Ketika sinar-sinar hijau itu runtuh, ternyata “senjata rahasia” itu adalah daun-daun yang tadi menempel pada ranting. Kini di tangan Pendekar Bongkok hanya tinggal sebatang tongkat.
Melihat betapa pemuda bongkok itu dapat mempergunakan daun-daun sebagai senjata rahasia yang mereka rasakan amat kuat dan berbahaya, lima orang itu terkejut dan makin maklum bahwa Pendekar Bongkok ini, biar masih muda dan cacat tubuhnya, ternyata benar-benar memiliki kesaktian. Maka, tanpa banyak cakap lagi merekapun segera mengepung dan mengeroyok!
Menghadapi pengeroyokan lima orang yang semua memiliki kepandaian tinggi, Sie Liong lalu memutar tongkatnya dan dia sudah memainkan Thian-te Sin-tung (Tongkat Sakti Langit Bumi). Ilmu ini adalah ilmu tongkat yang dipelajari dari Pek-sim Sian-su. Suatu ilmu yang dahsyat bukan main.
Ketika senjata yang hanya merupakan sebatang ranting yang menjadi tongkat itu diputar oleh Sie Liong, maka anginpun menyambar-nyambar dahsyat bagaikan badai, dan nampak gulungan sinar hijau yang amat panjang. Dari gulungan sinar hijau itu mencuat ujung-ujung tongkat yang bagaikan kilat cepatnya menyambar-nyambar ke arah lima orang pengeroyoknya.
Sekarang tahulah Thai-yang Suhu mengapa Pek Lan kewalahan menghadapi pemuda bongkok ini. Kiranya Pendekar Bongkok ini memang memiliki kepandaian yang amat hebat! Biarpun dia sendiri maju dibantu Pek Lan dan tiga orang Tibet Sam Sinto, tetap saja mereka berlima sama sekali tidak mampu mendesak, bahkan mereka yang kewalahan menghadapi tongkat sederhana yang dimainkan secara luar biasa itu.
Tongkat di tangan Pendekar Bongkok itu selain luar biasa cepatnya, juga mengandung tenaga kasar dan halus secara bergantian, dan setiap gerakan ujung tongkat itu mengeluarkan suara bersiutan di antara angin yang kuat sekali.
Thai-yang suhu adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw yang kedudukannya sudah tinggi. Dia memiliki ilmu pedang yang amat lihai di samping ilmu sihirnya, dan selama ini, belum pernah ada yang mampu menandingi ilmu sepasang pedangnya. Kini, karena mengeroyok, tentu saja dia tidak dapat memainkan sepasang pedangnya dengan leluasa. Maka, diapun membentak agar para pembantunya minggir.
“Minggir semua, biar pinceng sendiri menghadapi Pendekar Bongkok!” bentaknya.
Mendengar ini, Pek Lan dan Tibet Sam Sinto berloncatan keluar dari gelanggang pertempuran sehingga pendeta gundul tinggi besar itu kini berhadapan sendirian saja dengan Sie Liong. Sie Liong juga menghentikan gerakan tongkatnya dan berdiri menghadapi pendeta itu sambil memandang tajam.
“Thai-yang Suhu, sudah kukatakan bahwa aku tidak ingin bermusuhan dengan siapapun juga. Yang kutentang adalah perbuatan jahat, bukan orangnya. Oleh karena itu, kalau kalian membebaskan gadis-gadis yang telah kalian tawan dan mereka dalam keadaan selamat dan tidak terganggu, maka akupun akan menyuruh mereka pulang ke rumah masing-masing dan tidak akan memusuhi kalian, asal saja kalian tidak mengulang perbuatan jahat itu.”
“Pendekar Bongkok, kau kira pinceng takut padamu? Pinceng sengaja menyuruh kawan-kawan pinceng minggir agar pinceng dapat menghadapimu dengan leluasa. Akan tetapi, katakanlah dulu siapa guru-gurumu agar pinceng tahu siapa yang pinceng lawan!”
“Hemm, Thai-yang Suhu, ketahuilah bahwa guru-guruku adalah Himalaya Sam Lojin dan Pek-sim Sian-su,” jawab Sie Liong sejujurnya.
“Wah! Kiranya murid para tosu pelarian dari Himalaya!”
Seorang diantara Tibet Sam Sinto berseru. Sebagai tokoh-tokoh Tibet, tentu saja mereka mendengar akan hal itu.
Juga Thai-yang Suhu sudah pernah mendengar nama-nama yang disebutkan Pendekar Bongkok. Nama Himalaya Sam Lojin tidak mengejutkan hatinya karena kepandaian tiga orang kakek dari Himalaya itu tidak lebih dari tingkatnya sendiri. Akan tetapi disebutnya Pek-sim Sian-su membuat dia terkejut. Pantas saja pemuda bongkok ini tidak saja lihai ilmu silatnya, akan tetapi juga mampu menangkis ilmu sihirnya, bahkan telah menghancurkan jimatnya, yaitu tengkorak kecil tadi. Betapapun juga, Thai-yang Suhu yang terlalu mengandalkan kepandaian dan kekuatan sendiri, tidak merasa jerih.
“Bagus, sekarang bersiaplah engkau untuk mampus!”
Berkata demikian, tokoh Pek-lian-kauw itu menodongkan pedang di tangan kirinya ke arah Sie Liong. Pendekar Bongkok bersikap waspada karena dia sudah mendengar akan kecurangan para tokoh Pek-lian-kauw. Begitu dari gagang pedang itu menyambar sinar-sinar hitam yang lembut, dia sudah cepat memutar tongkatnya dan semua jarum hitam yang meluncur keluar dari gagang pedang itu runtuh.
“Pendeta palsu yang licik dan curang!”
Bentak Sie Liong dan diapun membalas dengan serangan tongkatnya yang menyambar dengan dahsyatnya dari kanan ke kiri, mengarah pinggang lawan.
Thai-yang Suhu meloncat ke belakang, pedang kanan menyambar dari atas ke arah kepala Sie Liong sedangkan pedang kiri menangkis ujung tongkat. Sie Liong mengelak dan memutar tongkat, membalas dengan serangan yang tak kalah dahsyatnya. Terjadilah perkelahian yang amat seru dan mati-matian.
Sepasang pedang yang dimainkan oleh Thai-yang Suhu berubah menjadi dua gulungan sinar putih yang menyilaukan mata. Akan tetapi dua gulungan sinar itu seringkali goyah dan patah oleh sinar tongkat yang kehijauan, yang bergulung panjang seperti seekor naga hijau yang bermain di angkasa.
Ilmu tongkat Thian-te sin-tung yang dimainkan Pendekar Bongkok merupakan ilmu tingkat tinggi dan tak dapat dilawan oleh ilmu pedang pasangan yang dimainkan pendeta Pek-lian-kauw itu. Pula, pendeta itu kalah cepat gerakannya dibandingkan Sie Liong, bahkan dalam hal tenaga sin-kang, pendeta itu juga kalah kuat.
Kelebihan Thai-yang Suhu hanyalah dalam pengalaman bertanding saja, dan di samping itu, Sie Liong bersikap hati-hati sekali, karena dia tahu bahwa lengah sedikit saja dia dapat celaka di tangan lawan yang licik dan curang ini. Kehati-hatian inilah yang membuat Sie Liong tidak berani terlalu mendesak dan hal ini membuat lawannya mampu mengadakan perlawanan yang cukup seru dan perkelahian itu nampaknya seru dan ramai.
Betapapun juga, Pek Lan dan Tibet Sam Sinto yang sudah memiliki tingkat kepandaian yang cukup tinggi, mampu mengikuti jalannya pertandingan dan mereka tahu bahwa kalau tidak dibantu, akan sukar sekali bagi Thai-yang Suhu untuk dapat mengalahkan Pendekar Bongkok.
Oleh karena itu Pek Lan memberi isyarat kepada tiga orang jagoan Tibet itu dan mereka berempat lalu berloncatan memasuki gelanggang perkelahian dan mengeroyok lagi. Sekali ini, Thai-yang Suhu diam saja karena diapun mengerti bahwa kalau dia nekat melawan sendiri, jelas bahwa dia tidak akan mampu mengalahkan Pendekar Bongkok.
Di lain pihak, Sie Liong sama sekali tidak merasa gentar menghadapi pengeroyokan lima orang itu. Bahkan dia dapat mainkan tongkatnya lebih leluasa lagi. Dia tahu bahwa diantara para pengeroyoknya, yang amat lihai adalah Thai-yang Suhu dan Pek Lan. Akan tetapi karena disitu terdapat tiga orang Tibet Sam Sinto, maka permainan kedua orang lawan lihai ini bahkan menjadi terhalang dan mereka berdua itu tidak dapat menyerang sepenuhnya, terhalang oleh gerakan tiga orang jagoan Tibet itu.
Hal ini membuat Sie Liong semakin hebat gerakannya dan diapun tidak takut lagi bahwa dua orang lawan yang curang itu akan dapat mempergunakan senjata rahasia, mengingat bahwa di situ terdapat pula Tibet Sam Sinto yang ikut mengeroyok sehingga kalau ada yang mempergunakan senjata rahasia, hal itu dapat membahayakan kawan sendiri.
Hal ini, sama sekali tak disangkanya, memang benar telah terjadi. Ketika itu, dia merasakan betapa yang sungguh berbahaya diantara serangan lima orang itu adalah serangan Pek Lan, wanita cantik yang pernah dilawannya sebagai siluman merah itu.
Pedang wanita itu menyambar-nyambar ganas, dibantu pula oleh dorongan tangan kirinya yang melakukan pukulan atau tamparan Hek-in Tok-ciang, dan dari telapak tangan kirinya itu keluar uap hitam. Karena itu, dia berpikir untuk lebih dulu melumpuhkan perlawanan wanita ini. Dia memutar tongkatnya secara aneh dan segera mengerahkan daya serangan tongkatnya kepada Pek Lan.
“Trang....! Trangggg....!”
Bunga api berpijar ketika dua kali pedang di tangan Pek Lan bertemu dengan ujung tongkat yang mendesaknya.
“Ihhh....!”
Pek Lan mengeluarkan seruan kaget dan marah karena tenaga yang keluar dari tongkat itu sedemikian kuatnya sehingga ia terdorong ke belakang dan tangan yang memegang pedang tergetar hebat, hampir saja pedangnya terlepas dari pegangan.
Untung bahwa Thai-yang Suhu segera menghujani Pendekar Bongkok dengan serangan sehingga dalam keadaan terhuyung itu Pek Lan tidak didesak terus. Hal ini membuat Pek Lan marah sekali dan tiba-tiba ia mengeluarkan suara melengking nyaring dan ketika tangan kirinya bergerak, belasan jarum-jarum hitam beracun telah menyambar ke arah tubuh Pendekar Bongkok!
Jarum-jarum itu dilepas dari jarak dekat, juga disambitkan dengan pengerahan tenaga sekuatnya karena Pek Lan sedang marah, maka tentu saja amat berbahaya bagi Pendekar Bongkok!
Akan tetapi, dia memang selalu waspada dan melihat sinar lembut yang banyak itu, diapun maklum bahwa Pek Lan mempergunakan senjata rahasia. Maka dia cepat memutar tongkatnya sehingga tongkat itu membentuk bayangan seperti payung yang melindungi tubuhnya.
Ketika jarum-jarum itu bertemu dengan sinar tongkat, runtuhlah jarum-jarum itu, akan tetapi ada beberapa batang yang terpental ke kanan kiri. Terdengar teriakan-terjakan mengaduh dan dua orang diantara tiga Tibet Sam Sinto roboh!
Tentu saja hal ini amat mengejutkan para pengeroyok. Kiranya, diantara jarum hitam beracun yang terpental, ada beberapa batang yang mengenai dua orang itu! Racun yang dikandung jarum-jarum itu memang jahat sekali. Dua orang itu sudah berkelojotan sekarat!
Tentu saja Pek Lan tidak mungkin dapat melakukan pemeriksaan untuk memberi pengobatannya, bahkan iapun sama sekali tidak memusingkan keadaan dua orang rekan ini karena hal itu bahkan membuat ia menjadi semakin marah kepada Pendekar Bongkok dan kini ia menyerang lagi mati-matian dengan pedangnya.
Namun, mengeroyok lima saja tidak dapat mendesak Pendekar Bongkok apalagi kini berkurang dua. Tongkat di tangan Pendekar Bongkok menjadi semakin dahsyat gerakannya dan ketika seorang diantara Tibet Sam Sinto yang masih hidup dan merasa berduka dan marah karena kematian dua orang saudaranya itu menyerangkan golok di tangannya dengan sekuat tenaga, Pendekar Bongkok sengaja memapaki golok itu dengan tongkatnya sambil mengerahkan tenaganya.
“Trakkk....!”
Golok itu patah dan terlepas, dan sebuah tendangan kaki Pendekar Bongkok masih sempat dielakkan oleh orang itu, namun sambaran ujung tongkat tidak dapat dia hindarkan.
“Bukkk!”
Orang itu terjungkal dan pingsan karena punggungnya terkena gebukan tongkat dari samping.
Kini Pek Lan dan Thai-yang Suhu terkejut bukan main, juga mulai merasa jerih. Pada saat itu terdengarlah sorak sorai gemuruh. Ketika tiga orang yang sedang berkelahi itu mendengar suara ini, mereka semua berloncatan ke belakang dan memandang ke arah bawah.
Dan nampaklah puluhan orang, bahkan ada kurang lebih seratus orang penduduk yang memegang segala macam senjata, berlarian mendaki Bukit Onta dengan sikap mengancam!
Melihat ini, tentu saja Pendekar Bongkok menjadi girang. Dia telah berhasil membangkitkan semangat para penduduk itu yang kini agaknya berbondong-bondong naik ke bukit itu untuk mencari siluman! Sebaliknya, Thai-yang Suhu dan Pek Lan makin gelisah.
“Pek Lan, mari kita pergi!”
Kata Thai-yang Suhu. Tanpa diperintah dua kali, Pek Lan meloncat bersama Thai-yang Suhu.
“Hemm, kalian hendak lari kemana?”
Pendekar Bangkok membentak dan diapun meloncat untuk melakukan pengejaran. Akan tetapi, tiba-tiba Thai-yang Suhu melontarkan sesuatu ke atas tanah dan terdengar ledakan keras disusul mengepulnya asap hitam yang tebal. Khawatir kalau-kalau asap itu beracun, tentu saja Sie Liong menjauhkan diri, bermaksud mengejar dengan mengambil jalan memutar. Akan tetapi setelah dia tiba di belakang asap hitam, dua orang itu telah lenyap tanpa meninggalkan bekas.
Melihat betapa pemuda bongkok itu dapat mempergunakan daun-daun sebagai senjata rahasia yang mereka rasakan amat kuat dan berbahaya, lima orang itu terkejut dan makin maklum bahwa Pendekar Bongkok ini, biar masih muda dan cacat tubuhnya, ternyata benar-benar memiliki kesaktian. Maka, tanpa banyak cakap lagi merekapun segera mengepung dan mengeroyok!
Menghadapi pengeroyokan lima orang yang semua memiliki kepandaian tinggi, Sie Liong lalu memutar tongkatnya dan dia sudah memainkan Thian-te Sin-tung (Tongkat Sakti Langit Bumi). Ilmu ini adalah ilmu tongkat yang dipelajari dari Pek-sim Sian-su. Suatu ilmu yang dahsyat bukan main.
Ketika senjata yang hanya merupakan sebatang ranting yang menjadi tongkat itu diputar oleh Sie Liong, maka anginpun menyambar-nyambar dahsyat bagaikan badai, dan nampak gulungan sinar hijau yang amat panjang. Dari gulungan sinar hijau itu mencuat ujung-ujung tongkat yang bagaikan kilat cepatnya menyambar-nyambar ke arah lima orang pengeroyoknya.
Sekarang tahulah Thai-yang Suhu mengapa Pek Lan kewalahan menghadapi pemuda bongkok ini. Kiranya Pendekar Bongkok ini memang memiliki kepandaian yang amat hebat! Biarpun dia sendiri maju dibantu Pek Lan dan tiga orang Tibet Sam Sinto, tetap saja mereka berlima sama sekali tidak mampu mendesak, bahkan mereka yang kewalahan menghadapi tongkat sederhana yang dimainkan secara luar biasa itu.
Tongkat di tangan Pendekar Bongkok itu selain luar biasa cepatnya, juga mengandung tenaga kasar dan halus secara bergantian, dan setiap gerakan ujung tongkat itu mengeluarkan suara bersiutan di antara angin yang kuat sekali.
Thai-yang suhu adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw yang kedudukannya sudah tinggi. Dia memiliki ilmu pedang yang amat lihai di samping ilmu sihirnya, dan selama ini, belum pernah ada yang mampu menandingi ilmu sepasang pedangnya. Kini, karena mengeroyok, tentu saja dia tidak dapat memainkan sepasang pedangnya dengan leluasa. Maka, diapun membentak agar para pembantunya minggir.
“Minggir semua, biar pinceng sendiri menghadapi Pendekar Bongkok!” bentaknya.
Mendengar ini, Pek Lan dan Tibet Sam Sinto berloncatan keluar dari gelanggang pertempuran sehingga pendeta gundul tinggi besar itu kini berhadapan sendirian saja dengan Sie Liong. Sie Liong juga menghentikan gerakan tongkatnya dan berdiri menghadapi pendeta itu sambil memandang tajam.
“Thai-yang Suhu, sudah kukatakan bahwa aku tidak ingin bermusuhan dengan siapapun juga. Yang kutentang adalah perbuatan jahat, bukan orangnya. Oleh karena itu, kalau kalian membebaskan gadis-gadis yang telah kalian tawan dan mereka dalam keadaan selamat dan tidak terganggu, maka akupun akan menyuruh mereka pulang ke rumah masing-masing dan tidak akan memusuhi kalian, asal saja kalian tidak mengulang perbuatan jahat itu.”
“Pendekar Bongkok, kau kira pinceng takut padamu? Pinceng sengaja menyuruh kawan-kawan pinceng minggir agar pinceng dapat menghadapimu dengan leluasa. Akan tetapi, katakanlah dulu siapa guru-gurumu agar pinceng tahu siapa yang pinceng lawan!”
“Hemm, Thai-yang Suhu, ketahuilah bahwa guru-guruku adalah Himalaya Sam Lojin dan Pek-sim Sian-su,” jawab Sie Liong sejujurnya.
“Wah! Kiranya murid para tosu pelarian dari Himalaya!”
Seorang diantara Tibet Sam Sinto berseru. Sebagai tokoh-tokoh Tibet, tentu saja mereka mendengar akan hal itu.
Juga Thai-yang Suhu sudah pernah mendengar nama-nama yang disebutkan Pendekar Bongkok. Nama Himalaya Sam Lojin tidak mengejutkan hatinya karena kepandaian tiga orang kakek dari Himalaya itu tidak lebih dari tingkatnya sendiri. Akan tetapi disebutnya Pek-sim Sian-su membuat dia terkejut. Pantas saja pemuda bongkok ini tidak saja lihai ilmu silatnya, akan tetapi juga mampu menangkis ilmu sihirnya, bahkan telah menghancurkan jimatnya, yaitu tengkorak kecil tadi. Betapapun juga, Thai-yang Suhu yang terlalu mengandalkan kepandaian dan kekuatan sendiri, tidak merasa jerih.
“Bagus, sekarang bersiaplah engkau untuk mampus!”
Berkata demikian, tokoh Pek-lian-kauw itu menodongkan pedang di tangan kirinya ke arah Sie Liong. Pendekar Bongkok bersikap waspada karena dia sudah mendengar akan kecurangan para tokoh Pek-lian-kauw. Begitu dari gagang pedang itu menyambar sinar-sinar hitam yang lembut, dia sudah cepat memutar tongkatnya dan semua jarum hitam yang meluncur keluar dari gagang pedang itu runtuh.
“Pendeta palsu yang licik dan curang!”
Bentak Sie Liong dan diapun membalas dengan serangan tongkatnya yang menyambar dengan dahsyatnya dari kanan ke kiri, mengarah pinggang lawan.
Thai-yang Suhu meloncat ke belakang, pedang kanan menyambar dari atas ke arah kepala Sie Liong sedangkan pedang kiri menangkis ujung tongkat. Sie Liong mengelak dan memutar tongkat, membalas dengan serangan yang tak kalah dahsyatnya. Terjadilah perkelahian yang amat seru dan mati-matian.
Sepasang pedang yang dimainkan oleh Thai-yang Suhu berubah menjadi dua gulungan sinar putih yang menyilaukan mata. Akan tetapi dua gulungan sinar itu seringkali goyah dan patah oleh sinar tongkat yang kehijauan, yang bergulung panjang seperti seekor naga hijau yang bermain di angkasa.
Ilmu tongkat Thian-te sin-tung yang dimainkan Pendekar Bongkok merupakan ilmu tingkat tinggi dan tak dapat dilawan oleh ilmu pedang pasangan yang dimainkan pendeta Pek-lian-kauw itu. Pula, pendeta itu kalah cepat gerakannya dibandingkan Sie Liong, bahkan dalam hal tenaga sin-kang, pendeta itu juga kalah kuat.
Kelebihan Thai-yang Suhu hanyalah dalam pengalaman bertanding saja, dan di samping itu, Sie Liong bersikap hati-hati sekali, karena dia tahu bahwa lengah sedikit saja dia dapat celaka di tangan lawan yang licik dan curang ini. Kehati-hatian inilah yang membuat Sie Liong tidak berani terlalu mendesak dan hal ini membuat lawannya mampu mengadakan perlawanan yang cukup seru dan perkelahian itu nampaknya seru dan ramai.
Betapapun juga, Pek Lan dan Tibet Sam Sinto yang sudah memiliki tingkat kepandaian yang cukup tinggi, mampu mengikuti jalannya pertandingan dan mereka tahu bahwa kalau tidak dibantu, akan sukar sekali bagi Thai-yang Suhu untuk dapat mengalahkan Pendekar Bongkok.
Oleh karena itu Pek Lan memberi isyarat kepada tiga orang jagoan Tibet itu dan mereka berempat lalu berloncatan memasuki gelanggang perkelahian dan mengeroyok lagi. Sekali ini, Thai-yang Suhu diam saja karena diapun mengerti bahwa kalau dia nekat melawan sendiri, jelas bahwa dia tidak akan mampu mengalahkan Pendekar Bongkok.
Di lain pihak, Sie Liong sama sekali tidak merasa gentar menghadapi pengeroyokan lima orang itu. Bahkan dia dapat mainkan tongkatnya lebih leluasa lagi. Dia tahu bahwa diantara para pengeroyoknya, yang amat lihai adalah Thai-yang Suhu dan Pek Lan. Akan tetapi karena disitu terdapat tiga orang Tibet Sam Sinto, maka permainan kedua orang lawan lihai ini bahkan menjadi terhalang dan mereka berdua itu tidak dapat menyerang sepenuhnya, terhalang oleh gerakan tiga orang jagoan Tibet itu.
Hal ini membuat Sie Liong semakin hebat gerakannya dan diapun tidak takut lagi bahwa dua orang lawan yang curang itu akan dapat mempergunakan senjata rahasia, mengingat bahwa di situ terdapat pula Tibet Sam Sinto yang ikut mengeroyok sehingga kalau ada yang mempergunakan senjata rahasia, hal itu dapat membahayakan kawan sendiri.
Hal ini, sama sekali tak disangkanya, memang benar telah terjadi. Ketika itu, dia merasakan betapa yang sungguh berbahaya diantara serangan lima orang itu adalah serangan Pek Lan, wanita cantik yang pernah dilawannya sebagai siluman merah itu.
Pedang wanita itu menyambar-nyambar ganas, dibantu pula oleh dorongan tangan kirinya yang melakukan pukulan atau tamparan Hek-in Tok-ciang, dan dari telapak tangan kirinya itu keluar uap hitam. Karena itu, dia berpikir untuk lebih dulu melumpuhkan perlawanan wanita ini. Dia memutar tongkatnya secara aneh dan segera mengerahkan daya serangan tongkatnya kepada Pek Lan.
“Trang....! Trangggg....!”
Bunga api berpijar ketika dua kali pedang di tangan Pek Lan bertemu dengan ujung tongkat yang mendesaknya.
“Ihhh....!”
Pek Lan mengeluarkan seruan kaget dan marah karena tenaga yang keluar dari tongkat itu sedemikian kuatnya sehingga ia terdorong ke belakang dan tangan yang memegang pedang tergetar hebat, hampir saja pedangnya terlepas dari pegangan.
Untung bahwa Thai-yang Suhu segera menghujani Pendekar Bongkok dengan serangan sehingga dalam keadaan terhuyung itu Pek Lan tidak didesak terus. Hal ini membuat Pek Lan marah sekali dan tiba-tiba ia mengeluarkan suara melengking nyaring dan ketika tangan kirinya bergerak, belasan jarum-jarum hitam beracun telah menyambar ke arah tubuh Pendekar Bongkok!
Jarum-jarum itu dilepas dari jarak dekat, juga disambitkan dengan pengerahan tenaga sekuatnya karena Pek Lan sedang marah, maka tentu saja amat berbahaya bagi Pendekar Bongkok!
Akan tetapi, dia memang selalu waspada dan melihat sinar lembut yang banyak itu, diapun maklum bahwa Pek Lan mempergunakan senjata rahasia. Maka dia cepat memutar tongkatnya sehingga tongkat itu membentuk bayangan seperti payung yang melindungi tubuhnya.
Ketika jarum-jarum itu bertemu dengan sinar tongkat, runtuhlah jarum-jarum itu, akan tetapi ada beberapa batang yang terpental ke kanan kiri. Terdengar teriakan-terjakan mengaduh dan dua orang diantara tiga Tibet Sam Sinto roboh!
Tentu saja hal ini amat mengejutkan para pengeroyok. Kiranya, diantara jarum hitam beracun yang terpental, ada beberapa batang yang mengenai dua orang itu! Racun yang dikandung jarum-jarum itu memang jahat sekali. Dua orang itu sudah berkelojotan sekarat!
Tentu saja Pek Lan tidak mungkin dapat melakukan pemeriksaan untuk memberi pengobatannya, bahkan iapun sama sekali tidak memusingkan keadaan dua orang rekan ini karena hal itu bahkan membuat ia menjadi semakin marah kepada Pendekar Bongkok dan kini ia menyerang lagi mati-matian dengan pedangnya.
Namun, mengeroyok lima saja tidak dapat mendesak Pendekar Bongkok apalagi kini berkurang dua. Tongkat di tangan Pendekar Bongkok menjadi semakin dahsyat gerakannya dan ketika seorang diantara Tibet Sam Sinto yang masih hidup dan merasa berduka dan marah karena kematian dua orang saudaranya itu menyerangkan golok di tangannya dengan sekuat tenaga, Pendekar Bongkok sengaja memapaki golok itu dengan tongkatnya sambil mengerahkan tenaganya.
“Trakkk....!”
Golok itu patah dan terlepas, dan sebuah tendangan kaki Pendekar Bongkok masih sempat dielakkan oleh orang itu, namun sambaran ujung tongkat tidak dapat dia hindarkan.
“Bukkk!”
Orang itu terjungkal dan pingsan karena punggungnya terkena gebukan tongkat dari samping.
Kini Pek Lan dan Thai-yang Suhu terkejut bukan main, juga mulai merasa jerih. Pada saat itu terdengarlah sorak sorai gemuruh. Ketika tiga orang yang sedang berkelahi itu mendengar suara ini, mereka semua berloncatan ke belakang dan memandang ke arah bawah.
Dan nampaklah puluhan orang, bahkan ada kurang lebih seratus orang penduduk yang memegang segala macam senjata, berlarian mendaki Bukit Onta dengan sikap mengancam!
Melihat ini, tentu saja Pendekar Bongkok menjadi girang. Dia telah berhasil membangkitkan semangat para penduduk itu yang kini agaknya berbondong-bondong naik ke bukit itu untuk mencari siluman! Sebaliknya, Thai-yang Suhu dan Pek Lan makin gelisah.
“Pek Lan, mari kita pergi!”
Kata Thai-yang Suhu. Tanpa diperintah dua kali, Pek Lan meloncat bersama Thai-yang Suhu.
“Hemm, kalian hendak lari kemana?”
Pendekar Bangkok membentak dan diapun meloncat untuk melakukan pengejaran. Akan tetapi, tiba-tiba Thai-yang Suhu melontarkan sesuatu ke atas tanah dan terdengar ledakan keras disusul mengepulnya asap hitam yang tebal. Khawatir kalau-kalau asap itu beracun, tentu saja Sie Liong menjauhkan diri, bermaksud mengejar dengan mengambil jalan memutar. Akan tetapi setelah dia tiba di belakang asap hitam, dua orang itu telah lenyap tanpa meninggalkan bekas.
Pendekar Bongkok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar