Ads

Kamis, 07 November 2019

Istana Pulau Es Jilid 124

Akan tetapi dia terkejut sekali ketika melihat bahwa yang datang mengurung tempat itu bukan hanya dua orang yang didorong roboh oleh Siauw Bwee tadi, melainkan banyak sekali. Sebagian sudah memperlihatkan diri, dan masih banyak pula yang menyelinap di balik pohon-pohon dan tetumbuhan!

Siauw Bwee tadi sengaja mendorong dua orang terdekat sampai terguling, akan tetapi betapa heran hatinya ketika melihat dua orang itu sudah meloncat bangun lagi! Ketika ia tadi berloncatan berjungkir balik lalu menyerang, dua orang itu membuat gerakan tangan yang baginya amat canggung dan tidak ada artinya sehingga mudah saja dia mendorong mereka dan menotok pundak mereka.

Akan tetapi sungguh luar biasa. Kedua orang kasar itu bukan roboh tertotok, melainkan terguling karena tenaga dorongan dan begitu menyentuh tanah mereka sudah meloncat bangun kembali. Dan kini tampak belasan orang mengurung dia dan Yu Goan.

"Tahan!"

Siauw Bwee membentak ketika melihat orang-orang itu mulai bergerak hendak menyerang. Dia melihat orang-orang ini bukan seperti perampok-perampok, bahkan mereka seperti manusia-manusia liar dengan pakaian sederhana, muka yang membayangkan kebodohan, akan tetapi sepasang mata mereka mengeluarkan sinar berkilat! Ah, kiranya orang-orang inilah yang semalam mengintai. Mata mereka yang aneh seperti mata harimau itu mencorong karena sinar api unggun!

Diam-diam Siauw Bwee terheran-heran karena menurut penuturan suhengnya, hanya orang-orang yang memiliki sin-kang tingkat tinggi saja yang dapat membuat matanya mencorong seperti mata harimau. Dia dan suci serta suhengnya pun dapat membuat matanya mencorong kalau dia kehendaki, akan tetapi tentu saja dia tidak mau melakukan itu karena hal demikian hanya akan membuat dia menjadi tontonan! Akan tetapi orang-orang kasar ini semua memiliki sinar mata yang mencorong!

"Siapakah kalian dan mengapa kalian mengurung kami berdua?" Siauw Bwee membentak.

Orang-orang itu saling pandang, tidak ada yang menjawab.

"Heii! Apakah kalian tuli, atau gagu?" Siauw Bwee membentak lagi.

"Mereka hanya melaksanakan perintah!"

Tiba-tiba terdengar suara orang dan muncullah seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun dari belakang sebatang pohon besar. Siauw Bwee dan Yu Goan menoleh dan mereka mengerutkan kening melihat bahwa orang itu tidak segolongan para pengepung tadi. Orang ini berpakaian biasa, bahkan pakaiannya bersih dari sutera mahal, bentuk pakaian seorang sastrawan, tubuhnya tinggi kurus dan wajahnya biasa saja. Akan tetapi anehnya, juga pancaran pandang mata orang ini aneh, mencorong seperti semua orang liar itu.

"Perintah siapa?"

Siauw Bwee bertanya, maklum bahwa tentu sastrawan inilah yang menjadi komandan pasukan orang liar yang mengepung.

"Tentu saja perintah ketua kami. Kalian berdua memasuki daerah kami, daerah terlarang, karenanya kalian harus menyerah sebagai tawanan kami untuk kami bawa menghadap Ketua!"

"Hemm, kami berdua tidak salah apa-apa, mengapa akan dijadikan tawanan?" Yu Goan membantah. "Mau apa kalian menawan kami?"

Sastrawan itu memandang Yu Goan dan tersenyum mengejek.
"Hanya ketua kami yang akan memutuskan."

"Aku tidak sudi menyerah!" Siauw Bwee membentak. "Pergilah kalian, jangan menggangguku. Kalian akan menyesal nanti!"

Sastrawan itu mengerutkan kening, memberi aba-aba dan menyerbulah belasan orang liar itu. Gerakan mereka kaku sekali, akan tetapi baik Siauw Bwee maupun Yu Goat terkejut sekali ketika dari gerakan tangan mereka itu menyambar hawa pukulan yang amat dahsyat!

"Hati-hati, Twako. Sin-kang mereka amat kuat!"






Siauw Bwee berseru dan dara perkasa ini sengaja berkelebatan cepat mengirim pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan, mempergunakan ilmu mujijat gerak kaki tangan kilat sehingga dalam sekejap mata saja dia sudah merobohkan delapan orang terrnasuk Si Sastrawan!

Akan tetapi, kembali dia terkejut karena seperti halnya dua orang yang pertama kali dia robohkan tadi, delapan orang ini pun meloncat bangun begitu tubuh mereka terbanting ke tanah, sedikitpun tidak tampak tanda-tanda mereka itu menderita nyeri.

Yu Goan juga cepat mengerahkan gin-kangnya untuk mengelak ke sana-sini, karena tanpa peringatan Siauw Bwee pun dia maklum betapa pukulan-pukulan para pengurung liar ini mendatangkan angin keras. Sambil mengelak, dia sudah menotok jalan darah di leher seorang pengeroyok, dan pada detik berikutnya, kakinya sudah menendang sambungan lutut seorang pengeroyok lain.

Kedua orang itu terpelanting, akan tetapi mereka mencelat bangun lagi. Baik totokannya maupun tendangannya tidak hanya membuat kedua orang itu terpelanting, akan tetapi sama sekali tidak mengalahkan mereka.

Berkali-kali Siauw Bwee dan Yu Goan merobohkan para pengeroyok yang ternyata tidak memiliki ilmu silat tinggi. Bahkan Si Sastrawan itu hanya memiliki ilmu silat yang bagi Siauw Bwee biasa saja. Akan tetapi jelas terbukti bahwa segala macam pukulan, totokan, tendangan, tidak mampu merobohkan para pengeroyok yang agaknya memiliki kekebalan luar biasa, atau tubuh mereka seolah-olah dilindungi oleh semacam hawa mujijat.

Siauw Bwee merasa terheran-heran dan diam-diam ia mencurahkan perhatian untuk menyelidiki keadaan lawan. Ketika ia sengaja menerima pukulan dengan telapak tangannya, ia merasa ada hawa yang panas keluar dari kepalan orang itu, yang cepat dapat ia enyahkan dengan sin-kangnya.

Akan tetapi pukulan kedua orang dari orang yang sama, mengandung hawa yang sejuk nyaman. Juga Im-kang yang aneh ini tentu saja dapat ia lawan dengan sin-kang yang amat tinggi dan kuat, yang ia latih di Pulau Es. Biarpun Siauw Bwee belum tahu dengan jelas, namun kini ia sudah dapat menduga bahwa para pengeroyoknya itu biarpun tidak memiliki ilmu silat tinggi, namun memiliki inti tenaga sin-kang yang amat kuat dan aneh, dan agaknya mereka yang masih rendah ilmu silatnya ini secara luar biasa telah dapat menggabungkan tenaga sakti Im dan Yang.

"Twako, pergunakan senjatamu!" Tiba-tiba Siauw Bwee berseru dan dia sendiri mencabut pedangnya.

"Sing! Singgg!"

Dua sinar berkelebat ketika dua orang muda itu mencabut pedang mereka dan benar saja seperti yang diduga Siauw Bwee, para pengeroyok itu, kecuali Si Sastrawan, kelihatan jerih.

"Twako, robohkan akan tetapi jangan bunuh orang!"

Kembali Siauw Bwee berseru dan diam-diam Yu Goan menjadi makin suka dan kagum kepada dara perkasa itu yang ternyata selain lihai, cantik jelita, juga hatinya lembut, tidak kejam.

Orang-orang ini biarpun kelihatan jerih, namun mereka itu menyerbu dengan nekat. Yu Goan membacokkan pedangnya, mengarah bagian yang tidak berbahaya. Dua kali pedangnya berkelebat, menyambar pangkal lengan seorang dan paha orang ke dua.

"Plak! Plak!"

Pedangnya itu mengenai sasaran, akan tetapi telapak tangannya terasa panas karena dua kali pedangnya membalik seperti membacok karet yang ulet dan kuat. Dua orang itu terhuyung.

Pangkal lengan dan paha yang terbacok itu terluka, akan tetapi lukanya hanya merupakan goresan pada kulit saja, sedangkan dagingnya tidak terluka sama sekali. Darah yang keluar hanya merupakan goresan merah pada kulit yang terbacok. Ternyata baju mereka lebih parah terobek pedang daripada kulit mereka.

Demikian pula Siauw Bwee mengalami hal yang sama. Dia kaget dan makin kagum. Kekebalan yang hebat sekali dimiliki oleh orang kasar ini. Sungguh aneh sekali. Tentu mereka ini orang-orang yang kasar dan bodoh, telah menerima ilmu berlatih sin-kang yang amat mujijat! Apalagi ketika ia menyerang Si Sastrawan yang dianggapnya pimpinan orang-orang itu, dia lebih terkejut lagi. Pedangnya selalu mencong arahnya, menyeleweng ketika ujungnya mendekati tubuh Si Sastrawan, seolah-olah ada tenaga tak tampak yang mendorong senjatanya ke samping!

Hal ini membuktikan sin-kang yang amat kuat, dan untung baginya bahwa sin-kang kuat yang dimiliki orang-orang ini, terutama Si Sastrawan, hanya mereka kuasai untuk melindungi tubuh saja. Kalau sin-kang yang sedemikian kuatnya itu dapat mereka pergunakan untuk menyerang, agaknya dia sendiri belum tentu akan mampu menandingi pengeroyokan orang-orang yang sehebat itu tenaga sin-kangnya!

"Tangkap mereka dengan jala!" Tiba-tiba Si Sastrawan mengeluarkan aba-aba.

"Wuuuuttt! Wuuuuutttt!"

Para pengeroyok itu dengan cepat sekali telah mengeluarkan jala yang istimewa. Jala ini amat lebar dan ringan, namun demikian kuat sehingga dengan jala ini mereka biasanya menangkap binatang-binatang buas seperti harimau, biruang dan lain-lain! Juga agaknya mereka ahli mainkan jala-jala itu yang kedua ujungnya dipegang oleh dua orang, kemudian mereka mengayun dan menggerakkan jala-jala itu seperti orang bermain tari naga.

Bagaikan dua ekor naga besar, kini dua buah jala yang dimainkan empat orang itu menyerang Siauw Bwee dan Yu Goan. Sedangkan para pengeroyok lain masih tetap mengeroyoknya, terutama Si Sastrawan yang melancarkan pukulan-pukulan berat kepada Yu Goan, sedangkan Siauw Bwee dikeroyok sisa-sisa orang liar itu.

Yu Goan menggerakkan pedangnya membacok sekuat tenaga untuk memutus jala yang melayang-layang ringan di atas kepalanya itu. Akan tetapi betapa kaget hatinya ketika ia mendapat kenyataan bahwa pedangnya tidak mampu membikin putus tali jala.

Kiranya jala itu terbuat dari pada benang-benang yang amat luar biasa, berwarna hitam mengkilap dan amat ringan, halus dan ulet sekali, dapat mulur sehingga bacokan senjata tajam itu sama sekali tidak berbekas. Yu Goan merasa seolah-olah senjatanya membacok asap saja!

Sementara itu, jala yang melayang-layang itu menyambar turun. Yu Goan cepat meloncat jauh ke kiri untuk mengelak. Dua orang pengeroyok menubruknya dari kanan kiri dan dia berhasil membuat mereka terhuyung-huyung dengan pukulan tangan kiri dan sabetan pedang ke arah kaki orang ke dua.

"Dukkk!"

Pukulan Si Sastrawan menyerempet punggungnya. Yu Goan terhuyung, pandang matanya berkunang. Biarpun pukulan itu tidak tepat kenanya, namun karena mengandung tenaga sin-kang yang hebat, dia merasa tubuhnya tergetar dan cepat-cepat pemuda ini mengatur pernapasan. Pada saat itu, bayangan jala sudah melayang turun lagi menimpa ke arah kepalanya!

Yu Goan melempar tubuhnya ke bawah dan berusaha mengelak dengan cara bergulingan ke atas tanah. Akan tetapi, ternyata dua orang yang memegang jala itu adalah ahli-ahli yang cekatan sekali. Jala mereka sudah melayang dan kalau tadi bergulung-gulung kini jala itu terbuka dan terbentang selebarnya, langsung menutup tubuh Yu Goan yang tidak mungkin mengelak lagi.

Yu Goan makin kaget dan cepat ia mengerahkan gin-kangnya, meloncat bangun dan memutar pedangnya. Akan tetapi, jala itu seperti hidup, bergerak menggulungnya dan makin keras ia meloncat, makin keras pula ia terbanting karena jala itu bersifat mulur seperti karet namun kuat melebihi baja.

Tubuh Yu Goan tergulung jala dan pedangnya terlepas, jauh di luar jala. Ketika Yu Goan hendak mengambilnya, pedang itu sudah disambar oleh seorang pengeroyok. Kemudian jala itu terus diguling-gulingkan sehingga tubuh Yu Goan terbelit-belit ketat dan tak dapat berkutik pula!

Melihat ini, Siauw Bwee kaget dan marah sekali. Dengan sin-kangnya yang istimewa kuatnya itupun Siauw Bwee tidak mampu membikin putus jala dengan pedangnya. Akan tetapi dengan gin-kangnya yang membuat dia bergerak seperti kilat itu membuat mereka yang menggunakan jala tidak mungkin dapat menangkapnya!

Dara itu mencelat ke sana sini, dikejar bayangan jala sehingga kelihatannya seperti dia bermain-main diantara dua orang pemegang jala, bermain loncat-loncatan dengan gaya yang indah sekali! Kini keadaannya berubah.

Melihat Yu Goan tertawan, Siauw Bwee mengeluarkan suara melengking nyaring, pedangnya bergerak ke depan dan robohlah seorang pemegang jala dengan kulit dada robek dari kiri ke kanan, lukanya cukup dalam karena dalam penyerangannya sekali ini Siauw Bwee menambah tenaganya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar