Ads

Selasa, 14 Januari 2020

Pendekar Bongkok Jilid 079

Akan tetapi Lan Hong bangkit lagi dan mengamuk lagi, tidak memperdulikan pahanya yang terasa nyeri. Kini, dua orang murid Kun-lun-pai menjadi semakin sibuk karena mereka harus pula melindungi Lan Hong yang mengamuk seperti seekor harimau betina itu. Namun, diam-diam mereka merasa kagum dan tidak menyesal menolong wanita yang ternyata gagah berani ini.

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, dengan suara pria yang besar dan parau,
“Tahan semua senjata!”

Mendengar suara ini, sembilan orang berpakaian hitam itu segera berloncatan ke belakang. Ada yang menolong kawan yang pingsan oleh pukulan tongkat di tangan Lan Hong, dan ada yang dengan girang berseru,

“Toako datang....!”

Melihat para pengeroyok berloncatan mundur, Ciang Sun dan Kok Han memandang orang yang baru datang itu dengan penuh perhatian. Lan Hong juga meloncat ke belakang dan wanita ini menahan rasa nyeri di pahanya, wajahnya merah sekali, napasnya agak terengah, dahi dan lehernya basah keringat, rambutnya kusut, akan tetapi ia nampak semakin manis menarik dan gagah ketika ia berdiri tak jauh dari dua orang pemuda Kun-lun-pai itu dengan tongkat di tangan, tongkat yang sudah tidak karuan bentuknya karena berulang kali bertemu dengan golok para pengeroyok yang tajam.

Orang yang baru datang itu adalah seorang laki-laki yang usianya antara empat puluh lima sampai lima puluh tahun. Tubuhnya tinggi besar seperti raksasa, kepalanya besar dan botak sedangkan kulit muka dan tangannya putih sekali, putih yang tidak wajar sehingga mudah diketahui bahwa dia adalah seorang bule.

Rambut di kepalanya agak kekuningan yang hanya tumbuh di bagian bawah saja, dan bulu-bulu di muka, leher dan lengannya juga kekuningan. Dia pun mengenakan pakaian serba hitam, akan tetapi terbuat dari sutera, dan lukisan seekor kala putih di bajunya lebih besar daripada yang berada di baju anak buahnya. Mudah diduga bahwa tentu dialah kepala dari gerombolan Kala Putih itu.

Dengan suara yang aneh dan asing logatnya, raksasa bule itu berteriak marah.
“Heh, siapa yang berani membikin ribut di sini dan bahkan melukai seorang anak buahku? Siapa kalian bertiga dan mengapa berkelahi melawan anak buahku?”

Sebelum dua orang pemuda itu menjawab, seorang anak buah gerombolan itu sudah cepat melaporkan,

“Toako, mereka berdua itu adalah murid-murid Kun-lun-pai yang sombong. Kami sedang mengejar wanita itu yang berani lewat seorang diri di sini, untuk kami tangkap dan kami serahkan kepada toako untuk diambil keputusan. Eh, dua orang ini muncul dan melindunginya, hendak merampasnya dari tangan kami!”

Raksasa bule itu memandang kepada Lan Hong dan wanita itu merasa bulu tengkuknva meremang saking ngerinya. Mata itu sungguh menyeramkan dan begitu penuh gairah! Kemudian raksasa itu, setelah menjelajahi seluruh tubuh Lan Hong dengan sinar matanya, tertawa bergelak.

“Ha-ha-ha, kiranya memperebutkan wanita? Aha, baru kuketahui sekarang bahwa orang-orang Kun-lun-pai juga suka kepada wanita. Tidak aneh, tidak aneh!”

“Kami tidak memperebutkan wanita!” bentak Ciang Sun marah. “Kami melindungi wanita ini karena dikejar-kejar oleh anak buahmu. Kami murid Kun-lun-pai akan menentang semua kejahatan dan melindungi siapa saja yang terancam!”

“Ha-ha-ha-ha, tidak perlu malu-malu, sobat muda! Laki-laki mana yang tidak akan suka kepada seorang wanita yang manis dan denok seperti ini? Kalau memang kalian tidak suka, serahkan saja kepadaku, mengingat hubungan baik antara Kala Putih dan Kun-lun-pai. Ketahuilah bahwa aku adalah Konga Sang, ketua dan pemimpin Kala Putih yang selama ini tidak pernah mengganggu Kun-lun-pai.”

“Kami tidak akan membiarkan siapa saja mengganggu manita ini!” bentak pula Ciang Sun.

“Ho-ho-ha-ha, kiranya kalian mengajak bertanding? Baik, memang wanita ini cukup berharga untuk dijadikan taruhan dalam pertandingan. Kalau kalian dapat mengalahkan aku, Konga Sang, kalian boleh pergi membawanya dan kami takkan mengganggu. Akan tetapi kalau kalian kalah, wanita ini harus diserahkan kepadaku. Sudah adil, bukan?”






Lan Hong yang sejak tadi diam saja, tiba-tiba membentak dengan suara nyaring,
“Iblis jahat, engkau terlalu menghinaku. Dengarlah baik-baik, aku lebih baik mati dari pada menyerah kepadamu!”

“Konga Sang,” kata Kok Han yang brewok gagah, “kalau engkau memang laki-laki sejati, biarkan wanita ini pergi melanjutkan perjalanannya dan jangan diganggu. Sedangkan kalau engkau menghendaki kita untuk bertanding, kami akan menyambut tantanganmu itu. Taruhannya bukan wanita melainkan nyawa kita!”

“Kalian orang-orang muda sombong!”

Konga Sang berseru dan sekali tangan kanannya bergerak, dia telah melepaskan sebatang rantai yang tadi melibat pinggangnya. Rantai itu sebesar ibu jari, panjangnya ada dua meter dan di ujung rantai terdapat kaitan baja yang menyeramkan. Inilah senjata raksasa bule itu. Dia memutar rantainya di atas kepala lalu membentak,

“Kalau kalian berani, majulah!”

Ciang Sun dan Kok Han maklum bahwa kepala gerombolan Kala Putih ini tentu lihai, maka merekapun maju dengan sikap yang waspada. Ciang Sun berkata kepada Lan Hong,

“Enci, engkau mundurlah!”

Lan Hong tahu diri. Iapun maklum bahwa kepala gerombolan ini tidak boleh disamakan dengan anak buahnya tentu lihai bukan main dan ia tahu bahwa tingkat kepandaiannya masih jauh untuk dapat dipergunakan membantu dua orang pendekar Kun-lun-pai itu.

Kalau ia memaksa diri maju, tentu hanya akan menjadi penghalang bagi dua orang penolongnya. Maka iapun melangkah mundur dan siap dengan tongkatnya untuk membela diri. Ia mengeraskan hatinya, mencoba untuk bersikap tetap tenang dan siap menghadapi apapun juga. Hanya satu pegangannya. Ia tidak akan menyerah dan kalau terpaksa, ia akan mempertahankan diri sampai mati!

“Haiiiiiitt....!”

Kakek raksasa itu berteriak dan rantai di tangannya menyambar-nyambar ganas ke arah dua orang lawannya. Ciang Sun dan Kok Han mempergunakan kelincahan tubuh mereka untuk mengelak dan merekapun balas menyerang dengan pedang mereka.

Namun, semua serangan pedang dapat ditangkis oleh sinar rantai yang bergulung-gulung. Setiap kali pedang bertemu rantai, terdengar bunyi nyaring dan nampak bunga api berpijar. Terjadilah perkelahian yang hebat, lebih seru daripada tadi ketika dua orang itu dikeroyok sepuluh orang anak buah gerombolan Kala Putih.

Akan tetapi, lewat tiga puluh jurus lebih, kedua orang murid Kun-lun-pai itu diam-diam mengeluh karena mereka mendapat kenyataan bahwa lawan mereka sungguh amat lihai.

Permainan rantai itu sungguh dahsyat, selain amat cepat datangnya, juga mengandung tenaga yang lebih kuat dari pada tenaga mereka berdua sehingga setiap kali pedang mereka bertemu rantai, mereka merasa betapa telapak tangan mereka menjadi nyeri dan panas. Bahkan beberapa kali, hampir saja mereka melepaskan pedang karena tidak tahan getaran hebat yang menyerang telapak tangan mereka.

“Ha-ha-ha, mampuslah!”

Tiba-tiba raksasa bule itu membentak dan rantainya menyambar dengan tenaga sepenuhnya ke arah Ciang Sun. Pendekar ini melompat ke samping, akan tetapi tetap saja kaitan rantai itu mengenai leher bajunya.

“Bretttt....!”

Baju itupun terobek sampai ke bawah, dari tengkuk ke pinggang. Masih untung bahwa kulit tubuh Ciang Sun tidak terluka! Pada saat itu, Kok Han sudah menusukkan pedangnya untuk melindungi kakak seperguruannya.

Konga Sang menangkis dengan ujung rantai, dan tiba-tiba dia melepaskan rantai dari tangan kiri, hanya memegangi dengan tangan kanan dan tangan kirinya yang berjari besar-besar itu telah menangkap pergelangan tangan Kok Han. Dan dengan sentakan aneh sambil memutar tubuhnya, tak dapat dipertahankan lagi oleh Kok Han, tubuhnya ikut terputar dan diapun terpelanting dan terbanting keras!

Kiranya kepala gerombolan Kala Putih itu lihai pula dalam ilmu gulat! Ciang Sun cepat memutar pedangnva menyerang untuk melindungi sutenya yang cepat menggulingkan tubuhnya dan melompat bangun kembali. Kembali, kedua orang murid Kun-lun-pai itu menghadapi sambaran rantai dan kini mereka hanya mampu mempertahankan diri saja, tidak mampu lagi balas menyerang.

“Ha-ha, kalian jaga baik-baik agar pengantinku itu tidak melarikan diri! Dua ekor domba ini sebentar lagi akan kusembelih, ha-ha-ha!”

Konga Sang berkata kepada anak buahnya karena dia sudah merasa yakin bahwa tak lama lagi dia akan dapat merobohkan dua orang lawannya dan memondong wanita manis itu.

Sambil menyeringai, anak buahnya mendekati Lan Hong. Wanita ini memandang dengan wajah pucat. Iapun tahu bahwa dua orang penolongnya sudah terdesak dan berada dalam bahaya. Ia tahu bahwa mereka kini tidak mampu melindunginya lagi dan untuk melawan para anak buah gerombolan itupun ia tidak akan menang. Oleh karena itu, iapun sudah mengambil keputusan nekat, untuk melawan mati-matian dan kalau tertawan, ia akan membunuh diri! Ia mengangkat tongkatnya sambil berseru,

“Majulah, akan kuhancurkan kepalamu!”

Akan tetapi, dua orang diantara para anak buah gerombolan itu, dua orang yang bertubuh tinggi besar, melangkah maju sambil menyeringai.

“Manis, jangan banyak tingkah. Engkau akan menjadi pengantin pemimpin kami malam ini, ha-ha-ha! Lebih baik menyerah saja!”

Akan tetapi Lan Hong menyambut mereka dengan hantaman tongkatnya! Ia sudah lelah sekali, sudah hampir kehabisan tenaga, akan tetapi ia masih bersemangat dan pukulannya masih kuat.

Akan tetapi, dua orang anak buah gerombolan itu adalah dua orang yang terkuat diantara mereka. Yang dihantam tongkat itu miringkan tubuhnya dan ketika tongkat itu lewat, orang ke dua sudah menangkap lengan kanan Lan Hong yang memegang tongkat, sedangkan orang pertama sudah merangkulkan kedua lengannya yang panjang dan besar melingkari pinggang ramping Lan Hong.

“Lepaskan! Keparat busuk, lepaskan aku....!” Lan Hong meronta untuk melepaskan diri, namun dua orang itu memiliki tenaga yang kuat sekali.

Pada saat itu, terdengar bentakan,
“Kalian srigala-srigala yang jahat!”

Bentakan ini disusul berkelebatnya bayangan orang dan dua orang raksasa yang sedang menangkap Lan Hong yang meronta-ronta itu tiba-tiba saja terlempar dan terpelanting, roboh dan tidak mampu bangkit kembali.

Seorang pecah kepalanya dan seorang lagi mengerang kesakitan dengan beberapa buah tulang iga patah-patah. Kiranya yang muncul adalah seorang laki-laki yang gagah perkasa, berpakaian biru, dan tadi begitu muncul, dia menendang roboh dan menampar tewas dua orang anak buah gerombolan yang sedang menangkap Lan Hong.

Lan Hong terbelalak dan memandang kepada penolongnya. Seorang pria yang tinggi besar dan gagah perkasa, usianya hampir empat puluh tahun, kumis dan jenggotnya terpelihara rapi, pakaiannya berwarna biru dan di punggungnya nampak gagang sebatang pedang dengan ronce merah. Ketika Ciang Sun dan Kok Han melihat pria gagah perkasa itu, mereka menjadi girang sekali.

“Lie susiok (paman guru Lie)!” seru mereka dengan gembira dan hampir berbareng.

“Mundurlah kalian dan hajar saja anak buah Kala Putih, biar aku yang menghadapi Konga Sang!” kata pria gagah perkasa itu.

Dia bernama Lie Bouw Tek, murid kepala Kun-lun-pai yang memang sedang dicari-cari oleh dua orang murid Kun-lun-pai itu. Begitu meloncat dan menggantikan dua orang murid keponakannya, Lie Bouw Tek telah mencabut sebatang pedangnya yang mengeluarkan sinar kemerahan. Itulah pedang pusaka Ang-seng-kiam (Pedang Bintang Merah) yang menurut dongeng dibuat dari logam yang berasal dari bintang dan logam itu berwarna merah!

“Hemm, siapakah engkau?”

Konga Sang membentak ketika melihat bahwa yang menghadapinya adalah seorang laki-laki yang tingginya tidak kalah olehnya, berdada bidang dan kokoh, dengan sinar mata yang tajam dan mencorong.

“Konga Sang, sudah lama aku mendengar akan sepak terjang Kala Putih yang semakin jahat. Sekarang kebetulan sekali kita bertemu di sini, aku tidak akan membiarkan engkau merajalela mengumbar nafsu kejahatanmu. Aku bernama Lie Bouw Tek, murid Kun-lun-pai!”




Pendekar Bongkok Jilid 078
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar