Ads

Senin, 14 Oktober 2019

Istana Pulau Es Jilid 034

Khu Tek San memberi hormat, lalu mengajak Maya keluar dari gedung itu menuju ke rumahnya sendiri. Ternyata panglima itu pun memiliki sebuah rumah gedung yang cukup mewah. Maya mendapat kenyataan pula bahwa penolongnya ini bukan sembarang orang, dan tentu memiliki kedudukan yang cukup tinggi. Hal ini bukan hanya terbukti dari rumah gedungnya yang mentereng, melainkan juga terbukti dari sikap para perwira yang bertemu di jalan. Semua menghormat kepada Panglima Khu yang masih berpakaian preman itu.

Para pelayan menyambut kedatangan panglima ini penuh hormat, akan tetapi Khu Tek San yang sudah tidak sabar untuk dapat segera bertemu dengan anak isterinya, menggandeng tangan Maya dan setengah berlari memasuki gedung. Di sebelah dalam disambutlah dia oleh seorang wanita cantik dan scorang anak gadis cilik yang cantik jelita pula.

“Ayahhh....!”

Anak perempuan yang usianya lebih muda dua tahun daripada Maya itu dengan sikap manja lari menghampiri ayahnya. Tek San tertawa, disambarnya anak itu dan diangkatnya tinggi-tinggi lalu dipeluk dan dicium pipinya.

“Ha-ha-ha, Siauw Bwee, engkau sudah begini besar sekarang”

Kemudian suami ini saling pandang dengan isterinya, penuh kerinduan penuh kemesraan yang tak dapat mereka perlihatkan di depan dua orang anak perempuan itu. Hanya pandang mata mereka yang saling melekat mesra mewakili tubuh mereka.

“Maya, inilah bibimu!” kata Tek San yang melanjutkan. “Niocu, dia ini adalah Puteri Maya, puteri mendiang Raja dan Ratu Khitan.”

“Aihhh....!”

Isteri Khu-ciangkun menghampiri dan mengelus rambut kepala Maya. Anak ini menahan-nahan air matanya yang hendak runtuh sejak tadi. Melihat betapa Siauw Bwee disambut mesra oleh kasih sayang ayahnya, dia teringat akan nasib diri sendiri. Dahulu pun ayahnya Raja Khitan, amat cinta kepadanya. Akan tetapi sekarang? Dia, tidak punya siapa-siapa! Setelah tangan halus bibinya mengusap rambutnya, dia menjadi makin terharu.

“Maya, inilah Siauw Bwee, anakku. Bermainlah dengan dia dan anggap dia adikmu sendiri. Siauw Bwee, inilah Cicimu, Maya.”

Siauw Bwee diturunkan dari pondongan ayahnya. Gadis cilik ini tersenyum manis dan ramah kepada Maya, menghampirinya dan memegang tangannya.

“Enci Maya....!”

Begitu bertemu hati Maya telah tertarik dan suka sekali kepada Siauw Bwee. Dia pun lupa akan kedukaannya, merangkul pundak Siauw Bwee dan berkata,

“Adik Siauw Bwee....!”

“Enci Maya, mari kita main-main di taman. Di kolam taman terdapat ikan baru. Lucu sekali, sisiknya seperti emas, ekornya seperti selendang sutera, tubuhnya seperti katak dan kedua matanya membengkak dan menjendol keluar di atas selalu memandang langit!” Dua orang anak perempuan itu tertawa-tawa dan berlarian menuju ke taman.

Setelah kedua orang anak itu pergi, barulah suami isteri yang saling mencinta dan sudah berpisah lama ini dapat menumpahkan rasa rindu mereka. Mereka saling menubruk, berciuman dan tanpa berkata-kata. Tek San melingkarkan lengan kanan di pinggang yang ramping itu kemudian mereka berdua berjalan-jalan memasuki kamar.

Tak lama kemudian, Khu Tek San sudah kembali ke gedung Menteri Kam yang duduk berdua dengan Han Ki. Pemuda itu kelihatan lebih murung lagi, wajahnya pucat dan matanya sayu.

“Aku sudah mendengar penuturan Han ki tentang peristiwa yang terjadi dan menimpa kalian.” Menteri Kam berkata setelah muridnya duduk. “Memang semua itu telah diatur oleh... hemmm, Suma Kiat!”

Khu Tek San mengangguk-angguk.
“Suhu, kalau tidak salah dugaan teecu, semua perbuatan yang dilakukan oleh Siangkoan Lee terhadap teecu, hanyalah untuk memukul Suhu. Betulkah?”






Menteri itu menghela napas panjang dan mengangguk.
“Benar demikian. Orang itu sampai kini masih saja belum dapat melenyapkan rasa benci dan dendam yang meracuni hidupnya sendiri. Diam-diam dia telah bersekongkol dengan pasukan-pasukan asing, berusaha memburukkan namaku di depan Kaisar dengan bermacam cara. Untung tak pernah berhasil dan Kaisar masih tetap percaya kepadaku. Akan tetapi, Suma Kiat masih belum puas juga dan siasatnya yang terakhir ini benar-benar menjengkelkan dan membahayakan.”

“Siasat apalagi, Suhu?”

Tanya Khu Tek San dengan kening berkerut dan hati khawatir. Mempunyai seorang musuh seperti Jenderal Suma Kiat benar-benar amat berbahaya karena selain ia tahu betapa tinggi ilmu kepandaian jenderal itu, juga Jenderal Suma Kiat amat licik, curang dan mempunyai pengaruh diantara para thaikam dan menteri-menteri yang tidak setia.

“Dia berhasil membujuk Kaisar untuk menyerahkan puteri selirnya kepada Raja Yucen!”

Menteri tua itu menggeleng-geleng kepala dan memandang Han Ki yang menundukkan muka.

“Hal itu apa sangkut-pautnya dengan kita, Suhu?”

“Ah, kau tidak tahu, muridku, Suma Kiat amat cerdik dan pandai mengatur siasat untuk merobohkan lawan-lawan dan musuh-musuhnya. Ketika usaha muridnya yang bernama Siangkoan Lee itu gagal untuk menangkap dan membunuhmu, muridnya cepat pulang ke kota raja. Raja Yucen marah-marah karena dibakar hatinya oleh murid itu, mengirim protes kepada Kaisar mengapa seorang Panglima Sung diselundupkan untuk menjadi mata-mata di Kerajaan Yucen! Dan kembali Suma Kiat yang memberikan jasa-jasa baiknya untuk mengangkat diri sendiri di depan Kaisar sambil sekaligus berusaha menjatuhkan aku! Dia menyalahkan aku mengenai kemarahan Raja Yucen kemudian membujuk Kaisar agar menyerahkan puteri selirnya yang tercantik untuk menjadi isteri muda Raja Yucen. Sengaja dia mengusulkan agar Puteri Sung Hong Kwi yang dihadiahkan!”

Khu Tek San mendengar tarikan napas panjang dari Han Ki dan ia mengerling ke arah permuda itu. Heranlah hatinya mellhat pemuda itu mengepal tinju dan marah sekali. Sudah lama ia melihat sikap Han Ki yang penuh duka, dan kini ia menjadi makin ingin tahu apa gerangan yang menyusahkan hati pemuda sakti ini.

Menteri Kam agaknya tahu akan isi hati Khu Tek San, maka ia lalu berkata tenang.
“Karena engkau merupakan orang sendiri, kiranya Han Ki tidak perlu menyembunyikan lagi rahasianya. Ketahuilah, Tek San. Puteri Sung Hong Kwi yang akan dijodohkan dengan Raja Yucen itu adalah kekasih Han Ki. Dia ingin minta aku mengajukan pinangan kepada Kaisar, akan tetapi ternyata telah didahului Suma Kiat karena aku yakin benar mengapa dia justeru mengusulkan agar puteri itu yang dihadiahkan kepada Raja Yucen. Agaknya, hubungan cinta kasih antara Han Ki dan puteri itu telah bocor dan diketahui Suma Kiat, maka kembali dia melakukan hal itu untuk memukul Han Ki dan tentunya yang dijadikan sasaran terakhir adalah aku sendiri karena Han Ki adalah saudara sepupuku!”

“Hemm, sungguh mengherankan sekali sikap Suma-goanswe itu. Bukankah beliau itu masih ada hubungan keluarga dengan Suhu?” tanya Tek San penasaran.

Gurunya mengelus jenggot dan menghela napas panjang melihat betapa Han Ki juga memandangnya dengan sinar mata penuh pertanyaan.

“Memang begitulah, antara Suma Kiat dan aku terdapat pertalian keluarga. Ibunya bermama Kam Sian Eng dan ibunya itu adalah adik kandung Kam Bu Sin, ayah Han Ki ini. Mereka berdua adalah adik tiri ayahku, Kam Bu Song pendekar sakti Suling Emas. Memang ada hubungan keluarga, dan dia itu masih misanku sendiri. Namun menurut riwayat nenek moyang keluarga Suma memang selalu memusuhi keluarga Kami Sungguh menyedihkan kalau diingat.”

“Habis bagaimana sekarang baiknya, Suhu?”

Menteri itu menggerakkan pundaknya.
“Bagaimana baiknya? Kita menanti dan melihat saja bagaimana perkembangannya. Kota raja sudah dalam keadaan pesta karena perjodohan itu telah diumumkan, bahkan besok akan tiba utusan dari Raja Yucen, diikuti oleh panglima besar dan guru negara sendiri, yaitu utusan untuk meresmikan hari pernikahan. Engkau harus hadir pula, Tek San, untuk memperlihatkan kepada Kaisar bahwa engkau benar-benar berdiri di pihak Kerajaan Sung. Dan kehadiranmu malah merupakan ujian bagi ketulusan sikap orang-orang Yucen. Kalau memang mereka menghendaki hubungan baik, setelah Kaisar menyerahkan puterinya tentu mereka tidak akan berani bicara lagi tentang penyelundupan di Yucen. Kalau terjadi sebaliknya, berarti mereka itu masih mendendam dan tidak mempunnyai iktikad baik terhadap Kerajaan Sung. Dan engkau harus hadir pula dalam perjamuan menyambut para tamu agung itu, Han Ki, sebagai pengawalku.”

Tek San dan Han Ki menyatakan persetujuan mereka, namun di dalam hatinya, Han Ki merasa makin berduka, Dia harus hadir dalam perjamuan menyambut utusan calon suami Hong Kwi! Bahkan tak salah lagi dia pun harus pula ikut minum arak untuk menghaturkan selamat kepada pengantin!

“Enci Maya, aku sudah minta perkenan Ayah,akan tetapi tetap tidak boleh! Katanya keramaian yang diadakan di istana untuk menyambut dan menghormati utusan Raja Yucen, yang hadir adalah Kaisar sendiri dan para menteri, para thaikam dan orang-orang besar saja. “Anak-anak mana boleh turut?”

Khu Siauw Bwee berkata dengan muka kecewa kepada Maya yang membujuknya agar dia minta perkenan ayahnya diperbolehkan ikut menonton keramaian di istana.

Khu Siauw Bwee adalah puteri tunggal Khu Tek San, lebih muda satu dua tahun dari Maya. Dia seorang anak perempuan yang cantik mungil, dengan pandang mata lembut namun tajam sekali menandakan bahwa dia memiliki kecerdikan, sikapnya tidak manja karena memang ayah bundanya pandai mendidik. Seperti juga Maya, sejak kecil Siauw Bwee digembleng ilmu silat dan ilmu sastra oleh ayah bundanya. Berkat ketajaman otaknya, biarpun masih kecil, belum sepuluh tahun usianya, Siauw Bwee telah memiliki ketabahan dan kepandaian silat yang membuat tubuhnya lincah dan kuat.

Maya merasa kecewa hatinya ketika mendengar mereka tidak boleh ikut.
“Ahh, sayang sekali. Aku ingin melihat bagaimana sih rupanya Kaisar Sung dan juga ingin sekali melihat utusan Yucen. Terutama sekali melihat puteri-puteri istana yang kabarnya cantik-cantik seperti bidadari.”

“Ihhhh, seperti apa sih kecantikan mereka? Kulihat mereka itu tidak ada yang lebih cantik daripada engkau, Enci Maya. Engkau barulah boleh disebut seorang gadis yang cantik!”

Siauw Bwee berkata sungguh-sungguh sambil memandang wajah Maya yang amat mengagumkan hatinya.

“Aihhh, sudahlah jangan menggoda, Adikku. Dahulu di istana orang tuaku, aku boleh melakukan apa saja, maka sekarang, melihat ayahmu melarang engkau padahal hanya ingin menonton keramaian sungguh-sungguh aku merasa penasaran sekali. Apa sih buruk dan ruginya kalau kita ikut menonton? Hemm, aku ada akal baik, Moi-moi. Kalau kau suka, kita akan dapat bergembira sekali dan....hemm, kau dengar baik-baik....!” Maya lalu berbisik-bisik di dekat telinga Siauw Bwee.

Wajah Siauw Bwee berubah dan matanya terbelalak.
“Ihh, Enci Maya! bagaimana kalau sampai ketahuan?”

Dengan ibu jari tangah kanannya, Maya menuding dadanya sendiri.
“Akulah yang akan bertanggung jawab, jangan engkau khawatir!”

Sambil tertawa terkekeh-kekeh, kedua orang anak perempuan itu memasuki kamar mereka dan mengunci pintu. Terdengar mereka berdua masih tertawa-tawa, entah apa yang mereka lakukan dan bicarakan.

Apa yang menjadi dugaan Menteri Kam ketika ia menceritakan kepada Muridnya memang tepat. Peristiwa yang menimpa diri Khu Tek San di Yucen, yaitu pecahnya rahasianya sebagai mata-mata kemudian tertangkapnya oleh rekan-rekannya sendiri di perbatasan, adalah akibat perbuatan Siangkoan Lee yang memenuhi perintah gurunya, Suma Kiat.

Memang Jenderal Suma Kiat ini tidak pernah dapat melupakan sakit hatinya dan kebenciannya terhadap keturunan Suling Emas. Ketika ia mendapat laporan dari Siangkoan Lee betapa usaha muridnya itu semua gagal oleh Mutiara Hitam, kemudian oleh Kam Han Ki, hatinya menjadi makin marah dan penasaran. Maka diaturnyalah siasat baru untuk memukul Han Ki dan Menteri Kam Liong yaitu membujuk Kaisar agar mengambil hati Raja Yucen dengan menyerahkan seorang di antara puteri selirnya.

“Puteri Paduka Sung Hong Kwi terkenal sebagai bunga istana, hal ini bahkan terkenal sampai ke Yucen. Kalau Paduka menghadiahkan puteri itu kepada Raja Yucen, Paduka akan memetik tiga keuntungan,” demikian antara lain bujukan yang diucapkan Suma Kiat yang didukung oleh para thaikam.

“Tiga keuntungan yang bagaimana engkau maksudkan?” Kaisar bertanya.

“Pertama, puteri Paduka akan terangkat sebagai seorang Junjungan yang dihormati di Yucen dan mengingat akan keadaan Permaisuri Yucen yang lemah dan sakit-sakit, banyak harapan beliau akan dapat menjadi permaisuri. Ke dua, dengan menarik Raja Yucen sebagai mantu paduka, mantu yang rendah karena hanya menikah dengan puteri selir, berarti Paduka mengangkat kedudukan Paduka jauh lebih tinggi daripada Raja Yucen. Kemudian ke tiga, dengan ikatan jodoh itu, tentu saja Yucen tidak akan memusuhi Sung, bahkan setiap saat dapat diharapkan bantuan mereka.”







Tidak ada komentar:

Posting Komentar