Ads

Sabtu, 17 Agustus 2019

Mutiara Hitam Jilid 042

“Agar persatuan kita dapat lebih kuat teratur, kita harus mengangkat seorang bengcu (pemimpin). Pertemuan ini memang merupakan pertemuan pendahuluan dan persiapan untuk memilih bengcu. Tentu saja memilih bengcu harus mencari seorang tokoh yang sakti agar pekerjaan kita jangan sampai gagal!” Kata Ketua Hek-coa Kai-pang. “Kami dari golongan pengemis mengajukan calon bengcu, yaitu Locianpwe Bu-tek Siu-lam!”

Semua pengemis yang merupakan anggauta pimpinan pelbagai perkumpulan pengemis, bertepuk tangan menyatakan setuju dan mendukung tokoh yang disebut oleh ketua Hek-coa Kai-pang itu.

Mulailah golongan lain mengajukan calon-calon mereka. Wakil-wakil dari utara mengajukan calon Sin-cam Khoa-ong atau Pak-sin-ong yang sudah terkenal kesaktiannya. Golongan barat diperkuat oleh perkumpulan Thian-liong-pang mengajukan Siauw-bin Lo-mo. Sebaliknya para penjahat yang datang dari timur dan yang mengagumi sepak terjang Thai-lek Kauw-ong yang mengerikan, tentu saja mengajukan tokoh baru ini sebagai bengcu.

Ramailah mereka memuji-muji setinggi langit calon masing-masing, menceritakan kehebatan sepak terjang mereka, kelihaian mereka, dan kekejaman mereka yang mereka katakan bahwa lebih hebat daripada Thian-te Liok-kwi yang kini sudah tidak ada lagi, tinggal Siang-mou Sin-ni seorang yang tak pernah muncul di dunia kang-ouw.

“Bagus! Agaknya kita tidak kekurangan calon yang hebat-hebat! Sudah ada empat orang calon kita yang dalam beberapa hari ini akan hadir disini. Setelah semua calon berkumpul, barulah dilihat siapa di antara mereka yang paling patut dijadikan bengcu. Sementara itu, mengingat bahwa Siang-mou Sin-ni adalah seorang di antara Thian-te Liok-kwi, jadi merupakan tokoh tua yang patut diingat, sebaiknya kita mendengarkan suara utusannya yang kini hadir disini.”

Kata Ketua Hek-peng Kai-pang sambil melirik dua orang nona manis yang kelihatan makin merapat duduknya dengan dua orang laki-laki muda tampan tadi. Tanpa malu-malu lagi kedua nona itu sudah bersikap sangat mesra terhadap dua orang pasangan mereka.

Mendengar ucapan itu, dua orang nona manis itu kini dengan manja dan perlahan mendorong dada pasangan mereka, kemudian tertawa genit sambil meloncat ke depan. Sekali meloncat, gerakan mereka yang amat ringan dan cekatan itu membuat mereka sudah berdiri di atas batu besar di tengah-tengah. Di tempat tinggi ini mereka kelihatan jelas. Cantik genit dengan bentuk tubuh tampak membayang di balik pakaian sutera tipis. Cantik menggairahkan.

“Seperti telah kami katakan tadi, kami hanyalah utusan yang ditugaskan oleh Guru kami sebagai peninjau saja. Guru kami menyatakan bahwa beliau tidak tertarik lagi akan urusan dunia dan tidak menghendaki kedudukan bengcu. Akan tetapi ini bukan berarti bahwa kami tidak mau bekerja sama dengan Anda sekalian. Guru kami berpesan apabila bengcu baru sewaktu-waktu bergerak menggempur Suling Emas, Guru kami pasti akan turun tangan membantu. Hanya kalau bentrok melawan Suling Emas saja Guru kami suka berkerja sama. Kiranya cukuplah pernyataan kami dan selanjutnya kami hanya menjadi peninjau yang tidak mengajukan calon.”

Setelah berkata demikian, dengan langkah menggoyang pinggul mereka kembali menghampiri pasangan masing-masing yang menerima mereka dengan kedua lengan terbuka dan tertawa-tawa.

Ucapan anggauta Siang-mou-tin ini sekaligus membelokkan percakapan mereka yang hadir disitu dari persoalan pencalonan bengcu menjadi soal musuh-musuh besar mereka.

“Apa yang dikatakan oleh Ji-wi Kouwnio tadi memang tepat!” kata seorang diantara para tokoh dari utara. “Memang Suling Emas merupakan seorang musuh besar kita bersama. Siapakah di antara kita yang belum pernah terganggu oleh Suling Emas, baik secara langsung maupun tidak langsung? Dan jangan dilupakan Ratu Khitan! Wanita yang kini menjadi Ratu Khitan kabarnya masih sanak dekat Suling Emas, bahkan berhasil menjadi ratu karena bantuan Suling Emas. Kami mendengar pula bahwa ratu yang sampai kini tidak menikah itu adalah kekasih Suling Emas. Sungguh memalukan sekali, terutama terhadap bangsa Khitan yang menjadi kawan baik kami. Oleh karena itulah kami mengajukan Pak-sin-ong sebagai calon bengcu dan tugas kita pertama adalah mencari dan membunuh Suling Emas bersama teman-temannya, terutama sekali Ratu Khitan!”

Ramailah mereka menyebut dan menyumpahi nama-nama tokoh yang menjadi musuh mereka. Selain Suling Emas dan Ratu Khitan, juga ada yang menyebut-nyebut nama Yu Kang Tianglo yang mereka khawatirkan akan merupakan pimpinan para pengemis baju butut yang amat lihai. Disinggung pula nama Kam Bu Sin bersama isterinya Liu Hwee puteri ketua Beng-kauw yang kini berdiam di kota Heng-yang, sebuah kota yang terletak di lembah Sungai Mutiara di mana keduanya hidup rukun dan tenteram namun yang selalu tak pernah melupakan tugas mereka sebagai orang-orang gagah untuk melawan kejahatan. Masih banyak nama yang disebut dan dimusuhi oleh orang-orang golongan sesat ini, di antaranya disebut-sebut pemilik Ang-san-kok (Lembah Gunung Merah).






“Paling penting lebih dulu memohon bengcu baru untuk menyerang Ratu Khitan.” seorang tokoh utara berkata, “Kalau kedudukan Ratu Khitan dapat dirampas, berarti golongan kita akan mendapatkan bantuan yang amat kuat, yaitu bangsa Khitan, sehingga tidak akan sukarlah membasmi yang lain-lain.”

“Akan tetapi kabarnya ilmu kepandaian Ratu Khitan juga amat hebat!” bantah seorang lain. “Aku sendiri belum pernah bertemu dengannya, akan tetapi aku mendengar bahwa biarpun usianya sudah empat puluh tahun lebih, namun ia masih cantik jelita seperti bidadari dan ilmu kepandaiannya amat dahsyat. Di sampingnya ada pula pembantunya yang setia, Panglima Besar Kayabu yang kabarnya juga lihai sekali.”

“Uhh, lihai apa? Kayabu itu hanya mengandalkan ketampanan wajahnya sehingga ia menjadi seorang di antara kekasih Ratu Yalina yang gila lelaki!”

“Masa....?”

“Siapa membohong? Kekasihnya banyak, di antaranya Suling Emas, Kayabu dan boleh dibilang setiap orang muda bangsa Khitan tentu ditarik masuk ke istana untuk memuaskan nafsunya.”

“Ah, benarkah itu....?” Orang-orang menjadi tertarik hatinya.

Orang yang bercerita itu membusungkan dadanya. Dia seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun lebih, tubuhnya tinggi besar, nampak amat kuat, mukanya dihias kumis dan jenggot lebat, sehingga wajahnya menjadi angker menakutkan.

“Aku bukan hanya sudah menyaksikan dengan mata ini sendiri, bahkan sudah pula menikmati pelukannya yang hangat!” kata laki-laki ini. “Siapa yang tidak tahu bahwa aku pernah tinggal di Khitan dan menjadi kekasih Ratu Yalina sampai sepekan lebih?”

“Wah, hebat sekali! Twako, agaknya dia suka kepadamu karena kau tinggi besar dan gagah!” kata seorang anggauta pengemis menggoda karena masih belum percaya benar.

“Memang dia paling suka kepada laki-laki yang tinggi besar, terutama sekali yang jenggot dan kumisnya sebagus ini!”

Laki-laki itu mengelus-elus jenggot dan kumisnya dengan bangga sambil melirik ke arah dua orang anggauta Siang-mou-tin yang tidak memilih dia.

“Ceritakan....!”

“Ya, ceritakan, Twako. Bagaimana ketika engkau menjadi kekasih Ratu Yalina?”

Orang-orang mendesak kepada Si Brewok ini untuk bercerita. Dua orang wanita anggauta Siang-mou-tin yang mendengar percakapan yang makin menjurus ke arah cabul dan kotor ini hanya tersenyum-senyum dan kadang-kadang terkekeh geli.

Si Brewok yang kini menjadi pusat perhatian, dengan bangga lalu melompat ke atas batu besar di tengah-tengah, memasang aksi dan berdehem beberapa kali sebelum mulai dengan ceritanya yang pasti menarik dan cabul.

Akan tetapi pada saat itu, Si Brewok menjerit dan terjengkang roboh menggelinding turun dari atas batu besar. Ketika orang-orang datang menghampirinya, ternyata Si Brewok sudah tewas dan di lehernya menancap sebatang jarum hijau! Kagetlah semua orang dan pada saat itu dari balik sebatang pohon muncul seorang gadis muda yang amat cantik. Gadis ini bukan lain adalah Kwi Lan!

Secara kebetulan sekali, dalam perjalanannya menuju ke Khitan, Kwi Lan lewat di kaki Gunung Cheng-liong-san. Ia tertarik akan gerak-gerik dua orang anggauta Siang-mou-tin maka diam-diam ia mengikuti mereka naik ke puncak dimana ia melihat berkumpul banyak orang dari golongan sesat.

Mula-mula ia hanya mengintai dan mendengarkan, sudah merasa kesal dan hendak pergi ketika tiba-tiba ia mendengar nama Ratu Khitan disebut-sebut. Ratu Khitan yang bernama Yalina, ibu kandungnya! Ia mendengarkan dengan hati berdebar. Ketika mendengar betapa Ratu Yalina dimusuhi, ia hanya mencibirkan bibirnya dan tidak mengambil peduli.

Akan tetapi ketika muncul Si Brewok yang menghina Ratu Yalina, ia tak dapat menahan kemarahannya sehingga sebelum Si Brewok bicara yang bukan-bukan, ia sudah menyerangnya dengan sebatang jarum. Siapa kira Si Brewok itu hanya lihai mulutnya saja. Diserang satu kali telah roboh dan tewas!

Kwi Lan muncul dari tempat sembunyinya dan berkata lantang.
“Aku tidak mencari permusuhan dengan siapapun juga. Akan tetapi mendengar monyet itu membual, benar-benar membikin orang menjadi muak dan tak dapat menahan tangan untuk tidak menghajarnya. Selamat tinggal!”

Dengan enak saja Kwi Lan yang telah membunuh orang itu membalikkan tubuh hendak pergi dari situ.

Semua orang terkejut. Gadis cantik itu dapat bersembunyi di situ tanpa seorang pun diantara mereka tahu, hal ini sudah membuktikan kelihaiannya. Kemudian sekali turun tangan sudah membunuh Si Brewok, hal ini merupakan bukti ke dua. Semua orang menjadi kesima. Akan tetapi tiba-tiba terdengar seruan seorang Khitan yang ikut dalam rombongan dari utara.

“Itu dia perempuan iblis yang merampas kuda hitam Hek-liong-ma!”

Orang Khitan ini telinga kanannya putus bekas sabetan pedang Siang-bhok-kiam di tangan Kwi Lan.

“Benar, dia Si Gadis Siluman, murid iblis betina yang bernama Kam Sian Eng!”

Teriak seorang yang tangan kanannya buntung, mata kanannya buta dan hidungnya bengkok. Dia adalah seorang tokoh Hek-pang Kai-pang yang pernah mendapat hajaran Kam Sian Eng dan kini mengenal Kwi Lan.

“Dia pengacau itu....!” beberapa orang Thian-liong-pang juga berseru.

“Srr.... werr.... siuuuuttt....!” Hujan senjata rahasia menyerang Kwi Lan!

Gadis ini terkejut. Tak disangkanya bahwa ia akan bertemu banyak musuh di tempat ini. Cepat ia meloncat ke depan mengelak dari serangan hujan senjata rahasia itu. ia menaksir bahwa jumlah lawannya ada seratus orang lebih dan dari sambaran senjata-senjata rahasia tadi tahulah ia bahwa di antara mereka terdapat banyak orang yang tak boleh dipandang ringan kepandaiannya. Ia tidak takut, tidak pernah mengenal takut.

Akan tetapi Kwi Lan juga bukan seorang goblok yang mau menyia-nyiakan nyawanya, mati konyol dikeroyok begitu banyak lawan. Sambil tersenyum mengejek ia lalu mempergunakan kepandaiannya berlari cepat. Karena ia tidak mengenal daerah itu, ia lari ke kiri dan kebetulan sekali ia lari ke tempat kuda. Kuda-kuda tunggangan para pendatang ini dikumpulkan di suatu tempat yang banyak ditumbuhi rumput gemuk, dijaga oleh belasan orang anggauta rendahan.

Ketika Kwi Lan lari sampai ke tempat ini dikejar oleh puluhan orang dari belakang, ia melihat betapa di tempat kuda ini ternyata juga terjadi kekacauan. Belasan orang penjaga kuda sudah menggeletak malang-melintang di sekitar tempat itu sedangkan puluhan ekor kuda itu sudah terlepas semua!

Terdengar bunyi cambuk meledak-ledak, membuat binatang-binatang itu menjadi makin panik, saling tabrak dan riuh rendah suara mereka meringkik-ringkik. Melihat kesempatan ini, Kwi Lan lalu melompat ke atas punggung seekor kuda tinggi besar, kemudian menyendal kendali kuda itu, membelok ke kanan lalu melarikan kuda.

Ributlah suara para pengejar ketika, menyaksikan kekacauan di tempat ini, apalagi ketika melihat betapa semua kuda mereka telah terlepas dan panik. Dalam keadaan seribut itu, mereka terhalang melakukan pengejaran, dan sibuk menenangkan kuda tunggangan mereka.

Kwi Lan membedal terus kudanya menuruni puncak. Ketika mendengar derap kaki banyak kuda mengejarnya, ia segera mempersiapkan jarum-jarumnya dan menoleh. Mau tidak mau ia tertawa sendiri melihat bahwa yang mengejarnya adalah kuda-kuda tanpa penunggang. Kiranya banyak kuda yang karena bingung lalu mengikuti saja kuda yang ditunggangi Kwi Lan. Gadis ini lalu menahan kudanya dan menghalau belasan ekor kuda yang mengikutinya itu sehingga mereka lari kacau-balau ketakutan.

Sambil tersenyum-senyum Kwi Lan melanjutkan perjalanannya. Senyum kepuasan menghias bibirnya. Ia telah berhasil merobohkan orang yang telah menghina ibu kandungnya. Biarpun ia belum pernah bertemu dengan ibu kandungnya dan belum pernah ada yang bercerita tentang ibunya, namun ia tidak percaya bahwa ibunya seorang berwatak rendah seperti dibualkan oleh Si Brewok tadi. Ia puas bahwa ia telah membunuh orang itu dan di samping ini telah mendapatkan seekor kuda tunggangan. Biarpun tidak sebaik kuda keturunan Hek-liong-ma yang hilang ketika ia dikeroyok bajak sungai anak buah Huang-ho Tai-ong, namun kuda ini juga seekor kuda yang baik. Agaknya tunggangan orang-orang utara tadi. Mereka itu jelas adalah orang-orang dari golongan sesat, maka Kwi Lan tidak merasa malu untuk merampas kuda mereka.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar