Di sebelah selatan kota Lasha terdapat sebuah telaga yang terkurung pegunungan yang amat luas. Telaga ini indah bukan main, akan tetapi juga sunyi karena jalan menuju ke telaga itu melalui bukit dan jurang.
Apalagi semenjak beberapa tahun ini, daerah itu merupakan daerah yang rawan. Tidak ada orang berani melalui daerah itu yang kabarnya dihuni banyak orang jahat dan iblis. Juga dikatakan bahwa akhir-akhir ini, perkumpulan Kim-sim-pang berpangkal di daerah itu. Makin takutlah orang untuk melewati daerah itu. Kim-sim-pang atau Kim-sim-pai (Perkumpulan atau Partai Hati Emas) amat ditakuti.
Menurut kabar angin, Kim-sim-pai dipimpin oleh seorang tokoh pendeta Lama yang pernah menjabat sebagai wakil Dalai Lama yang berjuluk Kim Sim Lama. Karena terjadi perbedaan paham dengan Dalai Lama, Kim Sim Lama lolos dari Lasha, kemudian dia membentuk perkumpulan Kim-sim-pai yang berdiri sendiri, terlepas dari kekuasaan Dalai Lama, terlepas dari kekuasaan pemerintah pusat Tibet.
Karena tidak ada bukti-bukti bahwa Kim-sim-pai melakukan kejahatan apalagi pemberontakan, maka pemerintah Tibet tidak mengambil tindakan apapun. Hal ini adalah karena Dalai Lama mengingat akan jasa-jasa Kim Sim Lama ketika masih menjadi wakil Dalai Lama dahulu.
Bahkan, Kim Sim Lama merupakan seorang tokoh besar, memiliki pengaruh yang besar pula dan jasanya sudah banyak. Kim Sim Lama merupakan seorang pendeta Lama yang tertua, dan Dalai Lama sendiripun dahulu diangkat menjadi Dalai Lama karena desakan Kim Sim Lama, dan atas pilihan Kim Sim Lama!
Kim Sim Lama merupakan orang ke dua paling berkuasa dan berpengaruh sesudah Dalai Lama. Karena dia tidak memiliki tanda-tanda sebagai reinkarnasi Dalai Lama yang meninggal dunia, maka tidak mungkin dia menjadi pengganti Dalai Lama dan karena itu dia menjadi pendukung utama ketika Dalai Lama yang baru dipilih.
Dalai Lama yang baru itu seorang anak dusun saja yang memlilki ciri-ciri sebagai penitisan Dalai Lama. Bahkan Kim Sim Lama tidak segan-segan mempergunakan kekerasan untuk memaksa bocah itu menjadi Dalai Lama yang baru, dan ketika para penduduk dusun menentang, dia tidak segan mengamuk dan membunuh mereka yang dianggapnya memberontak.
Peristiwa ini membuat para pertapa dan para tosu di Himalaya menjadi marah. Malah Pek Thian Sian-su, guru dari Himalaya Sam Lojin, atau suheng dari Pek-sim Sian-su, turun tangan sendiri untuk membela penduduk dusun itu. Pertapa sakti ini bertanding melawan Pek Sim Lama yang dibantu oleh sembilan orang pendeta Lama yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Pek Thian Sian-su berhasil merobohkan dan menewaskan tiga orang pendeta Lama, akan tetapi dia sendiri terluka dan anak itu tetap saja dibawa lari Kim Sim Lama. Karena ketika peristiwa itu terjadi Pek Thian Sian-su sudah berusia hampir delapan puluh tahun, maka luka yang dideritanya membuat dia tewas tak lama kemudian.
Beberapa tahun lamanya tidak lagi terjadi keributan, akan tetapi setelah anak itu dewasa dan dijadikan Dalai Lama sudah berjalan dua tiga tahun, mulailah terjadi penyerbuan terhadap para tosu dan pertapa di pegunungan Himalaya.
Banyak yang jatuh korban dan para tosu itu segera meninggalkan Himalaya dan pergi mengungsi ke pegunungan lain. Para pertapa menganggap bahwa Dalai Lama sungguh merupakan orang yang tidak mengenal budi. Dahulu dibela oleh para tosu, setelah menjadi Dalai Lama bahkan memusuhi para tosu!
Para tosu itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ketika Kim Sim Lama memilih Dalai Lama baru, dia beranggapan bahwa akhirnya dialah yang berkuasa di Tibet karena Dalai Lama baru tentu akan tunduk terhadap semua pimpinannya. Mula-mula memang demikian.
Akan tetapi, setelah Dalai Lama yang baru itu mengerti urusan, dia tidak sudi dijadikan boneka! Dalai Lama yang baru itu lalu mempergunakan kedudukan dan kekuasaannya untuk menentang semua kebijaksanaan Kim Sim Lama yang dianggapnya tidak bijaksana! Dan mulailah terjadi pertentangan antara Kim Sim Lama dan Dalai Lama. Karena kalah kedudukan, maka Kim Sim Lama tidak berani secara berterang memusuhi Dalai Lama yang banyak pendukungnya. Maka dia lalu mengundurkan diri dan membentuk Kim-sim-pang itu.
Dan mulailah dilakukan pengejaran terhadap para tosu! Semua ini dilakukan oleh kaki tangan Kim Sim Lama, dengan maksud menjatuhkan nama baik Dalai Lama dan memancing agar para tosu memusuhi Dalai Lama sehingga kedudukan Dalai Lama menjadi semakin lemah.
Sementara itu, diam-diam Kim-sim-pai juga mengadakan persekutuan dengan seorang pangeran pemberontak dari Nepal yang sudah diusir oleh Raja Nepal. Pangeran itu dengan pengikutnya yang ternyata cukup banyak, bergabung dengan Kim-sim-pai dan keduanya merencanakan pemberontakan-pemberontakan untuk bersama-sama mengusai Tibet dan Nepal.
Di sebuah bukit dekat Telaga Yan-so, Kim-sim-pai menyusun kekuatan. Kim Sim Lama maklum bahwa kalau dia hanya mengandalkan anak buahnya dan pasukan Pangeran Nepal itu untuk menyerbu Lasha, dia akan mengalami kegagalan.
Dalai Lama memiliki pasukan yang amat kuat, terdiri dari para pendeta Lama dan banyak diantara para pendeta Lama itu memiliki ilmu kepandaian tinggi dan banyak yang sakti. Maka, diapun tidak tergesa-gesa. Di samping usaha yang dilakukan anak buahnya untuk memusuhi berbagai pihak dengan dalih diutus oleh Dalai Lama, juga dia mulai menyusupkan pengaruh ke dalam istana dan kuil di Lasha untuk menghasut dan mempengaruhi tokoh-tokoh di pemerintahan Tibet.
Bagaikan seekor laba-laba dengan amat tekun dan sabar Kim Sim Lama mulai menyusun kekuatan untuk mengambil alih kekuasaan di Tibet. Pangeran Nepal itu sudah siap di perbatasan, sudah siap membantu gerakan Kim Sim Lama dengan janji bahwa kelak, kalau Kim Sim Lama sudah berhasil menguasai Tibet, maka dia akan membalas kebaikan pangeran itu dengan membantunya mengadakan pemberontakan di Nepal!
Dalam kedudukannya yang bagaimana pun juga, manusia tidak akan dapat terlepas dari nafsunya sendiri. Dia boleh berusaha dengan cara bagaimanapun, bertapa, menjauhi keramaian dunia, menyendiri, berpuasa, berpantang apapun, namun tetap sekali waktu dia akan dicengkeram dan dikuasai nafsunya sendiri. Semua usahanya itu hanyalah usaha yang dilakukan oleh akal pikirannya sendiri belaka, dan akal pikiran takkan mungkin membebaskan batin dari cengkeraman nafsu.
Nafsu sudah melekat kepada kita, merupakan alat yang amat penting bagi kita, namun juga merupakan penggoda yang paling berbahaya, yang akan menyeret kita kedalam kesesatan dan perbuatan yang tidak benar. Kalau sudah begitu, maka nafsu tidak lagi menjadi alat kita, bahkan kita diperalat oleh nafsu!
Semua usaha untuk membebaskan diri dari nafsu digerakkan oleh nafsu itu sendiri yang sudah menjadi satu dengan hati dan akal pikiran, bersatu dengan panca indera kita. Apapun yang kita lakukan melalui pikirin, tentu berpamrih.
Nafsu selalu berpamrih, yaitu pamrihnya mencari senang atau yang kita anggap akan mendatangkan kesenangan. Dan untuk semua perbuatan yang timbul dari dorongan nafsu, pikiran kita yang amat licik dan cerdik selalu sudah mempersiapkan diri menjadi pembela, dengan segala daya akan mencari alasan untuk membenarkan tindakan kita itu.
Nafsu memang penting bagi kita, sebagai pendorong agar kita dapat memenuhi semua keperluan hidup di dunia ini, keperluan jasmani kita, makan, pakaian, tempat tinggal, dan semua kebutuhan lain. Nafsu mutlak perlu untuk hidupnya jasmani kita, karena tanpa nafsu berarti mati.
Akan tetapi, kalau nafsu sudah mencampuri urusan batin, maka nafsu hanya menjadi sebab timbulnya duka dan sengsara, nafsu mendatangkan iri, marah, benci, cemburu, dengki takut, malu dan segala macam perasaan. Nafsu bagaikan api, kalau terkendali menjadi pelayan yang baik sekali, sebaliknya kalau liar tak terkendali, dapat menimbulkan kebakaran dan kerusakan.
Kim Sim Lama adalah seorang yang sejak kecil hidup sebagai pendeta. Dia sudah biasa berlatih mengendalikan dan menguasai nafsu-nafsu badannya sendiri. Namun, pengendalian yang dilakukannya adalah pengendalian yang dilakukan dengan akal pikiran, dengan kemauan yang bukan lain adalah daya rendah pula. Yang dikendalikan nafsu, yang mengendalikannya juga bergelimang nafsu. Oleh karena itu, walaupun nampaknya dia hidup sebagai orang yang bebas dari cengkeraman nafsu, namun sesungguhnya nafsu masih menguasainya dan sekali waktu akan runtuh pertahanannya.
Yang mendorong dia untuk menentang Dalai Lama, untuk dapat menguasai Tibet, apalagi kalau bukan nafsu? Namun, tentu saja pikirannya dapat melakukan pembelaan secara cerdik sehingga dia beranggapan bahwa apa yang dilakukannya itu adalah suci murni, demi kebaikan, demi kesejahteraan rakyat, demi menentang pemerintah lalim dan sebagainya. Padahal, di dasar semua itu, mendekati nafsu ingin mendapatkan sesuatu yang dianggap akan menyenangkan hatinya, dalam hal ini kekuasaan!
Lalu bagaimana sebaiknya bagi kita? Kalau dibiarkan, nafsu merajalela dan menguasai kita, bagaikan api membakar dan merusak. Kalau dikendalikan, tidak akan berhasil karena yang mengendalikan juga pikiran bergelimang nafsu sehingga selalu berpamrih. Kalau dimatikan, orangnya harus mati pula! Apa yang dapat kita lakukan? Tidak ada apa-apa yang dapat kita lakukan! Tidak ada apa-apa, karena yang dapat mengatur nafsu, yang dapat mengatur alat-alat bagi kehidupan kita adalah yang menciptakannya, yang membuatnya. Dan penciptanya adalah Tuhan! Oleh karena itu, kita hanya dapat menyerah, hanya dapat pasrah, kepada kekuasaan Tuhan. Menyerah sepenuhnya, sebulatnya, selengkapnya, penuh ketawakalan, kesabaran dan keikhlasan.
Badan ini hanya sebuah tempat, sebuah rumah. Semua daya rendah, panca indrya, hati, akal pikiran dan nafsu-nafsunya, hanya merupakan alat-alat dalam rumah. Penghuni rumah yang menguasai semua alat itu sesungguhnya adalah jiwa! Jiwa menjadi majikannya, nafsu, hati dan akal pikiran menjadi pelayan dan alat.
Namun sungguh sayang, karena kita sudah lupa bahwa kita ini jiwa, lupa karena setiap hari dipermainkan oleh nafsu akal pikiran yang merajalela dan merebut kekuasaan menjadi majikan dalam badan kita. Kita ini bukan pikiran. Pikiran bisa mati namun badan tetap hidup. Sebaliknya, kalau jiwa meninggalkan badan, semua pelayan dan alat itupun akan mati.
Dalam keadaan tidur atau pingsan, hati akal pikiran untuk sementara seperti mati, tidak bekerja. Namun, kita tetap hidup karena jiwa masih bersemayam di dalam badan. Kita tidak pernah memiliki rasa diri ini, lupa akan keadaan yang lebih dalam karena kita selalu terseret oleh keadaan lahir yang dangkal saja, karena dipermainkan nafsu yang selalu mengejar kesenangan dangkal.
Kim Sim Lama memiliki banyak pembantu yang pandai. Dan pembantu-pembantu utamanya bukan lain adalah Lima Harimau Tibet! Seperti sudah kita ketahui, para pembantu utamanya inilah yang diutus untuk melakukan pengejaran terhadap para tosu dan pertapa Himalaya yang sudah melarikan diri mengungsi ke pegunungan Kun-lun.
Pengejaran dan pembunuhan yang dilakukan Lima Harimau Tibet terhadap para tosu itu bukan semata-mata karena mereka membenci para tosu, melainkan terutama sekali, dengan dalih sebagai utusan Dalai Lama, mereka hendak merusak nama Dalai Lama agar dibenci dan dimusuhi semua golongan, terutama golongan orang-orang sakti.
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali, sesosok tubuh berkelebat seperti terbang cepatnya, datang dari arah telaga Yam-so menuju ke bukit yang menjadi markas Kim-sim-pai. Melihat gerakannya yang cepat, larinya bagaikan terbang itu, mudah diketahui bahwa dia adalah seorang yang memiliki gin-kang dan ilmu berlari cepat yang hebat.
Orang akan merasa terkejut dan terheran-heran kalau melihat orangnya. Setelah dia berhenti dan menyelinap di bawah sebatang pohon, memandang ke atas, ke arah puncak bukit itu, baru nampak bahwa dia adalah seorang pemuda yang tubuhnya bongkok! Dia adalah Sie Liong, Si Pendekar Bongkok!
Setelah meninggalkan Ling Ling di rumah bibi Cili, hati Sie Liong merasa lega dan mulailah dia melakukan penyelidikan di Lasha tentang Kim-sim-pang. Ketika dia melihat munculnya pemungut derma di rumah makan membawa bendera Kim-sim-pai, teringatlah dia akan nama Kim Sim Lama yang pernah didengarnya dari pengakuan seorang di antara Tibet Sam Sinto.
Tentu ada hubungan antara Kim-sim-pai dan Kim Sim Lama, pikirnya. Agaknya pemberontakan terhadap pemerintah Tibet seperti yang diceritakan Coa Kiu orang ke tiga Tibet Sam Sinto itu tentulah perkumpulan Kim-sim-pai itu yang dipimpin oleh Kim Sim Lama dan dibantu oleh Lima Harimau Tibet yang harus diselidikinya.
Dan dia mendapat kenyataan bahwa hampir semua orang yang ditanyanya tentang Kim-sim-pai menjadi ketakutan dan tidak berani menjawab. Yang berani menjawab mengatakan singkat bahwa Kim-sim-pai adalah perkumpulan orang-orang Tibet yang berpusat di sebuah bukit dekat Telaga Yam-so. Semakin jelas dan yakinlah hatinya bahwa jejak yang diikutinya benar. Memang di tempat itulah dia harus mencari keterangan tentang apa rahasianya maka para pendeta Lama memusuhi para pertapa dan tosu dari Himalaya.
Dari kaki bukit itu, yang nampak di atas hanyalah dinding tembok yang berwarna putih, panjang dan melingkar-lingkar seperti benteng. Akan tetapi, segera dia melihat beberapa orang mendaki bukit itu.
Ada sebuah jalan besar yang cukup baik menuju ke atas bukit dan kini terdapat beberapa orang menuju ke puncak, ada yang berjalan kaki, ada pula yang menunggang keledai atau kuda. Akan tetapi mereka itu sama sekali bukan kelihatan sebagai pasukan atau pendeta, melainkan penduduk biasa dan mereka semua membawa perbekalan untuk sembahyang.
Apalagi semenjak beberapa tahun ini, daerah itu merupakan daerah yang rawan. Tidak ada orang berani melalui daerah itu yang kabarnya dihuni banyak orang jahat dan iblis. Juga dikatakan bahwa akhir-akhir ini, perkumpulan Kim-sim-pang berpangkal di daerah itu. Makin takutlah orang untuk melewati daerah itu. Kim-sim-pang atau Kim-sim-pai (Perkumpulan atau Partai Hati Emas) amat ditakuti.
Menurut kabar angin, Kim-sim-pai dipimpin oleh seorang tokoh pendeta Lama yang pernah menjabat sebagai wakil Dalai Lama yang berjuluk Kim Sim Lama. Karena terjadi perbedaan paham dengan Dalai Lama, Kim Sim Lama lolos dari Lasha, kemudian dia membentuk perkumpulan Kim-sim-pai yang berdiri sendiri, terlepas dari kekuasaan Dalai Lama, terlepas dari kekuasaan pemerintah pusat Tibet.
Karena tidak ada bukti-bukti bahwa Kim-sim-pai melakukan kejahatan apalagi pemberontakan, maka pemerintah Tibet tidak mengambil tindakan apapun. Hal ini adalah karena Dalai Lama mengingat akan jasa-jasa Kim Sim Lama ketika masih menjadi wakil Dalai Lama dahulu.
Bahkan, Kim Sim Lama merupakan seorang tokoh besar, memiliki pengaruh yang besar pula dan jasanya sudah banyak. Kim Sim Lama merupakan seorang pendeta Lama yang tertua, dan Dalai Lama sendiripun dahulu diangkat menjadi Dalai Lama karena desakan Kim Sim Lama, dan atas pilihan Kim Sim Lama!
Kim Sim Lama merupakan orang ke dua paling berkuasa dan berpengaruh sesudah Dalai Lama. Karena dia tidak memiliki tanda-tanda sebagai reinkarnasi Dalai Lama yang meninggal dunia, maka tidak mungkin dia menjadi pengganti Dalai Lama dan karena itu dia menjadi pendukung utama ketika Dalai Lama yang baru dipilih.
Dalai Lama yang baru itu seorang anak dusun saja yang memlilki ciri-ciri sebagai penitisan Dalai Lama. Bahkan Kim Sim Lama tidak segan-segan mempergunakan kekerasan untuk memaksa bocah itu menjadi Dalai Lama yang baru, dan ketika para penduduk dusun menentang, dia tidak segan mengamuk dan membunuh mereka yang dianggapnya memberontak.
Peristiwa ini membuat para pertapa dan para tosu di Himalaya menjadi marah. Malah Pek Thian Sian-su, guru dari Himalaya Sam Lojin, atau suheng dari Pek-sim Sian-su, turun tangan sendiri untuk membela penduduk dusun itu. Pertapa sakti ini bertanding melawan Pek Sim Lama yang dibantu oleh sembilan orang pendeta Lama yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Pek Thian Sian-su berhasil merobohkan dan menewaskan tiga orang pendeta Lama, akan tetapi dia sendiri terluka dan anak itu tetap saja dibawa lari Kim Sim Lama. Karena ketika peristiwa itu terjadi Pek Thian Sian-su sudah berusia hampir delapan puluh tahun, maka luka yang dideritanya membuat dia tewas tak lama kemudian.
Beberapa tahun lamanya tidak lagi terjadi keributan, akan tetapi setelah anak itu dewasa dan dijadikan Dalai Lama sudah berjalan dua tiga tahun, mulailah terjadi penyerbuan terhadap para tosu dan pertapa di pegunungan Himalaya.
Banyak yang jatuh korban dan para tosu itu segera meninggalkan Himalaya dan pergi mengungsi ke pegunungan lain. Para pertapa menganggap bahwa Dalai Lama sungguh merupakan orang yang tidak mengenal budi. Dahulu dibela oleh para tosu, setelah menjadi Dalai Lama bahkan memusuhi para tosu!
Para tosu itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ketika Kim Sim Lama memilih Dalai Lama baru, dia beranggapan bahwa akhirnya dialah yang berkuasa di Tibet karena Dalai Lama baru tentu akan tunduk terhadap semua pimpinannya. Mula-mula memang demikian.
Akan tetapi, setelah Dalai Lama yang baru itu mengerti urusan, dia tidak sudi dijadikan boneka! Dalai Lama yang baru itu lalu mempergunakan kedudukan dan kekuasaannya untuk menentang semua kebijaksanaan Kim Sim Lama yang dianggapnya tidak bijaksana! Dan mulailah terjadi pertentangan antara Kim Sim Lama dan Dalai Lama. Karena kalah kedudukan, maka Kim Sim Lama tidak berani secara berterang memusuhi Dalai Lama yang banyak pendukungnya. Maka dia lalu mengundurkan diri dan membentuk Kim-sim-pang itu.
Dan mulailah dilakukan pengejaran terhadap para tosu! Semua ini dilakukan oleh kaki tangan Kim Sim Lama, dengan maksud menjatuhkan nama baik Dalai Lama dan memancing agar para tosu memusuhi Dalai Lama sehingga kedudukan Dalai Lama menjadi semakin lemah.
Sementara itu, diam-diam Kim-sim-pai juga mengadakan persekutuan dengan seorang pangeran pemberontak dari Nepal yang sudah diusir oleh Raja Nepal. Pangeran itu dengan pengikutnya yang ternyata cukup banyak, bergabung dengan Kim-sim-pai dan keduanya merencanakan pemberontakan-pemberontakan untuk bersama-sama mengusai Tibet dan Nepal.
Di sebuah bukit dekat Telaga Yan-so, Kim-sim-pai menyusun kekuatan. Kim Sim Lama maklum bahwa kalau dia hanya mengandalkan anak buahnya dan pasukan Pangeran Nepal itu untuk menyerbu Lasha, dia akan mengalami kegagalan.
Dalai Lama memiliki pasukan yang amat kuat, terdiri dari para pendeta Lama dan banyak diantara para pendeta Lama itu memiliki ilmu kepandaian tinggi dan banyak yang sakti. Maka, diapun tidak tergesa-gesa. Di samping usaha yang dilakukan anak buahnya untuk memusuhi berbagai pihak dengan dalih diutus oleh Dalai Lama, juga dia mulai menyusupkan pengaruh ke dalam istana dan kuil di Lasha untuk menghasut dan mempengaruhi tokoh-tokoh di pemerintahan Tibet.
Bagaikan seekor laba-laba dengan amat tekun dan sabar Kim Sim Lama mulai menyusun kekuatan untuk mengambil alih kekuasaan di Tibet. Pangeran Nepal itu sudah siap di perbatasan, sudah siap membantu gerakan Kim Sim Lama dengan janji bahwa kelak, kalau Kim Sim Lama sudah berhasil menguasai Tibet, maka dia akan membalas kebaikan pangeran itu dengan membantunya mengadakan pemberontakan di Nepal!
Dalam kedudukannya yang bagaimana pun juga, manusia tidak akan dapat terlepas dari nafsunya sendiri. Dia boleh berusaha dengan cara bagaimanapun, bertapa, menjauhi keramaian dunia, menyendiri, berpuasa, berpantang apapun, namun tetap sekali waktu dia akan dicengkeram dan dikuasai nafsunya sendiri. Semua usahanya itu hanyalah usaha yang dilakukan oleh akal pikirannya sendiri belaka, dan akal pikiran takkan mungkin membebaskan batin dari cengkeraman nafsu.
Nafsu sudah melekat kepada kita, merupakan alat yang amat penting bagi kita, namun juga merupakan penggoda yang paling berbahaya, yang akan menyeret kita kedalam kesesatan dan perbuatan yang tidak benar. Kalau sudah begitu, maka nafsu tidak lagi menjadi alat kita, bahkan kita diperalat oleh nafsu!
Semua usaha untuk membebaskan diri dari nafsu digerakkan oleh nafsu itu sendiri yang sudah menjadi satu dengan hati dan akal pikiran, bersatu dengan panca indera kita. Apapun yang kita lakukan melalui pikirin, tentu berpamrih.
Nafsu selalu berpamrih, yaitu pamrihnya mencari senang atau yang kita anggap akan mendatangkan kesenangan. Dan untuk semua perbuatan yang timbul dari dorongan nafsu, pikiran kita yang amat licik dan cerdik selalu sudah mempersiapkan diri menjadi pembela, dengan segala daya akan mencari alasan untuk membenarkan tindakan kita itu.
Nafsu memang penting bagi kita, sebagai pendorong agar kita dapat memenuhi semua keperluan hidup di dunia ini, keperluan jasmani kita, makan, pakaian, tempat tinggal, dan semua kebutuhan lain. Nafsu mutlak perlu untuk hidupnya jasmani kita, karena tanpa nafsu berarti mati.
Akan tetapi, kalau nafsu sudah mencampuri urusan batin, maka nafsu hanya menjadi sebab timbulnya duka dan sengsara, nafsu mendatangkan iri, marah, benci, cemburu, dengki takut, malu dan segala macam perasaan. Nafsu bagaikan api, kalau terkendali menjadi pelayan yang baik sekali, sebaliknya kalau liar tak terkendali, dapat menimbulkan kebakaran dan kerusakan.
Kim Sim Lama adalah seorang yang sejak kecil hidup sebagai pendeta. Dia sudah biasa berlatih mengendalikan dan menguasai nafsu-nafsu badannya sendiri. Namun, pengendalian yang dilakukannya adalah pengendalian yang dilakukan dengan akal pikiran, dengan kemauan yang bukan lain adalah daya rendah pula. Yang dikendalikan nafsu, yang mengendalikannya juga bergelimang nafsu. Oleh karena itu, walaupun nampaknya dia hidup sebagai orang yang bebas dari cengkeraman nafsu, namun sesungguhnya nafsu masih menguasainya dan sekali waktu akan runtuh pertahanannya.
Yang mendorong dia untuk menentang Dalai Lama, untuk dapat menguasai Tibet, apalagi kalau bukan nafsu? Namun, tentu saja pikirannya dapat melakukan pembelaan secara cerdik sehingga dia beranggapan bahwa apa yang dilakukannya itu adalah suci murni, demi kebaikan, demi kesejahteraan rakyat, demi menentang pemerintah lalim dan sebagainya. Padahal, di dasar semua itu, mendekati nafsu ingin mendapatkan sesuatu yang dianggap akan menyenangkan hatinya, dalam hal ini kekuasaan!
Lalu bagaimana sebaiknya bagi kita? Kalau dibiarkan, nafsu merajalela dan menguasai kita, bagaikan api membakar dan merusak. Kalau dikendalikan, tidak akan berhasil karena yang mengendalikan juga pikiran bergelimang nafsu sehingga selalu berpamrih. Kalau dimatikan, orangnya harus mati pula! Apa yang dapat kita lakukan? Tidak ada apa-apa yang dapat kita lakukan! Tidak ada apa-apa, karena yang dapat mengatur nafsu, yang dapat mengatur alat-alat bagi kehidupan kita adalah yang menciptakannya, yang membuatnya. Dan penciptanya adalah Tuhan! Oleh karena itu, kita hanya dapat menyerah, hanya dapat pasrah, kepada kekuasaan Tuhan. Menyerah sepenuhnya, sebulatnya, selengkapnya, penuh ketawakalan, kesabaran dan keikhlasan.
Badan ini hanya sebuah tempat, sebuah rumah. Semua daya rendah, panca indrya, hati, akal pikiran dan nafsu-nafsunya, hanya merupakan alat-alat dalam rumah. Penghuni rumah yang menguasai semua alat itu sesungguhnya adalah jiwa! Jiwa menjadi majikannya, nafsu, hati dan akal pikiran menjadi pelayan dan alat.
Namun sungguh sayang, karena kita sudah lupa bahwa kita ini jiwa, lupa karena setiap hari dipermainkan oleh nafsu akal pikiran yang merajalela dan merebut kekuasaan menjadi majikan dalam badan kita. Kita ini bukan pikiran. Pikiran bisa mati namun badan tetap hidup. Sebaliknya, kalau jiwa meninggalkan badan, semua pelayan dan alat itupun akan mati.
Dalam keadaan tidur atau pingsan, hati akal pikiran untuk sementara seperti mati, tidak bekerja. Namun, kita tetap hidup karena jiwa masih bersemayam di dalam badan. Kita tidak pernah memiliki rasa diri ini, lupa akan keadaan yang lebih dalam karena kita selalu terseret oleh keadaan lahir yang dangkal saja, karena dipermainkan nafsu yang selalu mengejar kesenangan dangkal.
Kim Sim Lama memiliki banyak pembantu yang pandai. Dan pembantu-pembantu utamanya bukan lain adalah Lima Harimau Tibet! Seperti sudah kita ketahui, para pembantu utamanya inilah yang diutus untuk melakukan pengejaran terhadap para tosu dan pertapa Himalaya yang sudah melarikan diri mengungsi ke pegunungan Kun-lun.
Pengejaran dan pembunuhan yang dilakukan Lima Harimau Tibet terhadap para tosu itu bukan semata-mata karena mereka membenci para tosu, melainkan terutama sekali, dengan dalih sebagai utusan Dalai Lama, mereka hendak merusak nama Dalai Lama agar dibenci dan dimusuhi semua golongan, terutama golongan orang-orang sakti.
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali, sesosok tubuh berkelebat seperti terbang cepatnya, datang dari arah telaga Yam-so menuju ke bukit yang menjadi markas Kim-sim-pai. Melihat gerakannya yang cepat, larinya bagaikan terbang itu, mudah diketahui bahwa dia adalah seorang yang memiliki gin-kang dan ilmu berlari cepat yang hebat.
Orang akan merasa terkejut dan terheran-heran kalau melihat orangnya. Setelah dia berhenti dan menyelinap di bawah sebatang pohon, memandang ke atas, ke arah puncak bukit itu, baru nampak bahwa dia adalah seorang pemuda yang tubuhnya bongkok! Dia adalah Sie Liong, Si Pendekar Bongkok!
Setelah meninggalkan Ling Ling di rumah bibi Cili, hati Sie Liong merasa lega dan mulailah dia melakukan penyelidikan di Lasha tentang Kim-sim-pang. Ketika dia melihat munculnya pemungut derma di rumah makan membawa bendera Kim-sim-pai, teringatlah dia akan nama Kim Sim Lama yang pernah didengarnya dari pengakuan seorang di antara Tibet Sam Sinto.
Tentu ada hubungan antara Kim-sim-pai dan Kim Sim Lama, pikirnya. Agaknya pemberontakan terhadap pemerintah Tibet seperti yang diceritakan Coa Kiu orang ke tiga Tibet Sam Sinto itu tentulah perkumpulan Kim-sim-pai itu yang dipimpin oleh Kim Sim Lama dan dibantu oleh Lima Harimau Tibet yang harus diselidikinya.
Dan dia mendapat kenyataan bahwa hampir semua orang yang ditanyanya tentang Kim-sim-pai menjadi ketakutan dan tidak berani menjawab. Yang berani menjawab mengatakan singkat bahwa Kim-sim-pai adalah perkumpulan orang-orang Tibet yang berpusat di sebuah bukit dekat Telaga Yam-so. Semakin jelas dan yakinlah hatinya bahwa jejak yang diikutinya benar. Memang di tempat itulah dia harus mencari keterangan tentang apa rahasianya maka para pendeta Lama memusuhi para pertapa dan tosu dari Himalaya.
Dari kaki bukit itu, yang nampak di atas hanyalah dinding tembok yang berwarna putih, panjang dan melingkar-lingkar seperti benteng. Akan tetapi, segera dia melihat beberapa orang mendaki bukit itu.
Ada sebuah jalan besar yang cukup baik menuju ke atas bukit dan kini terdapat beberapa orang menuju ke puncak, ada yang berjalan kaki, ada pula yang menunggang keledai atau kuda. Akan tetapi mereka itu sama sekali bukan kelihatan sebagai pasukan atau pendeta, melainkan penduduk biasa dan mereka semua membawa perbekalan untuk sembahyang.
Pendekar Bongkok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar