perlu dirubah adalah keadaan itu sendiri. Perjuangan para pendekar hanya seperti usaha mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri, akan tetapi sebaliknya usaha kami para pejuang adalah melenyapkan penyakitnya!”

Demikian antara lain Lie Tek San berkata penuh semangat, dan para pemimpin suku Bangsa Hui mengangguk-angguk mengerti dan mereka memandang kepada Lie Tek San penuh kagum.

Akan tetapi Sim Houw dan terutama sekali Bi Lan, merasa bingung.
“Lie-enghiong, apakah bedanya antara keduanya itu?” tanya Bi Lan penasaran karena mendengar betapa tindakan para pendekar tidak dihargai seperti tindakan para pejuang.

Lie Tek San tersenyum.
“Besar sekali bedanya. Keadaan masyarakat bagaikan orang sakit yang tentu saja menderita nyeri karena penyakitnya. Kalau hanya rasa nyeri itu saja yang dilenyapkan, tanpa mengobati penyakitnya, maka rasa nyeri itu hanya akan lenyap untuk sementara saja dan akan muncul kembali. Sebaliknya, kalau penyakitnya yang diobati, begitu penyakitnya sembuh, otomatis rasa nyeri itupun akan lenyap. Bukankah demikian?”

“Apa hubungannya urusan penyakit dengan urusan sepak terjang para pendekar?” Bi Lan mendesak karena masih belum mengerti.

“Can-lihiap (pendekar wanita Can), biarpun engkau memiliki ilmu kepandaian tinggi, agaknya belum begitu luas pengetahuanmu sehingga belum dapat menangkap apa yang kumaksudkan. Para pendekar bertindak menolong sesama manusia, berarti hanya mengurus masalah perorangan yang kecil saja dan selama hidupnya takkan pernah dia mampu menyelamatkan seluruh manusia dari pada tekanan kejahatan.

Akan tetapi para pejuang bertindak menolong negara, menolong bangsa dan rakyat pada umumnya. Rakyat kita terjajah, tertindas dan hidup dalam kemelaratan dan kesengsaraan karena diperas dan ditindas oleh penjajah, dan dari keadaan inilah timbul banyak perbuatan yang menyeleweng dari pada kebenaran. Kami kaum pejuang bergerak untuk menyembuhkan penyakit ini, penyakit tertindas penjajah. Sekali penjajah lenyap dan rakyat kita hidup merdeka, keadaan menjadi adil dan makmur, maka kejahatanpun akan berkurang atau lenyap dengan sendirinya. Kalau para pendekar hanya menolong perorangan, maka para pejuang menolong seluruh rakyat dan bangsa, bahkan menolong pula anak cucu bangsa kita. Mengertikah engkau sekarang, lihiap?”

Bi Lan menjadi bengong. Baru sekarang ini ia mendengar tentang persoalan yang demikian besarnya, menyangkut seluruh rakyat, menyangkut bangsa. Ia hanya mengangguk, padahal masih banyak hal yang meragukan hatinya karena belum dapat dimengertinya benar.

“Karena itu, banyak sekali para pendekar yang dianggap sebagai pendekar besar dan budiman, namun sebenarnya mereka itu kosong, bahkan banyak pula yang menyeleweng tanpa mereka sadari karena mereka sama sekali tidak memperhatikan tentang kesengsaraan rakyat seluruhnya, hanya memperhatikan kesengsaraan perorangan bahkan yang tidak ada artinya.”

Sim Houw mengerutkan alisnya, merasa tidak setuju mendengar orang gagah ini mencela para pendekar besar yang budiman.

“Maaf, Lie-enghiong, setahuku, para locianpwe yang gagah perkasa selalu hidup melalui jalan kebenaran. Siapa yang tidak mendengar akan sepak terjang yang gagah dari keluarga Pulau Es misalnya, atau keluarga Istana Gurun Pasir, juga keluarga besar Siauw-lim-pai dan lain-lainnya?”

“Keluarga Pulau Es?” Lie Tek San menarik napas panjang dan mengerutkan alisnya.

“Siapa yang tidak tahu bahwa mereka adalah keluarga para pendekar yang gagah perkasa dan sakti? Akan tetapi, semua orangpun tahu bahwa mereka itu condong untuk memihak penjajah Mancu! Bahkan di dalam darah mereka terdapat darah keluarga kerajaan Mancu! Mana bisa mereka dibandingkan dengan para pejuang yang siap setiap saat mengorbankan nyawa untuk negara dan bangsa? Tidak, bagaimanapun juga, aku tidak dapat mengagumi keluarga Pulau Es! Siapa tidak tahu betapa isteri pertama dari Pendekar Super Sakti dari Pulau Es adalah seorang puteri Mancu, bahkan seorang panglima terkenal yaitu Puteri Nirahai, dan puteri merekapun menjadi panglima terkenal yaitu Puteri Milana? Dan isterinya yang ke dua, yaitu Nenek Lulu juga seorang berdarah Mancu! Keturunan mereka memiliki darah Mancu dan betapapun gagahnya mereka itu, tentu mereka setia kepada Mancu dan membela penjajah yang menindas rakyat kita. Bangsa Han dari suku-suku bangsa lainnya!”

Lie Tek San bicara penuh semangat. Sim Houw dan Bi Lan mendengarkan dengan mata terbelalak. Baru sekarang mereka mendengar ada orang gagah yang terang-terangan berani mencela keluarga Pulau Es!

“Bagaimana dengan keluarga Istana Gusan Pasir?” Bi Lan bertanya, suaranya menantang, ingin melihat apakah pejuang itu berani mencela keluarga kedua gurunya.

“Hemmm, tidak banyak bedanya. Bukankah putera tunggal mereka, pendekar Kao Cin Liong, pernah menjadi seorang panglima kerajaan Mancu?”

“Akan tetapi sekarang dia sudah mengundurkan diri!” Bi Lan membantah.

Lie Tek San mengangguk-angguk dan tersenyum.
“Maaf, lihiap, bukan maksudku untuk secara membabi-buta mencela para pendekar. Mereka adalah orang-orang sakti yang mengagumkan. Akan tetapi sayang bahwa mereka itu hanya tertarik oleh urusan pribadi. Kalau saja orang-orang sakti seperti mereka itu memikirkan nasib rakyat dan bersama-sama maju menentang penjajah, tentu pemerintah penjajah akan segera dapat dihancurkan dan rakyat kita terbebas dari pada cengkeramannya! Memang benar bahwa akhirnya pendekar Kao Cin Liong mengundurkan diri, akan tetapi kapankah keluarga itu menentang penjajah? Tidak pernah! Bahkan mereka itu, para pendekar yang gagah perkasa itu, baru-baru ini melakukan suatu kesalahan besar sekali ketika mereka membasmi kaki tangan pembesar Hou Seng!”

“Ahhh....!?!”

Sim Houw dan Bi Lan terkejut dan berbareng mereka mengeluarkan seruan kaget sambil menatap wajah pejuang itu. Adapun para pimpinan suku Bangsa Hui sejak tadi hanya mendengarkan saja, kadang-kadang mengangguk-angguk membenarkan ucapan Lie Tek San.

“Kebetulan sekali kami berdua juga membantu para pendekar membasmi kaki tangan Hou Seng yang amat jahat itu! Kenapa perbuatan itu dianggap suatu kesalahan besar?”

Kembali pejuang itu menarik napas panjang. Mencela para pendekar bukan merupakan tugas yang menyenangkan, akan tetapi harus dia lakukan untuk membangkitkan semangat mereka yang dianggapnya melempem.

“Dipandang secara umum, memang perbuatan menentang dan membasmi kaki tangan Hou Seng itu benar dan gagah, akan tetapi kalau dikaitkan dengan kepentingan perjuangan rakyat yang hendak membebaskan diri dari cengkeraman penjajah, maka perbuatan para pendekar itu sungguh merupakan suatu kesalahan besar yang amat merugikan perjuangan.”

“Eh, bagaimana mungkin bisa demikian?” Bi Lan penasaran.

“Lihiap, kami sudah menyelidiki keadaan Hou Seng. Dia seorang pembesar yang korup dan berambisi, dia memelihara jagoan-jagoan yang terdiri dari datuk-datuk sesat yang lihai. Dia menyuruh jagoan-jagoannya untuk menculik dan membunuh para pembesar yang menentangnya. Semua perbuatannya itu sungguh amat menguntungkan perjuangan rakyat. Bukankah dengan demikian, kedudukan kerajaan Mancu menjadi semakin lemah? Hou Seng merupakan penyakit yang menggerogoti dari dalam, melemahkan pemerintah penjajah.

Biarpun aku pribadi amat membencinya, namun perbuatannya itu justeru menguntungkan kita, merusak pihak lawan. Seyogianya dia itu dibiarkan saja, biar dia merusak kedudukan kerajaan penjajah, biar terjadi saling hantam di kalangan mereka sendiri. Akan tetapi, para pendekar muncul, membasmi kaki tangan Hou Seng, dan keadaan di istana kerajaan menjadi aman dan bersih kembali, yang berarti memperkuat kerajaan dan kami para pejuang yang rugi. Di dalam diri Hou Seng kami seolah menemukan pembantu yang amat berharga. Mengertikah sekarang ji-wi yang gagah?”

Sim Houw dan Bi Lan saling pandang dan memang mereka mulai mengerti. Kiranya perjuangan membutuhkan pemikiran yang mendalam. Perjuangan harus mengesampingkan perasaan dan urusan pribadi dan semua harus ditujukan demi kepentingan perjuangan rakyat itu sendiri. Betapa besar dan mulianya! Memang jauh lebih besar dari pada sikap dan tindakan para pendekar yang hanya memikirkan nasib orang yang dihadapinya dan ditolongnya. Betapa kecil bantuan kepada perorangan ini kalau dibandingkan degan perjuangan yang mengingat akan nasib rakyat jelata!

Akan tetapi, Sim Houw adalah seorang pendekar yang luas pengetahuannya dan dalam pemikirannya sudah banyak pula dia membaca dan merenungkan permasalahan dunia dan kehidupan manusia pada umumya, maka menghadapi perbandingan antara pejuang dan pendekar, dia melihat perbedaan lain yang membuat para pendekar nampak lebih unggul baginya.

Diapun melihat betapa Bi Lan amat tertarik dan dia tidak akan merasa heran kalau gadis yang masih muda itu lebih mudah terseret dan terjun dalam perjuangan dan untuk menyadarkan gadis itu, dia harus mengemukakan pendapatnya sekarang juga.

“Akan tetapi maafkan saya, Lie-enghiong. Saya juga melihat kesalahan besar sekali dilakukan orang dalam perjuangan, yang membuat tindakan pejuang-pejuang menjadi tidak murni lagi.”

Lie Tek San memandang tajam, akan tetapi mulutnya tersenyum tanda kelapangan hatinya.
“Tidak ada gading yang tidak retak, tidak ada manusia tanpa cacat, Sim-taihiap. Akan tetapi apakah kesalahan itu?”

“Kalau sebagian besar perbuatan para pendekar menentang kejahatan dan menolong orang-orang lemah tertindas timbul dari dorongan hati pada saat dia melihat ketidak adilan itu, pada saat itu perdekar bertindak memberantas kejahatan tanpa pamrih, sebaliknya tindakan para pejuang merupakan tindakan yang telah direncanakan dan diatur untuk jangka waktu yang lama dan panjang. Dan biasanya, di dalam tindakan berencana ini, terdapat pamrih untuk diri sendiri walaupun nampaknya mereka berjuang untuk membela rakyat.

Bukankah perjuangan itu bermaksud mengalahkan pemerintah penjajah yang lama dan bukankah perjuangan itu bercita-cita untuk menang dan kalau sudah menang, para pejuang tentu saja memperoleh kekuasaan dan kedudukan? Nah biasanya, walaupun ketika pejuang-pejuang itu masih melakukan perjuangan cita-cita mereka murni dan ditujukan untuk membebaskan rakyat jelata dari penindasan, akan tetapi kalau sudah memperoleh kemenangan dan para pejuang itu memperoleh kedudukan dan kekuasaan, mereka menjadi lupa diri. Mereka akan mabok kemenangan, mabok kekuasaan dan hanya menjejali diri sendiri dengan kesenangan yang mereka anggap sebagai hasil dan upah dari perjuangan mereka.”

Para pimpinan suku Bangsa Hui itu saling pandang, dan Lie Tek San mengangguk-angguk dan menarik napas panjang, wajahnya nampak berduka dan khawatir.

“Ah, engkau telah membuka dan menelanjangi kekotoran manusia dalam perjuangan. Sim taihiap! Akan tetapi tak dapat disangkal akan kebenaran ucapanmu itu. Memang terdapat perbedaan antara kemenangan pendekar dan kemenangan pejuang. Kemenangan pendekar terhadap musuhnya tidak mendatangkan suatu keuntungan maka tidak akan menyelewengkan hati pendekar itu, dan sebaliknya kemenangan pejuang memang dapat mendatangkan pahala besar yang mudah menyelewengkan hati manusia yang lemah. Akan tetapi, kiranya tidak semua manusia seperti itu. Dan kita akan menjadi manusia yang berbahagia kalau teringat akan kelemahan itu sehingga penyakit itu tidak akan menghinggapi batin kita. Mudah-mudahan saja kita tidak akan seperti mereka yang kelak dimabok oleh kemenangan dan kekuasaan.”

Setelah bercakap-cakap dan berjanji kepada Lie Tek San bahwa mereka akan berpikir tentang perjuangan setelah menyelesaikan urusan pribadi mereka, Sim Houw dan Bi Lan meninggalkan perkampungan suku Bangsa Hui dan mendapat petunjuk dari mereka tentang letak Istana Gurun Pasir yang mereka cari.

**** 081 ****