Sepuluh orang itu sudah mengepungnya dan Lan Hong memandang dengan muka pucat. Selama melakukan perjalanan, sudah banyak dia digoda pria, akan tetapi belum pernah bertemu gerombolan laki-laki yang begini kasar dan kelihatan buas. Juga di punggung mereka nampak golok besar yang mengerikan.
Biarpun ia puteri seorang guru silat, bahkan bekas isteri seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, namun menghadapi gerombolan yang kasar dan ceriwis ini, jantung dalam dadanya berdebar penuh rasa tegang dan gelisah. Namun, Lan Hong menenangkan dirinya lalu berkata dengan lembut.
“Harap cu-wi suka mengasihani aku seorang wanita yang mencari anaknya dan tidak menggangguku. Biarkan aku pergi dari sini!”
“Tentu saja kami kasihan kepadamu, manis. Karena kasihan dan sayang maka kami tidak akan membiarkan engkau berjalan sendiri. Mari kami antar, ha-ha-ha!” kata seorang diantara mereka.
“Kawan-kawan, mari kita bersenang-senang, selagi toako (kakak tertua) tidak ada. Kalau ada dia, celaka, tentu akan dia habiskan sendiri dan kita tidak akan kebagian!” kata yang lain.
Semua orang tertawa mendengar ini dan menyatakan setuju. Segera mereka berlumba untuk menangkap Lan Hong. Wanita ini sudah siap dan ia mencabut pedang dari buntalan pakaiannya.
“Harap kalian mundur atau terpaksa aku mempergunakan pedangku!” bentaknya.
Melihat betapa wanita yang manis itu memegang pedang, sepuluh orang itu terkejut, akan tetapi hanya sebentar saja. Mereka memandang rendah kepada wanita itu dan kembali sambil tertawa-tawa mereka mengepung.
“Wah, pandai juga bermain pedang, ya? Bagus, kalau melawan lebih mengasyikkan!” Dan kembali mereka hendak menangkap dari berbagai jurusan.
Melihat ancaman mengerikan itu, Sie Lan Hong menggerakkan pedangnya ke belakang sambil membalikkan tubuhnya. Orang yang berada di belakangnya, terkejut ketika ada sinar menyambar. Dia menarik tangannya, akan tetapi pedang itu tetap saja menggores lengannya, merobek baju dan kulit lengan. Dia berteriak kesakitan dan juga marah.
“Hemm, galak juga, ya? Kawan-kawan, mari kita tundukkan dulu wanita manis dan galak ini. Akan tetapi jangan dilukai, sayang kalau sampai ia terluka!”
Dan mereka mencabut golok mereka, golok besar yang kelihatan berat dan tajam berkilauan. Lan Hong memutar pedangnya dan beberapa batang golok menangkis. Ketika mereka mengerahkan tenaga.
“Trangggg....!”
Pedang itu terlepas dari tangan Lang Hong yang menjadi terkejut bukan main. Sepuluh orang itu tertawa bergelak dan kesempatan ini dipergunakan oleh Lan Hong untuk menyelinap diantara mereka dan melarikan diri secepatnya ke arah kiri.
Sepuluh orang berpakaian hitam-hitam itu tertawa gembira lalu lari mengejar sambil berteriak-teriak. Mereka seperti segerombolan srigala yang mengejar dan mempermainkan seekor kelinci, yakin bahwa akhirnya kelinci itu takkan terlepas dari terkaman mereka.
Mereka mengejar sambil tertawa-tawa dan Lan Hong melarikan diri sekuat tenaga. Ia dapat membayangkan kengerian yang melebihi maut kalau sampai ia tertangkap oleh orang-orang biadab itu. Lebih baik mati dari pada membiarkan dirinya diperkosa dan dihina. Akan tetapi, sebelum putus asa, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk melarikan diri atau melawan sampai napas terakhir.
Para pengejar itu memang sengaja hendak mempermainkan Lan Hong, maka mereka hanya berlari di belakangnya, tidak segera menangkapnya. Lan Hong berlari terus, menurut jalan setapak dan ia melihat sebuah kuil tua di depan. Karena tidak tahu lagi harus lari kemana, dan kedua kakinya sudah menjadi semakin lelah, Lan Hong lalu lari menuju ke kuil itu. Siapa tahu penghuni kuil dapat menolongnya, pikirnya penuh harapan. Sepuluh orang pria itu mengejar sambil tertawa-tawa.
“Ha-ha-ha, engkau mengajak kami ke kuil itu, manis? Tempat yang enak untuk bersenang-senang!”
Lan Hong tidak memperdulikan ucapan mereka dan berlari terus. Hatinya semakin kecut ketika melihat bahwa kuil itu adalah sebuah kuil tua yang agaknya sudah tidak dipakai lagi. Tentu kosong tidak ada orangnya, pikirnya dengan gelisah. Akan tetapi, ketika ia memandang ragu dan berdiri di ruangan depan, terdengar suara dari dalam.
“Jangan takut, masuklah dan kami yang akan menghadapi gerombolan iblis itu!”
Dan nampak dua orang pria yang gagah berlompatan keluar dari ruangan dalam. Mereka adalah dua orang pemuda yang berbangsa Han, berusia kurang lebih dua puluh tujuh tahun. Yang seorang bertubuh tinggi besar dengan muka persegi dan sikapnya gagah. Orang ke dua bertubuh sedang, akan tetapi mukanya yang bulat itu penuh brewok yang rapi sehingga dia kelihatan gagah pula. Di tangan mereka nampak sebatang pedang.
Melihat mereka dan sikap mereka yang baik, Lan Hong segera memberi hormat.
“Ji-wi taihiap (dua pendekar perkasa), tolonglah saya,....”
“Enci yang baik, jangan takut. Masuklah dan kami akan membasmi para penjahat itu!” kata yang tinggi besar dan dia berkata kepada orang ke dua yang brewok. “Sute, mari kita hadapi mereka, di depan kuil!”
Mereka lalu berloncatan keluar. Lan Hong cepat menyelinap di balik dinding dan ia mengintai keluar dengan jantung berdebar penuh ketegangan, akan tetapi lega juga bahwa di situ ia bertemu dengan dua orang gagah yang siap membela dan melindunginya. Ia hanya dapat berharap agar kedua orang gagah itu memiliki kepandaian yang cukup tinggi untuk melawan pengeroyokan sepuluh orang yang buas itu.
Sepuluh orang berpakaian hitam dengan gambar seekor kala putih di baju bagian dada, tercengang ketika melihat dua orang pemuda gagah berdiri di depan kuil dengan pedang di tangan, menghadang mereka.
“Heii, siapa kalian berani menghadang di depan kami? Hayo cepat menggelinding pergi!” bentak seorang diantara sepuluh orang berpakaian hitam itu.
Pemuda yang tinggi besar itu menudingkan telunjuk kirinya ke arah mereka sambil melintangkan pedang di depan dadanya yang bidang.
“Hemm, sudah lama kami mendengar tentang gerombolan Kala Putih yang jahat! Ternyata kabar itu benar, gerombolan Kala Putih bukan hanya perampok dan perkumpulan penjahat keji, akan tetapi juga tidak segan untuk mengganggu wanita. Sudah sepantasnya kalau kami membasmi gerombolan macam kalian!”
Sepuluh orang itu terbelalak penuh kemarahan mendengar kata-kata yang amat menghina itu. Seorang diantara mereka yang tubuhnya tinggi kurus, melangkah maju. Agaknya ia mewakili kawan-kawannya dan dengan suara melengking tinggi diapun membentak.
“Kalian ini bocah-bocah ingusan hendak menentang Kala Putih? Perkenalkan nama kalian lebih dulu agar kami tidak akan membunuh orang tanpa nama!”
Pemuda tinggi besar itu dengan lantang menjawab,
“Kami tidak pernah menyembunyikan nama! Kami adalah murid murid Kun-lun-pai yang selalu akan menentang kejahatan. Namaku Ciang Sun dan sute ini adalah Kok Han!”
Memang dua orang pemuda perkasa itu bukan lain adalah Ciang Sun dan Kok Han, dua orang murid Kun-lun-pai yang berani itu. Mereka berdua diutus oleh ketua Kun-lun-pai, yaitu Thian Hwat Tosu, untuk pergi ke daerah Tibet mencari susiok (paman guru) mereka yang bernama Lie Bouw Tek.
Lie Bouw Tek adalah murid kepala Kun-lun-pai, murid langsung dari ketua Thian Hwat Tosu dan karena Ciang Sun dan Kok Han adalah murid kelas tiga, maka Lie Bouw Tek terhitung susiok mereka.
Mereka berdua mencari-cari Lie Bouw Tek dan membawa sepucuk surat dari ketua Kun-lun-pai untuk murid kepala itu. Seperti telah kita ketahui, dalam perjalanan, mereka pernah berjumpa dengan Pendekar Bongkok Sie Liong ketika Sie Liong mempertemukan dua orang kekasih yang dipisahkan karena watak ayah si gadis yang mata duitan.
Mendengar bahwa dua orang pemuda itu adalah murid-murid Kun-lun-pai sepuluh orang berpakaian hitam itu menjadi semakin marah.
“Aha, kiranya orang-orang Kun-lun-pai yang usil dan gatal tangan, hendak mencampuri urusan kami orang Kala Putih! Kami tidak pernah bertentangan dengan Kun-lun-pai, selalu bersimpang jalan, kenapa hari ini ada orang Kun-lun-pai yang sengaja hendak menentang kami?”
Ciang Sun tersenyum mengejek.
“Selama Kala Putih tidak melakukan kejahatan, kami dari Kun-lun-pai tidak perduli. Akan tetapi, kami selalu akan menentang kejahatan yang dilakukan oleh siapapun juga. Kalian mengejar-ngejar seorang wanita dengan niat yang kotor dan jahat, tentu saja kami menentang kalian!”
“Keparat, sekali lagi, pergilah kalian dan biarkan kami menawan perempuan itu! Kami masih memandang perkumpulan Kun-lun-pai dan tidak akan menuntut atas sikap kalian yang lancang ini!”
“Persetan dengan Kala Putih yang jahat!” bentak Ciang Sun.
Sepuluh orang itu tak dapat lagi menahan kemarahan mereka. Kalau tadi mereka masih meragu dan mencoba untuk membujuk adalah karena mereka tahu bahwa Kun-lun-pai adalah sebuah partai persilatan besar, dan mereka tidak ingin menanam permusuhan dengan perkumpulan itu.
Akan tetapi, para anggauta Kala Putih selalu mengandalkan kepandaian dan keberanian mereka untuk melakukan kekerasan memaksakan kehendak mereka, maka melihat sikap kedua orang murid Kun-lun-pai yang menentang itu, merekapun segera mulai menyerang!
Ciang Sun dan sutenya, Kok Han, menggerakkan pedang mereka menyambut serangan golok dan terjadilah perkelahian yang seru. Sepuluh batang golok berkelebatan dan sinarnya, ketika tertimpa matahari sore menyilaukan mata. Namun, gerakan kedua orang murid Kun-lun-pai memang indah dan dua orang ini merupakan murid yang cukup pandai sehingga pedang mereka berubah menjadi dua gulung sinar yang amat kuat, yang mampu menahan semua serangan golok, bahkan sinar pedang itu mencuat ke sana-sini melakukan serangan balasan yang membuat sepuluh orang anggauta Kala Putih itu menjadi kacau balau dan terdesak mundur!
Lan Hong yang mengintai dari dalam bingung melihat betapa dua orang penolongnya dikeroyok oleh sepuluh orang buas itu. Ia ingin sekali membantu mereka, akan tetapi pedangnya telah hilang ketika ia dikeroyok tadi. Ia mencari-cari dengan matanya di dalam ruangan kuil itu dan melihat beberapa potong kayu yang agaknya dipergunakan orang membuat api unggun. Lalu dipilihnya sebatang kayu sebesar lengannya, panjangnya satu meter lebih. Kayu itu cukup kuat dan lumayan untuk dipergunakan sebagai senjata.
Lan Hong sudah menjadi nekat. Kalau kedua orang penolongnya itu kalah, tentu ia akan terjatuh ke tangan sepuluh orang jahat itu. Melarikan diripun tidak ada gunanya, karena hari akan menjadi gelap dan ia tidak mengenal jalan. Lebih baik membantu kedua orang penolongnya itu, menang atau kalah bersama mereka! Ia lalu meloncat keluar dan menyerbu ke dalam pertempuran itu, menggunakan tongkatnya memukul seorang pengeroyok dari belakang.
“Bukk!”
Orang itu terjungkal pingsan karena pukulan Lan Hong tepat mengenai tengkuknya! Kemudian Lan Hong mengamuk dengan tongkatnya, membantu dua orang murid Kun-lun-pai itu.
Melihat ini, dua orang pemuda itu merasa kagum, akan tetapi juga khawatir. Dari gerakannya, mereka dapat menduga bahwa wanita yang mereka tolong itu pandai juga ilmu silat, akan tetapi ia hanya bersenjata sebatang kayu sedangkan para pengeroyok adalah orang-orang kejam yang semua memegang golok.
“Enci, masuklah ke dalam, biar kami yang menghajar mereka!” teriak Kok Han dengan khawatir.
“Tidak, aku harus membantu kalian membasmi iblis-iblis jahat ini!” jawab Lan Hong yang terus mengamuk dengan tongkatnya.
Akan tetapi, dua orang mengeroyoknya dengan golok dan Lan Hong terhimpit, lalu sebuah tendangan yang cukup keras mengenai pahanya, membuat wanita itu terguling roboh!
“Hati-hati....!”
Teriak Ciang Sun yang cepat menerjang dan melindungi tubuh wanita itu dari para pengeroyoknya, dengan pedangnya berkelebat ke kiri merobek pangkal lengan seorang pengeroyok, dan melindungi tubuh Lan Hong dengan putaran pedangnya.
Biarpun ia puteri seorang guru silat, bahkan bekas isteri seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, namun menghadapi gerombolan yang kasar dan ceriwis ini, jantung dalam dadanya berdebar penuh rasa tegang dan gelisah. Namun, Lan Hong menenangkan dirinya lalu berkata dengan lembut.
“Harap cu-wi suka mengasihani aku seorang wanita yang mencari anaknya dan tidak menggangguku. Biarkan aku pergi dari sini!”
“Tentu saja kami kasihan kepadamu, manis. Karena kasihan dan sayang maka kami tidak akan membiarkan engkau berjalan sendiri. Mari kami antar, ha-ha-ha!” kata seorang diantara mereka.
“Kawan-kawan, mari kita bersenang-senang, selagi toako (kakak tertua) tidak ada. Kalau ada dia, celaka, tentu akan dia habiskan sendiri dan kita tidak akan kebagian!” kata yang lain.
Semua orang tertawa mendengar ini dan menyatakan setuju. Segera mereka berlumba untuk menangkap Lan Hong. Wanita ini sudah siap dan ia mencabut pedang dari buntalan pakaiannya.
“Harap kalian mundur atau terpaksa aku mempergunakan pedangku!” bentaknya.
Melihat betapa wanita yang manis itu memegang pedang, sepuluh orang itu terkejut, akan tetapi hanya sebentar saja. Mereka memandang rendah kepada wanita itu dan kembali sambil tertawa-tawa mereka mengepung.
“Wah, pandai juga bermain pedang, ya? Bagus, kalau melawan lebih mengasyikkan!” Dan kembali mereka hendak menangkap dari berbagai jurusan.
Melihat ancaman mengerikan itu, Sie Lan Hong menggerakkan pedangnya ke belakang sambil membalikkan tubuhnya. Orang yang berada di belakangnya, terkejut ketika ada sinar menyambar. Dia menarik tangannya, akan tetapi pedang itu tetap saja menggores lengannya, merobek baju dan kulit lengan. Dia berteriak kesakitan dan juga marah.
“Hemm, galak juga, ya? Kawan-kawan, mari kita tundukkan dulu wanita manis dan galak ini. Akan tetapi jangan dilukai, sayang kalau sampai ia terluka!”
Dan mereka mencabut golok mereka, golok besar yang kelihatan berat dan tajam berkilauan. Lan Hong memutar pedangnya dan beberapa batang golok menangkis. Ketika mereka mengerahkan tenaga.
“Trangggg....!”
Pedang itu terlepas dari tangan Lang Hong yang menjadi terkejut bukan main. Sepuluh orang itu tertawa bergelak dan kesempatan ini dipergunakan oleh Lan Hong untuk menyelinap diantara mereka dan melarikan diri secepatnya ke arah kiri.
Sepuluh orang berpakaian hitam-hitam itu tertawa gembira lalu lari mengejar sambil berteriak-teriak. Mereka seperti segerombolan srigala yang mengejar dan mempermainkan seekor kelinci, yakin bahwa akhirnya kelinci itu takkan terlepas dari terkaman mereka.
Mereka mengejar sambil tertawa-tawa dan Lan Hong melarikan diri sekuat tenaga. Ia dapat membayangkan kengerian yang melebihi maut kalau sampai ia tertangkap oleh orang-orang biadab itu. Lebih baik mati dari pada membiarkan dirinya diperkosa dan dihina. Akan tetapi, sebelum putus asa, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk melarikan diri atau melawan sampai napas terakhir.
Para pengejar itu memang sengaja hendak mempermainkan Lan Hong, maka mereka hanya berlari di belakangnya, tidak segera menangkapnya. Lan Hong berlari terus, menurut jalan setapak dan ia melihat sebuah kuil tua di depan. Karena tidak tahu lagi harus lari kemana, dan kedua kakinya sudah menjadi semakin lelah, Lan Hong lalu lari menuju ke kuil itu. Siapa tahu penghuni kuil dapat menolongnya, pikirnya penuh harapan. Sepuluh orang pria itu mengejar sambil tertawa-tawa.
“Ha-ha-ha, engkau mengajak kami ke kuil itu, manis? Tempat yang enak untuk bersenang-senang!”
Lan Hong tidak memperdulikan ucapan mereka dan berlari terus. Hatinya semakin kecut ketika melihat bahwa kuil itu adalah sebuah kuil tua yang agaknya sudah tidak dipakai lagi. Tentu kosong tidak ada orangnya, pikirnya dengan gelisah. Akan tetapi, ketika ia memandang ragu dan berdiri di ruangan depan, terdengar suara dari dalam.
“Jangan takut, masuklah dan kami yang akan menghadapi gerombolan iblis itu!”
Dan nampak dua orang pria yang gagah berlompatan keluar dari ruangan dalam. Mereka adalah dua orang pemuda yang berbangsa Han, berusia kurang lebih dua puluh tujuh tahun. Yang seorang bertubuh tinggi besar dengan muka persegi dan sikapnya gagah. Orang ke dua bertubuh sedang, akan tetapi mukanya yang bulat itu penuh brewok yang rapi sehingga dia kelihatan gagah pula. Di tangan mereka nampak sebatang pedang.
Melihat mereka dan sikap mereka yang baik, Lan Hong segera memberi hormat.
“Ji-wi taihiap (dua pendekar perkasa), tolonglah saya,....”
“Enci yang baik, jangan takut. Masuklah dan kami akan membasmi para penjahat itu!” kata yang tinggi besar dan dia berkata kepada orang ke dua yang brewok. “Sute, mari kita hadapi mereka, di depan kuil!”
Mereka lalu berloncatan keluar. Lan Hong cepat menyelinap di balik dinding dan ia mengintai keluar dengan jantung berdebar penuh ketegangan, akan tetapi lega juga bahwa di situ ia bertemu dengan dua orang gagah yang siap membela dan melindunginya. Ia hanya dapat berharap agar kedua orang gagah itu memiliki kepandaian yang cukup tinggi untuk melawan pengeroyokan sepuluh orang yang buas itu.
Sepuluh orang berpakaian hitam dengan gambar seekor kala putih di baju bagian dada, tercengang ketika melihat dua orang pemuda gagah berdiri di depan kuil dengan pedang di tangan, menghadang mereka.
“Heii, siapa kalian berani menghadang di depan kami? Hayo cepat menggelinding pergi!” bentak seorang diantara sepuluh orang berpakaian hitam itu.
Pemuda yang tinggi besar itu menudingkan telunjuk kirinya ke arah mereka sambil melintangkan pedang di depan dadanya yang bidang.
“Hemm, sudah lama kami mendengar tentang gerombolan Kala Putih yang jahat! Ternyata kabar itu benar, gerombolan Kala Putih bukan hanya perampok dan perkumpulan penjahat keji, akan tetapi juga tidak segan untuk mengganggu wanita. Sudah sepantasnya kalau kami membasmi gerombolan macam kalian!”
Sepuluh orang itu terbelalak penuh kemarahan mendengar kata-kata yang amat menghina itu. Seorang diantara mereka yang tubuhnya tinggi kurus, melangkah maju. Agaknya ia mewakili kawan-kawannya dan dengan suara melengking tinggi diapun membentak.
“Kalian ini bocah-bocah ingusan hendak menentang Kala Putih? Perkenalkan nama kalian lebih dulu agar kami tidak akan membunuh orang tanpa nama!”
Pemuda tinggi besar itu dengan lantang menjawab,
“Kami tidak pernah menyembunyikan nama! Kami adalah murid murid Kun-lun-pai yang selalu akan menentang kejahatan. Namaku Ciang Sun dan sute ini adalah Kok Han!”
Memang dua orang pemuda perkasa itu bukan lain adalah Ciang Sun dan Kok Han, dua orang murid Kun-lun-pai yang berani itu. Mereka berdua diutus oleh ketua Kun-lun-pai, yaitu Thian Hwat Tosu, untuk pergi ke daerah Tibet mencari susiok (paman guru) mereka yang bernama Lie Bouw Tek.
Lie Bouw Tek adalah murid kepala Kun-lun-pai, murid langsung dari ketua Thian Hwat Tosu dan karena Ciang Sun dan Kok Han adalah murid kelas tiga, maka Lie Bouw Tek terhitung susiok mereka.
Mereka berdua mencari-cari Lie Bouw Tek dan membawa sepucuk surat dari ketua Kun-lun-pai untuk murid kepala itu. Seperti telah kita ketahui, dalam perjalanan, mereka pernah berjumpa dengan Pendekar Bongkok Sie Liong ketika Sie Liong mempertemukan dua orang kekasih yang dipisahkan karena watak ayah si gadis yang mata duitan.
Mendengar bahwa dua orang pemuda itu adalah murid-murid Kun-lun-pai sepuluh orang berpakaian hitam itu menjadi semakin marah.
“Aha, kiranya orang-orang Kun-lun-pai yang usil dan gatal tangan, hendak mencampuri urusan kami orang Kala Putih! Kami tidak pernah bertentangan dengan Kun-lun-pai, selalu bersimpang jalan, kenapa hari ini ada orang Kun-lun-pai yang sengaja hendak menentang kami?”
Ciang Sun tersenyum mengejek.
“Selama Kala Putih tidak melakukan kejahatan, kami dari Kun-lun-pai tidak perduli. Akan tetapi, kami selalu akan menentang kejahatan yang dilakukan oleh siapapun juga. Kalian mengejar-ngejar seorang wanita dengan niat yang kotor dan jahat, tentu saja kami menentang kalian!”
“Keparat, sekali lagi, pergilah kalian dan biarkan kami menawan perempuan itu! Kami masih memandang perkumpulan Kun-lun-pai dan tidak akan menuntut atas sikap kalian yang lancang ini!”
“Persetan dengan Kala Putih yang jahat!” bentak Ciang Sun.
Sepuluh orang itu tak dapat lagi menahan kemarahan mereka. Kalau tadi mereka masih meragu dan mencoba untuk membujuk adalah karena mereka tahu bahwa Kun-lun-pai adalah sebuah partai persilatan besar, dan mereka tidak ingin menanam permusuhan dengan perkumpulan itu.
Akan tetapi, para anggauta Kala Putih selalu mengandalkan kepandaian dan keberanian mereka untuk melakukan kekerasan memaksakan kehendak mereka, maka melihat sikap kedua orang murid Kun-lun-pai yang menentang itu, merekapun segera mulai menyerang!
Ciang Sun dan sutenya, Kok Han, menggerakkan pedang mereka menyambut serangan golok dan terjadilah perkelahian yang seru. Sepuluh batang golok berkelebatan dan sinarnya, ketika tertimpa matahari sore menyilaukan mata. Namun, gerakan kedua orang murid Kun-lun-pai memang indah dan dua orang ini merupakan murid yang cukup pandai sehingga pedang mereka berubah menjadi dua gulung sinar yang amat kuat, yang mampu menahan semua serangan golok, bahkan sinar pedang itu mencuat ke sana-sini melakukan serangan balasan yang membuat sepuluh orang anggauta Kala Putih itu menjadi kacau balau dan terdesak mundur!
Lan Hong yang mengintai dari dalam bingung melihat betapa dua orang penolongnya dikeroyok oleh sepuluh orang buas itu. Ia ingin sekali membantu mereka, akan tetapi pedangnya telah hilang ketika ia dikeroyok tadi. Ia mencari-cari dengan matanya di dalam ruangan kuil itu dan melihat beberapa potong kayu yang agaknya dipergunakan orang membuat api unggun. Lalu dipilihnya sebatang kayu sebesar lengannya, panjangnya satu meter lebih. Kayu itu cukup kuat dan lumayan untuk dipergunakan sebagai senjata.
Lan Hong sudah menjadi nekat. Kalau kedua orang penolongnya itu kalah, tentu ia akan terjatuh ke tangan sepuluh orang jahat itu. Melarikan diripun tidak ada gunanya, karena hari akan menjadi gelap dan ia tidak mengenal jalan. Lebih baik membantu kedua orang penolongnya itu, menang atau kalah bersama mereka! Ia lalu meloncat keluar dan menyerbu ke dalam pertempuran itu, menggunakan tongkatnya memukul seorang pengeroyok dari belakang.
“Bukk!”
Orang itu terjungkal pingsan karena pukulan Lan Hong tepat mengenai tengkuknya! Kemudian Lan Hong mengamuk dengan tongkatnya, membantu dua orang murid Kun-lun-pai itu.
Melihat ini, dua orang pemuda itu merasa kagum, akan tetapi juga khawatir. Dari gerakannya, mereka dapat menduga bahwa wanita yang mereka tolong itu pandai juga ilmu silat, akan tetapi ia hanya bersenjata sebatang kayu sedangkan para pengeroyok adalah orang-orang kejam yang semua memegang golok.
“Enci, masuklah ke dalam, biar kami yang menghajar mereka!” teriak Kok Han dengan khawatir.
“Tidak, aku harus membantu kalian membasmi iblis-iblis jahat ini!” jawab Lan Hong yang terus mengamuk dengan tongkatnya.
Akan tetapi, dua orang mengeroyoknya dengan golok dan Lan Hong terhimpit, lalu sebuah tendangan yang cukup keras mengenai pahanya, membuat wanita itu terguling roboh!
“Hati-hati....!”
Teriak Ciang Sun yang cepat menerjang dan melindungi tubuh wanita itu dari para pengeroyoknya, dengan pedangnya berkelebat ke kiri merobek pangkal lengan seorang pengeroyok, dan melindungi tubuh Lan Hong dengan putaran pedangnya.
Pendekar Bongkok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar