Ads

Rabu, 09 Oktober 2019

Istana Pulau Es Jilid 013

Suma Hoat terkejut dan kagum menyaksikan ketangkasan dan kecepatan harimau yang amat besar itu. Timbul rasa sayangnya dan ia hendak mengambil kulit binatang besar ini tanpa cacad.

Ketika tubuh yang menubruknya itu melayang ke arahnya, ia cepat menyusup ke bawah perut harimau sehingga kembali tubrukan itu luput dan sebelum harimau dapat membalik, Suma Hoat telah menangkap ekornya yang panjang, mengerahkan tenaga dan.... tubuh harimau itu terangkat dan diputar-putar di atas kepalanya! Harimau meronta-ronta dan menggereng-gereng berusaha mencakar atau menggigit tangan kuat yang memegangi ekornya.

Penglihatan itu mengerikan dan menegangkan sekali.
"In-konggg....!"

Kembali Kim Hwa menjerit dan menutupi muka dengan kedua tangan, tidak tahan melihat perkelahian itu karena ia tidak mau melihat tubuh penolongnya dicakar atau digigit sampai pecah-pecah kulitnya dan berlumuran darahnya! Hal itu tentu akan terjadi karena penolongnya itu terlampau berani, tidak mau menggunakan pedang membunuh binatang yang demikian besar dan kuatnya!

Suma Hoat melepaskan ekor yang dipegangnya. Tubuh harimau terlempar ke atas dan terbanting jatuh ke atas tanah. Biasanya, harimau yang terbanting seperti ini tentu akan pingsan dan menjadi lemah, maka Suma Hoat tersenyum-senyum menghampiri Kim Hwa dan berkata,

"Jangan khawatir, dia...."

"In-konggggg....!"

Kim Hwa menjerit dan mukanya menjadi pucat sekali karena harimau yang terbanting itu tiba-tiba sudah meloncat dan menerkam ke punggung Suma Hoat! Saat itu, perhatian Suma Hoat sedang tertuju kepada Kim Hwa, maka gerakannya mengelak agak terlambat dan kaki depan kiri harimau itu masih menampar pundaknya sehingga tubuhnya terpelanting! Harimau menggereng marah dan menubruk tubuh lawan yang sudah jatuh itu.

“In-konggggg....!"

Jeritan Kim Hwa sekali ini lemah sekali dan ia sudah terkulai, lemas dan roboh pingsan di atas tanah!

Suma Hoat dapat melihat keadaan dara yang membuatnya tergila-gila itu, maka timbul kemarahannya. Ketika harimau menerkamnya ia menyambut dengan sebuah tendangan yang mengenai perut harimau sehingga binatang itu terpental ke samping, kemudian sebelum harimau itu sempat menyerangnya kembali, Suma Hoat sudah melompat ke atas punggungnya! Harimau marah, meloncat-loncat, bergulingan, akan tetapi Suma Hoat tetap diatas punggungnya, kemudian jari tangannya bergerak ke depan.

"Crapp!"

Harimau mengeluarkan suara gerengan dahsyat dan darah bercucuran dari kedua matanya yang sudah berlubang! Suma Hoat melompat turun ketika harimau yang menjadi buta matanya itu menerjang ke depan secara ngawur. Binatang itu menjadi seperti gila saking nyeri dan bingungnya, mukanya dicakarinya sendiri, menggereng-gereng, kemudian meloncat ke depan sekuat tenaga.

"Desssss!"

Kepala harimau itu, menubruk batu besar, pecah seketika dan tubuhnya berkelojotan dalam sekarat.

Suma Hoat tidak mempedulikan lagi bangkai harimau itu dan cepat ia lari menghampiri tubuh Kim Hwa yang menggeletak pingsan di atas tanah.

"Kim Hwa....!"

Ia memanggil dan mengguncang-guncang pundak dara itu, namun Kim Hwa tidak menjawab dan tubuhnya lemas. Ketika Suma Hoat meraba dahinya, ternyata dahi itu panas! Tahulah dia bahwa kegelisahan dan ketakutan membuat dara itu pingsan dan ada bahaya dia akan terserang demam. Cepat ia pergi meninggalkan gadis yang pingsan itu untuk mencari air karena dalam keadaan seperti itu, air dingin amat penting untuk membasahi kepala dan dahinya.






Ia harus pergi agak jauh juga untuk mencari air di sebuah anak sungai. Selagi ia bingung karena tidak membawa tempat air, kemudian melepas jubahnya dan mencelupkan jubah ke dalam air dingin, tiba-tiba terdengar kudanya meringkik keras disusul jerit Kim Hwa!

"Hwa-moi....!"

Suma Hoat berteriak, menyelipkan jubah basah dipunggungnya lalu ia melompat dan berlari cepat ke tempat gadis itu ditinggalkan. Betapa kagetnya ketika ia melihat kuda putihnya sudah lari dan Kim Hwa sudah berdiri dan terbelalak ketakutan memandang ke arah seekor harimau besar yang berdiri dekat sekali di depan dara itu!

Suma Hoat kaget dan heran, ketika mengerling ke arah bangkai harimau yang masih berada di tempat tadi, tahulah dia bahwa harimau besar ke dua ini adalah harimau betina. Kiranya ada dua ekor harimau, sepasang binatang buas yang amat besar yang telah mengganggu dusun. Tiba-tiba gadis itu menjerit dan hendak lari, akan tetapi harimau menerkam ke depan dan dara itu roboh telentang.

"Hwa-moi....!"

Dengan beberapa kali loncatan saja Suma Hoat sudah tiba di situ, disambarnya ekor harimau dan direnggutnya binatang itu terlepas dari tubuh Kim Hwa.

"Breeeettt!"

Baju Kim Hwa terbawa oleh cakar harimau dan tampak sedikit darah di dada yang putih mulus itu. Suma Hoat yang merasa khawatir dan marah sekali, mencabut pedang dan tampak sinar berkelebat disusul muncratnya darah dari leher harimau yang hampir putus terbabat pedang!

"Kim Hwa....!"

Suma Hoat cepat berlutut di dekat Kim Hwa. Dara itu merintih dan membuka matanya. Ketika melihat bahwa yang mencuci luka kecil di dadanya dengan jubah basah adalah pemuda penolongnya, ia mengeluarkan jerit tertahan dan menangis.

"Diamlah, Moi-moi, diamlah manis.... syukur bahwa engkau hanya terluka kecil saja, tergores cakar harimau laknat....!"

Suma Hoat telah menaruh obat bubuk ke atas luka kecil itu. Darah telah berhenti dan kini, seperti tak disadarinya, jari tangannya mengelus kulit di seputar luka. Matanya tak pernah berkedip memandang wajah itu, dada yang terbuka itu, leher itu dan ia terpesona.

Kim Hwa tadinya memejamkan matanya, kemudian kesadarannya kembali dan mulailah dia merasa betapa dadanya tak tertutup lagi, betapa tangan yang hangat menggetar-getar itu mengelus-elus dan membelainya. Ia membuka matanya perlahan melihat wajah yang tampan, mata yang penuh kemesraan itu memandangnya, dada yang bidang itu pun tak berbaju karena bajunya tadi dipakai mencuci lukanya.

Perasaan aneh dan mesra memenuhi rongga dada Kim Hwa. Seperti disentakkan ia menangkap tangan yang mengelus dadanya, membawanya ke depan hidung dan mulut, menciumi tangan pemuda yang telah dua kali menyelamatkan nyawanya.

"Moi-moi....!"

Suma Hoat tak dapat menahan getaran hatinya dan ia menjatuhkan mukanya ke atas dada itu.

"Koko....!"

Kim hwa terisak, memeluk kepala itu, lalu perlahan menarik kepala itu sehingga dekat, dengan sinar mata yang mengeluarkan seluruh perasaan hati mereka, dengan napas terengah yang saling meniup muka mereka, kemudian dua muka yang sama eloknya itu saling mendekat, dua pasang lengan saling rangkul, saling mendekap.

"Moi-moi....!"

"Koko....!"

Mereka terisak, berciuman seperti tak sadar lagi. Akhirnya Suma Hoat tersentak kaget. Belum pernah ia merasai seperti ini. Dia sudah biasa bermain cinta dengan wanita cantik, akan tetapi mereka itu wanita-wanita yang menjual cinta! Dan dia hanya menurutkan dorongan nafsu belaka.

Sekarang jauh sekali bedanya! Di samping nafsu yang bergolak dan menindih membakar seluruh urat syaraf di tubuhnya, terdapat perasaan lain. Dia tidak ingin menyusahkan Kim Hwa, dia tidak ingin mengganggu dara ini, dia menaruh kasihan dan kesayangan yang luar biasa. Dia rela mati untuk kebahagiaan dara ini!

Sungguh bedanya seperti bumi dengan langit dibandingkan dengan wanita-wanita yang biasa dicintanya. Belaian jari tangan wanita ini pada pipinya, tengkuknya, dadanya, balasan ciumannya begitu lembut dan mesra dan ia merasakan cinta kasih yang murni di balik kemesraan ini, membuat ia terharu sekali dan ketika ia mengangkat muka memandang wajah yang cantik itu, kedua mata Suma Hoat menjadi basah.

Juga ia melihat Kim Hwa menitikkan air mata yang berlinangan seperti butiran-butiran mutiara, namun mulut yang merah dan panas itu tersenyum, malu-malu dan mesra. Dua pasang mata berpandangan, bertanya-tanya dan saling menjawab. Namun, Suma Hoat masih tidak berani meyakinkan hatinya, maka ia berbisik lirih dekat telinga Kim Hwa.

"Moi-moi.... bolehkah....? Benarkah ini....? Ahhh, betapa ingin hatiku untuk memilikimu, menjadikan engkau milikku, lahir batin, hati dan tubuhmu.... akan tetapi... engkau seorang gadis terhormat.... bahkan calon isteri orang lain.... ahh, Moi-moi, katakanlah, betapa besar pun cintaku, betapa besar pun hasrat hatiku memilikimu sehingga kalau tidak terpenuhi aku akan mati merana, namun aku rela mati daripada memaksamu, daripada menyusahkanmu.... Moi-moi, jawablah, bolehkah aku....?"

Suara Suma Hoat mengandung isak, bercampur rintihan hatinya dan dua titik air mata membasahi pipinya.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar