Sie Liong terkejut sekali, ketika merasa betapa ada tenaga luar biasa yang seolah-olah memaksanya untuk menyerah dan berlutut. Akan tetapi dia adalah seorang pemuda gemblengan yang sudah menerima banyak petunjuk dari Pek-sim Sian-su, bagaimana menghadapi ilmu-ilmu sihir dari kaum sesat. Diapun cepat menahan napas mengerahkan khi-kang dan pengaruh yang memaksanya itu buyar. Akan tetapi dia menahan senyum dan pura-pura menjatuhkan diri berlutut seolah-olah dia terpengaruh oleh sihir yang dilakukan gadis itu!
Melihat lawannya benar-benar berlutut, Pek Lan girang bukan main akan hasil ilmu sihirnya itu. Ia tahu bahwa lawannya ini amat berbahaya, dan tidak mudah ditundukkan dengan pengaruh kecantikan wajah dan keindahan tubuhnya, maka baginya tidak ada gunanya, bahkan membahayakan saja. Maka iapun lalu menubruk ke depan dan kedua tangannya, dengan jari-jari membentuk cakar harimau, menyambar ke arah ubun-ubun kepala Pendekar Bongkok.
“Haiiiittt....!”
Pendekar Bongkok tiba-tiba membentak, kedua tangannya mendorong ke depan dan bagaikan sebuah layang-layang yang putus talinya, tubuh Pek Lan melayang ke belakang lalu terbanting jatuh!
Untung bahwa Pendekar Bongkok tidak bermaksud membunuhnya, maka Pek Lan tidak tewas, bahkan tidak terluka parah, hanya terbanting keras, membuat pinggulnya yang montok itu terasa nyeri bukan main. Ia meloncat bangun, menggosok-gosok pinggul yang tadi terbanting sambil meringis kesakitan.
Akan tetapi, kemarahannya memuncak dan tanpa banyak cakap lagi, iapun sudah mencabut pedangnya dan sambil mengeluarkan lengkingan panjang, ia menyerang Pendekar Bongkok dengan pedangnya.
Kalau saja Sie Liong menghendaki, pukulan dahsyat Pay-san-ciang (Tangan Menolak Gunung) tadi sudah cukup untuk membunuh Pek Lan. Akan tetapi, dia tidak bermaksud membunuh orang. Bagaimanapun juga, siluman merah itu belum diketahui apa sebenarnya yang menjadi latar belakang perbuatannya menculik gadis-gadis itu.
Kini, melihat betapa wanita itu menjadi semakin nekat dan menyerangnya dengan pedang, dengan permainan pedang yang cukup berbahaya, diapun mempergunakan kelincahan gerakan tubuhnya, mengelak sambil berloncatan dan berkali-kali tubuhnya berkelebatan di sekeliling lawannya, membuat gadis itu menjadi bingung dan pening. Ia merasa seolah melawan bayangan saja, demikian cepatnya gerakan Pendekar Bongkok.
“Hentikan seranganmu, atau terpaksa aku akan merobohkanmu. Kembalikan semua gadis yang telah kau culik, dan aku akan memaafkanmu!”
Pendekar Bongkok berseru beberapa kali, namun sebagai jawabannya, Pek Lan menyerang semakin ganas saja.
Sie Liong menjadi marah. Gadis ini terlalu ganas dan berhati kejam, kalau tidak diberi hajaran keras tentu tidak akan mau tunduk. Ketika pedang itu untuk ke sekian kalinya meluncur ke arah dadanya, Pendekar Bongkok mengelak dengan miringkan tubuh dan menarik tubuh atas ke belakang, lalu tangannya dengan cepat sekali menotok ke atas pundak kanan Pek Lan.
“Tukkk!”
Pek Lan merasa lengannya lumpuh dan pedang itu terlepas dari pegangannya, akan tetapi dengan gerakan memutar, ia menubruk ke arah Pendekar Bongkok dan tanpa malu-malu lagi tangannya yang membentuk cakar itu mencengkeram ke arah bawah pusar pemuda bongkok itu!
“Ihh....!”
Sie Liong meloncat ke belakang dan mukanya berubah merah. Wanita ini sungguh tidak tahu malu sama sekali! Dia melompat ke belakang bukan karena takut melainkan karena malu. Namun baru dia tahu bahwa serangan mencengkeram ke arah bawah pusarnya tadi hanya merupakan gertakan saja karena kini Pek Lan sudah menyambar kembali pedangnya yang tadi terlepas.
Serangan itu dipergunakan hanya untuk dapat merampas kembali pedang yang sudah lepas dari tangan. Wanita itu kini maklum benar bahwa Pendekar Bongkok sungguh amat lihai. Namun, ia masih merasa penasaran, apalagi mengingat bahwa ada teman-temannya yang tentu akan membantunya.
Benar saja, ketika ia menerjang lagi, tiba-tiba bermunculan tiga orang Tibet Sam Sinto yang sejak tadi hanya mengintai sambil menonton saja dan baru mereka muncul dan membantu Pek Lan setelah menerima perintah dari Thai-yang Suhu. Tokoh Pek-lian-kauw ini tidak segera memberi perintah membantu Pek Lan karena dia ingin memperhatikan gerakan ilmu silat Pendekar Bongkok dan untuk mengujinya sampai dimana kelihaian pemuda bongkok itu.
Diam-diam dia terkejut juga menyaksikan kelihaian Pendekar Bongkok yang membuat Pek Lan tidak berdaya. Setelah gadis itu terdesak hebat dan terancam bahaya, barulah dia memberi isarat kepada Tibet Sam Sinto untuk maju membantu.
Melihat munculnya tiga orang laki-laki tinggi besar yang masing-masing memegang sebatang golok melengkung dan gerakan mereka aneh, Sie Liong dapat menduga bahwa mereka tentulah jagoan-jagoan dari Tibet. Hal ini dapat diketahuinya dari gaya gerakan tubuh mereka. Dia sudah banyak mendengar dari para gurunya, yaitu Himalaya Saw Lojin dan juga Pek-sim Sian-su tentang ilmu silat Tibet yang bercampur dengan gaya silat gulat, semacam ilmu silat yang mengandalkan cengkeraman, tangkapan, dan bantingan.
Akan tetapi, perhatian Sie Liong bukan sepenuhnya kepada tiga orang ini. Dia menduga bahwa tentu masih ada musuh lain yang bersembunyi seperti tiga orang tinggi besar tadi yang bersembunyi di balik semak-semak.
Dia tadi tidak mendengar kedatangan mereka, hal itu hanya berarti bahwa sejak tadi mereka memang berada di situ, bersembunyi. Dia telah terjebak! Semua siasat yang dilakukan wanita cantik itu merupakan siasat mereka. Mungkin sejak dia mendaki Bukit Onta, gerak-geriknya tentu telah diikuti pihak musuh.
Ketika mendengar bunyi berkeresek di atas pohon besar, tiba-tiba Sie Liong mengeluarkan lengkingan panjang dan sebelum Pek Lan dan Tibet Sam Sinto sempat menyerangnya, tubuhnya sudah melayang naik ke arah pohon dimana dia tadi mendengar daun berkeresekan.
Melihat bayangan manusia di dalam pohon itu, Sie Liong meloncat sambil menyerang dengan dorongan telapak tangannya. Orang itu ternyata seorang kakek tinggi besar pula yang berkepala gundul dan berpakaian pendeta. Melihat Sie Liong meloncat ke atas pohon dan menyerangnya, kakek itu yang bukan lain adalah Thai-yang Suhu, menjadi terkejut dan cepat menangkis.
“Dukk!”
Keduanya terdorong keras dan terpaksa keduanya melompat turun dari atas dahan pohon. Ketika tubuhnya terdorong dan terpaksa meloncat turun, tangannya menyambar sebatang ranting sebesar lengannya dan ranting itu patah dan terbawa turun.
Lega rasa hati Sie Liong setelah dia memperoleh senjata itu, sebatang ranting yang panjangnya satu setengah meter, cukup kuat dan lentur. Di lain pihak, Thai-yang Suhu terkejut setengah mati. Tadi ketika dia menangkis, ia mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya. Biarpun pemuda bongkok itu terpaksa meloncat turun, dia sendiripun harus meloncat turun karena tubuhnya terpental dan seluruh lengannya yang menangkis tadi terasa dingin sekali! Dia tidak tahu bahwa pemuda itu tadi mengerahkan ilmu Swat-liong-ciang (Ilmu Silat Naga Salju) yang membuat kedua lengannya dipenuhi sin-kang yang dingin sekali.
Kini Sie Liong berdiri di tengah, dikepung oleh lima orang itu. Melihat keadaan kakek pendeta itu, Sie Liong segera mengenal gambar teratai putih, dia tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang tokoh Pek-lian-kauw, dan mengertilah dia kini mengapa gadis cantik itu menculiki gadis-gadis dusun yang cantik.
Dia sudah sering mendengar tentang sepak terjang aliran agama sesat Pek-lian-kauw yang bersembunyi di balik kedok perjuangan membela rakyat! Sebuah perkumpulan dimana orang-orangnya mempelajari ilmu silat dan ilmu sihir, dan dimana seringkali terjadi kecabulan karena orang-orang Pek-lian-kauw merupakan hamba nafsu, terutama sekali nufsu berahi.
Dia sering kali mendengar bahwa Pek-lian-kauw mempunyai banyak murid atau anak buah wanita-wanita muda yang cantik. Tentu perawan-perawan dusun itu akan dijadikan anak buah, bukan saja membantu kekuatan Pek-lian-kauw, akan tetapi mereka dijadikan tenaga hiburan bagi para pimpinan Pek-lian-kauw!
“Hemm, kiranya Pek-lian-kauw yang berdiri di belakang penculikan para gadis itu!”
Kata Sie Liong sambil berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang, tongkat ranting pohon itu berada di tangannya dan berdiri di depannya, dengan daun-daun yang masih memenuhi ranting kecil yang mencuat ke kanan kiri.
Thai-yang Suhu yang kini tidak berani memandang rendah lawannya, segera melangkah maju, sepasang pedang sudah dicabutnya dari balik jubah. Dia menudingkan pedang kiri ke arah muka Sie Liong dan terdengar suaranya yang berwibawa.
“Orang muda, siapakah engkau sesungguhnya? Selamanya belum pernah kami mendengar tentang seorang yang disebut Pendekar Bongkok, dan mengapa pula memusuhi kami dan menghalangi pekerjaan kami! Bicaralah, orang muda. Pinceng adalah Thai-yang Suhu, mereka ini adalah Tibet Sam Sinto, dan nona itu adalah nona Pek Lan, murid terkasih dari Hek-in Kui-bo. Nah, engkau lihat, engkau berhadapan dengan lima orang yang memiliki nama besar di dunia kang-ouw, oleh karena itu, sungguh tidak bijaksana bagimu kalau engkau memusuhi kami. Bukankah lebih baik kalau kita bekerja sama?”
Mendengar ucapan itu, Sie Liong mengerutkan alisnya dan sepasang matanya mencorong penuh kemarahan. Tokoh sesat ini menawarkan kerja sama dengan dia, berarti mengajak dia menjadi seorang penjahat!
“Thai-yang Suhu, engkau seorang yang berpakaian pendeta, akan tetapi ternyata kependetaanmu itu hanya kedok saja, seperti srigala berkedok domba. Aku bernama Sie Liong, tentang nama julukan itu, terserah yang menyebutku. Memang aku tidak mempunyai permusuhan dengan kalian, akan tetapi aku adalah musuh besar dari semua perbuatan jahat! Kalian telah menculik sembilan orang gadis-gadis dusun. Nah, kalau kalian tidak menghendaki pertentangan dengan aku, kalau menghendaki kerjasama, bebaskanlah sembilan orang gadis itu, dan akupun tidak akan mengganggu kalian lagi, kecuali kalau lain kali aku melihat kalian melakukan kejahatan lagi!”
“Bocah bongkok keparat sombong! Toa suhu, kenapa banyak bicara dengan bocah sombong ini? Biar kami habiskan dia!” bentak seorang diantara Tibet Sam Sinto dan mereka bertiga sudah marah sekali, sudah siap dengan golok mereka.
Akan tetapi Thai-yang Suhu memberi isarat agar para pembantunya itu jangan bergerak dulu. Lalu dia merogoh sesuatu dari dalam saku jubahnya, melontarkan benda sebesar kepalan tangan ke atas, ke arah Pendekar Bongkok sambil membentak lebih dulu dengan suara parau.
“Orang she Sie, lihat apakah engkau mampu menandingi seekor naga berapi!”
Sungguh hebat! Benda yang dilontarkan tadi seketika berubah menjadi asap hitam dan dari dalam asap hitam itu muncullah seekor naga menyemburkan api, bahkan tubuhnya juga bernyala. Naga itu terbang ke atas lalu dari atas menyambar turun ke arah tubuh Sie Liong!
Namun, Pendekar Bongkok ini yang tadinya juga terkejut, cepat menahan napas dan mengerahkan tenaga khi-kang, lalu mengangkat tangan kirinya ke atas.
“Kekuasaan iblis takkan pernah mampu mengalahkan kekuasaan Tuhan lewat manusia!”
Dan tangan kirinya itupun dengan pengerahan sin-kang Pek-in Sin-ciang yang membuat tangan kiri mengeluarkan uap putih, mendorong ke arah naga api. Terdengar suara keras dan naga itupun lenyap, dan nampak benda sekepal tadi runtuh ke depan kaki Thai-yang Suhu. Ternyata benda itu adalah sebuah tengkorak manusia yang amat kecil, seperti tengkorak bayi saja!
Thai-yang Suhu terbelalak, menyambar benda itu dan mengantunginya lagi, akan tetapi pada saat dia mengambil benda itu, tengkorak kecil itu hancur berkeping-keping. Ternyata benda yang tadi berubah menjadi naga itu tidak kuat menahan pukulan jarak jauh Pendekar Bongkok dan sudah retak-retak maka ketika dipungut oleh pemiliknya, hancur berantakan.
Thai-yang Suhu mengeluarkan teriakan marah dan diapun menggerakkan sepasang pedangnya, menyerang ke arah Pendekar Bongkok. Pada saat itu, Pek Lan juga menggerakkan pedangnya, berbareng dengan Tibet Sam Sinto yang sudah pula menggerakkan golok mereka.
Sie Liong mengeluarkan teriakan melengking dan menggerakkan ranting di tangannya. Sekali memutar ranting itu, nampak banyak sekali sinar hijau beterbangan menyerang ke arah lima orang pengeroyoknya!
Lima orang itu yang sudah siap menyerang, bahkan sudah menggerakkan senjata, terkejut ketika tiba-tiba melihat sinar-sinar hijau menyambar ke arah mereka. Cepat mereka menggerakkan senjata yang diputar di depan tubuh untuk menangkis karena mereka mengira bahwa Pendekar Bongkok mempergunakan senjata rahasia.
Melihat lawannya benar-benar berlutut, Pek Lan girang bukan main akan hasil ilmu sihirnya itu. Ia tahu bahwa lawannya ini amat berbahaya, dan tidak mudah ditundukkan dengan pengaruh kecantikan wajah dan keindahan tubuhnya, maka baginya tidak ada gunanya, bahkan membahayakan saja. Maka iapun lalu menubruk ke depan dan kedua tangannya, dengan jari-jari membentuk cakar harimau, menyambar ke arah ubun-ubun kepala Pendekar Bongkok.
“Haiiiittt....!”
Pendekar Bongkok tiba-tiba membentak, kedua tangannya mendorong ke depan dan bagaikan sebuah layang-layang yang putus talinya, tubuh Pek Lan melayang ke belakang lalu terbanting jatuh!
Untung bahwa Pendekar Bongkok tidak bermaksud membunuhnya, maka Pek Lan tidak tewas, bahkan tidak terluka parah, hanya terbanting keras, membuat pinggulnya yang montok itu terasa nyeri bukan main. Ia meloncat bangun, menggosok-gosok pinggul yang tadi terbanting sambil meringis kesakitan.
Akan tetapi, kemarahannya memuncak dan tanpa banyak cakap lagi, iapun sudah mencabut pedangnya dan sambil mengeluarkan lengkingan panjang, ia menyerang Pendekar Bongkok dengan pedangnya.
Kalau saja Sie Liong menghendaki, pukulan dahsyat Pay-san-ciang (Tangan Menolak Gunung) tadi sudah cukup untuk membunuh Pek Lan. Akan tetapi, dia tidak bermaksud membunuh orang. Bagaimanapun juga, siluman merah itu belum diketahui apa sebenarnya yang menjadi latar belakang perbuatannya menculik gadis-gadis itu.
Kini, melihat betapa wanita itu menjadi semakin nekat dan menyerangnya dengan pedang, dengan permainan pedang yang cukup berbahaya, diapun mempergunakan kelincahan gerakan tubuhnya, mengelak sambil berloncatan dan berkali-kali tubuhnya berkelebatan di sekeliling lawannya, membuat gadis itu menjadi bingung dan pening. Ia merasa seolah melawan bayangan saja, demikian cepatnya gerakan Pendekar Bongkok.
“Hentikan seranganmu, atau terpaksa aku akan merobohkanmu. Kembalikan semua gadis yang telah kau culik, dan aku akan memaafkanmu!”
Pendekar Bongkok berseru beberapa kali, namun sebagai jawabannya, Pek Lan menyerang semakin ganas saja.
Sie Liong menjadi marah. Gadis ini terlalu ganas dan berhati kejam, kalau tidak diberi hajaran keras tentu tidak akan mau tunduk. Ketika pedang itu untuk ke sekian kalinya meluncur ke arah dadanya, Pendekar Bongkok mengelak dengan miringkan tubuh dan menarik tubuh atas ke belakang, lalu tangannya dengan cepat sekali menotok ke atas pundak kanan Pek Lan.
“Tukkk!”
Pek Lan merasa lengannya lumpuh dan pedang itu terlepas dari pegangannya, akan tetapi dengan gerakan memutar, ia menubruk ke arah Pendekar Bongkok dan tanpa malu-malu lagi tangannya yang membentuk cakar itu mencengkeram ke arah bawah pusar pemuda bongkok itu!
“Ihh....!”
Sie Liong meloncat ke belakang dan mukanya berubah merah. Wanita ini sungguh tidak tahu malu sama sekali! Dia melompat ke belakang bukan karena takut melainkan karena malu. Namun baru dia tahu bahwa serangan mencengkeram ke arah bawah pusarnya tadi hanya merupakan gertakan saja karena kini Pek Lan sudah menyambar kembali pedangnya yang tadi terlepas.
Serangan itu dipergunakan hanya untuk dapat merampas kembali pedang yang sudah lepas dari tangan. Wanita itu kini maklum benar bahwa Pendekar Bongkok sungguh amat lihai. Namun, ia masih merasa penasaran, apalagi mengingat bahwa ada teman-temannya yang tentu akan membantunya.
Benar saja, ketika ia menerjang lagi, tiba-tiba bermunculan tiga orang Tibet Sam Sinto yang sejak tadi hanya mengintai sambil menonton saja dan baru mereka muncul dan membantu Pek Lan setelah menerima perintah dari Thai-yang Suhu. Tokoh Pek-lian-kauw ini tidak segera memberi perintah membantu Pek Lan karena dia ingin memperhatikan gerakan ilmu silat Pendekar Bongkok dan untuk mengujinya sampai dimana kelihaian pemuda bongkok itu.
Diam-diam dia terkejut juga menyaksikan kelihaian Pendekar Bongkok yang membuat Pek Lan tidak berdaya. Setelah gadis itu terdesak hebat dan terancam bahaya, barulah dia memberi isarat kepada Tibet Sam Sinto untuk maju membantu.
Melihat munculnya tiga orang laki-laki tinggi besar yang masing-masing memegang sebatang golok melengkung dan gerakan mereka aneh, Sie Liong dapat menduga bahwa mereka tentulah jagoan-jagoan dari Tibet. Hal ini dapat diketahuinya dari gaya gerakan tubuh mereka. Dia sudah banyak mendengar dari para gurunya, yaitu Himalaya Saw Lojin dan juga Pek-sim Sian-su tentang ilmu silat Tibet yang bercampur dengan gaya silat gulat, semacam ilmu silat yang mengandalkan cengkeraman, tangkapan, dan bantingan.
Akan tetapi, perhatian Sie Liong bukan sepenuhnya kepada tiga orang ini. Dia menduga bahwa tentu masih ada musuh lain yang bersembunyi seperti tiga orang tinggi besar tadi yang bersembunyi di balik semak-semak.
Dia tadi tidak mendengar kedatangan mereka, hal itu hanya berarti bahwa sejak tadi mereka memang berada di situ, bersembunyi. Dia telah terjebak! Semua siasat yang dilakukan wanita cantik itu merupakan siasat mereka. Mungkin sejak dia mendaki Bukit Onta, gerak-geriknya tentu telah diikuti pihak musuh.
Ketika mendengar bunyi berkeresek di atas pohon besar, tiba-tiba Sie Liong mengeluarkan lengkingan panjang dan sebelum Pek Lan dan Tibet Sam Sinto sempat menyerangnya, tubuhnya sudah melayang naik ke arah pohon dimana dia tadi mendengar daun berkeresekan.
Melihat bayangan manusia di dalam pohon itu, Sie Liong meloncat sambil menyerang dengan dorongan telapak tangannya. Orang itu ternyata seorang kakek tinggi besar pula yang berkepala gundul dan berpakaian pendeta. Melihat Sie Liong meloncat ke atas pohon dan menyerangnya, kakek itu yang bukan lain adalah Thai-yang Suhu, menjadi terkejut dan cepat menangkis.
“Dukk!”
Keduanya terdorong keras dan terpaksa keduanya melompat turun dari atas dahan pohon. Ketika tubuhnya terdorong dan terpaksa meloncat turun, tangannya menyambar sebatang ranting sebesar lengannya dan ranting itu patah dan terbawa turun.
Lega rasa hati Sie Liong setelah dia memperoleh senjata itu, sebatang ranting yang panjangnya satu setengah meter, cukup kuat dan lentur. Di lain pihak, Thai-yang Suhu terkejut setengah mati. Tadi ketika dia menangkis, ia mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya. Biarpun pemuda bongkok itu terpaksa meloncat turun, dia sendiripun harus meloncat turun karena tubuhnya terpental dan seluruh lengannya yang menangkis tadi terasa dingin sekali! Dia tidak tahu bahwa pemuda itu tadi mengerahkan ilmu Swat-liong-ciang (Ilmu Silat Naga Salju) yang membuat kedua lengannya dipenuhi sin-kang yang dingin sekali.
Kini Sie Liong berdiri di tengah, dikepung oleh lima orang itu. Melihat keadaan kakek pendeta itu, Sie Liong segera mengenal gambar teratai putih, dia tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang tokoh Pek-lian-kauw, dan mengertilah dia kini mengapa gadis cantik itu menculiki gadis-gadis dusun yang cantik.
Dia sudah sering mendengar tentang sepak terjang aliran agama sesat Pek-lian-kauw yang bersembunyi di balik kedok perjuangan membela rakyat! Sebuah perkumpulan dimana orang-orangnya mempelajari ilmu silat dan ilmu sihir, dan dimana seringkali terjadi kecabulan karena orang-orang Pek-lian-kauw merupakan hamba nafsu, terutama sekali nufsu berahi.
Dia sering kali mendengar bahwa Pek-lian-kauw mempunyai banyak murid atau anak buah wanita-wanita muda yang cantik. Tentu perawan-perawan dusun itu akan dijadikan anak buah, bukan saja membantu kekuatan Pek-lian-kauw, akan tetapi mereka dijadikan tenaga hiburan bagi para pimpinan Pek-lian-kauw!
“Hemm, kiranya Pek-lian-kauw yang berdiri di belakang penculikan para gadis itu!”
Kata Sie Liong sambil berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang, tongkat ranting pohon itu berada di tangannya dan berdiri di depannya, dengan daun-daun yang masih memenuhi ranting kecil yang mencuat ke kanan kiri.
Thai-yang Suhu yang kini tidak berani memandang rendah lawannya, segera melangkah maju, sepasang pedang sudah dicabutnya dari balik jubah. Dia menudingkan pedang kiri ke arah muka Sie Liong dan terdengar suaranya yang berwibawa.
“Orang muda, siapakah engkau sesungguhnya? Selamanya belum pernah kami mendengar tentang seorang yang disebut Pendekar Bongkok, dan mengapa pula memusuhi kami dan menghalangi pekerjaan kami! Bicaralah, orang muda. Pinceng adalah Thai-yang Suhu, mereka ini adalah Tibet Sam Sinto, dan nona itu adalah nona Pek Lan, murid terkasih dari Hek-in Kui-bo. Nah, engkau lihat, engkau berhadapan dengan lima orang yang memiliki nama besar di dunia kang-ouw, oleh karena itu, sungguh tidak bijaksana bagimu kalau engkau memusuhi kami. Bukankah lebih baik kalau kita bekerja sama?”
Mendengar ucapan itu, Sie Liong mengerutkan alisnya dan sepasang matanya mencorong penuh kemarahan. Tokoh sesat ini menawarkan kerja sama dengan dia, berarti mengajak dia menjadi seorang penjahat!
“Thai-yang Suhu, engkau seorang yang berpakaian pendeta, akan tetapi ternyata kependetaanmu itu hanya kedok saja, seperti srigala berkedok domba. Aku bernama Sie Liong, tentang nama julukan itu, terserah yang menyebutku. Memang aku tidak mempunyai permusuhan dengan kalian, akan tetapi aku adalah musuh besar dari semua perbuatan jahat! Kalian telah menculik sembilan orang gadis-gadis dusun. Nah, kalau kalian tidak menghendaki pertentangan dengan aku, kalau menghendaki kerjasama, bebaskanlah sembilan orang gadis itu, dan akupun tidak akan mengganggu kalian lagi, kecuali kalau lain kali aku melihat kalian melakukan kejahatan lagi!”
“Bocah bongkok keparat sombong! Toa suhu, kenapa banyak bicara dengan bocah sombong ini? Biar kami habiskan dia!” bentak seorang diantara Tibet Sam Sinto dan mereka bertiga sudah marah sekali, sudah siap dengan golok mereka.
Akan tetapi Thai-yang Suhu memberi isarat agar para pembantunya itu jangan bergerak dulu. Lalu dia merogoh sesuatu dari dalam saku jubahnya, melontarkan benda sebesar kepalan tangan ke atas, ke arah Pendekar Bongkok sambil membentak lebih dulu dengan suara parau.
“Orang she Sie, lihat apakah engkau mampu menandingi seekor naga berapi!”
Sungguh hebat! Benda yang dilontarkan tadi seketika berubah menjadi asap hitam dan dari dalam asap hitam itu muncullah seekor naga menyemburkan api, bahkan tubuhnya juga bernyala. Naga itu terbang ke atas lalu dari atas menyambar turun ke arah tubuh Sie Liong!
Namun, Pendekar Bongkok ini yang tadinya juga terkejut, cepat menahan napas dan mengerahkan tenaga khi-kang, lalu mengangkat tangan kirinya ke atas.
“Kekuasaan iblis takkan pernah mampu mengalahkan kekuasaan Tuhan lewat manusia!”
Dan tangan kirinya itupun dengan pengerahan sin-kang Pek-in Sin-ciang yang membuat tangan kiri mengeluarkan uap putih, mendorong ke arah naga api. Terdengar suara keras dan naga itupun lenyap, dan nampak benda sekepal tadi runtuh ke depan kaki Thai-yang Suhu. Ternyata benda itu adalah sebuah tengkorak manusia yang amat kecil, seperti tengkorak bayi saja!
Thai-yang Suhu terbelalak, menyambar benda itu dan mengantunginya lagi, akan tetapi pada saat dia mengambil benda itu, tengkorak kecil itu hancur berkeping-keping. Ternyata benda yang tadi berubah menjadi naga itu tidak kuat menahan pukulan jarak jauh Pendekar Bongkok dan sudah retak-retak maka ketika dipungut oleh pemiliknya, hancur berantakan.
Thai-yang Suhu mengeluarkan teriakan marah dan diapun menggerakkan sepasang pedangnya, menyerang ke arah Pendekar Bongkok. Pada saat itu, Pek Lan juga menggerakkan pedangnya, berbareng dengan Tibet Sam Sinto yang sudah pula menggerakkan golok mereka.
Sie Liong mengeluarkan teriakan melengking dan menggerakkan ranting di tangannya. Sekali memutar ranting itu, nampak banyak sekali sinar hijau beterbangan menyerang ke arah lima orang pengeroyoknya!
Lima orang itu yang sudah siap menyerang, bahkan sudah menggerakkan senjata, terkejut ketika tiba-tiba melihat sinar-sinar hijau menyambar ke arah mereka. Cepat mereka menggerakkan senjata yang diputar di depan tubuh untuk menangkis karena mereka mengira bahwa Pendekar Bongkok mempergunakan senjata rahasia.
Pendekar Bongkok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar