Ads

Senin, 14 Oktober 2019

Istana Pulau Es Jilid 035

Tentu saja Jenderal Suma Kiat tidak menyatakan rahasia hatinya bahwa kalau perjodohan itu dilakukan, terutama sekali karena ia ingin menghancurkan hati Kam Han Ki yang ia tahu dari para penyelidiknya mempunyai hubungan cinta kasih dengan puteri itu dan karenanya ingin pula ia menghantam Menteri Kam melalui Han Ki!

Demikianlah, secara cepat sekali, ikatan jodoh diadakan dan hari itu kota raja telah berpesta merayakan perjodohan itu. Penduduk yang tidak tahu apa-apa hanya ikut merasa germbira bahwa Kaisar hendak mantu, apalagi yang akan mempersunting Puteri Sung Hong Kwi adalah Raja Yucen sehingga hal ini dapat diartikan bahwa kota raja terhindar dari satu diantara bahaya serbuan musuh-musuhnya.

Rombongan utusan Raja Yucen tiba dan mendapat sambutan meriah, bahkan malamnya istana mengadakan perjamuan meriah, untuk menghormati mereka. Sesuai pula dengan kebiasaan di Yucen, maka ruangan yang memang di istana diatur dengan bangku-bangku kecil tanpa tempat duduk karena biasa mereka itu makan minum sambil duduk di lantai menghadapi bangku kecil terdapat makanan.

Mereka terdiri dari dua puluh orang lebih, dipimpin oleh guru negara dan panglima besar Yucen, duduk berjajar-jajar menghadapi bangku masing-masing merupakan barisan keliling yang saling berhadapan. Juga Kaisar sendiri bersama menteri-menteri yang berkedudukan tinggi, hadir dalam perjamuan itu, di antaranya tampak Menteri Kam Liong, Panglima Khu Tek San, Kam Han Ki pengawal pribadi Menteri Kam, Jenderal Suma Kiat, dan lain pembesar penting lagi. Kaisar sendiri menghadapi bangkunya di tempat yang lebih tinggi dan dilayani para thaikam dan pelayan.

Panglima-panglima yang pangkatnya belum cukup tinggi, hanya dipersilakan duduk di ruangan sebelah, di atas kursi-kursi berjajar, ada lima puluh kursi banyaknya. Mereka yang memenuhi ruangan ini hanya ikut makan minum, ikut mendengarkan percakapan dan menonton pesta orang-orang besar di ruangan dalam, akan tetapi tidak berhak ikut dalam percakapan.

Selagi perjamuan itu mulai ramai dan gembira karena pihak tamu maupun dari pihak tuan rumah berkali-kali diadakan penghormatan dengan mengisi cawan arak dan minum demi keselamatan masing-masing pihak, di sebelah luar, di pintu ruangan para panglima rendahan, terjadi sedikit keributan.

Enam orang pengawal yang menjaga pintu sedang ribut mulut dengan seorang berpakaian panglima yang bertubuh tinggi kurus berwajah tampan sekali. Para pengawal tidak mengenal panglima muda ini, maka mereka menolaknya untuk memasuki ruangan itu. Si Panglima Muda marah-marah dan memaki-maki.

“Kalian ini serombongan pengawal berani menolak seorang panglima? Aku, adalah seorang panglima kerajaan, masa tidak boleh menonton keramaian menyambut utusan calon besan Kaisar? Apakah kalian ingin dipecat dan dihukum?” Suara Panglima itu nyaring dan bening.

Pemimpin pengawal menjadi gugup akan tetapi berusaha membantah,
“Maaf, Ciangkun, akan tetapi hamba.... tidak mengenal Ciangkun, bahkan belum permah melihat Ciangkun?”

“Goblok! Mana mungkin kalian dapat mengenal semua panglima yang amat banyaknya dan yang banyak bertugas di luar kota? Cukup kalau kalian mengenal pakaian dan tanda-tanda pangkatnya yang kupakai! Awas, aku adalah panglima yang dipercaya oleh Menteri Kam!”

Mendengar disebutnya Menteri Kam, para pengawal mundur ketakutan dan terpaksa mempersilakan panglima muda itu memasuki ruangan yang disediakan bagi para panglima rendahan yang tidak diundang ke ruangan dalam ikut menyambut tamu-tamu agung!

Enam orang pengawal ini saling pandang, kemudian mereka berbisik-bisik, membicarakan panglima muda itu dengan hati heran. Panglima yang masih begitu muda yang tampan sekali, bertubuh jangkung dan galaknya bukan main! Kalau saja para pengawal itu berani mengikuti Si Panglima tampan ini, tentu keheranan mereka akan bertambah beberapa kali lipat melihat Si Panglima itu kini telah berubah menjadi dua orang bocah yang duduk di baris terdepan!

Memang bukan orang lain, panglima itu sebenarnya adalah Maya dan Siauw Bwee! Akal bulus Maya membuat mereka dapat memasuki istana melalui beberapa tempat penjagaan dengan menyamar sebagai seorang panglima, menggunakan pakaian Khu Tek San!

Dua orang gadis cilik ini sejak kecil digembleng limu silat, maka bukan merupakan hal yang aneh dan sukar bagi mereka untuk penyamaran itu. Maya berdiri di atas pundak Siauw Bwee sehingga tubuh mereka yang bersambung ini setelah ditutup pakaian Khu Tek San berubah menjadi tubuh seorang panglima yang jangkung kurus dan berwajah tampan sekali, wajah Maya.

Setelah berhasil mengelabuhi penjagaan terakhir di depan ruangan itu, Maya dan Siauw Bwee girang sekali. Pakaian luar panglima itu segera mereka copot. Maya meloncat turun dan kedua orang anak perempuan yang berani itu menyelinap dan memilih tempat duduk di bagian paling depan sehingga mereka dapat menonton ke ruangan dalam dimana Kaisar sedang menjamu tamu-tamunya! Para panglima yang melihat munculnya dua orang gadis cilik dekat mereka, menjadi heran dan ada yang menegur.






Maya mendahului Siauw Bwee yang sudah mulai agak gelisah.
“Dia adalah puteri Panglima Khu yang hadir di situ, dan aku adalah keponakan Menteri Kam yang hadir pula di situ. Kami ikut dengan mereka dan ditempatkan di sini. Apakah Cu-wi Ciangkun berkeberatan?”

Memang hebat sekali, amat tabah dan cerdik. Sekecil itu dia sudah dapat “berdiplomasi” dan menggunakan kata-kata yang menyudutkan para panglima itu. Tentu saja tidak ada seorang pun diantara mereka berani menyatakan keberatan menerima puteri Panglima Khu yang terkenal, apalagi keponakan Menteri Kam!

Bahkan mereka tersenyum-senyum gembira karena dua orang bocah itu biarpun masih kecil, merupakan “pemandangan” yang menarik dan memiliki kecantikan yang mengagumkan.

Para utusan Kerajaan Yucen sudah mulai merah mukanya oleh pengaruh arak wangi dan percakapan mulai lebih bebas dan berani. Menteri Kam yang duduk tak jauh dari Kaisar, bersikap tenang saja dan beberapa kali mengerling ke arah Jenderal Suma Kiat yang duduk dekat panglima besar dan Guru Negara Yucen.

Sejak tadi Jenderal Suma ini bercakap-cakap dan tertawa-tawa dengan kedua orang tamu agung, bahkan sering kali berbisik-bisik, kelihatannya akrab sekali. Han Ki yang berdiri di belakang Menteri Kam sebagai pengawal tidak bergerak seperti arca, akan tetapi sinar matanya kadang-kadang layu kadang-kadang berapi kalau memandang ke arah para utusan Raja Yucen. Khu Tek San juga duduk dengan tenang.

Tiba-tiba panglima besar Kerajaan Yucen yang bertubuh tinggi besar, bercambang bauk, matanya tajam dan sikapnya gagah sekali, berpakaian perang yang megah mewah, mengangkat tangan ke atas dan memberi hormat dengan berlutut sebelah kaki ke arah Kaisar, suaranya terdengar garang dan keren,

“Perkenankan hamba menghaturkan selamat kepada Kaisar yang ternyata memiliki banyak menteri dan jenderal yang pandai dan setia. Kalau tidak demikian, hamba rasa kegembiraan malam ini takkan kita rasakan bersama, akibat perbuatan seorang Menteri Sung yang tidak patut terhadap Kerajaan Yucen. Hamba sebagai utusan Sri Baginda di Yucen, sama sekali tidak menyalahkan Kerajaan Sung, karena hamba tahu bahwa yang menjadi biang keladi hanyalah seorang menteri yang bersikap lancang seolah-olah lebih berkuasa daripada kaisarnya sendiri!”

Semua yang hadir menahan napas, menghentikan percakapan dan makan, menanti dengan jantung berdebar karena utusan itu menyinggung hal yang gawat. Semua orang mengerti siapa yang dimaksudkan oleh panglima besar Yucen itu. Menteri Kam dan Khu Tek San saling pandang sejenak, akan tetapi keduanya masih bersikap tenang-tenang saja.

Kaisar sendiri mengerutkan keningnya mendengar ucapan itu. Tak senang hatinya dan untuk menjawab, lidahnya terasa berat. Tiba-tiba Jenderal Suma Kiat sudah membuka mulut berkata,

"Tai-ciangkun dari Yucen benar-benar seorang yang jujur dan berhati polos! Setelah Tai-ciangkun tidak menyinggung atau menyalahkan Kaisar, sebaiknya menunjuk secara jujur menteri mana yang dimaksudkan agar tidak membikin hati para menteri disini menjadi tidak enak.”

“Ha-ha-ha, Suma-goanswe pun menyukai sikap jujur seperti kami. Bagus sekali! Yang kami maksudkan adalah Menteri Kam Liong, yang telah melakukan perbuatan tidak patut sekali, mengirim muridnya dan menyelundupkannya menjadi panglima kerajaan kami untuk melakukan pekerjaan mata-mata! Bukankah perbuatan itu amat busuk? Untung Sri Baginda Kerajaan Sung amat bijaksana, kalau tidak, bukankah perbuatan licik Menteri Kam itu cukup berbahaya untuk mencetuskan perang?”

Kembali keadaan di ruangan itu sunyi sekali dan hati semua orang makin bimbang dan tegang. Sri Baginda sendiri, yang tentu saja menyetujui akan penyelundupan Khu-ciangkun ke Yucen, kini hanya dapat memandang kepada Menteri Kam Liong.

Sebelum ada yang menjawab, tiba-tiba tampak seorang panglima bertubuh jangkung memasuki ruangan itu dan terdengar suaranya nyaring.

“Rombongan utusan Yucen ini datang membawa perdamaian ataukah mencari pertentangan? Menghina seorang menteri berarti menghina Kaisar dan kerajaan!”

Semua orang terkejut sekali melihat munculnya seorang panglima muda tinggi kurus yang tidak terkenal ini, dan seorang pengawal Yucen yang berdiri menjaga di belakang Panglima Besar, sudah menghadang ke depan dan melintangkan tombaknya memandang panglima tinggi kurus itu.

“Eh, eh, mau apa engkau?”

Panglima tinggi kurus itu membentak Si Pengawal Yucen sambil melangkah maju mendekat. Pengawal itu mengira bahwa Panglima Sung ini akan menyerang majikannya, maka cepat menggerakkan tombaknya menodong. Tiba-tiba kedua tangan panglima yang kurus itu bergerak menyambar tombak dan semua orang memandang terbelalak ketika tiba-tiba bagian perut panglima kurus itu bergerak ke depan seperti kaki tangan yang bertubi-tubi mengirim tendangan dan pukulan.

“Buk-buk....!”

Pukulan-pukulan aneh yang keluar dari perut itu mengenai tubuh Si Pengawal yang sama sekali tidak menduga. Siapa akan menduga lawan memukul dengan perut yang bisa bergerak seperti kaki tangan itu? Biarpun pukulan-pukulan itu tidak keras, namun Si Pengawal terhuyung mundur saking kagetnya dan tombaknya terlepas!

Panglima besar Yucen dan guru negara marah sekali. Mereka sudah bangkit memandang panglima berdiri dan Koksu (Guru Negara) Yucen yang berjenggot panjang berambut putih berseru.

“Beginikah caranya menerima utusan kerajaan calon besan?”

Semua orang, termasuk Kaisar sendiri masih terlalu heran dan bingung menyaksikan munculnya panglima tinggi kurus yang aneh itu sehingga mereka tak dapat menjawab. Kaisar sendiri mulai marah dan sudah membuat gerakan memerintahkan pengawal menangkap panglima tinggi kurus itu ketika Menteri Kam tiba-tiba meloncat dan menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.

“Mohon Paduka sudi mengampunkan hamba dan mengijinkan hamba untuk menyelesaikan urusan ini agar perdamaian tetap dipertahankan.”

Kaisar mengangguk.

“Cu-wi Ciangkun dan Taijin dari Yucen harap suka memaafkan karena dia ini hanyalah seorang anak kecil yang bertindak menurutkan perasaan dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kerajaan. Mengenai urusan yang diajukan oleh Te-ciangkun dari Yucen tadi, biarlah saya akan memberi penjelasan.”

“Menteri Kam Liong! Apakah engkau hendak melindungi pula seorang panglima yang bersikap begitu lancang dan membikin malu kerajaan?” Tiba-tiba Suma Kiat berkata marah.

“Pertanyaan yang tepat!” Panglima Besar Yucen berseru. “Dan siapa mau menerima alasan bahwa dia ini masih seorang anak kecil? Alasan yang dicari-cari untuk menyelamatkan diri!”

Menteri Kam Liong dengan sikap tenang lalu bangkit dan menghampiri panglima kurus yang masih berdiri tegak itu, tangannya meraih dan mulutnya menegur,

“Maya, jangan kurang ajar, hayo cepat minta ampun kepada Hong-siang!”

Panglima kurus itu mencoba menghindar, namun terlambat dan jubahnya telah direnggut robek oleh tangan Menteri Kam Liong yang kuat. Berbareng dengan robeknya jubah, tampaklah penglihatan yang aneh dan membuat semua orang menjadi geli. Kiranya panglima tinggi kurus itu adalah dua orang anak perempuan, yang seorang berdiri di atas pundak temannya. Pantas saja tadi dari “perut” panglima itu keluar kaki tangan yang menyerang dari dalam jubah!







Tidak ada komentar:

Posting Komentar