Ads

Senin, 18 November 2019

Istana Pulau Es Jilid 178

Air laut di sekeliling pulau itu tenang sekali dan disana-sini tampak gumpalan es sebesar bukit, mengambang tidak bergerak. Pulau Es tampak sebagai seorang raksasa putih, atau sebuah patung raksasa terbuat dari batu pualam putih sedang tidur telentang. Sinar matahari yang tertutup awan tipis dan kabut laut masih cukup kuat untuk menimpa permukaan Pulau Es, membuat pulau yang aneh itu berkilauan permukaannya.

Bangunan istana di tengah pulau, yang telah lama ditinggalkan penghuni-penghuninya sehingga hampir tertutup dan tertimbun salju tak terurus, kini tampak bersih kembali setelah Han Ki, bersama dua orang sumoinya kembali ke pulau.

Biarpun kadang-kadang hatinya menjadi panas dan cemburu kepada Siauw Bwee kalau teringat akan cinta kasihnya kepada Han Ki, namun begitu bertemu dengan Siauw Bwee di Pulau Es, Maya segera menubruk dan memeluknya. Demikian pula dengan Siauw Bwee yang merasa terharu dan rindu kepada sucinya itu.

Dua orang ini pernah tinggal sampai bertahun-tahun di atas Pulau Es sebagai saudara, senasib sependeritaan. Hanya karena cinta dan cemburu saja mereka bermusuhan dan timbul rasa benci di hati mereka. Kini, setelah berpisah lama, perjuangan antara mereka mendatangkan rasa terharu dan timbul kembali rasa kasih sayang diantara mereka.

"Sumoi...., aku banyak salah kepadamu, maafkan aku, Sumoi...."

"Aihhh, Suci, jangan berkata demikian. Akulah yang telah banyak kesalahan kepadamu, Suci. Akulah yang mohon maaf kepadamu...."

Han Ki menarik napas panjang menyaksikan pertemuan antara kedua orang sumoinya itu.

"Nah, begitulah, kedua sumoiku yang baik. Antara saudara sewajarnya saling mengalah dan saling memaafkan kalau ada kesalahan. Kita bertiga senasib, bertahun-tahun melatih diri di pulau ini, sesuai dengan kehendak Suhu. Karena itu, baru bahagialah hidupku melihat kita bertiga dapat kembali disini."

Begitu dua orang dara itu mendengar suara Han Ki dan kini melepaskan pelukan menoleh ke arah pemuda itu, timbullah kembali persoalan rumit yang mengganggu hati mereka. Hampir berbareng keduanya membentak,

"Akan tetapi, Suheng...."

Han Ki cepat mengangkat kedua tangan ke atas.
"Cukup, bukan waktunya kita bicara. Biarlah kelak kita bicarakan urusan yang menyangkut antara kita dengan tenang dan perlahan-lahan. Sekarang, yang terpenting adalah membereskan dan membersihkan Istana Pulau Es. Lihat betapa kotor dan tak terpelihara semenjak kalian berdua pergi meninggalkannya."

Han Ki menudingkan telunjuknya dan ketika dua orang dara itu memandang dan menyaksikan keadaan istana tua itu mereka menjadi terharu dan tanpa banyak membantah mereka berdua membantu Han Ki membersihkan istana itu.

Ketika mereka membersihkan ruangan dimana dahulu tiga buah arca mereka disimpan, Maya dan Siauw Bwee segera bertanya mengapa arca mereka bertiga kini tidak tampak lagi berada disitu.

Han Ki menarik napas panjang ketika menjawab,
"Gara-gara kalian berdua meninggalkan aku seorang diri disini, hatiku merana setiap hari, apalagi kalau aku melihat arca kita bertiga yang masih berkumpul disini. Pada suatu hari aku tidak dapat menahan gelora hatiku dan kuhancurkan ketiga arca buatanku itu yang kuanggap merupakan penggoda yang selalu memberatkan hati."

"Ihhh, Suheng! Arca yang tidak bersalah apa-apa menjadi korban kemarahan dan kedukaan hatimu. Sungguh tidak adil. Aku yang bersalah mengapa arcaku yang dihancurkan?" Siauw Bwee mencela.

"Sumoi benar! Akulah yang menjadi gara-gara, mengapa arcaku yang amat baik itu, yang tidak berdosa apa-apa, dihancurkan? Suheng, kau harus membuatkan arcaku lagi yang baru!" Maya juga mencela.

Han Ki tersenyum. Senyum yang sudah lama sekali meninggalkan bibirnya semenjak dia ditinggalkan dua orang sumoinya, senyum gembira.

"Jangan kwawatir, aku telah siap untuk membuatkan gantinya yang lebih indah lagi. Untuk keperluan itu, aku sudah mendapatkan bahannya, yaitu batu pualam putih yang kudapatkan di atas pulau tak jauh dari sini. Inilah batu-batu itu!"






Dia memperlihatkan tiga bongkah batu pualam putih yang bersih dan indah sehingga kedua orang dara itu memandang berseri dan lenyap kekecewaan mereka.

Setelah selesai membersihkan Istana Pulau Es, Han Ki menurunkan Ilmu Swat-im Sin-kang, yang menghimpun tenaga sakti yang dingin, merupakan inti dari hawa dingin di Pulau Es.

"Dengan memiliki sin-kang ini, kalian akan menjadi jauh lebih kuat, dan tidak percuma menjadi penghuni Istana Pulau Es. Latihan ini tidak ringan, karena kalian harus berlatih siang malam di tempat terbuka, terutama sekali pada tengah malam di waktu hawa sedang dinginnya kalian dapat menyedot inti hawa dingin salju. Im-kang yang kalian miliki dahulu itu sudah cukup kuat untuk menjadi dasar, sehingga untuk dapat melatih Swat-im Sin-kang dengan sempurna, kalian hanya memerlukan waktu tiga bulan. Mari kuajari cara berlatih dan kupimpin untuk memberi contoh semalam ini."

"Nanti dulu, Suheng,"

Tiba-tiba Maya berkata, suaranya bersungguh-sungguh sehingga Han Ki dan Siauw Bwee mendengarkan penuh perhatian.

Mereka bertiga duduk bersila di atas tanah yang tertutup salju, duduk begitu saja karena memang demikian yang dikehendaki Han Ki untuk melatih Swat-im Sin-kang.

"Kau hendak bertanya tentang apa, Maya-sumoi?" Han Ki bertanya.

"Suheng, kurasa engkau lupa bahwa aku dan Sumoi bukanlah kanak-kanak lagi seperti beberapa tahun yang lalu sehingga luculah kalau Suheng memperlakukan kami seperti dua orang anak perempuan yang masih kecil! Memang latihan Swat-im Sin-kang seperti yang Suheng terangkan amat penting bagi kemajuan ilmu-ilmu kami, akan tetapi ada hal yang jauh lebih penting lagi yang Suheng lupakan, atau sengaja Suheng lewatkan begitu saja sebagai hal yang tidak penting."

Han Ki memandang tajam, hatinya merasa tidak enak.
"Maya-sumoi, apakah maksudmu? Hal apakah yang kulupakan?"

"Suheng, lupakah engkau untuk apa engkau mengajak aku ke pulau ini? Apa pula artinya engkau mengajak Sumoi pulang ke Pulau Es? Suheng, bukankah aku pernah menyatakan bahwa aku hanya mau kembali ke Pulau Es bersamamu, meninggalkan semua urusan dendam pribadi, kalau engkau mau menerima aku sebagai isterimu?"

"Maya-sumoi!"

"Suheng, kuulangi lagi. Aku dan Sumoi bukanlah anak-anak kecil lagi! Tak perlu kiranya dirahasiakan lagi karena memang bukan rahasia bagi kita bertiga bahwa aku mencintamu, Suheng, juga bahwa Khu-sumoi mencintamu pula. Adapun engkau sendiri, sikapmu sungguh menyakitkan hati. Engkau kelihatan mencintaku, akan tetapi juga menyayang Sumoi. Hal ini tidak bisa dilanjutkan tanpa pernyataanmu untuk menentukan, untuk mengambil keputusan. Sebenarnya, siapakah diantara kami yang Suheng cinta dan pilih untuk menjadi isteri?"

Han Ki menjadi pucat wajahnya, sedangkan Siauw Bwee yang tadinya berseri karena merasa yakin bahwa tentu suhengnya yang jelas telah menyatakan cinta kasihnya kepadanya, akan terang-terangan memilih dia, kini menjadi cemas melihat suhengnya kelihatan bingung.

"Khu-sumoi, bagaimana pendapatmu?" Tiba-tiba Maya berkata kepada sumoinya. "Bukankah sudah adil dan semestinya kalau Suheng tidak menyiksa hati kita berdua dan mengambil keputusan dengan sejujurnya?"

Khu Siauw Bwee menelan ludah, sukar untuk menjawab. Dia pun seorang dara yang keras hati dan tabah, namun untuk bersikap terbuka dan terang-terangan seperti Maya, bicara begitu jujur mengenai urusan cinta, behar-benar dia tidak sanggup! Maka dia hanya dapat mengangguk saja karena memang dia setuju sekali akan pendapat Maya itu. Suhengnya memang harus dapat memutuskan urusan mereka itu agar tidak menyiksa hati lagi, mengambil pilihan sehingga tidak menimbulkan perasaan cemburu.

Kam Han Ki menarik napas panjang. Memang hal inilah yang dia khawatirkan semenjak dia mengajak Maya dengan paksa kembali ke Pulau Es. Tadinya dia hendak mengulur waktu, membuat mereka berdua itu lupa akan urusan cinta dengan mengajarkan ilmu-ilmu yang tinggi. Harus dia akui bahwa cinta kasih hatinya condong kepada Siauw Bwee, akan tetapi betapa mungkin dia mengakui hal itu di depan Maya dan menghancurkan perasaan hati Maya yang amat disayangnya itu?

"Maya-sumoi dan Khu-sumoi.... sungguh berat sekali rasa hatiku menghadapi pertanyaan dan desakan kalian ini. Kalian adalah dua orang sumoiku, yang semenjak kecil bersama-samaku disini. Aku sayang kepada kalian berdua, aku rela membela kalian berdua dengan taruhan nyawaku. Aku sayang kalian seperti sayang diriku sendiri, bagaimana mungkin aku akan dapat menyakiti dan menyiksa hati kalian, dua orang sumoiku yang tercinta, dan hanya kalian berdua saja yang kumiliki di dunia ini?"

Hening sampai lama setelah Han Ki mengeluarkan kata-kata ini dan pemuda itu menundukkan mukanya, cemas sekali menantikan apa yang akan diucapkan oleh mulut kedua orang sumoinya itu. Maya dan Siauw Bwee memandang kepada Han Ki, dengan sinar mata tajam seolah-olah sinar mata kedua dara itu hendak membelah dada menjenguk isi hati Han Ki.

Mereka berdua, terutama Siauw Bwee, merasa penasaran sekali. Bukankah suhengnya itu telah menyatakan cinta kasihnya ketika dirawatnya dahulu? Akan tetapi, ketika itu, ingatan suhengnya belum pulih benar sehingga pada waktu itu di dunia ini tidak ada gadis bernama Maya bagi suhengnya. Sekarang lain lagi! Di sampingnya terdapat Maya, seorang dara yang ia tahu amat cantik jelita dan berilmu tinggi, seorang dara yang amat disayang oleh suhengnya.

"Suheng, kami berdua kini adalah gadis-gadis yang telah dewasa, bukan kanak-kanak lagi. Karena itu, aku pun maklum akan kesulitan yang Suheng hadapi. Semenjak kecil kita bertiga berada disini, senasib sependeritaan, maka beratlah bagi Suheng kalau diantara kita sampai terpecah. Maka, aku mempunyai usul, kalau saja Suheng dan Sumoi dapat menerimanya untuk mengatasi kesulitan ini."

Dengan penuh harapan Han Ki mengangkat muka memandang wajah Maya yang amat cantik itu. Kecantikan Maya inilah yang benar-benar membingungkan hati Han Ki. Dia memang amat mencinta Siauw Bwee, akan tetapi Maya.... jantungnya selalu berdebar kalau ia memandang wajah sumoinya yang memiliki kecantikan yang luar biasa dan khas itu!

"Apakah usulmu itu, Sumoi?"

Tanyanya penuh harapan karena tentu saja dia ingin sekali dapat keluar dari kesulitan yang membingungkan hatinya itu.

"Karena Suheng tidak dapat berpisah dari kami berdua, dan menyayang kami berdua, tidak mau menyiksa hati kami berdua, jalan satu-satunya bagi Suheng hanyalah menjadikan kami berdua sebagai isteri Suheng."

Pucat seketika wajah Kam Han Ki mendengar usul yang sama sekali tak pernah disangkanya itu. Juga Siauw Bwee memandang wajah sucinya dengan mata terbelalak, akan tetapi ketika Maya juga memandangnya dan kedua orang wanita itu bertemu pandang, seolah-olah ada permufakatan tanpa kata diantara kedua orang dara itu. Pada detik itu Siauw Bwee dapat menyelami hati sucinya dan melihat ketidak mungkinan apabila Suheng mereka diharuskan memilih seorang diantara mereka. Memang hanya itulah jalan satu-satunya yang akan dapat membebaskan mereka dari ancaman kesulitan dan perpecahan.

"Aku tidak melihat jalan lain dan mengingat bahwa kita bertiga senasib sependeritaan sejak kecil aku setuju dengan usul Suci." Akhirnya Siauw Bwee berkata dengan suara lirih.

"Tidak! Tidak mungkin itu....! Kalian kira aku ini orang apa? Sudah begitu rendahkah batinku sehingga mempergunakan keadaan untuk menang sendiri? Tidak, andaikata kalian rela sekalipun, aku akan mengutuk diri sendiri, Suhu akan mengutuk aku!" Han Ki yang menjadi bingung itu menutupi muka dengan kedua tangannya.

Siauw Bwee dan Maya saling pandang, kemudian terdengar suara Siauw Bwee berkata, suaranya tegas dan dingin,

"Suheng, kiranya bukan demikianlah sikap seorang jantan! Apalagi seorang pemuda seperti Suheng, murid langsung Suhu Bu Kek Siansu, penghuni Istana Pulau Es! Seorang laki-laki harus dapat mengambil keputusan. Suheng, katakanlah sejujurnya, siapakah diantara kami berdua yang Suheng beratkan? Sungguh, aku tidak akan menyalahkanmu andaikata engkau memilih Maya-suci. Katakanlah bahwa engkau hanya mencinta Maya-suci dan memutuskan untuk mengambilnya sebagai isteri, dan aku akan pergi dari sini, tidak akan mengganggu kebahagiaan kalian."






Tidak ada komentar:

Posting Komentar