Ads

Senin, 14 Oktober 2019

Istana Pulau Es Jilid 033

Begitu melihat senjata aneh ini menyarmbar, Ganya berseru kaget dan sebagai seorang berilmu tinggi, dia pun sudah mengerti akan kehebatan lawan. Maka tidak seperti tadi, kini dia sama sekali tidak berani menangkis hanya mengelak kemudian kedua tangannya bergerak, yang kiri menangkis lengan lawan yang memegang kipas karena dia tidak berani menangkis kipasnya, yang kanan mencengkeram ke arah muka lawan.

Gerakannya cepat dan mantap tanda bahwa kepandaiannya memang tinggi dan tenaganya besar. Melihat cara lawan mengelak dan balas menyerang. Khu Tek San berlaku hati-hati. Dia maklum bahwa lawannya memang benar-benar hebat, maka ia membalikkan kipasnya dengan permutaran pergelangan tangan, menggunakan ujung cabang kipas menotok telapak tangan kiri Si Brewok, sedangkan lengan kirinya sengaja ia gerakkan menangkis cengkeraman tangan kanan Ganya.

“Dukkk!”

Ganya dapat menyelamatkan tangan kirinya yang tertotok, akan tetapi dia sengaja mengadu lengan kanannya dengan lengan kiri lawan. Dua buah lengan yang sama kuat dan mengandung getaran tenaga sin-kang bertemu, membuat keduanya terhuyung ke belakang!

Ganya memandang terbelalak dan kaget, sebaliknya Khu Tek San mermandang kagum. Jarang ada orang yang dapat mengimbangi tenaga sin-kangnya, akan tetapi lawan ini agaknya tidak kalah kuat olehnya. Maka ia menerjang lagi dan terjadilah pertandingan yang amat dahsyat dan seru antara kedua orang gagah itu.

Melihat betapa pemimpin mereka sudah bertanding anak buah perampok itu berteriak dan maju menyerbu, disambut oleh Chi Kan yang sudah mengambil senjata baru dan enam orang temannya. Perang kecil terjadi dengan ramainya, senjata tajam berdencingan bertemu lawan, teriakan-teriakan dan maki-makian saling susul menyeling suara berdebuknya kaki mereka yang sedang bertanding mengadu nyawa.

Maya berdiri memandang dengan kagum ke arah Khu Tek San. Hebat memang penolongnya itu, permainan kipasnya indah sekali dan gerakannya amat kuat. Akan tetapi ia menjadi gemas dan penasaran melihat betapa Kam Han Ki masih saja duduk di atas batu di bawah pohon seperti tadi, malah kini pemuda itu menggigiti rumput yang dicabutnya dari dekat kakinya, duduk menggigiti batang rumput sambil termenung dengan alis berkerut. Memang saat itu Han Ki kembali teringat akan kekasihnya yang makin sering diingatnya setelah perjalanan mendekati kota raja.

“Eh, kenapa engkau malah melamun saja?” Maya yang tidak sabar lagi mendekati Han Ki, menegur dan mengguncang pundaknya. “Lihat, Paman Khu Tek San melawan seorang yang lihai sekali sedangkan para piauwsu dikeroyok banyak perarmpok!”

Han Ki seperti baru sadar dari alam mimpi. Akan tetapi ia hanya menoleh ke kanan memandang pertandingan antara Khu Tek San dan Ganya. Pada saat itu, seorang anggauta perampok yang agaknya ingin membantu pemimpinnya dan menyerbu Tek San dari belakang, kena disambar dadanya oleh ujung batang kipas sehingga perampok ini terbanting ke belakang, roboh dan merintih-rintih.

“Khu-Ciangkun tidak akan kalah!”

Kata Han Ki setelah memandang sebentar, lalu kembali menunduk menggigiti batang rumput. Memang di dalam hatinya, pemuda ini merasa enggan untuk membantu para Piauwsu menghadapi perampok-perampok itu. Yang akan dirampok adalah benda-benda yang akan dijadikan barang sumbangan atas menikahnya Raja Yucen dan.... Sung Hong Kwi, kekasihnya! Karena itu, dia tidak peduli. Kalau mau dirampas para perampok barang-barang yang menyebalkan hatinya itu, biarlah!

Kembali Maya mengguncang pundaknya.
“Han Ki, lihatlah! Para perampok hendak merampas gerobak!”

Han Ki menoleh dan benar saja, kini sebagian daripada anak buah perampok ada yang mendekati gerobak berisi barang-barang berharga, bahkan diantara mereka berkata nyaring sambil terkekeh,

“Mari kita naikkan gadis itu ke atas kereta dan sekalian kita bawa pergi!”

Kini lima orang perampok tinggi besar sambil tersenyum menyeringai datang menghampiri Maya yang berdiri tegak dan siap melakukan perlawanan! Melihat ini. Han Ki menggerakkan tangan ke bawah, menggenggam pasir kasar dan mengayun tangan itu ke arah para perampok. Akibatnya hebat!

Lima orang perampok yang sudah mendekati Maya itu roboh berpelantingan ke kanan kiri, mengaduh-aduh karena pasir-pasir kasar itu menembus kulit dan menancap di dalam daging lengan-lengan mereka! Perih pedih panas gatal rasanya. Teriakan-teriakan kesakitan ini disusul pula oleh tujuh orang perampok yang berada di dekat gerobak sehingga dua kali mengayun tangan yang menggenggam pasir. Han Ki telah berhasil membuat dua belas orang perampok roboh tak dapat berkelahi lagi!






Maya berdiri terbelalak. Dia menjadi heran dan bingung. Hanya melihat ada sinar kehitaman menyambar dua kali dibarengi desingan angin yang datang dari arah Han Ki dan perampok-perampok itu sudah roboh! Ilmu sihirkah ini? Gerakan Han Ki sedemikian cepatnya sehingga Maya tidak dapat mengikutinya dengan pandang mata.

Menyaksikan robohnya dua belas orang kawan mereka secara aneh itu, para perampok yang lain menjadi gentar dan marah. Demikian pula pimpinan perampok, Si Brewok yang lihai itu. Perhatiannya terpecah ketika ia mendengar pekik-pekik kesakitan dan melihat robohnya banyak anak buahnya tanpa melakukan pertandingan.

Sebagai seorang ahli yang pandai, ia dapat melihat gerakan Han Ki dan diam-diam menjadi terkejut bukan main. Kiranya orang muda yang duduk melamun itu memiliki kepandaian yang lebih dahsyat lagi daripada orang gagah yang dilawannya. Karena perhatiannya terpecah dan hatinya gentar, Khu Tek San dapat melihat “lowongan” dan memasuki lowongan itu dengan pukulan kipasnya ke arah leher lawan. Ganya terkejut, cepat mengelak, akan tetapi terlambat.

“Krekk!”

Tulang pundak kiri kepala perampok ini patah dan ia mencelat mundur sambil bersuit keras memberi tanda kepada anak buahnya untuk mundur! Sebagai bekas pasukan yang berdisiplin, anak buah perampok yang masih bertempur itu segera melompat ke belakang dan melarikan diri, meninggalkan dua belas orang teman yang masih mengaduh-aduh dan bergulingan di atas tanah!

Tujuh orang piauwsu menjadi lega sekali karena para perampok pergi dan diantara mereka hanya ada dua orang yang terluka ringan. Melihat dua belas orang perampok bergulingan itu, mereka menjadi gemas dan menggerakkan golok-golok perak mereka untuk membunuh.

“Cring-cring-cring.... !”

Para piauwsu terkejut dan berteriak sambil terhuyung ke belakang. Kiranya golok-golok mereka telah tertangkis oleh kerikil-kerikil kecil yang disambitkan secara tepat mengenai golok mereka dan dengan tenaga yang amat kuat sehingga golok mereka tergetar! Ketika mereka menoleh, kiranya Han Ki yang tadi mencegah mereka dan kini pemuda itu bangkit berdiri.

“Para piauwsu harap jangan melakukan permbunuhan! Barang-barang telah diselamatkan, lebih baik melanjutkan perjalanan, mengapa mau membunuh orang?”

Mendengar teguran Han Ki ini, Chi Kan membantah.
“Akan tetapi penjahat ini tadinya hendak merampok gerobak dan Siocia, dan tentu akan membunuh kita semua. Mengapa sekarang tidak boleh kami bunuh? Orang-orang jahat seperti mereka ini kalau tidak dibasmi, kelak tentu akan menimbulkan malapetaka kepada orang lain,”

Han Ki menggeleng kepala.
“Belum tentu, Chi-piauwsu! Ada akibat tentu ada sebabnya. Mereka ini dulunya bukan perampok dan kalau sekarang menjadi perampok tentu bersebab. Kalau saja pasukan mereka tidak dipukul hancur, kalau saja mereka tidak dipengaruhi seorang pemimpin yang jahat, kalau saja Kaisar Sung tidak menikahkan puterinya, kalau saja kalian tidak mengantar barang-barang berharga ke kota raja dan masih banyak kalau-kalau lagi, kiranya mereka ini tidak menjadi perampok. Pula, aku yang merobohkan mereka, karenanya aku pula yang berhak memutuskan. Mereka ini tidak boleh dibunuh!”

Melihat betapa para piauwsu masih penasaran, Khu Tek San segera berkata,
“Cu-wi Piauwsu harap jangan banyak membantah lagi. Kalau tadi Siauw-susiok tidak turun tangan, bukankah gerobak dan nyawa kalian akan hilang? Mari kita melanjutkan perjalanan dan meninggalkan mereka yang terluka ini!”

Para piauwsu tadi sudah menyaksikan kegagahan Khu Tek San, maka biarpun mereka masih penasaran karena tiada seorang pun menyaksikan bahwa Han Ki yang merobohkan dua belas orang perampok itu, tidak banyak bicara lagi dan perjalanan dilanjutkan menuju ke kota raja.

Ketika rombongan itu memasuki kota raja, semua menjadi gembira, kecuali Han Ki. Terutama sekali Maya menjadi gembira bukan main dan amat kagum menyaksikan rumah-rumah besar dan kota yang dihias indah itu. Jelas bahwa kota raja menyambut pernikahan puteri Kaisar secara besar-besaran!

Namun, keadaan kota raja itu membuat hati Han Ki terasa makin perih seperti ditusuk-tusuk pedang. Hiasan-hiasan indah dengan bunga-bunga dan kertas-kertas berwarna warni itu seolah-olah mengejeknya, mengejek atas kepatahan hatinya dan terputusnya ikatan cinta kasih antara dia dan Sung Hong Kwi!

Setelah menghaturkan terima kasih rombongan piauwsu memisahkan diri, Khu Tek San mengajak Maya dan Han Ki langsung menghadap Menteri Kam. Dengan ramah dan gembira Menteri Kam menerima kedatangan mereka bertiga itu di dalam ruangan sebelah dalam.

“Suhu..... !”

Khu Tek San berlutut memberi hormat kepada gurunya. Han Ki berdiri lesu dan Maya juga berdiri akan tetapi dia terbelalak memandang ke arah laki-laki tua yang berpakaian seperti pembesar, kakek yang berwajah penuh kesabaran namun pandang matanya tajam penuh wibawa. Dia segera mengenal kakek ini! Ketika dia dahulu ditawan sepasang iblis dari India kakinya digantung di pohon oleh Mahendra dan hampir saja ia disembelih seperti seekor ayam, kakek itulah yang menolongnya! Jadi kakek inilah guru penolongnya? Dan kakek inilah saudara tua Raja Khitan, ayah angkatnya?

“Bagus sekali, engkau dapat pulang dengan selamat, Tek San. Dan engkau telah melakukan tugasmu dengan baik, Han Ki! Akan tetapi anak perempuan ini.... siapakah dia?”

Menteri Kam Liong memang tidak ingat lagi akan anak perempuan yang dulu ditolongnya dari tangan Mahendra, sehingga kini tidak mengenal Maya. Apalagi dahulu ia hanya melihat wajah anak yang digantung itu dari jauh dan mengira anak dusun biasa.

“Maaf, Suhu. Hampir saja teecu mengalami kegagalan dan tewas dalam tugas kalau tidak tertolong oleh Susiok yang amat lihai. Adapun anak ini bukan lain adalah puteri dari mendiang Raja dan Ratu Khitan.”

Menteri Kam Liong terbelalak memandang Maya.
“Aiihhh....! Kasihan sekali engkau Anakku....!” Kam Liong turun dari bangkunya, memegang lengan Maya, ditariknya dan dirangkulnya anak itu. “Aku adalah uwamu sendiri, Maya.” .

Akan tetapi Maya tidak merasa terharu. Dia memiliki hati yang keras, dan kini timbullah rasa tidak senangnya kepada Menteri Kam. Kalau benar orang tua ini uwanya, kalau benar memiliki kepandaian tinggi dan kedudukan tinggi berpengaruh, kenapa tidak sejak dahulu membantu dan melindungi keselamatan keluarga Raja Khitan? Uwa macam apa ini!

“Tidak, aku tidak mempunyai uwa tidak mempunyai saudara atau keluarga, Keluargaku habis terbasmi di Khitan. Dan aku pun bukan puteri Raja Khitan hanya anak angkat! Harap kau orang tua tidak mengaku keluarga hanya untuk menghiburku.”

“Maya....!” Khu Tek San menegur kaget dan marah.

Akan tetapi Menteri Kam Liong tersenyum pahit. Dia mempunyai pandangan tajam dan dapat menyelami hati bocah itu. Dia sendiri pun merasa nelangsa hatinya mengapa tidak dapat menyelamatkan saudara-saudaranya di Khitan. Maka ia pun tidak tersinggung ketika Maya melepaskan pelukannya, melangkah mundur dekat Han Ki dan tadi mengeluarkan ucapan seperti itu.

Dia memandang kagum. Biarpun dia tahu bahwa bocah ini memang bukan puteri kandung Raja dan Ratu Khitan, namun bocah ini patut menjadi puteri mereka, patut menjadi keponakan Mutiara Hitam karena mermiliki watak yang khas dimiliki wanita gagah perkasa Mutiara Hitam, adik tirinya itu!

Hati Tek San tidak enak sekali menyaksikan sikap Maya terhadap gurunya. Dia cepat berkata,

“Kalau Suhu memperbolehkan, biarlah Maya tinggal di tempat teecu karena disana dia dapat bermain-main dengan anak teecu Siauw Bwee.”

Menteri Kam Liong mengangguk-angguk.
“Sebaiknya begitu, kalau dia mau. Maukah engkau tinggal di rumah Tek San, Maya? Apakah ingin tinggal disini bersama uwakmu?”

“Aku ingin tinggal bersama Paman Khu” jawab Maya tegas.

“Kalau begitu, engkau pulanglah lebih dulu, Tek San dan bawa Maya bersamamu. Akan tetapi engkau segera kembali kesini karena banyak hal penting yang ingin kubicarakan dengan engkau dan Han Ki”







Tidak ada komentar:

Posting Komentar