Ads

Kamis, 07 November 2019

Istana Pulau Es Jilid 122

Kini Siauw Bwee kembali ke tempatnya dengan muka penuh keringat. Hatinya ngeri sekali. Belum pernah ia merasa ngeri seperti saat ini. Dia bukanlah seorang penakut, sama sekali tidak. Akan tetapi apa yang dialaminya di hutan ini benar-benar amat menyeramkan. Tentu iblis-iblis penghuni hutan yang mengganggunya!

Dia tidak akan gentar menghadapi lawan manusia yang bagaimanapun. Akan tetapi melawan iblis? Uhh, kalau saja malam tidak begitu gelap, kalau saja matahari telah muncul, tentu ia akan segera meninggalkan hutan berhantu ini!

Siauw Bwee menghela napas tak berdaya. Terpaksa ia harus melewatkan malam di tempat menyeramkan ini. Dia duduk kembali, perlahan-lahan dan tidak pernah mengalihkan perhatiannya dari keadaan di sekelilingnya.

Tiba-tiba Siauw Bwee yang baru menekuk lutut untuk duduk kembali itu menyambar segenggam tanah di dekat kakinya dan tangannya terayun sambil tubuhnya diputar. Segenggam tanah itu mengeluarkan suara bercicitan ketika meluncur ke atas ke arah pemuda yang menjadi terkejut bukan main.

"Wuuuuttt! Trakkk!"

Biarpun hanya segenggam tanah dan pasir, namun cabang pohon yang tadinya diduduki Yu Goan, menjadi patah terkena hantamannya. Pemuda itu sudah meloncat dengan gerakan ringan, melayang turun sambil berseru,

"Heit, saya bukan musuh....! Harap Nona tidak salah sangka, saya bukanlah mahluk-mahluk mengerikan yang memiliki mata mencorong itu!"

Siauw Bwee memandang tajam ke arah wajah pemuda yang tinggi tegap dan tampan itu, tangannya meraba gagang pedang, jantungnya masih berdebar tegang karena tadi dia mengira bahwa tentu laki-laki di atas pohon itu yang mengganggunya. Di bawah sinar api unggun yang kemerahan, mereka saling pandang dan setelah kini berhadapan, Yu Goan menjadi makin terpesona. Kiranya dara itu setelah didekatinya, malah jauh lebih jelita daripada ketika ia melihat dari atas tadi dan masih amat muda!

"Mudah saja membela diri. Sudah jelas engkau mengintai aku dari atas pohon, atau engkau pun hendak menyangkal lagi?" Siauw Bwee mencela, suaranya dingin.

Yu Goan menggeleng kepala.
"Saya tidak menyangkal telah melihatmu dari atas pohon, Nona, akan tetapi bukanlah salahku. Bukan niatku sengaja hendak mengintai, karena aku telah berada di atas pohon lama sebelum Nona datang dan membuat api unggun di bawah pohon ini."

Siauw Bwee memandang marah, teringat akan benda-benda mencorong yang menimbulkan rasa ngeri di hatinya, yang kini ia duga tentulah perbuatan pemuda ini.

"Engkau membohong!"

Yu Goan menarik napas panjang.
"Nona, membohong atau tidak bukan hal yang dapat dipersoalkan, karena seorang pembohong tentu saja tidak mau mengaku. Akan tetapi, andaikata Nona yang berada di sini terlebih dulu, kemudian aku datang mengintai dari atas pohon, bagaimana mungkin sampai tidak tahu ada orang datang dan memanjat pohon? Aku bukan dewa, bukan pula iblis seperti makhluk-makhluk aneh tadi."

Siauw Bwee termenung dan akhirnya ia mengangguk-angguk. Dia dapat menangkap kebenaran ucapan itu karena biarpun dari gerakan pemuda ini ketika mengelak dan melompat turun tadi, terbukti bahwa pemuda ini bukan seorang lemah, namun kiranya masih tidak mungkin pemuda ini dapat datang dan meloncat ke atas pohon itu tanpa dia ketahui sama sekali.

"Kalau begitu, mengapa engkau diam saja dan sengaja mengintaiku dari atas pohon?"

"Habis, apa yang harus kulakukan, Nona?"

"Mengapa engkau tidak menegurku sehingga aku tahu bahwa ada orang di atas pohon?"

"Ahh, mana aku berani, Nona? Andaikata engkau seorang pria, tentu saja aku akan langsung menegurmu dan berkenalan. Akan tetapi engkau seorang wanita muda, bagaimana aku berani menegur dan bersikap tidak sopan? Aihhhh, Nona, kalau saja engkau tahu betapa tersiksa hatiku di atas sana tadi, tak tahu harus berbuat apa, turun tidak berani diam saja bagaimana. Aihh, benar-benar tersiksa. Aku hanya mengkhawatirkan suatu hal...."

Tiba-tiba pemuda itu berhenti dan mukanya yang tampan menjadi merah sekali, ia pun menunduk dan merasa telah terlanjur, menurutkan suara hatinya.






Siauw Bwee kini sudah hilang kemarahannya, bahkan diam-diam ia senang sekali melihat sikap yang halus, pandang mata yang penuh perhatian, tutur kata yang sopan dan tersusun rapi. Ia percaya bahwa pemuda seperti ini tidak mungkin seorang penjahat. Akan tetapi keraguan pemuda dalam kalimat terakhir tadi kembali membangkitkan kecurigaannya dan ia cepat berkata mendesak,

"Apa yang kau khawatirkan itu? Katakanlah agar aku tidak meragukan kebersihanmu!"

"Yang kukhawatirkan tadi.... eh, anu...., aku diam-diam berdoa kepada Tuhan agar engkau tidak melakukan hal yang bukan-bukan di bawah sini selagi aku berada di atas pohon, karena kalau engkau melakukannya, aku benar-benar akan celaka!"

"Eh, jangan bicara seperti teka-teki. Katakan, hal yang bukan-bukan itu apakah? Perbuatan apa yang kau khawatir aku lakukan?"

".... hem.... misalnya.... eh, kau merasa kakimu lelah dan membuka.... sepatu.... atau.... eh, berganti pakaian.... maaf...."

Tiba-tiba Siauw Bwee menahan ketawanya dan mukanya juga menjadi merah sekali. Memang tidak ada air di situ. Kalau ada, tentu dia akan mandi dan berganti pakaian dan memikirkan hal ini.... bertelanjang bulat di situ, di bawah pandang mata pemuda ini, ia merasa bulu tengkuknya berdiri! Akan tetapi dia masih penasaran dan bertanya,

"Andaikata benar demikian, mengapa kau khawatir dan kau katakan akan celaka?"

"Tentu saja, Nona. Kalau terjadi hal itu, tentu dalam pandanganmu aku akan lebih kurang ajar lagi."

Siauw Bwee tersenyum dan memandang dengan mata bersinar.
"Sungguh lega hatiku sambitanku tadi tidak mencelakakan engkau. Ternyata engkau bukan musuh, dan engkau seorang yang amat sopan dan jujur. Siapakah engkau?"

Pemuda itu menjura dengan hormat, wajahnya berseri karena dia senang sekali bahwa Nona yang dikaguminya itu tidak marah.

"Saya she Yu bernama Goan, seorang perantau yang kemalaman disini maka bermalam di atas pohon. Dan Nona...."

"Eh, apakah engkau tadi melihat benda-benda mencorong yang aneh itu?" Siauw Bwee memotongnya.

"Aku melihatnya, dan aku kagum sekali menyaksikan gerakan Nona yang amat cepat."

"Hemm, kalau gerakanku demikian cepat tentu akan dapat menangkap mereka. Tahukah engkau, apakah benda-benda itu tadi?"

"Aku pun tidak tahu, Nona. Melihat jaraknya, seperti sepasang mata, akan tetapi kalau sampai Nona yang demikian cepat gerakannya tidak dapat menangkap mereka, aku bukan seorang yang percaya akan tahyul, hanya.... kiranya tak mungkin manusia memiliki mata seperti itu. Aihh, sampai sekarang pun aku masih merasa ngeri dan merasa seolah-olah saat ini banyak pasang mata yang memandang dan mengintai kita."

Siauw Bwee bergidik, hatinya ngeri, akan tetapi juga agak lega dan girang bahwa dia mendapatkan seorang kawan dalam hutan yang menyeramkan ini. Tanpa disengaja, matanya melirik ke bawah dan memperhatikan kedua kaki pemuda itu. Pemuda yang tampan sekali dan sikapnya halus seperti itu jarang ia jumpai dan munculnya tidak wajar. Jangan-jangan penjelmaan iblis dan siluman, siapa tahu?

Tiba-tiba pemuda itu tertawa geli.
"Ampun, Nona. Harap jangan menyangka bahwa aku ini siluman! Sungguh mati, aku manusia biasa!"

Wajah Siauw Bwee menjadi merah dan ia pun tersenyum.
"Bagaimana kau bisa tahu bahwa aku menyangka engkau siluman?"

"Nona memandang ke arah kakiku untuk melihat apakah kedua kakiku menginjak tanah, bukan? Menurut dongeng, bangsa siluman kalau menjelma menjadi manusia dapat dikenal dari kakinya yang tidak menginjak tanah, melainkan berada sejengkal di atas tanah, dan kalau ada cermin, dia tidak mempunyai bayangan."

"Ihh, aku harus berhati-hati terhadapmu. Engkau sopan, jujur dan cerdik sekali. Dan hatiku masih panik oleh rasa ngeri memikirkan benda-benda mencorong itu."

Pemuda itu mengangguk.
"Kalau tidak bertemu disini, agaknya aku pun akan takut setengah mati. Untung kita saling bertemu dan sebaiknya malam ini kita bersikap waspada. Engkau mengasolah, Nona. Biar aku yang menjaga. Menurut dongeng, bangsa siluman takut akan api, maka api unggun ini harus selalu dijaga jangan sampai padam."

Siauw Bwee menggeleng kepala.
"Setelah munculnya makhluk-makhluk aneh itu, mana aku dapat tidur? Engkau tidurlah, biar aku yang menjaga api. Kalau mereka itu betul makhluk hidup dan muncul lagi.... hemmm, ingin aku menggempur mereka!"

"Tidak, Nona. Engkau yang harus tidur dan aku yang menjaga."

"Tidak! Aku yang menjaga!"

Keduanya saling pandang dan melihat pemuda itu memandangnya dengan mata terbelalak penuh keheranan dan kegelian hati, mau tidak mau Siauw Bwee tersenyum. Mereka baru saja bertemu, sudah berbantahan!

"Aku telah tahu bahwa ilmu kepandaian Nona hebat bukan main, mungkin sepuluh kali tingkat kepandaianku. Akan tetapi, betapapun juga, Nona adalah seorang wanita dan aku seorang pria. Mana mungkin seorang pria yang tahu akan susila dapat tidur pulas dan membiarkan seorang wanita melakukan penjagaan? Biarpun bodoh, aku tidaklah sekasar dan kurang ajar seperti itu, Nona."

Siauw Bwee tersenyum dan mengangguk.
"Baiklah, aku akan mengaso dulu. Akan tetapi begitu muncul lagi benda-benda mencorong seperti tadi, jangan ragu-ragu untuk membangunkan aku. Dan jangan lupa, kita bergilir. Kalau bulan secuwil di atas itu sudah lenyap, tibalah saatnya giliranku menjaga dan engkau mengaso."

Yu Goan mengangguk.
"Baiklah."

"Akan tetapi awas, jangan kau terlalu sungkan dan membiarkan aku tidur terus sampai siang. Aku akan marah!"

Yu Goan tersenyum. Makin tertarik hatinya. Dara itu cantik jelita melebihi bidadari impian hatinya, berilmu tinggi sekali, pemberani dan tabah sehingga seorang diri berani bermain di dalam hutan, dirundung keprihatinan yang tadi memancing keluarnya mutiara air mata mendatangkan perasaan iba di hatinya, dan sekarang ternyata selain berwatak halus dan bersikap ramah, juga sikapnya terbuka, polos dan jujur! Seorang dara yang menonjol di antara laksaan orang gadis lain!

Siauw Bwee rebah miring membelakangi api unggun dan Si Pemuda. Biarpun dia merasa yakin akan sifat-sifat baik pemuda itu, namun hatinya masih penuh kengerian maka dia hanya akan merasa aman kalau tidur sambil menghadap ke arah kegelapan dari mana tadi muncul benda-benda aneh.

Hati Yu Goan merasa lega. Kalau gadis itu rebah miring menghadap ke arahnya, tentu dia tidak akan berani menatap wajah gadis itu. Kini, gadis itu membelakanginya sehingga dia mendapat kebebasan untuk memandangnya, biarpun dia hanya dapat mengagumi lekuk-lengkung tubuh belakang di balik pakaian sederhana dan sedikit kulit tengkuk yang putih kuning yang membayang diantara dua kepang rambut yang hitam subur, anak-anak rambut yang melingkar indah di atas tengkuk, dan garis pipi kemerahan dilindungi sebuah telinga yang kecil panjang dan tipis.

Semalam suntuk tidak terjadi sesuatu, tidak ada benda-benda mencorong atau makhluk aneh muncul. Yu Goan tenggelam dalam kekaguman sehingga dia tidak merasa betapa malam telah lewat. Dirasakannya sebentar saja dan tahu-tahu dia mendengar bunyi ayam hutam berkokok dan sinar keemasan membayang di timur. Malam telah lewat dan pagi mulai menjenguk di ambang timur!

Siauw Bwee mengulet enak sekali, membalikkan tubuh, menegangkan otot-otot dan mengembangkan kedua lengan ke atas kepala, menguap kecil. Pemandangan ini sedemikian indah mengharukan bagi Yu Goan, membuatnya terpesona akan tetapi ketika hatinya mencela mata yang menikmati pemandangan itu, dia cepat mengalihkan pandang dari tubuh dan muka yang kini telentang itu, menunduk.

Kokok ayam hutan memasuki pendengaran Siauw Bwee dan seketika dia meloncat bangun, membalik dan memandang ke arah api unggun yang masih menyala dan ke arah pemuda yang masih duduk dekat api unggun. Mata gadis itu bersinar marah dan ia membentak,

"Terlalu sekali! Sudah pagi! Mengapa kau tidak membangunkan aku? Mengapa membiarkan aku tidur kesiangan dan tidak memberi kesempatan padaku untuk melakukan gilir berjaga? Apa maksudmu?"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar