Ads

Minggu, 13 Oktober 2019

Istana Pulau Es Jilid 030

Semua orang terkejut dan dengan muka merah saking penasaran karena orang tidak mempercayai dirinya. Ong Ki Bu mengeluarkan gulungan surat perintah dan membukanya di depan orang banyak sambil berseru keras.

“Yang menjatuhkan perintah adalah Panglima Besar Suma Kiat! Apakah masih tidak dipercaya lagi?”

“Hemm, hemm.... surat bisa dipalsukan. Dari siapa engkau menerima surat perintah ini, Ong-ciangkun?” Han Ki bertanya.

Ong-ciangkun melotot kepada Han Ki dan membentak.
“Orang muda, sudah puluhan tahun aku menjadi panglima! Apa kau kira aku begitu sembrono untuk tidak meneliti surat perintah tulen atau palsu? Surat ini tulen, apalagi yang membawa kesini adalah murid dan pembantu Suma-goanswe sendiri!”

“Dimana dia? Harap engkau suka memanggilnya!” Han Ki mendesak.

Panglima itu menyuruh anak buahnya, akan tetapi dicari-cari, utusan Suma Kiat itu tidak ada.

“Wah, dia.... dia sudah pergi tanpa pamit. Sungguh aneh!” Ong-ciangkun berkata heran.

Kam Han Ki lalu berkata,
“Ong-ciangkun, Khu-ciangkun dan semua saudara yang berada di sini. Dengarlah. Aku adalah adik misan dari Menteri Kam Liong, dan ketahuilah bahwa Khu-ciangkun adalah murid dari Kakakku Kam Liong. Kini aku membawa surat perintah dari Menteri Kam Liong yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada Panglima Suma, harap kalian suka mengindahkan perintahnya!” Han Ki mengeluarkan segulung surat pula.

Dengan tergesa-gesa Ong Ki Bu menerima dan membaca surat perintah itu yang berbunyi : Menteri Kam Liong mengutus petugas Kam Han Ki untuk menjemput dan memanggil pulang Panglima Khu Tek San ke kota raja.

Wajah panglima tinggi besar itu berseri-seri dan ia tertawa bergelak.
“Ha-ha-ha! Lega hatiku sekarang! Tentu saja aku lebih mentaati perintah Menteri Kam Liong! Siapa berani membantah perintah beliau? Dan dengan adanya perintah Menteri Kam Liong, terpaksa aku membatalkan perintah Panglima Suma, tidak ada yang akan menyalahkan aku. Ha-ha-ha, rekan Khu Tek San, dasar orang baik selalu dilindungi Thian! Pemuda perkasa ini datang mengembalikan nyawamu, ha-ha-ha! Engkau tentu tahu betapa tak senang hati kami semua melaksanakan perintah tadi, akan tetapi dia merupakan seorang yang kedudukannya lebih tinggi dari kita, mana kami dapat membantah?”

“Aku mengerti, Sahabat Ong, dan terima kasih,”

Kata Khu Tek San dan setelah dilepas belenggu tangannya dan tangan Maya, Khu Tek San lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Kam Han Ki sambil berkata,

“Teecu Khu Tek San mengucapkan terima kasih atas bantuan Susiok (Paman Guru)!”

Kam Han Ki cepat mengangkat bangun orang yang lebih tua akan tetapi karena menjadi murid kakak misannya maka menjadi pula murid keponakannya itu.

“Khu-ciangkun harap jangan berlaku sungkan. Mari kuantar ke kota raja bersama anak yang kau tolong itu. Maya namanya, bukan?”

Maya memandang kepada Kam Han Ki penuh perhatian, kemudian menegur Khu Tek San.

“Paman Khu, dia masih begini muda, kenapa Paman berlutut menghormatnya? Sungguh tidak layak, membikin dia besar kepala dan sombong saja!”

“Hushh, Maya, jangan berkata demikian! Dia itu paman guruku!” kata Khu Tek San cepat-cepat.

“Hemm, aku berani bertaruh, kepandaiannya tidak seberapa hebat. Mana mampu menandingi Paman?”

Khu Tek San merasa tidak enak sekali, dan Kam Han Ki memandang Maya dengan alis berkerut dan mata marah, akan tetapi ia pun tidak berkata apa-apa, hanya mukanya berubah merah dan sinar matanya saja yang memaki,

“Bocah nakal cerewet kau!”






Akan tetapi, tentu saja di depan Khu Tek San dan para panglima, dia tidak mau cekcok dengan seorang anak perempuan! Maka untuk menutupi kemendongkolan hatinya ia berkata,

“Khu-ciangkun, harap engkau suka mengganti pakaian Panglima Yucen dengan pakaian rakyat biasa agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak menyenangkan dalam perjalanan yang jauh ke kota raja.”

Khu Tek San membenarkan pendapat ini dan dengan suka hati para rekannya lalu mempersiapkan pakaian sipil untuk Khu Tek San, bahkan menyediakan tiga ekor kuda yang baik untuk mereka. Setelah berpamit dan mengucapkan terima kasih, berangkatlah Khu Tek San, Kam Han Ki dan Maya menunggang tiga ekor kuda menuju ke selatan.

Di sepanjang perjalanan ke selatan ini, atas pertanyaan Khu Tek San, Han Ki bercerita bahwa dia diutus oleh Menteri Kam Liong untuk menyelidiki keadaannya karena lama tidak ada berita. Kemudian setelah menyelidiki ke Yucen, Han Ki terlambat karena Khu Tek San telah pergi bersama Maya.

“Aku mendengar cerita tentang Ciangkun dan Maya yang ditolong oleh Mutiara Hitam dan suaminya. Hemm, ternyata hebat sekali kakakku itu!” kata Han Ki. “Karena mendengar bahwa engkau telah pergi ke selatan, maka aku cepat menyusul dan untung bahwa Kam-taijin telah waspada dan membekali segulung surat perintah untukku. Kalau tidak, agaknya terpaksa aku harus meniru perbuatan Kakakku Mutiara Hitam dan memaksa mereka melepaskanmu!”

“Memang telah terjadi hal-hal yang amat aneh.”

Kata Khu Tek San yang menceritakan pengalamannya, betapa kurirnya terbunuh oleh orang yang bernama Siangkoan Lee seperti terlihat oleh Maya dan betapa rahasianya di Yucen terbuka sehingga dia hampir celaka kalau saja tidak ditolong Mutiara Hitam.

“Hebatnya, orang yang bernama Siangkoan Lee itu agaknya masih melanjutkan usahanya untuk mencelakakanku! Akan tetapi.... hemmmm, memang tidaklah aneh lagi kalau sudah diketahui bahwa dia adalah murid dan pembantu Suma-goanswe....” Khu Tek San mengakhiri ceritanya sambil mengangguk-angguk.

“Kenapakah, Khu-ciangkun? Apakah Suma-goanswe musuhmu?” Han Ki bertanya.

Tek San menggeleng kepala.
“Sesungguhnya bukan aku yang mereka musuhi. Mereka memukul aku untuk melukai Suhu.”

“Ah, begitukah? Jenderal Suma itu memusuhi Menteri Kam? Mengapa?”

Kembali Tek San menggeleng kepala dan menarik napas panjang.
“Hal itu adalah urusan keluarga, aku tidak berhak mencampuri. Susiok tentu dapat bertanya kepada Suhu.”

“Keluarga Suma adalah keluarga Iblis! Tentu saja mereka selalu memusuhi orang baik-baik seperti Paman Khu!” Maya yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka, tiba-tiba berkata gemas.

Kam Han Ki yang masih marah kepada gadis cilik, memandang dan berkata dengan suara dingin,

“Huh, kau bocah tahu apa?”

Maya membalas pandangan Han Ki dengan mata melotot dan suaranya tidak kalah dinginnya,

“Kalau aku bocah, apakah engkau ini seorang kakek? Sombongnya, merasa diri sendiri paling tua dan paling pandai!”

“Eh, Maya, jangan bersikap begitu kurang ajarl” Khu Tek San cepat mencela bekas puteri Khitan itu. “Kam-susiok ini adalah adik dari Suhu, dengan demikian berarti masih saudara misan dari mendiang ayahmu, Raja Khitan. Dia ini adalah pamanmu sendiri! Hayo cepat, memberi hormat dan minta maaf.”

Maya duduk di atas punggung kudanya, menoleh ke arah Han Ki dan mencibirkan bibirnya! Akan tetapi karena ia tahu bahwa Khu Tek San memandangnya dengan mata terbelalak marah, Ia lalu berkata,

“Dia bukan pamanku! Kulihat dia belum begitu tua untuk menjadi paman, hanya lagaknya saja seperti kakek-kakek!”

“Maya! Bagaimana kau berani bersikap kurang ajar seperti ini?” Khu Tek San membentak dengan muka merah.

“Paman Khu, aku tidak biasa bersikap menjilat-jilat, apalagi terhadap seorang yang sombong seperti dia,”

“Maya!”

Kembali Khu Tek San membentak, matanya mengerling penuh kekhawatiran ke arah Han Ki.

“Sudahlah Khu-ciangkun, bocah seperti ini memang biasanya sukar diurus! Dia ini sudah rusak karena terlalu dimanja,”

Han Ki berkata dengan sikap tenang, akan tetapi sebenarnya pemuda ini merasa betapa perutnya menjadi panas dan ingin sekali dia menempiling kepala gadis cilik yang menggemaskan itu.

Kedua pipi Maya menjadi merah saking marahnya dan ia membusungkan dada menegakkan kepala ketika memandang Han Ki sambil berkata,

“Aku sudah rusak karena dimanja, ya? Dan kau sudah bobrok karena sombong!”

“Maya!” Khu Tek San membentak marah.“Kenapa sikapmu tiba-tiba berubah seperti ini? Engkau amat sopan dan hormat kepadaku, mengapa kepada Kam susiok....”

“Karena engkau seorang yang baik dan gagah, Paman Khu. Dan dia ini.... hemm....”

“Dia pamanmu sendiri!” Khu Tek San memperingatkan.

“Paman apa? Aku tidak mempunyai paman seperti dia!”

“Kalau engkau puteri Raja Khitan, berarti dia ini pamanmu sendiri!”

Maya mencibirkan bibirnya.
“Aku pun bukan puteri Raja Khitan....”

“Apa....?”

Khu Tek San berseru hean, bahkan Han Ki juga menoleh, memandang anak perempuan itu dengan alis berkerut. Memang pemuda ini merasa terheran-heran melihat Maya. Seorang anak perempuan yang “terlalu” cantik jelita, yang terlalu berani dan kini juga ternyata terlalu galak! Patutnya menjadi puteri Ratu Siluman!

“Sesungguhnyalah, Paman Khu. Tadinya aku tidak ingin membuka rahasia ini, akan tetapi untuk membuktikan bahwa aku bukanlah keponakan dia ini, terpaksa kukatakan bahwa aku sebenarnya bukan Puteri Raja dan Ratu Khitan! Aku hanyalah seorang keponakan luar saja yang diambil anak sejak kecil. Aku hanyalah anak angkat saja!”

Khu Tek San mengangguk-angguk dan berkata,
“Biarpun demikian, berarti engkau adalah puteri Raja Khitan. Maya! Dan karena itu, engkau tidak boleh bersikap kurang ajar terhadap Kam-susiok. Dia adalah adik misan Raja Khitan! Selain itu, kalau tidak ada Kam-susiok ini, apakah, kau kira kita dapat selamat?”

“Cukuplah, Khu-ciangkun. Di sebelah depan ada rombongan orang, sebaiknya kita melanjutkan perjalanan dan menyusul rombongan itu. Aku ingin tahu siapakah mereka yang lewat di daerah sunyi ini,” kata Han Ki.

“Baiklah, Susiok.”

Khu Tek San lalu mengajak Maya mengejar Han Ki yang sudah membalapkan kudanya. Maya menurut dengan mulut cemberut. Entah mengapa, dia merasa tidak senang kepada Han Ki semenjak pemuda itu muncul dengan gaya yang dianggapnya sombong dan angkuh, yang dianggapnya tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap dirinya!

Pandang mata pemuda itu menyapu lewat begitu saja seolah-olah dia hanyalah sebuah patung yang tiada harganya untuk dipandang dengan perhatian. Pemuda itu sama sekali tidak memperhatikannya! Pemuda itu sombong dan dia membencinya!

Khu Tek San diam-diam merasa kagum sekali ketika tak lama kemudian melihat bahwa benar-benar terdapat serombongan orang di sebelah depan. Ia kagum akan ketajaman mata dan telinga pemuda yang menjadi susioknya itu. Hal ini saja menebalkan dugaannya bahwa pemuda ini tentu memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya!







Tidak ada komentar:

Posting Komentar