Ads

Senin, 12 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 034

Tiba-tiba Siangkoan Li melompat bangun.
"Tidak! Tak mungkin! Thian-liong-pang adalah perkumpulan yang didirikan oleh mendiang Ayahku. Ayah Ibuku telah menyerahkan nyawa mereka untuk Thian-liong-pang. Masa aku harus melarikan diri? Meninggalkan Thian-liong-pang? Tidak, Kwi Lan. Aku takkan mundur biarpun harus menghadapi kematian.”

"Tapi, orang tuamu mati untuk Thian-liong-pang dalam membela Hou-han, mereka mati sebagai pahlawan-pahlawan utama. Akan tetapi kau...., kau hendak menyerahkan nyawa sebagai seorang pengkhianat Thian-liong-pang? Selagi Thian-liong-pang dikuasai orang-orang jahat?”

Siangkoan Li menggeleng kepala dan menarik napas panjang.
"Betapapun juga, masih ada Sin-seng Losu di situ dan kau harus ingat, dia adalah Gwakong (Kakek Luar) bagiku. Andaikata tidak ada dia, tentu aku sudah akan mengadu nyawa dengan Cap-ji-liong untuk membasmi mereka dari Thian-liong-pang!”

"Marilah kita berdua sekarang juga menghadapi mereka. Siangkoan Li, kau percayalah, kita berdua akan dapat menghancurkan mereka! Kulihat kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada Cap-ji-liong....”

Siangkoan Li mengangguk.
"Memang, terhadap Cap-ji-liong aku tidak takut. Biarpun mereka itu terhitung Suheng-suhengku sendiri karena aku pun mendapat pelajaran ilmu silat dari Gwakong, akan tetapi aku masih mempunyai dua orang Guru yang ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi daripada kepandaian Gwakong.”

"Siapakah mereka itu?” Kwi Lan bertanya kagum.

Siangkoan Li menggeleng kepala.
"Tidak boleh kusebut, sungguhpun andaikata kukatakan juga, kau takkan mengenalnya. Agaknya antara gurumu dan guruku ada persamaan keanehan dalam hal nama ini. Kau bilang gurumu tidak terkenal sama sekali. Akan tetapi kurasa gurumu masih jauh lebih terkenal daripada guruku yang benar-benar tak ada seorang pun mengenalnya.”

Tiba-tiba Siangkoan Li memandang ke depan dan wajahnya menegang. Kemudian ia memegang tangan Kwi Lan, menggenggam tangan yang kecil halus itu sejenak sambil berkata,

"Sudahlah, Kwi Lan. Mereka sudah datang. Selamat berpisah. Kau percayalah, pertemuan ini merupakan satu-satunya hal yang paling menyenangkan hatiku selama hidupku dan sampai mati pun aku tidak akan melupakan kebaikanmu.”

Setelah berkata demikian, Siangkoan Li melepaskan pegangan tangannya dan dengan langkah lebar ia pergi meninggalkan Kwi Lan.

Kwi Lan berdiri di depan guha dengan hati bimbang. Biarpun pemuda itu sudah dua kali menolongnya, akan tetapi pemuda itu bukan apa-apanya. Orang lain yang kebetulan bertemu di situ. Urusan pribadi pemuda itu tiada sangkut-pautnya dengan dirinya. Kalau pemuda itu begitu setia kepada Thian-liong-pang dan begitu bodoh untuk menyerahkan diri minta dihukum, peduli apakah dengan dia? Berpikir demikian, Kwi Lan juga mulai berjalan meninggalkan tempat itu. Ia masih gemas kala mengingat kuda hitamnya yang hilang. Matikah kuda itu? Hanyut dan tenggelam? Ataukah terampas para bajak?

Pemuda yang aneh, kembali ia berpikir tentang diri Siangkoan Li. Tidak mudah baginya untuk melupakan pemuda itu begitu saja. Masih terngiang di telinganya ucapan pemuda itu ketika hendak berpisah, ucapan yang agak gemetar. Pertemuan yang paling menyenangkan hatinya selama hidupnya! Sampai mati pun pemuda itu takkan melupakannya! Hemmm, Kwi Lan merasa betapa mukanya menjadi padas. Jantungnya berdebar aneh, seperti ketika Hauw Lam si Berandal menyatakan cinta kasihnya kepadanya di dalam sumur.

Siangkoan Li merupakan pemuda yang aneh. Akan tetapi ada perbedaan mencolok dalam sikap mereka. Hauw Lam selalu gembira dan jenaka, nakal dan lucu. Sebaliknya, Siangkoan Li selalu muram dan sedih.

Mengenangkan Hauw Lam menimbulkan kegembiraan. Mengenangkan Siangkoan Li menimbulkan keharuan. Akan tetapi keduanya sama baiknya. Sama tampan, sama lihai dan keduanya sama amat baik kepadanya! Hauw Lam sedang pergi mencari ibu kandungnya, dan Siangkoan Li.... pergi mencari maut! Ah, tidak boleh begini! Ia harus melarangnya, harus mencegahnya!

Kwi Lan lalu pergi mengejar. Siangkoan Li sudah tak tampak lagi bayangannya akan tetapi karena waktu itu matahari telah mulai muncul mengusir kegelapan, ia dapat lebih mudah mencari pemuda itu. Ia mendapatkan pemuda itu di tepi Sungai Huang-ho dalam keadaan.... terbelenggu kedua tangannya dan sedang dimaki-maki oleh Sin-seng Losu, disaksikan oleh seorang diantara Cap-ji-liong dan seorang kakek kurus berjenggot lebat.






Siangkoan Li hanya menundukkan mukanya dengan kening berkerut, kelihatan berduka sekali. Melihat keadaan pemuda ini, darah Kwi Lan sudah bergolak saking marahnya. Di situ hanya terdapat tiga orang Thian-liong-pang, biarpun yang seorang adalah tokoh terbesar, Sin-seng Losu. Andaikata Cap-ji-liong lengkap berada di situ sekalipun, ia tidak akan gentar menghadapi mereka untuk menolong Siangkoan Li. Pemuda itu telah dua tiga kali menolongnya, tidak hanya menolongnya daripada bahaya maut, bahkan dari bahaya yang lebih hebat dari pada maut!

"Sin-seng Losu tua bangka jahat! Hayo bebaskan Siangkoan Li!” bentaknya sambil muncul dari belakang batang pohon dengan pedang di tangan.

Seorang diantara Cap-ji-liong yang memakai mutiara kuning di dahi seperti Siangkoan Li, menoleh dan mukanya menjadi marah sekali ketika ia mengenal Kwi Lan. Bagaikan kilat cepatnya, tangan kirinya bergerak dan pada saat itu Siangkoan Li berseru,

"Thio-suheng.... jangan....! Nona Kam, jangan turut campur....!”

Namun terlambat. Tiga buah Sin-seng-piauw sudah menyambar ke arah tubuh Kwi Lan, akan tetapi gadis ini menggerakkan pedang menyampok runtuh tiga batang Sin-seng-piauw sedangkan tangan kirinya sudah menyebar jarumnya ke arah anggauta Cap-ji-liong itu.

Orang she Thio ini cepat meloncat untuk mengelak, namun kurang cepat karena Kwi Lan melepas jarum secara luar biasa sekali. Ia melepas dengan gerakan sekaligus, namun ternyata jarum-jarum di tangannya telah terpecah menjadi dua rombongan. Rombongan pertama menyerang cepat sekali sedangkan rombongan kedua, biarpun disambitkan dalam waktu yang sama, lebih lambat dan merupakan jarum penutup jalan keluar sehingga kemana pun juga lawan mengelak, tentu akan disambut oleh jarum-jarum rombongan ke dua ini.

Anggauta Cap-ji-liong itu kaget namun terlambat. Pahanya tertusuk sebatang jarum yang amblas sampai tidak tampak menembus celana, kulit dan dagingnya. Seketika tubuhnya menjadi kaku dan ia roboh pingsan!

"Wuuuttt.... singgg....!”

Masih untung bahwa Kwi Lan mempunyai kegesitan yang mengagumkan dan gerakan yang aneh. Otomatis tubuhnya mencelat ke kiri sampai hampir menyentuh tanah untuk mengelak sambaran pedang yang amat luar biasa itu.

Ketika ia berjungkir balik memandang, kiranya yang menyerangnya adalah orang kurus berjenggot lebat. Diam-diam Kwi Lan terkejut juga. Gerakan pedang orang ini hebat sekali, jauh lebih hebat daripada orang-orang Cap-ji-liong! Padahal Cap-ji-liong adalah orang-orang Thian-liong-pang yang menduduki tingkat satu. Kalau begitu orang itu tentu bukan orang Thian-liong-pang.

Ia memandang penuh perhatian. Orang itu tinggi kurus mukanya pucat kehijauan, tanda bahwa dia telah melatih semacam ilmu Iweekang yang aneh dan dalam. Rambut dan jenggotnya awut-awutan tak terpelihara, juga kotor seperti seorang pengemis terlantar. Namun pakaiannya bukan seperti pakaian pengemis. Agaknya seorang pertapa yang sudah tidak peduli akan kebersihan dirinya lagi. Mukanya kurus tak berdaging, hanya kulit pembungkus tengkorak. Tentu usianya sudah tua sekali. Orang ini berdiri memandangnya dengan muka seperti kedok, sedikit pun tidak membayangkan perasaan sesuatu, juga mulutnya tidak mengeluarkan kata-kata.

“Susiok, harap jangan layani dia! Nona Kam, kau pergilah....!”

Kalimat terakhir itu ditujukan kepada Kwi Lan dengan pandang mata penuh kedukaan. Makin tidak tega hati Kwi Lan, maka ia menghadapi kakek berpedang itu sambil mengejek,

“Kalian bebaskan dia atau.... pedangku harus bicara?”

“Sute (Adik Seperguruan), kau wakili aku hajar siluman ini!” Sin-seng Losu berkata.

Kini tahulah Kwi Lan bahwa kakek kotor ini adalah adik seperguruan Sinseng Losu, pantas saja Siangkoan Li menyebutnya paman melihat betapa orang itu menggetarkan pedangnya di tangan kanan sedangkan tangan kirinya tergetar hebat lalu menjadi kaku dengan jari-jari membentuk cakar garuda. Kemudian tubuh orang itu menubruk ke depan, pedangnya membabat ke arah pinggang sedangkan tangan kirinya mencakar ke arah mukanya. Sukar dikatakan mana yang lebih berbahaya, pedang itu ataukah jari-jari tangan kiri itu. Keduanya mengeluarkan angin pukulan yang bersuitan dan amat kuatnya.

Sambutan Kwi Lan atas serangan dahsyat dan aneh ini tidak kalah luar biasanya. Gerakan Kwi Lan memang aneh dan tidak terduga-duga. Bahkan sudah menjadi inti daripada ilmu silat Kam Sian Eng bahwa setiap serangan lawan merupakan pintu yang terbuka dan merupakan kesempatan untuk dibalas serangan yang mematikan!

Tanpa mempedulikan keselamatan sendiri, Kwi Lan sudah meloncat tinggi ke atas sehingga pedang lawan lewat di bawah kedua kakinya dan berbareng pedang Siang-bhok-kiam di tangannya bergerak menyambar ke bawah membabat tangan kiri lawan yang mencakarnya tadi.

Kakek itu membelalakkan mata dan agaknya hanya gerakan mata ini sajalah yang menyatakan bahwa ia merasa kaget sekali karena bagian muka yang lain tetap seperti kedok. Namun ternyata ia lihai sekali. Karena tidak keburu menarik kembali lengan kirinya yang kini menjadi sasaran pedang lawan, ia segera membuang diri ke belakang sehingga roboh terlentang sambil memutar pedang di depan dada dan bergulingan. Secepat kilat ia sudah bangun kembali dan kini mereka sudah berhadapan lagi. Keduanya sama maklum bahwa lawan adalah seorang yang lihai. Namun Kwi Lan tetap tersenyum mengejek, menanti serangan lawan.

Kakek itu kini menerjang kembali sambil memutar pedang dengan gerakan dahsyat sekali. Pedangnya membacok-bacok secara bertubi, kiri kanan atas bawah, diselang-seling namun tak pernah berhenti, mengikuti bayangan dan gerakan lawan.

Kwi Lan memperlihatkan kegesitannya, terus mengelak dengan sedikit miringkan tubuh sehingga pedang lawan menyambar-nyambar di samping tubuhnya, bahkan kadang-kadang kelihatan seperti sudah menyerempetnya! Makin lama makin gencar serangan aneh dan hebat ini. Pedang itu seakan-akan digerakkan oleh mesin, tak pernah berhenti menyerang dan setiap bacokan disertai tenaga dahsyat.

Setelah dua puluh jurus lewat Kwi Lan hanya menghadapinya dengan elakan-elakan segesit burung walet, gadis ini lalu berseru nyaring dan pedang Siang-bhok-kiam berubah menjadi sinar hijau bergulung-gulung yang makin lama makin luas lingkarannya dan betapa pun lawannya memutar pedang setelah lewat lima puluh jurus, sinar hijau mulai menggulung dan melibat sinar pedang kakek itu.

Kakek ini sebenarnya bukan orang sembarangan. Dia bernama Yo Cat, murid dari tokoh besar Siauw-bin Lo-mo paman guru Sin-seng Losu. Di dalam dunia hitam, ia sudah menduduki tingkat tinggi, sejajar dengan Sin-seng Losu. Karenanya jarang ia bertemu tanding. Siapa kira, hari ini, selagi ia ikut dengan suhengnya itu untuk mempersiapkan tempat istirahat bagi gurunya yang akan datang berkunjung ke Yen-an, ia bertemu seorang gadis muda belia yang tidak hanya mampu menandinginya, bahkan kini mendesaknya dengan ilmu pedang yang hebat dan luar biasa, dimainkan dengan sebatang pedang kayu pula!

“Auuuggghhhh....!”

Hebat sekali pekik yang keluar dari dalam perut melalui kerongkongan Yo Cat ini, bukan seperti suara manusia lagi, dahsyat dan liar, lebih mirip suara binatang buas atau suara iblis.

Kwi Lan adalah seorang gadis gemblengan yang telah mempelajari pelbagai ilmu yang aneh-aneh dengan cara yang aneh pula. Namun menghadapi Yo Cat yang terlatih puluhan tahun lamanya dan sudah menjadi ahli sebelum gadis ini terlahir, apalagi menghadapi ilmu hitam Koai-houw Ho-kang (Auman Harimau Iblis) ini, jantungnya tergetar dan tubuhnya menggigil. Gerakan pedangnya kacau dan ia terhuyung-huyung ke belakang.

Lebih hebat lagi, setelah mengeluarkan ilmu menggereng yang dahsyat itu, Yo Cat terus menerjang maju dan melakukan tekanan-tekanan berat!

Ada satu hal yang menguntungkan Kwi Lan, yaitu wataknya yang tabah dan hatinya yang tidak pernah mau kenal apa artinya takut. Kalau ia merasa takut, celakalah ia karena kelemahan orang menghadapi ilmu semacam Koai-houw Ho-kang itu adalah perasaan takut. Kalau hati merasa gentar, makin hebat pengaruh ilmu itu sehingga mungkin tanpa bertanding lagi orang sudah bertekuk lutut.

Karena hatinya sama sekali tidak gentar, pengaruh gerengan dahsyat itu sebentar saja dan Kwi Lan sudah dapat menetapkan perasaannya lagi. Pedangnya mulai memperhebat lagi gerakannya dan dalam waktu singkat saja kembali ia telah mengurung dan mendesak.

Yo Cat boleh jadi lihai dan banyak pengalamannya, namun menghadapi ilmu pedang tingkat tinggi yang dilatih di bawah bimbingan seorang jago wanita gila, tentu saja ia menjadi bingung sekali, tak dapat menduga-duga bagaimana perubahan pedang itu sehingga menjadi mati kutu!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar