Ads

Rabu, 13 November 2019

Istana Pulau Es Jilid 153

Maya tidak mempedulikan seruan pemuda itu. Seorang panglima yang berpakaian preman, pada waktu itu banyak panglima berpakaian preman untuk menjadi penyelidik dan menangkapi mata-mata, menyerangnya dari belakang dengan sebatang pedang. Dengan mudah saja Maya membalikkan tubuh, membiarkan pedang lawan dan sekali tangan kanannya bergerak, pedang itu telah dirampasnya dan sebuah tamparan tangan kirinya membuat Panglima Sung itu terpelanting dan roboh telentang di depannya.

"Heiiii.... kau.... Nona.... siapa dan mengapa....?"

Suma Hoat mengelak dari sebuah tusukan tombak dan menoleh kepada Maya, tergagap saking herannya ketika melihat seorang dara yang demikian cantik jelita tahu-tahu datang membantunya! Melihat wajah Maya ia tepesona dan terbelalak. Dia telah gila! Mengapa sekarang dia pun terpesona, jantungnya berdebar tidak karuan menyaksikan wajah dara ini? Sungguh mati dia harus mengakui bahwa getaran jantungnya ketika melihat wajah itu sama sekali berbeda dengan getaran nafsu kalau dia melihat wanita-wanita cantik! Wajah ini.... luar biasa sekali, lebih cantik daripada mendiang Ciok Kim Hwa, lebih jelita daripapada wajah Khu Siauw Bwee! Mungkinkah dia begitu mudah jatuh cinta sekarang?

Apakah setelah beberapa bulan ini dia menghentikan petualangannya sebagai Jai-hwa-sian, dia lalu mudah tergila-gila dan jatuh cinta dalam arti kata yang murni terhadap setiap gadis cantik yang dijumpainya?

Akan tetapi, kalau tadi dia terpesona oleh wajah itu, oleh kecantikannya, kini dia terpesona menyaksikan betapa pedang rampasan di tangan dara jelita itu berkelebatan merupakan gulungan sinar yang luar biasa sekali dan semua senjata para pengurungnya patah disambar sinar yang bergulung-gulung. Hebat bukan main! Mengapa dia selalu bertemu dengan dara-dara yang seperti bidadari namun memiliki kepandaian seperti iblis!

Biarpun Maya mengamuk, namun dia berhati-hati sekali, tidak mau membunuh seorang pun tentara yang kalau dalam perang tentu akan dibasminya sebanyak mungkin itu. Dia tidak mau menghadapi kesulitan yang tentu timbul kalau sampai dia melakukan pembunuhan.

"Bunuh mata-mata.... !"

Terdengar teriakan keras dan seorang panglima lain yang mukanya seperti tengkorak, berpakaian preman, melayang turun dari atas genteng, terjun ke dalam medan pertempuran itu. Setelah dekat, ternyata muka seperti tengkorak itu lebih mirip muka kuda.

Suma Hoat membalikkan tubuhnya dan orang bermuka kuda itu terbelalak. berseru,
"Kongcu....!"

"Eh, Siangkoan Lee! Engkau disini....?" Suma Hoat juga berseru.

"Saya mengawal kereta Taijin, itu disana...." Siangkoan Lee pelayan dan juga murid Suma Kiat itu cepat membentak, "Tahan senjata! Apakah kalian sudah buta? Kongcu ini adalah putera Suma-goanswe (Jenderal Suma)!"

Para komandan pasukan mengenal Siangkoan Lee, maka tentu saja mereka terkejut mendengar ini dan mengeluarkan aba-aba untuk menghentikan pengeroyokan. Sementara itu, ketika Maya melihat munculnya Siangkoan Lee, dan mendengar bahwa pemuda tampan yang dibantu itu adalah putera Suma Kiat, menjadi kaget setengah mati. Celaka, pikirnya. Dia telah salah pilih! Tanpa berkata sesuatu dia sudah meloncat ke atas genteng dan menghilang di dalam gelap.

"Heiiii, Nona....! Tunggu....!"

Melihat dara perkasa yang telah mengguncang jantungnya itu melompat pergi, Suma Hoat cepat meloncat pula mengejar.

"Apakah dia mata-mata?" tanya Siangkoan Lee.

"Mata-mata hidungmu!" Suma Hoat memaki. "Dia sahabatku! Katakan kepada Ayah nanti aku datang menghadap!"

Tanpa menoleh Suma Hoat melanjutkan pengejarannya terhadap bayangan hitam yang meloncat-loncat ke atas genteng rumah-rumah penduduk itu.

"Heii, Nona! Tunggu, aku mau bicara....!"






Maya mengerutkan kening. Kalau dia menggunakan gin-kangnya, biar pemuda itu memiliki kepandaian tinggi, tak mungkin pemuda itu dapat menyusulnya. Juga kalau dia menghadapi pemuda itu, biarpun dia tahu bahwa pemuda itu cukup lihai namun dia percaya akan dapat membunuhnya.

Akan tetapi, kalau hal itu terjadi, Si Pemuda tentu akan mengejar dan berteriak-teriak, dan kalau sampai dia kedapatan oleh para penjaga, padahal malam telah hampir pagi, dia bisa celaka. Maya mengigit bibir menahan kesabaran hatinya, demi keselamatannya sendiri. Mengingat bahwa pemuda ini adalah putera Suma Kiat yang amat dibencinya, ingin dia menggerakkan pedang membunuhnya! Dia terpaksa berhenti dan membalikkan tubuh.

"Engkau mau bicara apakah?"

Kebetulan sekali mereka berhenti di atas genteng rumah yang terkena sorotan sinar dari bawah sehingga wajah dara itu tampak jelas di bawah sinar remang-remang. Sekali lagi jantung di dalam dada Suma Hoat seperti jungkir-balik. Wajah ini.... luar biasa cantiknya. Kecantik jelitaan yang aneh, asing dan belum pernah selama hidupnya ia bertemu dengan seorang gadis berwajah seperti ini.

"Nona, maafkan aku.... setelah Nona tadi menolongku, bagaimana aku dapat membiarkan kau pergi begitu saja sebelum aku menghaturkan terima kasih?"

"Aku tidak mengharapkan terima kasih," jawab Maya singkat.

"Akan tetapi, setelah Nona menolongku, tidak mungkin aku bersikap begitu tak kenal budi. Setidaknya, harap Nona sudi berkenalan. Namaku Suma Hoat, dan siapakah Nona yang cantik jelita seperti bidadari namun berkepandaian setinggi langit?"

Berkerut alis Maya. Laki-laki ceriwis, pikirnya, sungguhpun dia harus mengakui bahwa putera Jenderal Suma Kiat ini ternyata amat tampan, suaranya halus gerak-geriknya menarik.

"Aku melihat seorang dikeroyok, lalu datang membantu. Hal itu biasa saja, aku melakukannya bukan untuk memancing terima kasih, bukan pula mengharapkan perkenalan. Sudahlah....!"

Melihat gadis itu sekali mencelat melayang ke wuwungan di depan, Suma Hoat terkejut dan takut kalau-kalau takkan dapat bertemu lagi, maka dia pun cepat mengejar sambil berseru,

"Nona, tunggu....!"

Maya berhenti dan membalikkan tubuh, membentak,
"Engkau mau apa lagi?"

Suma Hoat kini sudah tergila-gila benar menyaksikan sikap yang demikian keras, sifat yang liar dan penuh kewibawaan, namun juga amat manis. Maka dia mengambil keputusan untuk dapat berkenalan dengan dara ini. Cinta kasihnya yang pertama terhadap Ciok Kim Hwa putus, kemudian cinta kasihnya yang kedua, cinta kasih murni terhadap Khu Siauw Bwee, juga gagal karena gadis itu telah mencinta orang lain dan dia tidak berani bermain gila terhadap gadis yang ternyata adalah penghuni Istana Pulau Es itu, dan kini dia merasa jatuh cinta untuk ke tiga kalinya, bukan cinta berahi seperti terhadap semua wanita yang pernah dipermainkannya, melainkan cinta sungguh-sungguh! Dia tidak mau gagal lagi sekarang.

"Nona, aku berniat baik, mengapa Nona menolak perkenalan? Kalau aku tidak berniat baik terhadap dirimu, tentu aku sudah berteriak bahwa Nona adalah seorang mata-mata dan Nona akan dikepung oleh ribuan orang tentara!"

"Hemm, begitukah? Kalau begitu mampuslah engkau!"

Pedang rampasan di tangan Maya menyambar ganas merupakan sinar kilat menyambar ke arah leher Suma Kiat.

Pemuda ini terkejut bukan main,
"Aahhhh....!"

Ia melempar tubuh ke belakang dan berjungkir-balik dengan cepat. Kembali sinar pedang menyambar dan keringat dingin keluar membasahi dahi Suma Hoat ketika dengan pengerahan gin-kang sekuatnya kembali dia melempar diri ke kiri sambil mengebutkan ujung lengan bajunya ke belakang.

"Brettt!"

Ujung lengan baju itu buntung karena benar seperti dugaannya, sinar pedang itu kembali telah menerjangnya untuk ketiga kalinya dengan gerakan yang bukan main cepatnya.

"Tahan, Nona....!" Ia meloncat ke belakang, loncatan yang indah sekali karena tubuhnya masih menghadap kepada Maya. "Aku sudah memperlihatkan niat baik dengan tidak membuka rahasiamu, apakah engkau seorang yang begitu kejam dan tidak mengenal budi, membalas iktikad baik orang dengan serangan maut?"

Maya diam-diam kagum juga. Tiga kali dia menyerang sungguh-sungguh, dengan jurus-jurus maut, namun pemuda itu masih mampu menyelamatkan diri, hal itu berarti bahwa pemuda itu telah memiliki tingkat kepandaian yang tinggi, tidak di sebelah bawah tingkat kepandaian Can Ji Kun. Dan ucapan yang halus penuh teguran itu, betapapun juga membuat kedua pipinya merah. Ingin dia memperkenalkan diri dan terus menyerang, membunuh pemuda ini karena bagi dia, seluruh keluarga Suma Kiat harus dibunuh! Akan tetapi dia teringat akan pekerjaannya sebagai penyelidik, maka dia berkata angkuh,

"Aku tidak membutuhkan iktikad baikmu, dan aku pun tidak takut kalau engkau hendak membuka rahasia!"

Bukan main, pikir Suma Hoat. Gadis ini benar-benar angkuh, seperti seorang puteri kaisar saja! Seorang dara yang ilmu kepandaiannya amat tinggi, wajahnya amat cantik jelita, dan wataknya amat tinggi pula!

"Dengarlah dulu, Nona. Nona adalah seorang mata-mata, berarti Nona memusuhi Kerajaan Sung, dan aku pun adalah seorang yang tidak memihak Kerajaan Sung. Dengan demikian, kita berada di satu pihak. Dan penjagaan di sini amat ketat dan kuat. Nona tidak dapat bergerak leluasa, apa yang akan dapat Nona selidiki? Bahkan banyak bahayanya Nona akan terkepung dan celaka. Akan tetapi aku dapat bergerak leluasa dan aku dapat menyelidiki dan memberi tahu kepadamu apa yang kau ingin ketahui. Aku suka membantumu, Nona. Nah, apakah Nona masih hendak membunuhku?"

Maya memutar otaknya. Pemuda putera musuh besar ini harus dibunuh, akan tetapi apa yang dikatakannya mengandung kebenaran. Dia harus bersikap cerdik. Sebagai seorang panglima perang yang sudah biasa menahan perasaan pribadi demi siasat dan keuntungan pihaknya, Maya lalu berkata,

"Begitukah? Ucapanmu harus dibuktikan lebih dulu. Sekarang apa yang hendak kau lakukan dengan aku, setelah engkau tahu bahwa aku adalah seorang mata-mata?"

Wajah Suma Hoat girang bukan main.
"Pertama-tama, Nona harus mempunyai tempat persembunyian yang baik dan aku mempunyai sebuah rumah kecil yang kosong dan yang takkan ada yang berani mengganggu atau memasukinya. Nona boleh mempergunakan rumahku itu sebagai tempat bersembunyi. Hanya di waktu malam saja Nona dapat melakukan penyelidikan dan di waktu siangnya Nona boleh bersembunyi di situ. Kemudian, aku dapat membantu mencari keterangan yang sekiranya tak dapat Nona peroleh sendiri. Bagaimana?"

Maya kembali terdiam dan berpikir, kemudian dia berkata sambil menurunkan pedangnya,

"Kalau aku tidak dengar tadi bahwa engkau adalah putera Jenderal Suma Kiat yang kutahu bukanlah seorang pembesar yang setia terhadap Kerajaan Sung, tentu aku tidak percaya omonganmu. Betapapun juga, ketahuilah bahwa disamping aku menerima penawaranmu, aku tetap tidak percaya kepadamu dan sedikit saja engkau memperlihatkan sikap mencurigakan, aku pasti akan membunuhmu. Jangan engkau kira bahwa aku tidak dapat melakukannya! Nah, tunjukkan dimana rumah itu!"

"Mari, Nona! Aku tak perlu bersumpah, akan tetapi Suma Hoat bukanlah seorang yang biasa mengeluarkan kata-kata yang berlainan dengan isi hati! Bukan seorang pengecut yang untuk menolong nyawa sendiri melakukan penipuan-penipuan rendah!"

Dia meloncat dan dara perkasa itu pun meloncat di belakangnya. Untuk menguji nona itu, Suma Hoat mengerahkan seluruh ilmunya berlari cepat, namun betapapun cepatnya dia berloncatan dan berlari, bayangan gadis itu tetap berada di belakangnya! Diam-diam dia makin kagum, dan di lain pihak, Maya juga kagum karena pemuda ini benar-benar lihai sekali.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar