“Dia....? Ah, saya tidak tahu, kongcu....” Pelayan itu menoleh ke arah kamar pemilik rumah makan, yang juga dijadikan kantoran. “Saya tidak tahu, akan tetapi majikan saya mungkin tahu....”
Dan dia kelihatan seperti orang ketakutan, lalu cepat meninggalkan meja itu sambil mumbawa uang pembayaran yang diberikan Bong Gan.
Tentu saja Bi Sian merasa penasaran sekali. Dia bangkit dan berbisik kepada Bong Gan.
“Mari kita bertanya kepada pemilik rumah makan....”
Bong Gan mengangguk dan mengikuti suci-nya. Ketika mereka melewati meja sebelah dan Bong Gan memandang, Pek Lan menghadiahi sebuah senyum manis dan kedipan mata penuh arti. Melihat ini, Bong Gan tersenyum dan mengangguk sedikit, untuk memberi isyarat bahwa dia dapat menangkap semua isyarat gadis manis itu dan merasa setuju kalau mereka dapat mengadakan hubungan yang lebih dekat!
Bi Sian yang sudah merasa tertarik sekali mendengar berita tentang Sie Liong, sudah langsung menuju ke kantor pemilik rumah makan. Pemilik rumah makan itu sudah mendengar dari si pelayan bahwa gadis cantik berpakaian aneh dan pemuda tampan itu bertanya-tanya tentang Pendekar Bongkok.
Kini, melihat mereka mendatangi kantornya, si pemilik rumah makan menyambut dengan pandang mata penuh perhatian. Semenjak dia membantu Pendekar Bongkok, yaitu mencarikan tempat pemondokan untuk gadis peranakan Tibet Han yang menjadi adik angkat Pendekar Bongkok itu, dia tidak lagi pernah bertemu dengan Pendekar Bongkok.
“Apa yang dapat saya lakukan untuk ji-wi (kalian berdua)?” tanyanya ramah.
Bi Sian yang sudah tidak sabar lagi untuk segera mengetahui dimana adanya Sie Liong, segera langsung berkata,
“Kami ingin mengetahui tentang seorang pemuda bongkok yang bernama Sie Liong dan yang terkenal dengan sebutan Pendekar Bongkok! Engkau tahu banyak tentang dia, maka kami harap engkau suka menceritakan dimana dia sekarang!”
Bagaimanapun juga, pemilik rumah makan itu bersimpati kepada Pendekar Bongkok yang pernah mengganti kerugiannya ketika terjadi keributan di rumah makan itu, dan bahkan adik angkat Pendekar Bongkok pernah tinggal bersama bibinya, yaitu bibi Cili. Maka, diapun merasa ragu apakah benar kalau dia bicara tentang Pendekar Bongkok kepada dua orang yang belum dikenalnya dan tidak diketahui maknud mereka mencari Pendekar Bongkok.
“Maaf, kalau boleh saya mengetahui, siapakah ji-wi dan ada hubungan apakah antara ji-wi dengan Sie Taihiap?”
Kini Bi Sian sudah tidak ragu lagi bahwa pemilik rumah makan ini jelas mengenal Sie Liong dan tahu dimana dia berada, maka kesabarannya habis. Ia ingin segera mengetahui dimana adanya musuh besarnya itu! Ketika melihat ada sumpit-sumpit berdiri di gelas tempat menyimpan sumpit, tangannya mengambil segenggam sumpit, lalu ia mengerahkan tenaganya pada jari-jari tangan yang menggenggam sumpit.
“Krekk! Krekkk!”
Sumpit-sumpit itu patah-patah dan remuk dalam genggaman tangan yang kecil dan berkulit halus lunak itu!
“Sobat, katakan saja cepat-cepat di mana adanya Sie Liong dan jangan berbohong!” kata Bi Sian, lirih dan wajah pemilik rumah makan itu berubah pucat.
Hampir dia tidak percaya akan penglihatannya sendiri. Tangan yang kecil dan berkulit halus itu memiliki tenaga yang demikian dahsyatnya!
“Saya.... saya tidak tahu dimana dia sekarang. Baiklah saya ceritakan perjumpaan saya dengan dia. Silakan duduk, silakan duduk....”
Bi Sian dan Bong Gan duduk dan pemilik rumah makan itu lalu bercerita. Diceritakannya betapa hampir dua bulan yang lalu, Sie Liong Si Pendekar Bangkok pernah makan bersama seorang gadis yang bernama Sam Ling dan diaku sebagai adik angkatnya, di rumah makan itu. Betapa kemudian terjadi keributan yang dilakukan oleh seorang anggauta Kim-sim-pai dan betapa kemudian semua orang baru mengetahui si bongkok itu adalah seorang sakti.
“Setelah terjadi keributan itu, Sie Taihiap minta bantuanku untuk mencarikan tempat pemondokan bagi adik angkatnya dan saya menunjukkan rumah bibiku. Kemudian adik angkatnya itu tinggal bersama bibi Cili, akan tetapi Sie Taihiap pergi entah kemana. Sejak itu saya tidak pernah lagi bertemu dengan dia.”
“Apakah adik angkatnya itu masih tinggal di sini?” tanya Bi Sian.
Pemilik rumah makan itu menggerakkan pundaknya.
“Sejak tinggal di sana, baru satu kali saya pernah menengok. Dua minggu sejak ia tinggal di sana dan sejak itu, saya tidak pernah lagi ke sana karena repotnya pekerjaan.”
“Hayo cepat antar kami ke sana, sekarang juga!” kata Bi Sian dan pandang matanya penuh kepastian.
Pemilik rumah makan itu tidak berani membantah, lalu memesan kepada para pelayannya bahwa dia akan pergi sebentar. Tak lama kemudian, keluarlah dia dari rumah makan itu, diikuti Bi Sian dan Bong Gan.
Ketika hendak meninggalkan rumah makan, Bong Gan sempat menengok ke arah gadis cantik itu dan melihat gadis itu dan pendeta yang menemaninya memandang padanya dengan penuh perhatian.
Kembali gadis cantik itu berkedip kepadanya. Bong Gan tersenyum dengan jantung berdebar. Sayang, pikirnya. Dia belum sempat membuat kencan dengan gadis manis itu. Akan tetapi dia merasa yakin bahwa gadis itupun “ada hati” kepadanya dan tentu mereka akan dapat saling bertemu lagi dalam suasana yang lebih bebas, berdua saja!
Pemilik rumah makan itu mengantar Bi Sian dan Bong Gan ke rumah bibi Cili. Akan tetapi ketika mereka tiba di situ, gadis yang bernama Sam Ling atau oleh bibi Cili disebut nona Ling itu sudah tidak berada lagi di situ!
“Kurang lebih seminggu yang lalu, ia pergi meninggalkan rumah ini tanpa pamit!” kata bibi Cili ketika keponakannya datang bersama pemuda dan gadis cantik itu. “Aku sendiri tidak tahu kemana ia pergi karena memang tidak pamit.”
Tentu saja Bi Sian marasa kecewa sekali.
“Akan tetapi, kenapa ia pergi tanpa pamit?”
Bibi Cili menggeleng kepalanya.
“Mungkin karena ia hendak mencari kakak angkatnya, Sie Taihiap itu. Setelah sebulan tinggal di sini, setiap hari ia menanti datangnya Sie Taihiap dan setiap malam ia menangis. Ia mengatakan kepadaku bahwa Sie Taihiap berjanji akan menjemputnya setelah satu bulan ia tinggal di sini. Kemudian, seminggu yang lalu, setelah tinggal di sini kurang lebih satu setengah bulan, ia pergi tanpa pamit.”
Bi Sian mengerutkan alisnya.
“Apakah selama ia berada di sini, Pendekar Bongkok tidak pernah datang menjenguk?”
“Pendekar Bongkok....? Ah, nona maksudkan Sie Taihiap? Tidak, tidak pernah lagi. Semenjak meninggalkan adik angkatnya di sini, dia pergi dan tak pernah muncul kembali.”
“Apakah gadis itu tidak pernah menceritakan kepadamu kemana perginya Sie Taihiap itu?” Bi Sian mendesak terus.
Wanita setengah tua itu mengerutkan alis dan mengingat-ingat,
“Pernah ia bercerita bahwa kakak angkatnya itu seorang pendekar yang akan melakukan penyelidikan terhadap Kim-sim-pai....”
Menyebut nama perkumpulan ini, wanita itu kelihatan takut-takut, juga pemilik rumah makan itu kelihatan khawatir sekali dan memandang keluar pintu rumah, seolah takut kalau sampai terdengar orang lain bahwa mereka membicarakan Kim-sim-pai.
“Apa itu Kim-sim-pai dan dimana tempatnya?”
Wanita itu semakin ketakutan dan menggeleng kepalanya.
“Aku tidak tahu.... ah, aku tidak tahu....”
Pemilik rumah makan itu segera membantu bibinya.
“Nona, sebetulnya kami semua merasa takut untuk menyebut nama itu, nama yang amat ditakuti seluruh penduduk Lasha. Kami hanya dapat memberitahukan kepadamu bahwa perkumpulan itu berada di sekitar Telaga Yan-so di sebelah selatan Lasha.... Sudahlah, kami tidak berani banyak bicara dan kami juga tidak tahu apa-apa lagi. Kalau nona hendak mencari Sie Taihiap, sebaiknya mencari ke sana....”
Bi Sian mengerutkan alisnya. Ia tahu, bahwa pemilik rumah makan dan bibinya itu bicara sejujurnya dan memang mereka ketakutan. Pernah Sie Liong bercerita tentang para pendeta Lama yang memusuhi para pertapa di Himalaya, bahkan ada pendeta Lama yang melakukan pengejaran sampai ke Kun-lun-san untuk membunuhi para pertapa dan tosu yangg melarikan diri ke sana.
Juga gurunya, Koay Tojin, pernah bicara tentang para pendeta Lama yang memusuhi para tosu dan pertapa di Himalaya. Apakah penyelidikan yang dilakukan Sie Liong ada hubungannya dengan hal itu? Memang, jalan satu-satunya untuk mencari Sie Liong adalah mengejarnya ke sarang perkumpulan Kim-sim-pai yang akan diselidiki Pendekar Bongkok itu! Sementara itu, Bong Gan yang cerdik segera bertanya kepada wanita itu.
“Bibi, coba gambarkan bagaimana rupanya gadis bernama Sam Ling itu, agar kalau kami bertemu dengannya, kami akan mudah mengenalnya.”
Bi Sian menyetujui pertanyaan sutenya, karena kalau mereka mengenal Ling Ling, siapa tahu gadis itu akan dapat membawa mereka kepada Sie Liong. Diam-diam Bi Sian juga merasa heran bukan main mendengar bahwa pamannya itu mempunyai seorang adik angkat!
“Ia seorang gadis berusia delapan belas tahun yang amat manis, kulitnya agak gelap, sikapnya pendiam namun ia manis budi dan penurut. Sungguh aku sudah mulai merasa cinta kepada anak itu, dan aku khawatir sekali membayangkan betapa ia melakukan perjalanan seorang diri. Seorang gadis yang demikian manis dan menarik, tentu akan banyak mengalami ancaman bahaya....”
Diam-diam hati Bong Gan yang menjadi hamba nafsu berahinya itu sudah tertarik bukan main. Seorang gadis yang hitam manis!
“Apakah ia seorang gadis Tibet?” tanyanya.
“Ia peranakan Tibet Han,” jawab bibi Cili.
Bi Sian dan Bong Gan lalu meninggalkan rumah itu.
“Kita harus cepat mencari ke daerah Telaga Yan-so!” kata Bi Sian penuh semangat.
Akan tetapi Bong Gan mempunyai rencana lain. Wajah cantik manis yang dijumpainya di rumah makan itu masih terus membayanginya.
“Suci, kurasa kita harus bertindak hati-hati. Kita selidiki dulu perkumpulan macam apa sesungguhnya Kim-sim-pai yang ditakuti penduduk itu, dan dimana letak Telaga Yan-so. Hari telah sore, sebentar lagi gelap. Sungguh tidak menguntungkan kalau kita meninggalkan kota ini dan berada dalam perjalanan yang asing di waktu malam gelap. Kita selidiki dulu, dan setelah jelas, baru kita berangkat mencari ke sana. Bagaimana pendapatmu?”
“Baiklah, kita mencari rumah penginapan,” kata Bi Sian singkat.
Ia sudah ingin sekali dapat menemukan Sie Liong dan membalas dendamnya! Juga sungguh mengherankan, ia ingin sekali melihat seperti apa “adik angkat” pamannya itu, dan hubungan apa sesungguhnya yang ada diantara mereka!
Dan dia kelihatan seperti orang ketakutan, lalu cepat meninggalkan meja itu sambil mumbawa uang pembayaran yang diberikan Bong Gan.
Tentu saja Bi Sian merasa penasaran sekali. Dia bangkit dan berbisik kepada Bong Gan.
“Mari kita bertanya kepada pemilik rumah makan....”
Bong Gan mengangguk dan mengikuti suci-nya. Ketika mereka melewati meja sebelah dan Bong Gan memandang, Pek Lan menghadiahi sebuah senyum manis dan kedipan mata penuh arti. Melihat ini, Bong Gan tersenyum dan mengangguk sedikit, untuk memberi isyarat bahwa dia dapat menangkap semua isyarat gadis manis itu dan merasa setuju kalau mereka dapat mengadakan hubungan yang lebih dekat!
Bi Sian yang sudah merasa tertarik sekali mendengar berita tentang Sie Liong, sudah langsung menuju ke kantor pemilik rumah makan. Pemilik rumah makan itu sudah mendengar dari si pelayan bahwa gadis cantik berpakaian aneh dan pemuda tampan itu bertanya-tanya tentang Pendekar Bongkok.
Kini, melihat mereka mendatangi kantornya, si pemilik rumah makan menyambut dengan pandang mata penuh perhatian. Semenjak dia membantu Pendekar Bongkok, yaitu mencarikan tempat pemondokan untuk gadis peranakan Tibet Han yang menjadi adik angkat Pendekar Bongkok itu, dia tidak lagi pernah bertemu dengan Pendekar Bongkok.
“Apa yang dapat saya lakukan untuk ji-wi (kalian berdua)?” tanyanya ramah.
Bi Sian yang sudah tidak sabar lagi untuk segera mengetahui dimana adanya Sie Liong, segera langsung berkata,
“Kami ingin mengetahui tentang seorang pemuda bongkok yang bernama Sie Liong dan yang terkenal dengan sebutan Pendekar Bongkok! Engkau tahu banyak tentang dia, maka kami harap engkau suka menceritakan dimana dia sekarang!”
Bagaimanapun juga, pemilik rumah makan itu bersimpati kepada Pendekar Bongkok yang pernah mengganti kerugiannya ketika terjadi keributan di rumah makan itu, dan bahkan adik angkat Pendekar Bongkok pernah tinggal bersama bibinya, yaitu bibi Cili. Maka, diapun merasa ragu apakah benar kalau dia bicara tentang Pendekar Bongkok kepada dua orang yang belum dikenalnya dan tidak diketahui maknud mereka mencari Pendekar Bongkok.
“Maaf, kalau boleh saya mengetahui, siapakah ji-wi dan ada hubungan apakah antara ji-wi dengan Sie Taihiap?”
Kini Bi Sian sudah tidak ragu lagi bahwa pemilik rumah makan ini jelas mengenal Sie Liong dan tahu dimana dia berada, maka kesabarannya habis. Ia ingin segera mengetahui dimana adanya musuh besarnya itu! Ketika melihat ada sumpit-sumpit berdiri di gelas tempat menyimpan sumpit, tangannya mengambil segenggam sumpit, lalu ia mengerahkan tenaganya pada jari-jari tangan yang menggenggam sumpit.
“Krekk! Krekkk!”
Sumpit-sumpit itu patah-patah dan remuk dalam genggaman tangan yang kecil dan berkulit halus lunak itu!
“Sobat, katakan saja cepat-cepat di mana adanya Sie Liong dan jangan berbohong!” kata Bi Sian, lirih dan wajah pemilik rumah makan itu berubah pucat.
Hampir dia tidak percaya akan penglihatannya sendiri. Tangan yang kecil dan berkulit halus itu memiliki tenaga yang demikian dahsyatnya!
“Saya.... saya tidak tahu dimana dia sekarang. Baiklah saya ceritakan perjumpaan saya dengan dia. Silakan duduk, silakan duduk....”
Bi Sian dan Bong Gan duduk dan pemilik rumah makan itu lalu bercerita. Diceritakannya betapa hampir dua bulan yang lalu, Sie Liong Si Pendekar Bangkok pernah makan bersama seorang gadis yang bernama Sam Ling dan diaku sebagai adik angkatnya, di rumah makan itu. Betapa kemudian terjadi keributan yang dilakukan oleh seorang anggauta Kim-sim-pai dan betapa kemudian semua orang baru mengetahui si bongkok itu adalah seorang sakti.
“Setelah terjadi keributan itu, Sie Taihiap minta bantuanku untuk mencarikan tempat pemondokan bagi adik angkatnya dan saya menunjukkan rumah bibiku. Kemudian adik angkatnya itu tinggal bersama bibi Cili, akan tetapi Sie Taihiap pergi entah kemana. Sejak itu saya tidak pernah lagi bertemu dengan dia.”
“Apakah adik angkatnya itu masih tinggal di sini?” tanya Bi Sian.
Pemilik rumah makan itu menggerakkan pundaknya.
“Sejak tinggal di sana, baru satu kali saya pernah menengok. Dua minggu sejak ia tinggal di sana dan sejak itu, saya tidak pernah lagi ke sana karena repotnya pekerjaan.”
“Hayo cepat antar kami ke sana, sekarang juga!” kata Bi Sian dan pandang matanya penuh kepastian.
Pemilik rumah makan itu tidak berani membantah, lalu memesan kepada para pelayannya bahwa dia akan pergi sebentar. Tak lama kemudian, keluarlah dia dari rumah makan itu, diikuti Bi Sian dan Bong Gan.
Ketika hendak meninggalkan rumah makan, Bong Gan sempat menengok ke arah gadis cantik itu dan melihat gadis itu dan pendeta yang menemaninya memandang padanya dengan penuh perhatian.
Kembali gadis cantik itu berkedip kepadanya. Bong Gan tersenyum dengan jantung berdebar. Sayang, pikirnya. Dia belum sempat membuat kencan dengan gadis manis itu. Akan tetapi dia merasa yakin bahwa gadis itupun “ada hati” kepadanya dan tentu mereka akan dapat saling bertemu lagi dalam suasana yang lebih bebas, berdua saja!
Pemilik rumah makan itu mengantar Bi Sian dan Bong Gan ke rumah bibi Cili. Akan tetapi ketika mereka tiba di situ, gadis yang bernama Sam Ling atau oleh bibi Cili disebut nona Ling itu sudah tidak berada lagi di situ!
“Kurang lebih seminggu yang lalu, ia pergi meninggalkan rumah ini tanpa pamit!” kata bibi Cili ketika keponakannya datang bersama pemuda dan gadis cantik itu. “Aku sendiri tidak tahu kemana ia pergi karena memang tidak pamit.”
Tentu saja Bi Sian marasa kecewa sekali.
“Akan tetapi, kenapa ia pergi tanpa pamit?”
Bibi Cili menggeleng kepalanya.
“Mungkin karena ia hendak mencari kakak angkatnya, Sie Taihiap itu. Setelah sebulan tinggal di sini, setiap hari ia menanti datangnya Sie Taihiap dan setiap malam ia menangis. Ia mengatakan kepadaku bahwa Sie Taihiap berjanji akan menjemputnya setelah satu bulan ia tinggal di sini. Kemudian, seminggu yang lalu, setelah tinggal di sini kurang lebih satu setengah bulan, ia pergi tanpa pamit.”
Bi Sian mengerutkan alisnya.
“Apakah selama ia berada di sini, Pendekar Bongkok tidak pernah datang menjenguk?”
“Pendekar Bongkok....? Ah, nona maksudkan Sie Taihiap? Tidak, tidak pernah lagi. Semenjak meninggalkan adik angkatnya di sini, dia pergi dan tak pernah muncul kembali.”
“Apakah gadis itu tidak pernah menceritakan kepadamu kemana perginya Sie Taihiap itu?” Bi Sian mendesak terus.
Wanita setengah tua itu mengerutkan alis dan mengingat-ingat,
“Pernah ia bercerita bahwa kakak angkatnya itu seorang pendekar yang akan melakukan penyelidikan terhadap Kim-sim-pai....”
Menyebut nama perkumpulan ini, wanita itu kelihatan takut-takut, juga pemilik rumah makan itu kelihatan khawatir sekali dan memandang keluar pintu rumah, seolah takut kalau sampai terdengar orang lain bahwa mereka membicarakan Kim-sim-pai.
“Apa itu Kim-sim-pai dan dimana tempatnya?”
Wanita itu semakin ketakutan dan menggeleng kepalanya.
“Aku tidak tahu.... ah, aku tidak tahu....”
Pemilik rumah makan itu segera membantu bibinya.
“Nona, sebetulnya kami semua merasa takut untuk menyebut nama itu, nama yang amat ditakuti seluruh penduduk Lasha. Kami hanya dapat memberitahukan kepadamu bahwa perkumpulan itu berada di sekitar Telaga Yan-so di sebelah selatan Lasha.... Sudahlah, kami tidak berani banyak bicara dan kami juga tidak tahu apa-apa lagi. Kalau nona hendak mencari Sie Taihiap, sebaiknya mencari ke sana....”
Bi Sian mengerutkan alisnya. Ia tahu, bahwa pemilik rumah makan dan bibinya itu bicara sejujurnya dan memang mereka ketakutan. Pernah Sie Liong bercerita tentang para pendeta Lama yang memusuhi para pertapa di Himalaya, bahkan ada pendeta Lama yang melakukan pengejaran sampai ke Kun-lun-san untuk membunuhi para pertapa dan tosu yangg melarikan diri ke sana.
Juga gurunya, Koay Tojin, pernah bicara tentang para pendeta Lama yang memusuhi para tosu dan pertapa di Himalaya. Apakah penyelidikan yang dilakukan Sie Liong ada hubungannya dengan hal itu? Memang, jalan satu-satunya untuk mencari Sie Liong adalah mengejarnya ke sarang perkumpulan Kim-sim-pai yang akan diselidiki Pendekar Bongkok itu! Sementara itu, Bong Gan yang cerdik segera bertanya kepada wanita itu.
“Bibi, coba gambarkan bagaimana rupanya gadis bernama Sam Ling itu, agar kalau kami bertemu dengannya, kami akan mudah mengenalnya.”
Bi Sian menyetujui pertanyaan sutenya, karena kalau mereka mengenal Ling Ling, siapa tahu gadis itu akan dapat membawa mereka kepada Sie Liong. Diam-diam Bi Sian juga merasa heran bukan main mendengar bahwa pamannya itu mempunyai seorang adik angkat!
“Ia seorang gadis berusia delapan belas tahun yang amat manis, kulitnya agak gelap, sikapnya pendiam namun ia manis budi dan penurut. Sungguh aku sudah mulai merasa cinta kepada anak itu, dan aku khawatir sekali membayangkan betapa ia melakukan perjalanan seorang diri. Seorang gadis yang demikian manis dan menarik, tentu akan banyak mengalami ancaman bahaya....”
Diam-diam hati Bong Gan yang menjadi hamba nafsu berahinya itu sudah tertarik bukan main. Seorang gadis yang hitam manis!
“Apakah ia seorang gadis Tibet?” tanyanya.
“Ia peranakan Tibet Han,” jawab bibi Cili.
Bi Sian dan Bong Gan lalu meninggalkan rumah itu.
“Kita harus cepat mencari ke daerah Telaga Yan-so!” kata Bi Sian penuh semangat.
Akan tetapi Bong Gan mempunyai rencana lain. Wajah cantik manis yang dijumpainya di rumah makan itu masih terus membayanginya.
“Suci, kurasa kita harus bertindak hati-hati. Kita selidiki dulu perkumpulan macam apa sesungguhnya Kim-sim-pai yang ditakuti penduduk itu, dan dimana letak Telaga Yan-so. Hari telah sore, sebentar lagi gelap. Sungguh tidak menguntungkan kalau kita meninggalkan kota ini dan berada dalam perjalanan yang asing di waktu malam gelap. Kita selidiki dulu, dan setelah jelas, baru kita berangkat mencari ke sana. Bagaimana pendapatmu?”
“Baiklah, kita mencari rumah penginapan,” kata Bi Sian singkat.
Ia sudah ingin sekali dapat menemukan Sie Liong dan membalas dendamnya! Juga sungguh mengherankan, ia ingin sekali melihat seperti apa “adik angkat” pamannya itu, dan hubungan apa sesungguhnya yang ada diantara mereka!
**** 090 ****
Pendekar Bongkok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar