Ads

Kamis, 09 Januari 2020

Pendekar Bongkok Jilid 065

“Ha-ha-ha, anak manis, apakah syaratmu itu? Hadiah apa yang kau minta?”

“Aku mau mewakill subo membantu paman sampai berhasil mengumpulkan lima belas orang gadis dusun yang dibutuhkan Pek-lian-kauw, akan tetapi dengan imbalan bahwa paman akan mengajarkan ilmu sihir yang aneh kepadaku.”

Mendengar permintaan ini, sepasang mata Thai-yang Suhu terbelalak, akan tetapi sepasang mata itu lalu menjelajahi wajah dan tubuh Pek Lan, dan diapun tertawa bergelak.

“Ha-ha-ha, Kui-bo. Muridmu ini memang cerdik dan menyenangkan sekali. Permintaanmu itu memang sudah pantas! Dan pinceng bukanlah seorang yang pelit, apalagi terhadap seorang gadis cantik manis yang cerdik seperti engkau, masih keponakanku sendiri pula dan yang akan membantu pinceng. Ha-ha-ha, memang hidup ini harus meminta dan memberi, pinceng akan mengajarkan beberapa macam ilmu sihir kepadamu, Pek Lan, asalkan engkau suka mentaati segala perintahku, memenuhi segala permintaanku. Bagaimana, sanggupkah engkau?”

Pek Lan yang merasa girang sekali mendengar bahwa ia akan menerima pelajaran ilmu sihir, tanpa ragu lagi menjawab,

“Tentu saja aku sanggup, Paman Thai-yang Suhu!”

“Ho-ho-ho, sekali ini engkau terjebak oleh pamanmu yang selain lihai juga amat cerdik, Pek Lan! Engkau berjanji akan memenuhi semua permintaannya! Engkau lupa bahwa engkau seorang wanita muda yang amat cantik jelita dan menarik, sedangkan Thai-yang Suhu ini adalah seorang laki-laki yang hatinya masih muda dan dulu dia amat tampan, digilai banyak wanita. Ha-ha-hi-hik!”

Mendengar ucapan subonya, Pek Lan memandang kepada pria gundul yang memang tampan itu, dan wajahnya berubah kemerahan. Tentu saja ia mengerti apa maksud subonya, akan tetapi kalau benar tokoh Pek-lian-kauw itu menghendaki apa yang dimaksudkan subonya, iapun tidak berkeberatan!

Kalau burung berkelompok karena persamaan bulunya, manusia berkelompok karena persamaan selera dan cara hidupnya. Kalau sekelompok orang sama-sama menjadi hamba nafsu, tentu mereka dapat menjadi akrab dan bersahabat. Kegemaran mereka sejalan dan sama, yaitu pemuasan nafsu dan pengejar kesenangan.

Celakah orang yang hidup sebagai hamba nafsunya sendiri, tanpa menyadari bahwa nafsu yang menyuguhkan segala macam kesenangan itu sesungguhnya merupakan musuh yang paling jahat, yang akan dapat menyeret para hambanya ke dalam lembah duka dan kesengsaraan. Kenyataan ini bukan berarti bahwa nafsu adalah sesuatu yang amat buruk dan harus dilenyapkan dari diri kita. Sama sekali tidak! Nafsu sudah ada semenjak kita lahir. Nafsu, karena itu, juga merupakan anugerah Tuhan.

Tuhan telah mengikutkan nafsu kepada kita sejak lahir, seperti juga mengikutkan hati, perasaan, pikiran dan semua anggauta badan kita. Seperti juga yang lain itu, nafsu hanya merupakan pelengkap, merupakan alat, bahkan alat hidup yang penting sekali.

Tanpa adanya nafsu, kita tidak mungkin dapat hidup. Nafsulah yang membuat kita bergairah, untuk bekerja, untuk makan, untuk minum, bahkan dalam setiap panca indera kita, nafsu mendatangkan kenikmatan dalam mendengar, melihat, mencium dan sebagainya. Nafsu pula yang mendorong manusia untuk saling menghubungi lawan jenisnya sehingga manusia dapat berkembang biak. Sesungguhnyalah, nafsu merupakan alat yang teramat penting dan baik, nafsu merupakan hamba yang amat setia dan berguna.

Akan tetapi, daya-daya rendah kebendaan, yaitu ikatan kita dengan segala macam benda ciptaan manusia sendiri, daya rendah tumbuh-tumbuhan dan hewan yang memasuki tubuh kita melalui makanan, daya rendah jasmani yang menimbulkan ikatan antar manusia dalam hubungannya, semua itu saling berlomba melalui nafsu untuk menjadi majikan atas diri manusia.

Dan nafsu yang dapat menjadi hamba paling baik itu, sekali dibiarkan menjadi majikan, akan memperbudak kita. Jiwa yang merupakan unsur paling murni di dalam diri, tertutup dan tidak berdaya sehingga diri sepenuhnya dikuasai oleh nafsu. Setiap pikiran, kata-kata dan perbuatan kita bergelimang nafsu!

Dan betapapun manusia berusaha untuk membersihkan diri dari nafsu, untuk membebaskan diri dari cengkeraman nafsu yang memperbudak kita, semua usaha itu akan sia-sia dan gagal. Karena usaha itu adalah hasil dari pikiran yang sudah bergelimang nafsu pula.

Tidak mungkin pikiran yang bergelimang nafsu ini membersihkan pikiran sendiri dari nafsu. Usaha itu masih berputar di dalam lingkaran yang dikuasai nafsu. Hanya kekuasaan yang berada di luar lingkaran itu sajalah yang akan mampu membebaskan kita. Dan kekuasaan itu adalah kekuasaan mutlak, yaitu kekuasaan Tuhan!






Karena nafsu merupakan ciptaan Tuhan, maka kekuasaan-Nya sajalah yang akan mampu mengatur, akan mampu membersihkan jiwa dari gelimangan nafsu, dan akan mampu membuat nafsu menduduki tempat yang semestinya, yaitu sebagai alat hidup manusia, bagaikan kuda penarik yang jinak dan penurut, bukan liar dan binal!

Dan kekuasaan Tuhan pasti akan bekerja selama kita tidak mengagungkan diri sendiri yang sesungguhnya rendah, menyombongkan kekuatan sendiri yang sesungguhnya lemah. Kekuasaan Tuhan akan bekerja kalau kita mawas diri, melihat kenyataan betapa kecil kita ini di hadapan kekuasaan Tuhan, kalau kita rendah hati lahir batin dan menyerah kepada Tuhan dengan ikhlas, tawakal dan sabar.

Demikianlah, semenjak saat itu, Pek Lan membantu Thai-yang Suhu, tokoh Pek-lian-kauw itu dan dengan ilmunya yang tinggi, Pek Lan membantu pendeta palsu itu menculiki gadis-gadis cantik dari dusun-dusun.

Di samping itu, Pek Lan menerima pula petunjuk dan pelajaran dari Thai-yang Suhu yang memenuhi janjinya, mengajarkan ilmu sihir kepada wanita cantik itu. Sebaliknya, Pek Lan juga tidak melanggar janjinya dan dengan penuh kemesraan dan kepasrahan iapun menyerahkan dirinya melayani semua gairah nafsu tokoh Pek-lian-kauw itu. Bahkan iapun merasa puas dan senang karena ternyata pria yang sudah berusia enam puluh tahun itu perkasa, bahkan tidak kalah oleh yang muda-muda.

“Sungguh aku merasa heran sekali, Pek Lan. Engkau gagal karena dihalangi oleh seorang pemuda yang bertubuh cacat, yang bongkok? Sungguh penasaran dan memalukan sekali!”

Demikian berkali-kali Thai-yang Suhu menegur pembantunya, juga kekasihnya itu. Pek Lan mengerutkan alisnya dan mulutnya yang berbibir merah basah tanpa gincu itu cemberut.

“Hemm, mencela memang mudah! Aku bukan mengatakan bahwa aku kalah oleh setan bongkok itu, akan tetapi aku hanya mengatakan bahwa dia memang lihai sekali. Aku terpaksa melarikan diri bukan karena takut melawannya. Kami belum berkelahi sungguh-sungguh. Akan tetapi, bagaimana aku akan bertindak nekat kalau ratusan orang penduduk berada di belakangnya?”

Thai-yang Suhu mengerutkan alisnya pula.
“Hemm, tentu si bongkok itu pula yang mengerahkan penduduk. Dan selama dia berada disana dan menghasut penduduk untuk melawan kita, maka tentu akan sukar bagi kita untuk memenuhi jumlah gadis yang kita butuhkan. Sudah ada sembilan orang dan tinggal enam lagi saja, eh, tiba-tiba muncul setan bongkok itu. Kita harus melenyapkan perintang itu.”

“Benar sekali, kalau si bongkok itu kita bunuh, tentu hati para penduduk menjadi gentar lagi dan mereka tidak akan berani lagi menentang kita,” kata seorang diantara Tibet Sam Sinto (Tiga Golok Sakti Tibet) itu. Dua orang saudaranya mengangguk-angguk.

Pek Lan yang merasa panas hatinya karena ditegur Thai-yang Suhu tadi, mendengar ucapan Tibet Sam Sinto segera bangkit dan bertolak pinggang, lalu berkata dengan suara lantang,

“Sam Sinto, biar kalian bertiga yang menghadapi penduduk yang banyak akan tetapi lemah itu, dan biar aku yang akan menandingi si bongkok sampai dia mampus di tanganku!”

Tibet Sam Sinto tidak berani memandang rendah kepada wanita muda yang cantik manis itu karena mereka maklum betapa lihainya Pek Lan, mereka hanya mengangguk dan seorang diantara mereka berkata singkat,

“Jangan khawatir, nona. Kami akan membasmi penduduk yang berani menentang kita!”

“Hemm, kalian tidak boleh menuruti hati marah saja. Semua harus diatur dengan cermat agar jangan sampai gagal. Aku tidak biasa bekerja secara serampangan saja, harus menggunakan siasat yang matang,” kata Thai-yang Suhu.

Pada saat itu, seorang anak buah mereka muncul. Anak buah ini tadi telah menerima tugas untuk menyelidiki keadaan dalam dusun Ngomaima, terutama sekali menyelidiki tentang si bongkok.

“Bagaimana hasil penyelidikanmu?” tanya Thai-yang Suhu.

Anak buah ini juga seorang anggauta Pek-lian-kauw yang terkenal cerdik dan juga memiliki gin-kang yang membuat dia mampu berlari cepat dan bergerak dengan gesit. Setelah memberi hormat, anak buah itu lalu bercerita.

“Tidak ada yang mengetahui siapa nama si bongkok itu, Lo suhu. Orang menyebut dia Pendekar Bongkok, dan tak seorangpun mau mengaku ketika saya mencoba bertanya siapa namanya dan bagaimana riwayatnya. Yang jelas, dia bukan penduduk daerah ini, melainkan datang dari timur.”

“Dimana dia sekarang dan bagaimana keadaan para penduduk dusun Ngomaima?” tanya pula Thai-yang Suhu tak sabar.

“Dia masih bermalam di rumah penginapan, akan tetapi penduduk kini melakukan penjagaan ketat dan puluhan orang melakukan penjagaan secara bergiliran.”

“Hemm, aku tidak takut! Mari kita sekarang juga mencari si bongkok itu di rumah penginapan!” kata Pek Lan gemas.

“Tidak,” bantah Thai-yang Suhu. “Sudah kukatakan, semua harus menggunakan rencana siasat. Jangan sampai kita memperlihatkan kelemahan seolah-olah takut kepada si bongkok dan para penduduk. Pek Lan, besok siang kita usahakan untuk memberi tanda merah lagi pada pintu rumah Gulamar, dan malam harinya, engkau culik puterinya!”

“Tapi, kalau mereka tahu, tentu mereka mengatur jebakan,” bantah Pek Lan.

“Ha-ha-ha, justeru itu yang kukehendaki. Biarlah mereka mengatur jebakan untukmu, akan tetapi mereka tidak tahu bahwa di belakangmu ada kami! Tibet Sam Sinto yang akan menghadapi orang-orang dusun bodoh itu, dan engkau menculik gadis itu. Kalau si bongkok muncul, kita hadapi berdua, dan jangan khawatir, aku melindungimu, Pek Lan.”

Wanita muda itu mengangguk-angguk dan hatinyapun merasa tenang. Kalau Thai-yang Suhu membantunya menghadapi si bongkok, ia hampir yakin bahwa mereka tentu akan mampu merobohkan Pendekar Bongkok itu.

Malam itu, Pek Lan berusaha keras untuk menyenangkan hati Thai-yang Suhu, sebagian untuk menebus kekurangannya karena kegagalan menculik puteri Gulamar, ke dua karena pendeta Pek-lian-kauw itu besok akan membantunya. Untuk memberi tanda darah kepada pintu keluarga hartawan itu, diserahkan kepada anak buah yang cekatan dan pandai menyamar.

Sie Liong berjalan dengan tenang mendaki bukit Onta yang penuh dengan hutan itu. Biarpun belum yakin karena belum mendapatkan bukti, namun dia menduga keras bahwa tentu siluman yang suka menculik gadis itu bersembunyi di tempat yang ditakuti orang ini.

Sebuah tempat persembunyian yang baik. Akan tetapi, siluman itu seorang wanita, dan mengapa ada wanita menculiki gadis-gadis cantik? Tentu wanita siluman itu tidak sendiri dan mungkin terdapat banyak kawannya yang tentu saja berbahaya. Maka, biarpun dia melangkah tenang, dia tak pernah lengah sedetikpun. Mata dan telinganya menyelidiki keadaan di sekelilingnya.

Sikapnya yang amat hati-hati itu tidak menolongnya. Semenjak dia mendaki Bukit Onta, setiap gerakannya sudah diikuti oleh banyak pasang mata. Dia tidak tahu bahwa pendakiannya tadi kelihatan oleh anak buah Thai-yang Suhu yang segera melapor kepada pendeta Pek-lian-kauw itu.

Mendengar bahwa Pendekar Bongkok sudah datang berkunjung dan mendaki bukit, tentu saja hal ini tidak pernah disangka oleh Thai-yang Suhu yang cepat mempersiapkan diri. Dia berunding dengan Pek Lan dan Tibet Sam Sinto, mengatur siasat.

Thai-yang Suhu, biarpun nampaknya seperti seorang pendeta, namun dia adalah pendeta dari aliran kebatinan yang sesat, oleh karena itu, dia tidak segan atau malu selalu bersikap curang. Kalau dia gagah, tentu dijumpainya Pendekar Bongkok agar mereka dapat bertanding secara gagah pula. Tidak, dia tidak ingin mengalami kerugian dan segalanya diperhitungkan demi keuntungan pihaknya. Dia belum mengenal siapa Pendekar Bongkok, dari aliran mana dan bagaimana tingkat ilmu kepandaiannya. Kalau memang Pendekar Bongkok pandai, mengapa tidak diusahakan dulu agar suka membantu dan bekerja sama dengan Pek-lian-kauw? Kalau semua usaha itu gagal, baru terpaksa dibunuh!




Pendekar Bongkok Jilid 064
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar