Ads

Rabu, 15 Januari 2020

Pendekar Bongkok Jilid 081

Lan Hong memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan depan dada, lalu berkata dengan suara lirih namun cukup jelas bagi tiga orang itu.

“Namaku Sie Lan Hong dan aku datang dari kota Sung-jan di perbatasan sebelah barat Propinsi Sin-kiang. Akan tetapi, harap Lie Taihiap jangan menyebut nona kepadaku. Aku bukan seorang gadis yang belum menikah. Aku pergi untuk mencari seorang adikku, dan juga mencari puteriku....”

Lie Bouw Tek membelalakkan kedua matanya. Wanita ini sudah menikah, bahkan sudah mempunyai seorang puteri! Kalau begitu, agaknya penglihatan kedua orang murid keponakannya itu yang benar. Dia merasa betapa mukanya menjadi panas dan untunglah bahwa sinar api unggun memang sudah kemerahan dan membuat wajahnya merah sehingga perubahan wajahnya tidak akan nampak oleh orang lain.

“Ah, maafkan aku, toanio (nyonya). Kiranya toanio mencari adiknya dan puterinya? Akan tetapi, kenapa engkau mencari mereka seorang diri saja? Mengapa tidak dengan suamimu.... maaf....”

Lan Hong menundukkan mukanya, bukan karena sedih melainkan karena malu dan ucapannya lirih sekali.

“Dia sudah meninggal....”

“Ah, maafkan aku, toanio!” seru Lie Bouw Tek dan ingin dia memukul kepalanya sendiri mengapa ada perasaan lega dan girang di dalam hatinya.

Lega dan girang mendengar bahwa suami orang sudah meninggal. Sungguh kejam dan tak tahu malu, makinya pada dirinya sendiri. Sementara itu, diam-diam Ciang Sun dan Kok Han merasa heran dan geli melihat betapa susiok mereka yang biasanya berwibawa, tenang dan tegas itu kini telah beberapa kali minta maaf dan menjadi seperti gugup.

Akan tetapi mereka pun tentu akan menjadi gugup kalau menanyakan suami seorang wanita lalu mendapat jawaban bahwa orang yang mereka tanyakan itu sudah meninggal dunia!

“Tidak mengapa, taihiap. Kedukaan itu telah lewat,” kata Lan Hong.

Kalau saja wanita itu tidak mengeluarkan ucapan ini, agaknya Lie Bouw Tek akan sukar mengeluarkan ucapan lagi, apalagi untuk bertanya. Kini, setelah Lan Hong berkata demikian, keinginan tahunya mendorongnya untuk bertanya lagi.

“Kalau boleh aku bertanya lagi toanio. Kemanakah perginya adikmu dan puterimu itu?”

“Aku tidak tahu benar, akan tetapi aku hendak mencari mereka di Lasha.”

Lie Bouw Tek mengangguk-angguk, lalu berkata kepada kedua orang murid keponakannya.

“Kalian ke Kun-lun-pai dan sampaikan kepada kedua suheng tentang pesanku tadi, sesuai dengan tugas yang mereka berikan kepadaku, aku akan pergi ke Lasha dan karena toanio ini hendak mencari keluarganya di Lasha, maka biar aku menemaninya. Kasihan kalau ia harus melakukan perjalanan seorang diri ke Lasha, hal itu amat berbahaya karena Lasha masih jauh dari sini.”

Dua orang pendekar Kun-lun-pai itu mengangguk.
“Baik, susiok. Kami besok pagi akan berangkat, kembali ke Kun-lun-pai. Dan memang sebaiknya kalau enci ini ada temannya ke Lasha. Siapa tahu gerombolan Kala Putih itu akan melakukan pengejaran. Harap susiok berhati-hati karena mereka itu jahat sekali.”

“Aku mengerti. Bagaimana, toanio, setujukah engkau apabila aku menemanimu melakukan perjalanan ke Lasha? Kebetulan sekali akupun hendak pergi ke sana.”

“Tentu saja, ahh, tentu aku merasa senang sekali, taihiap. Tadinya aku hampir putus asa melihat betapa sukarnya mencari adikku, dan betapa berbahayanya perjalanan ini. Aku berterima kasih sekali kepadamu, taihiap.”






“Sungguh engkau tahan uji dan juga bersemangat besar, toanio. Bagaimana mungkin dapat menemukan seseorang dalam jarak yang begini jauh, dan akupun belum dapat memastikan apakah engkau akan dapat menemukan adikmu di Lasha. Disana banyak terdapat orang dan mencari seseorang diantara orang banyak di tempat yang besar....”

“Adikku mudah dicari. Dia.... dia mempunyai cacat, yaitu punggungnya berpunuk dan dia bongkok....”

Tiba-tiba Ciang Sun dan Kok Han saling pandang dan Kok Han segera berseru,
“Nanti dulu, enci. Apakah adikmu itu bernama Sie Liong?”

Kini Lan Hong yang terkejut dan memandang heran.
“Benar sekali! Bagaimana engkau bisa tahu?”

“Ah, kiranya Pendekar Bongkok itulah adikmu, enci! Tidak sukar menduga setelah engkau tadi mengatakan bahwa adikmu itu bongkok. Engkau she Sie dan Pendekar Bongkok juga she Sie. Kami pernah bertemu dengan dia!”

Hampir Lan Hong bersorak. Ia merasa gembira sekali.
“Dimana dia? Bagaimana keadaannya?”

Juga Lie Bouw Tek menjadi tertarik mendengar bahwa adik wanita ini yang dicari-cari itu disebut Pendekar Bongkok oleh dua orang murid keponakannya.

“Kok Han, ceritakan tentang Pendekar Bongkok itu. Aku ingin sekali tahu karena belum pernah aku mendengar namanya.”

Kini Ciang Sun yang menjawab.
“Aih, susiok. Dia memang baru saja muncul di dunia kang-ouw, masih amat muda akan tetapi namanya cepat sekali menjadi terkenal. Tentang ilmu kepandaiannya, ah, susiok, kami berani mengatakan bahwa selama hidup belum pernah kami bertemu dengan seorang pendekar yang memiliki ilmu kepandaian sehebat yang dimiliki Pendekar Bongkok! Dia lihai bukan main, susiok sehingga kami berdua merasa seperti kanak-kanak tidak berdaya saja kalau dibandingkan dengan dia!

Sayang sekali, enci, kami tidak tahu kemana sekarang dia pergi, karena kami berjumpa dengan dia baru-baru ini di sebuah dusun dimana dia melakukan hal yang menggemparkan dan mengagumkan. Bahkan dulu, ketika dia masih kecil, tujuh tahun yang lalu, kamipun pernah bertemu dengan dia. Akan tetapi, baiklah kami ceritakan saja pengalaman dua kali bertemu dengan adikmu yang aneh dan yang gagah perkasa itu, enci, agar susiok juga mengetahui siapa adanya Pendekar Bongkok yang kami kagumi itu.”

Ciang Sun dan Kok Han lalu menceritakan pengalaman mereka. Mula-mula pengalaman mereka tujuh tahun yang lalu ketika mereka menolong seorang tosu yang diseret-seret oleh dua orang pendeta Lama Jubah Merah.

Mereka baru pulang berbelanja untuk Kun-lun-pai dan waktu itu usia mereka baru dua puluh tahun. Akan tetapi, dua orang pendeta Lama itu ternyata lihai bukan main sehingga mereka berdua tidak berdaya dan roboh tertotok. Mereka hampir dibunuh oleh dua orang pendeta Lama itu, akan tetapi tosu itu, yang tadi diseret-seret dan yang ternyata adalah seorang sakti yang bernama Pek-in Tosu, berbalik menyelamatkan mereka. Terjadi perkelahian antara Pek In Tosu dan dua orang pendeta Lama itu.

“Nanti dulu, bukankah Pek-in Tosu itu seorang diantara Himalaya Sam Lojin?” tanya Lie Bouw Tek yang banyak mengenal tokoh Himalaya dan daerah barat.

“Benar, susiok. Perkelahian itu hebat sekali, akan tetapi ketika dua orang pendeta Lama itu mengeluarkan ilmu sihir melalui suara nyanyian mereka, Pek-in Tosu kewalahan dan hampir roboh. Untunglah, pada saat itu muncul Pendekar Bongkok, pada waktu itu hanya seorang anak laki-laki berusia dua belas atau tiga belas tahun yang bongkok, dan Pek-in Tosu tortolonglah.”

“Apa? Dalam usia dua belas tahun sudah begitu lihainya?” Lie Bouw Tek berseru heran dan kagum.

“Tidak, susiok. Pada waktu itu, dia belum pernah mempelajari silat, ataupun kalau pernah, masih dangkal sekali. Akan tetapi dia memang aneh dan cerdik. Mendengar dua orang pendeta Lama itu bernyanyi-nyanyi yang mengandung sihir sehingga Pek-in Tosu kewalahan, anak itu lalu menggunakan bambu memukuli batu-batu sehingga suaranya bising sekali. Suara ini yang agaknya mengacaukan ilmu sihir dua orang pendeta Lama itu dan mereka kalah oleh Pek-in Tosu dan melarikan diri. Itulah pertemuan kami yang pertama dengan Pendekar Bongkok.”

“Sungguh menarik sekali!” kata Lie Bouw Tek kagum.

“Ah, kasihan adikku. Taihiap, apakah dua orang pendeta Lama itu tidak marah karena mereka diganggu oleh Sie Liong?” kata Lan Hong.

“Dua orang pandeta Lama itu marah sekali dan mereka menyerang Pendekar Bongkok, akan tetapi Pek-in Tosu yang sudah sadar kembali dari pengaruh sihir lalu membelanya dan berhasil mengusir dua orang pendeta Lama itu.”

“Dan bagaimana perjumpaan kalian untuk yang kedua kalinya dengan Pendekar Bongkok?”

“Pertemuan kami dengan dia baru saja terjadi beberapa pekan yang lalu, di sebuah dusun di perbatanan Tibet. Ketika itu kami menjadi tamu kepala dusun yang sedang merayakan pesta pernikahan puteranya. Akan tetapi pernikahan itu gagal karena Pendekar Bongkok turun tangan mancampuri. Kiranya dia yang benar karena pernikahan dengan putera kepala dusun itu dipaksakan. Setelah mengetahui duduknya perkara, kami setuju akan tindakan Pandekar Bongkok yang menggagalkan pernikahan itu dan di dalam perjumpaan itulah dia mengenal kami berdua. Ternyata dia telah menjadi seorang pendekar yang sakti!”

Lan Hong menarik napas panjang mendengar cerita dua orang murid Kun-lun-pai itu.
“Ya, memang setelah pulang dari perantauannya, adikku telah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sekali. Menurut pengakuannya, dia telah menjadi murid Himalaya Sam Lojin dan Pek-sim Sian-su.”

“Ahhh....!” Lie Bouw Tek berseru dengan mata terbelalak panuh kagum. “Pantas saja adikmu itu menjadi seorang pendekar yang sakti, toanio! Kiranya dia murid orang-orang yang sakti. Menjadi murid Himalaya Sam Lojin sudah hebat apalagi menjadi murid Pek-sim Sian-su! Ah, sungguh hebat sekali adikmu itu, toanio!”

Mendengar pujian-pujian itu, Lan Hong sama sekali tidak menjadi gembira, bahkan diam-diam ia merasa sedih sekali, mengingat akan nasib adiknya. Sejak kecil, adiknya sudah mengalani kesengsaraan, bahkan dibandingkan dengan dirinya sendiri, adiknya itu lebih tersiksa. Tersiksa lahir batin, bahkan kini sedang dicari oleh Bi Sian untuk dibunuh!

Karena melihat Lan Hong kelelahan, Lie Bouw Tek menghentikan percakapan mereka dan mempersilakan wanita itu untuk mengaso. Dia memberikan selimutnya dan Lan Hong rebah miring dekat api unggun. Sebentar saja ia sudah tertidur karena memang ia sudah lelah sekali. Lie Bouw Tek masih bercakap-cakap lirih dengan dua orang murid koponakannya, akan tetapi tak lama kemudian merekapun mengaso dengan duduk bersila.

**** 081 ****




Pendekar Bongkok Jilid 080
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar