Ads

Sabtu, 16 November 2019

Istana Pulau Es Jilid 168

"Kam-koko, memang engkau benar. Tak mungkin jatuh cinta dalam pertemuan pertama, cinta macam itu adalah cinta yang masih mentah. Orang baru jatuh cinta kalau sudah mengenal betul baik buruk, cacad cela orang yang dicinta dan tetap mencinta berikut cacad-celanya. Dan aku cinta kepadamu sejak bertahun-tahun, karena kita sudah saling berkumpul lama sekali, hanya engkau yang tidak ingat lagi. Aku bukan mencintamu secara membuta, Koko. Akan tetapi, kalau benar engkau suka kepadaku.... aahhh, biarlah aku menceritakan riwayatku yang telah kau lupakan."

"Ceritakanlah, Khu-moi. Aku ingin sekali mendengar riwayatmu."

Siauw Bwee ingin mencoba "rasa suka" pemuda itu terhadap dirinya. Dari Han Ki yang dulu, dia tidak dapat memperoleh kepastian karena suhengnya yang dahulu itu tidak pernah mengaku cinta, baik kepada dia maupun kepada Maya. Akan tetapi suhengnya yang sekarang ini berbeda lagi, dan dia ingin melihat sampai dimana rasa suka di hati pemuda itu seperti yang diceritakannya tadi.

"Mendiang ayahku adalah Khu Tek San, seorang panglima Kerajaan Sung yang setia. Dia adalah murid Menteri Kam Liong, kakak sepupumu yang kau lupakan. Mereka berdua adalah orang-orang yang setia dan berjasa besar untuk kerajaan." Dengan singkat Siauw Bwee lalu menceritakan tentang Menteri Kam Liong dan ayahnya.

"Akan tetapi sungguh menyedihkan, Ayah dan Menteri Kam Liong tewas karena pengkhianatan dan fitnah yang dilontarkan oleh seorang Panglima Sung yang bernama Suma Kiat."

Diceritakan sejelasnya betapa ayahnya dan Menteri Kam Liong tewas oleh pengeroyokan para panglima dan pengawal Sung, dan tentang kelicikan dan kecurangan Suma Kiat.

Berkerut alis Han Ki mendengar penuturan itu dan tiba-tiba ia bangkit berdiri mengepal tinjunya.

"Keparat orang she Suma itu! Dia harus dihajar!"

Mendengar bentakan ini, Siauw Bwee tersenyum girang dan cepat menarik lengan suhengnya.

"Duduklah dan tenanglah. Bagaimana kau akan menghajar Panglima Suma Kiat kalau dia itu adalah rekan dari Bu-koksu sendiri?"

Sementara itu, Coa Leng Bu yang sedang menjemur obat, mendengar juga bentakan Han Ki dan dia mengangguk-angguk. Diam-diam dia kagum akan kecerdikan Siauw Bwee yang berusaha mengingatkan Han Ki.

"Koko, engkau marah mendengar betapa keluargaku difitnah sehingga aku hidup sebatangkara. Hal itu berarti bahwa engkau juga cinta kepadaku, Koko."

Wajah Han Ki menjadi merah dan dia menoleh kepada gadis yang duduk di dekatnya, melihat muka yang cantik jelita dari dekat.

"Mungkin.... mungkin sekali. Engkau cantik jelita, Moi-moi, engkau gagah perkasa dan engkau berhati lembut, engkau berwatak mulia.... betapa mudahnya jatuh cinta kepada seorang gadis seperti engkau."

"Kam-Suheng....! Kam-koko.... ternyata engkau hanya mencinta aku seorang....!"

Dengan hati penuh keharuan dan kebahagiaan, Siauw Bwee merangkul dan merebahkan pipinya di atas dada Han Ki! Han Ki terkejut, akan tetapi hatinya sudah terusik dan harus diakuinya bahwa sukar diragukan akan rasa kasih sayang yang timbul di dalam hatinya terhadap gadis ini, maka hatinya menjadi lunak dan tanpa disadarinya lagi, jari-jari tangannya membelai rambut yang berada di atas dadanya itu.

"Hanya aku yang kau cinta, aku merasa akan hal ini, Suheng. Sejak dulu.... engkau hanya mencinta aku, bukan Suci Maya...."

"Maya....?"

Siauw Bwee cepat mengalihkan percakapan karena dia tidak mau membuat suhengnya meragu lagi. Kini, setelah jelas bahwa suhengnya hanya mencinta dia seorang, dia pun tidak ragu-ragu untuk segera menyembuhkan suhengnya. Dia sudah menduga bahwa dengan sin-kang tenaga Inti Es dia dan suhengnya akan sanggup mengusir hawa panas yang melenyapkan ingatan suhengnya.






Coa Leng Bu tidak tahu betapa mereka berdua telah memiliki Im-kang yang tak mungkin dapat diduga betapa tingginya oleh kakek itu maka kakek itu khawatir kalau-kalau pengobatan itu akan membahayakan keselamatan Han Ki.

"Suheng, engkau tidak ingat tentunya bahwa kita berdua dahulu telah berlatih Im-kang di Pulau Es. Akan tetapi, coba raba tanganku dan rasakan ini."

Setelah Han Ki memegang tangannya, Siauw Bwee perlahan-lahan mengerahkan Im-kang sehingga hawa dingin tersalur dari telapak tangannya.

"Ihhh! Bukan main kuatnya sin-kangmu Moi-moi! Mungkin menyamai kekuatanku!"

Siauw Bwee menghentikan saluran Im-kangnya dan tersenyum manja.
"Kau merendahkan diri, Suheng. Tenagamu jauh lebih besar daripada tenagaku. Akan tetapi dengan bantuanku kita berdua akan dapat menyembuhkanmu dengan cepat. Mari kita temui Coa-supek."

Dengan wajah berseri Siauw Bwee bangkit dan menarik tangan suhengnya, kemudian dia menggandeng tangan suhengnya, tanpa malu-malu dia menjumpai supeknya yang sedang menjemur akar dan daun obat.

"Supek! Aku telah mendapatkan cara untuk menyembuhkan Suheng dengan cepat!"

"Eh?"

Coa Leng Bu tertegun dan pura-pura tidak melihat betapa sepasang pipi dara itu kemerahan dan tangan dara itu dengan mesranya menggandeng tangan Han Ki.

"Kami berdua akan menggunakan Im-kang untuk mengusir hawa panas dari kepala Suheng."

"Ahh, berbahaya sekali, Lihiap! Tenaga Im-kang tak dapat dikendalikan dan kalau tersalur memasuki kepala, dapat membahayakan!"

"Kalau bisa mengendalikan Im-kang, bagaimana?" Siauw Bwee bertanya sambil tersenyum.

"Tentu saja mungkin dapat menyembuhkan, akan tetapi betapa kalian dapat mengendalikan Im-kang? Hal itu membutuhkan tingkat yang amat tinggi, barangkali hanya Suhu Bu-tek Lo-jin saja yang mampu."

"Hemm, bagaimana untuk mengukur ketinggian Im-kang?"

"Sukar dibicarakan, akan tetapi kalau sudah dapat membekukan air menjadi salju berarti sudah mencapai tingkat amat tinggi dan itu pun harus dilakukan dengan hati-hati sekali."

"Begitukah? Coa-supek, kau lihatlah baik-baik, kemudian nyatakan pendapatmu!"

Siauw Bwee menghampiri sebuah panci yang penuh dengan air, kemudian ia memasukkan tangan kanannya ke dalam air itu, mengerahkan Im-kang beberapa menit lamanya. Kemudian ia menarik tangannya dan.... Coa Leng Bu memandang dengan mata terbelalak ketika melihat air itu telah membeku menjadi es dan ikut tertarik keluar! Siauw Bwee memasukkan lagi air beku itu ke dalam panci, kemudian perlahan-lahan ia merubah Im-kang menjadi Yang-kang. Air beku itu mencair, terus berubah makin panas sampai akhirnya mendidih di dalam panci!

"Moi-moi, kau mengagumkan sekali!"

Han Ki berseru gembira dan dia pun menghampiri sebuah tempayan air, menyodok air dengan tangannya dan begitu tangannya diangkat, air yang berada di telapak tangannya telah membeku, jauh lebih cepat dari yang dilakukan Siauw Bwee tadi!

Kedua kaki Coa Leng Bu menggigil saking tegang dan kagetnya, dan tak terasa lagi kedua lututnya ditekuk dan dia telah berlutut sambil berkata,

"Ya Tuhan...., selama ini kedua mataku seperti buta, tidak melihat bahwa Ji-wi adalah orang-orang muda yang memiliki ilmu kepandaian seperti malaikat....!"

Siauw Bwee meloncat dan menarik lengan kakek itu, memaksanya bangkit.
"Aihh, Coa-supek, apa-apaan ini? Aku hanya ingin mendengar pendapatmu, bagaimana? Apakah kami berdua cukup kuat untuk menggunakan Im-kang mengusir hawa panas yang melenyapkan ingatan Suheng?"

Coa Leng Bu mengangguk-angguk, menelan ludah, masih terpesona, akhirnya ia menghela napas dan berkata,

"Kalau aku tahu bahwa kalian memiliki Im-kang sehebat itu, tentu saja boleh dilakukan. Hanya kalian harus berhati-hati benar, karena sedikit saja mengalami kekagetan dan gangguan, bisa menimbulkan bahaya. Syaraf di kepala amatlah halusnya, dan sedikit gangguan saja membahayakan nyawa."

"Aku ingin Suheng segera sembuh. Biarlah kami melakukannya di dalam pondok dan harap Supek suka menjaga di luar pondok agar tidak terjadi gangguan."

"Baiklah, kalian adalah dua orang muda yang amat luar biasa. Sungguh hampir aku tak dapat percaya...."

"Coa-supek, kami adalah murid-murid Bu Kek Siansu, penghuni Istana Pulau Es. Bertahun-tahun kami melatih Im-kang di Pulau Es, apa anehnya kalau kami memiliki keahlian dalam menyalurkan hawa sakti yang membekukan air?"

Sepasang mata Coa Leng Bu terbelalak.
"Murid-murid.... manusia dewa itu....? Dan aku telah membiarkan diri kau sebut supek! Betapa menggelikan dan memalukan! Aihhhh.... setua ini masih tolol....!"

"Sudah, Supek. Harap suka menjaga di luar, kami hendak mulai sekarang juga. Marilah, Koko."

Han Ki hanya tersenyum dan mengikuti gadis itu memasuki pondok. Sebetulnya dia masih belum percaya bahwa dia menderita sakit, dan hanya mengira bahwa kehilangan ingatan adalah karena suatu sebab yang mungkin diketahui oleh kakak angkatnya, Bu Kok Tai, Koksu Negara Sung. Akan tetapi menyaksikan kegembiraan dan harapan Siauw Bwee, dia tidak tega untuk menolak. Pula, bermain-main dengan tenaga Im-kang itu apa sih bahayanya?

Siauw Bwee menutupkan daun pintu pondok, kemudian duduk bersila saling berhadapan dengan Han Ki. Sejenak mereka saling pandang, Han Ki tersenyum seperti melihat kelakuan seorang anak kecil yang mengajaknya bermain-main, sebaliknya Siauw Bwee memandang dengan sungguh-sungguh dan berkata,

"Koko, percaya atau tidak bahwa engkau terkena hawa beracun yang melenyapkan atau menutupi ingatanmu, namun engkau sendiri sudah yakin bahwa ingatanmu hilang dan engkau tidak dapat mengingat akan keadaanmu sebelum engkau menjadi adik angkat Koksu Bu Kok Tai itu. Apa pun yang menjadi sebabnya, sudah jelas bahwa ingatanmu hilang dan kita harus berusaha untuk menyembuhkanmu.

Coa-supek adalah seorang ahli yang berpengalaman, maka aku percaya bahwa hawa panas beracun telah membuatmu kehilangan ingatan. Oleh karena itu, harap engkau bersungguh-sungguh bersamaku menyatukan Im-kang, kau kendalikan baik-baik untuk mengusir hawa panas beracun yang menggelapkan ingatanmu itu. Maukah engkau?"

Han Ki tersenyum dan melihat bahwa pemuda itu agaknya masih meragu, Siauw Bwee cepat berkata,

"Demi cintaku kepadamu, dan demi cintamu kepadaku! Kam-koko, maukah engkau bersungguh-sungguh melakukan usaha ini, kalau kau anggap ringan keadaanmu, biarlah demi untuk membahagiakan hatiku. Maukah?"

Hati Han Ki menjadi terharu. Dalam sinar matanya, dalam getaran suaranya, gadis ini jelas menunjukkan hati kasih sayang yang luar biasa terhadap dirinya! Sampai bagaimanapun, dia tidak tega untuk mengecewakan hati gadis sebaik ini!

"Baiklah, Moi-moi. Nah, mari kita mulai. Bagaimana engkau hendak membantuku?"

"Ulurkan kedua lenganmu kepadaku, Koko."






Tidak ada komentar:

Posting Komentar