Ads

Senin, 12 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 032

Kejadian ini amat cepatnya. Ketika tiga orang Thian-liong-pang tadi bertengkar untuk memperebutkan Kwi Lan, mereka tidak tahu bahwa calon korban mereka itu sudah melompat bangun dan berpakaian. Setelah akhirnya seorang di antara mereka melihat Kwi Lan dan berteriak kaget, mereka semua menoleh dan serentak mereka kini berlumba lari ke arah pintu guha untuk menjauhkan diri dari gadis yang mereka tahu amat lihai itu.

Namun tiba-tiba di depan mata mereka berkelebat bayangan orang dan tercium bau harum, tahu-tahu mereka sudah melihat Kwi Lan menghadang di depan pintu guha dengan pedang Siang-bhok-kiam yang harum di tangan!

Wajah yang cantik jelita itu tersenyum, senyum manis sekali, akan tetapi sinar matanya tajam bagaikan pedang dan dingin seperti salju! Tiga orang anggauta Thian-liong-pang itu melangkah mundur dengan muka pucat dan bergidik ngeri. Jalan mundur tidak ada lagi. Satu-satunya jalan keluar untuk lari telah dihadang oleh Mutiara Hitam.

Gadis itu melihat tiga orang lawannya mundur-mundur ketakutan, kini melangkah maju pula perlahan-lahan. Ia sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata, namun pandang matanya dan senyumnya telah membayangkan ancaman yang menyeramkan, dan tiada caci maki dari mulut lebih jelas membayangkan kemarahan yang meluap-luap itu.

Tiga orang yang mundur terus akhirnya sampai mepet di dinding batu guha. Terpaksa mereka berhenti, saling pandang dengan muka pucat, mata terbelalak dan tubuh menggigil. Mereka tersudut seperti tiga ekor tikus menghadapi seekor kucing yang hendak mempermainkan mereka lebih dahulu sebelum menjatuhkan terkaman maut.

Tiga orang itu saking takutnya menjadi nekat. Mereka merogoh saku dan mengeluarkan senjata rahasia mereka, yaitu perluru-peluru bintang Sin-seng-piauw yang menjadi senjata utama para anak buah Thian-liong-pang. Tidak semua anggauta Thian-liong-pang mewarisi ilmu silat Sin-seng Losu, akan tetapi mereka semua diharuskan melatih penggunaan senjata rahasia Sin-seng-piauw ini. Senjata rahasia ini bentuknya seperti bintang, kecil namun berat dan pada ujungnya yang runcing diberi racun.

Seperti mendapat aba-aba saja, tiga orang itu menggerakkan tangan menyambit dengan Sin-seng-piauw. Belasan buah peluru bintang ini menyambar ke arah Kwi Lan. Namun sekali memutar Siang-bhok-kiam, semua senjata itu runtuh, menancap di atas lantai atau dinding kanan kiri gadis itu.

Tiga orang anak buah Thian-liong-pang itu adalah anggauta-anggauta tingkat rendah kepandaian mereka masih terlalu rendah bagi Kwi Lan. Mereka menjadi makin ketakutan dan menghamburkan senjata-senjata rahasia mereka sampai habis. Sebuah pun tidak ada yang menyentuh pakaian Kwi Lan. Gadis ini memperlebar senyumnya

Sambil berteriak-teriak seperti orang gila saking takut dan nekat, tiga orang itu lalu menerjang maju, memutar golok dan membacok sejadinya asal cepat dan kuat. Kwi Lan menggerakkan pedangnya yang berkelebatan seperti kilat menyambar.

"Trangg.... tranggg.... tranggg....!”

Tiga batang golok itu patah-patah dan yang berada di tangan mereka hanya tinggal gagangnya saja! Kembali mereka mundur-mundur sampai mepet dinding dan rasa takut mereka ini memuncak. Melihat betapa gadis itu sambil tersenyum-senyum melangkah maju dengan pedang di tangan, mereka bertiga hampir menjadi gila. Lutut mereka menggigil dan akhirnya mereka tak dapat menahan diri lagi, jatuh berlutut sambil memohon-mohon ampun dan menangis!

"Menjijikkan!”

Kwi Lan berkata perlahan akan tetapi pedangnya bergerak cepat sekali sampai lenyap berubah gulungan sinar hijau menyambar-nyambar. Terdengar jeritan-jeritan menyayat hati dan ketika gadis itu melangkah keluar dari dalam guha, di bawah penerangan api unggun tampak tiga tubuh manusia bergelimpangan di atas lantai guha itu, tanpa tangan dan kaki lagi! Darah membanjir merah. Mengerikan sekali tubuh yang hanya tinggal kepala dan badan itu, kaki tangan mereka buntung dari pangkalnya!

Kini tiga orang itu hanya bisa menggerak-gerakkan kepala dengan mulut mengerang kesakitan dan mata terbelalak, masih ketakutan. Namun satu-satunya bagian tubuh yang masih dapat bergerak, kepala itu, tentu takkan lama bergerak karena mereka tak mungkin dapat hidup lagi dengan darah mengalir keluar seperti pancuran itu.

Kwi Lan mendengar betapa di luar masih terjadi pertarungan hebat. Kini terdengar suara bersuitan keras dan ketika ia meloncat keluar dari dalam guha, ia melihat betapa pemuda tampan yang menolongnya tadi dikeroyok oleh banyak orang yang membantu Huang-ho Tai-ong Ma Hoan!






Pemuda itu hebat sekali permainan pedangnya dan biarpun Ma Hoan mengeroyoknya dengan bantuan tujuh orang anak buahnya, namun pemuda itu masih saja menekan mereka dengan gerakan-gerakan pedang yang amat kuat. Belasan orang anak buah bajak bersuwitan dan mengurung. Biarpun ilmu pedangnya hebat, pemuda itu terkurung oleh banyak sekali bajak yang rata-rata memiliki kepandaian lumayan.

Kwi Lan melompat, pedang Siang-bhok-kiam berkelebat dan terdengarlah jerit susul menyusul diantara anak buah bajak yang mengurung. Keadaan menjadi kacau-balau dan Kwi Lan yang merasa benci sekali kepada Ma Hoa, berhasil membuka jalan darah mendekati Ma Hoan dan langsung mengirim tikaman berantai ke arah dua puluh tujuh jalan darah lawan.

"Hayaaaa....!”

Ma Hoan terkejut sekali seperti disambar petir. Repot ia menggerakkan pedang untuk menangkis dan mengelak. Setiap tangkisan membuat pundak kanannya tergetar dan dadanya panas, sedangkan setiap elakannya hanya berselisih sedikit sekali dari sambaran pedang lawan sehingga berkali-kali ia berteriak kaget dan mencium bau harum pedang lawan yang menyeramkan hatinya.

Betapa pun lihainya Ma Hoan, namun menghadapi ilmu pedang Kwi Lan yang amat aneh, ia hanya mampu mempertahankan diri dan terhuyung-huyung mundur sambil berteriak-teriak memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk maju mengeroyok.

Adapun pemuda itu sekarang juga sudah dikeroyok banyak bajak sungai, namun mereka ini bukanlah lawan Si Pemuda yang gagah perkasa. Sebentar saja mereka berseru kesakitan dan banyak diantara mereka yang mundur. Namun tak seorang pun terluka berat karena pemuda ini sengaja tidak mau menurunkan tangan maut.

Biarpun dikeroyok banyak orang, Kwi Lan mengamuk dan sudah lima orang anak buah bajak roboh tewas oleh pedangnya. Ketika ada empat orang bajak menubruknya dengan golok dari depan sedangkan Ma Hoan meloncat mundur bersembunyi di belakang empat orang ini, agaknya hendak lari, Kwi Lan mengeluarkan suara melengking nyaring. Seketika empat orang di depannya itu menjadi lemas dan kesempatan ini dipergunakan oleh Kwi Lan untuk meloncati kepala mereka mengejar Ma Hoan! Sebelum tubuhnya turun, pedangnya sudah menyambar ke arah leher lawan yang amat dibencinya ini.

Ma Hoan terkejut sekali dan mengerahkan tenaga menangkis dengan pedangnya.
"Tranggg....!”

"Celaka....!”

Seru Ma Hoan ketika pedangnya menjadi patah oleh pedang gadis itu dan pundaknya terasa sakit karena tertusuk pedang. Ia cepat menggulingkan tubuhnya ke bawah dan terus bergulingan, sedangkan para anak buahnya kembali maju menyerbu Kwi Lan.

Dengan demikian, kepala bajak itu tertolong dan sekali tubuhnya meloncat, ia lenyap dalam gelap. Dengan pundak berdarah, Ma Hoan berlari cepat menuju ke sungai. Ia pikir kalau ia bisa sampai ke sungai, berarti nyawanya selamat karena sekali terjun ke air, gadis itu tentu takkan dapat mengejarnya lagi. Ia bergidik kalau mengingat betapa hebat ilmu kepandaian gadis itu dan juga menyesal mengapa ia gagal mendapatkan hawa murni Im-kang dari gadis yang sehebat itu. Diam-diam ia marah dan gemas kepada Siangkoan Li.

Hatinya girang setelah ia mendengar suara air. Sungai Kuning terbentang di depan dan ia mempercepat larinya menghampiri pantai. Ia melihat di dalam gelap sesosok bayangan hitam di pantai dan dikiranya bayangan itu seorang diantara anak buahnya, maka ia menghampiri sambil berteriak,

"Lekas sediakan perahu....!”

Akan tetapi kata-katanya terhenti dan ia berdiri melongo, tengkuknya terasa dingin dan rambutnya berdiri satu-satu. Bayangan itu kini melangkah maju dan bukan lain adalah Kwi Lan, Si Mutiara Hitam! Gadis ini tersenyum manis dan pedang di tangannya tergetar.

Huang-ho Tai-ong Ma Hoan bukanlah seorang penakut. Sebagai kepala bajak yang sudah belasan tahun merajalela disepanjang Sungai Kuning, entah sudah berapa banyaknya manusia tewas di tangannya dan ia dapat membunuh orang tanpa berkedip mata.

Akan tetapi sekarang menghadapi seorang gadis yang tersenyum-senyum manis di depannya, ia memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat sekali! Baru sekarang ia merasa apa yang dirasakan oleh para korbannya, rasa takut dan ngeri menghadapi bahaya maut.

Akan tetapi sebagai seorang jagoan, ia segera dapat mengubah rasa takut ini menjadi kemarahan dan kenekatan. Sambil mengeluarkan suara menggereng seperti suara srigala marah, ia menerjang maju dan kedua telapak tangannya memukul berbareng dari kanan kiri lambung. Inilah sebuah jurus Bi-ciong-kun dan dari kedua telapak tangannya keluar tenaga Tok-hiat-ciang.

Biarpun ilmu yang ganas ini belum terlatih sempurna, apalagi tenaga beracun Tok-hiat-ciang belum jadi sepenuhnya, namun sudah hebat bukan main. Seorang lawan yang tanggung-tanggung saja kepandaiannya, mungkin masih dapat menangkis atau mengelak dari pukulan, namun sukar untuk menyelamatkan diri daripada hawa pukulan yang beracun itu.

Kwi Lan menghadapi pukulan ini dengan tenang. Melihat lawannya tidak bersenjata lagi, ia pun tidak menggunakan Siang-bhok-kiam di tangannya. Dengan pengerahan tenaga dalam, tangan kirinya menyampok dan hawa pukulannya menyambut serangan lawan, kemudian kakinya menendang.

Tubuh Huang-ho Tai-ong terlempar ke belakang! Kaget bukan main kepala bajak ini. Bukan hanya gadis itu dapat menahan pukulannya, bahkan secara aneh sekali kakinya sudah menendangnya sampai terjengkang beberapa meter jauhnya. Ia makin panik dan takut, lalu melompat bangun dan.... membalikkan tubuhnya lari kembali ke tempat tadi. Setidaknya di tempat pertempuran tadi, ia masih dapat mengharapkan anak buahnya untuk membantunya, daripada menghadapi gadis setan ini sendirian saja di pinggir sungai dan jalan untuk menyelamatkan diri terjun ke air sudah ditutup oleh Mutiara Hitam!

Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget dan bingung hati kepala bajak ini ketika ia tiba di depan guha tadi, disitu telah sunyi, tidak ada lagi pertempuran dan tidak tampak seorang pun anggauta bajak sungai! Selagi ia hendak lari lagi ke kiri, tahu-tahu ada bayangan berkelebat dan.... lagi-lagi Si Gadis jelita telah berada di depannya.

"Perempuan siluman!”

Ia membentak dan dengan nekat menubruk maju dengan kedua lengan terpentang, untuk memeluk dan kalau perlu mengajak mati bersama. Tampak sinar hijau berkelebat, disusul pekik mengerikan dari kepala bajak itu dan darah menyembur keluar dari dadanya ketika Huang-ho Tai-ong Ma Hoan roboh tersungkur, mendekap dada dengan kedua tangan, berkelojotan dan tewas tak lama kemudian.

Kwi Lan berdiri memandang korbannya. Baru lenyap sekarang sinar matanya yang berkilat-kilat dan senyumnya yang dingin. Sambil menarik napas panjang, ia memasukkan Siang-bhok-kiam ke dalam sarungnya.

"Mereka memang jahat, Huang-ho Tai-ong memang layak mati, akan tetapi kau terlalu ganas, Nona.”

Kwi Lan cepat membalikkan tubuhnya. Ia melihat pemuda tampan yang rambutnya dibiarkan terurai di atas punggung itu, pemuda yang bernama Siangkoan Li, yang tadi telah menolongnya dari bahaya yang lebih hebat daripada maut.

Pemuda itu berdiri di mulut guha dan tampak gagah membelakangi sinar api unggun yang agaknya masih menyala di dalam guha itu. Teguran ini seketika mendatangkan rasa marah di hati Kwi Lan, akan tetapi mengingat bahwa pemuda ini sudah menolongnya, ia menekan perasaan marahnya dan bertanya, suaranya ketus.

"Aku membunuh dia dengan sebuah tusukan, mengapa kau bilang ganas? Apa yang kau maksudkan?”

Pemuda itu mengerutkan keningnya dan wajahnya yang tampan itu tampak makin sungguh-sungguh.

"Huang-ho Tai-ong sudah layak mati dan tusukan pada jantungnya sudah tepat. Yang kumaksudkan adalah pembunuhan yang kau lakukan kepada tiga orang anggauta Thian-liong-pang. Mengapa kau begitu ganas membuntungkan kaki tangan mereka, membiarkan mereka menderita hebat sebelum mati?”

Pertanyaan yang penuh teguran ini bagi Kwi Lan dirasakan seperti tantangan. Ia segera membusungkan dada, menegangkan leher dan memandang tajam.

"Hemm, kulihat engkau memakai pengikat kepala dan permata kuning seperti yang dipakai Cap-ji-liong. Engkau seorang tokoh Thian-liong-pang. Apakah engkau kini hendak membalas atas kematian tiga ekor anjing di dalam guha itu?”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar