Kesempatan itu dipergunakan oleh Thay Si Lama untuk manghantamkan cambuknya ke arah kepala Sie Liong. Cambuk itu melecut dengan cepat seperti kilat menyambar! Sie Liong masih berhasil menggerakkan tongkatnya menangkis walaupun dia sudah terpelanting. Namun, ujung cambuk itu membelit tongkatnya dan terjadi tarik menarik. Sie Liong mengerahkan tenaga dan tangan kirinya mendorong dengan telapak tangan terbuka ke arah Thay Si Lama. Thay Si Lama yang menguasai ilmu silat Sin-kun Hoat-lek, yaitu silat yang bukan saja mengandung tenaga sin-kang kuat, akan tetapi bahkan juga mengandung ilmu sihir itu, tidak gentar dan diapun menggerakkan telapak tangan kiri menyambut.
“Desss....!”
Hebat bukan main pertempuran dua telapak tangan dan akibatnya tubuh Thay Si Lama terjengkang dan diapun muntah darah! Sie Liong sendiri juga terjengkang karena kedudukannya tadi tidak menguntungkan ketika dia mengadu tenaga dalam dengan Thay Si Lama. Kuda-kudanya tidak kokoh karena dia tadi dalam keadaan terpelanting dan terhuyung.
Pada saat dia terjengkang, ujung tongkat di tangan Kim Sim Lama menyambar dan menyentuh punggungnya. Sie Liong terkulai lemas dan roboh pingsan! Melihat betapa Thay Si Lama muntah darah, empat orang rekannya menjadi marah dan mereka sudah menggerakkan senjata untuk melumatkan tubuh Pendekar Bongkok.
“Tahan!”
Kim Sim Lama berseru dan tongkatnya diputar melindungi tubuh Sie Liong. Lima orang Harimau Tibet itu kini memandang heran kepada pemimpin mereka. Bahkan Thay Si Lama yang mengusap darah dari bibirnya, mengerutkan alisnya.
“Maaf, susiok (paman guru), akan tetapi Pendekar Bongkok ini berbahaya sekali. Sudah selayaknya kalau dia dibunuh!” katanya dengan nada tidak senang.
“Hemm, kalian ini sudah berpengalaman luas, mengapa masih berpandangan picik dan masih mudah dipengaruhi kemarahan dan dendam? Yang penting bagi kita adalah langkah yang kita perhitungkan, langkah yang pasti akan menguntungkan usaha kita! Kalau dia kalian bunuh, lalu apa untungnya? Boleh jadi dia lihai, akan tetapi tidak cukup lihai untuk membuat kita gentar. Pula, apa artinya dia seorang diri saja menghadapi kita? Sebaliknya, kalau dia tidak dibunuh, banyak pilihan bagi kita untuk memanfaatkan bocah ini dan menarik keuntungan sebesarnya.”
Lima orang pendeta Lama itu memandang penuh perhatian dan Thay Ku Lama mewakili para sutenya bertanya,
“Susiok, manfaat apa yang dapat kita ambil dari bocah bongkok ini?”
“Ha-ha-ha-ha! Nah, kalian lihatlah,” katanya kepada belasan orang pembantu utamanya. “Tanpa pimpinan pinceng, kalian sama seperti sekumpulan gajah kehilangan pembimbing. Biarpun kalian kuat, kalau tidak pandai mempergunakan akal, tidak akan ada gunanya dan tidak akan mencapai jauh! Dengarlah. Kita semua telah melihat bahwa bocah ini, biarpun masih muda dan tubuhnya bongkok, namun dia telah mewarisi ilmu kepandaian yang hebat dan kiranya hanya pinceng seorang saja yang akan mampu menandinginya. Kalian semua, kalau maju satu lawan satu, bukanlah tandingannya! Nah, kalian tentu tahu betapa akan baik dan menguntungkan sekali bagi kita kalau saja dia mau membantu gerakan kita.”
“Akan tetapi, susiok! Dia adalah murid Himalaya Sam Lojin, bahkan juga murid Pek Sim Sian-su. Dia musuh kita dan mana mungkin dia mau membantu gerakan kita?” Thay Si Lama mencela.
“Bagaimana kalau kita mempergunakan sihir agar dia kehilangan ingatan dan suka membantu kita?” kata Thay Hok Lama.
Kim Sim Lama menggeleng kepalanya.
“Memang benar bahwa kiranya takkan mungkin dia membantu kita, dan penggunaan sihirpun tidak ada artinya bagi seorang yang sudah memiliki sin-kang sekuat itu.”
“Pinceng dapat membuatkan racun perampas ingatan....” kata pula Thay Hok Lama si ahli racun.
Kim Sim Lama tetap menggeleng kepalanya.
“Biarpun dia sudah kehilangan ingatan, watak dasarnya tentu melarang dia untuk membantu kita. Dan apa artinya orang yang kehilangan ingatan untuk kita? Bahkan dia akan dapat menimbulkan kekacauan karena ketololannya. Tidak, agaknya kita tidak boleh mengharapkan dia membantu perjuangan kita dengan tenaganya.”
“Lalu untuk apa lagi, susiok?” Thay Pek Lama bertanya.
Kim Sim Lama tersenyum dan mukanya yang merah kekanak-kanakan itu kini kelihatan cerdik luar biasa. Matanya mencorong, berkilat dan mulutnya tersenyum mengejek.
“Kita dapat mempergunakan dia untuk memperuncing hubungan yang sudah memburuk antara Dalai Lama dan para tosu. Kalau dia sebagai utusan para tosu sampai terbunuh oleh Dalai Lama, barulah kematiannya ada gunanya untuk kita.”
Lima orang Tibet Ngo-houw mengangguk-angguk dan merekapun melihat manfaat itu.
“Akan tetapi, bagaimana caranya agar dia dapat terbunuh oleh Dalai Lama, atau agar para tosu menganggap kematiannya disebabkan oleh Dalai Lama?”
“Tentu saja satu-satunya jalan adalah agar dia mati di dalam istana Dalai Lama di Lasha!” kata Kim Sim Lama.
“Akan tetapi, bagaimana caranya menyelundupkan dia ke dalam istana?” tanya Thay Bo Lama.
Kim Sim Lama tersenyum lagi.
“Tidak percuma pinceng menyebar orang-orang ke dalam Lasha. Biarlah kita menanti kesempatan yang baik. Sementara ini, kita tahan dia di dalam penjara lebih dulu.”
“Akan tetapi, hal itu berbahaya sekali, susiok! Dia amat lihai, kalau dibiarkan hidup di dalam penjara, bagaimana kalau sekali waktu dia memberontak dan berhasil lolos dari dalam penjara?” Thay Ku Lama berseru khawatir.
“Ha-ha-ha-ha, mengapa engkau begitu bodoh? Tentu saja kita harus membuat dia tidak berdaya lebih dahulu. Nah sekarang racunmu perampas ingatan itu kita butuhkan, Thay Hok Lama.”
Thay Hok Lama merasa girang karena dia dapat berjasa. Cepat dia mengeluarkan dua butir pel hitam.
“Ingatannya dihilangkan sama sekali ataukah untuk sementara, susiok?”
“Maksudmu bagaimana?” tanya Kim Sim Lama.
“Pinceng mempunyai dua butir pel racun perampas ingatan. Kalau diminumkan sebutir, maka dia akan kehilangan ingatan selama satu bulan saja. Akan tetapi, kalau dua butir sekaligus dimasukkan ke perutnya, racun yang bekerja sedemikian hebatnya sehingga semua syaraf ingatan di kepalanya akan hangus dan diapun akan kehilangan ingatan untuk selamanya.” Thay Hok Lama tertawa gembira karena bangga akan keahliannya tentang racun.
“Berikan sebutir saja. Mungkin kita memerlukan dia dalam keadaan sadar dan setelah sebulan, kalau perlu, kita bisa meminumkannya sebutir lagi.”
Thay Hok Lama menghampiri tubuh Sie Liong yang masih pingsan, menotok lehernya sehingga dengan mudah dia membukakan mulut pemuda itu dan memaksakan sebutir pel ke dalam kerongkongannya. Dengan arak yang dituangkan dengan paksa, maka pel itu memasuki perut Sie Liong tanpa diketahui pemuda yang masih pingsan itu.
“Ha-ha-ha, setelah siuman dia sudah akan lupa segala-galanya, susiok. Apakah boleh kami lempar dia di dalam kamar tahanan?” tanya Thay Hok Lama.
“Nanti dulu! Biarpun ingatannya hilang, kalau tenaganya masih demikian kuat dan nalurinya masih membuat dia mampu bersilat, hal itu tetap saja membahayakan.”
“Jangan khawatir, susiok. Pinceng mempunyai racun lain yang akan meracuni darahnya sehingga kalau dia mengerahkan sin-kangnya dia akan roboh sendiri,”
Kata Thay Hok Lama dan kembali dia mengeluarkan obat bubuk yang dituangkan ke dalam perut Sie Liong melalui mulutnya. Setelah itu, barulah Sie Liong dimasukkan ke dalam sebuah kamar tahanan yang berpintu besi.
“Ha-ha-ha, dalam keadaannya seperti itu, dia tidak berbahaya lagi, seperti orang biasa saja. Tidak perlu kita sendiri yang berjaga, cukup dijaga anak buah saja,”
Kata Thay Hok Lama dan demikianlah, Sie Liong dilempar ke dalam kamar tahanan dan pemuda itu menggeletak pingsan di atas lantai kamar yang dingin itu.
Lima orang Tibet Ngo-houw meninggalkan kamar itu setelah menyuruh enam orang penjaga berjaga di luar pintu besi dengan senjata di tangan. Tidak perlu dijagapun, pemuda yang sudah makan dua macam obat beracun itu takkan mampu membebaskan diri dari dalam kamar penjara!
“Desss....!”
Hebat bukan main pertempuran dua telapak tangan dan akibatnya tubuh Thay Si Lama terjengkang dan diapun muntah darah! Sie Liong sendiri juga terjengkang karena kedudukannya tadi tidak menguntungkan ketika dia mengadu tenaga dalam dengan Thay Si Lama. Kuda-kudanya tidak kokoh karena dia tadi dalam keadaan terpelanting dan terhuyung.
Pada saat dia terjengkang, ujung tongkat di tangan Kim Sim Lama menyambar dan menyentuh punggungnya. Sie Liong terkulai lemas dan roboh pingsan! Melihat betapa Thay Si Lama muntah darah, empat orang rekannya menjadi marah dan mereka sudah menggerakkan senjata untuk melumatkan tubuh Pendekar Bongkok.
“Tahan!”
Kim Sim Lama berseru dan tongkatnya diputar melindungi tubuh Sie Liong. Lima orang Harimau Tibet itu kini memandang heran kepada pemimpin mereka. Bahkan Thay Si Lama yang mengusap darah dari bibirnya, mengerutkan alisnya.
“Maaf, susiok (paman guru), akan tetapi Pendekar Bongkok ini berbahaya sekali. Sudah selayaknya kalau dia dibunuh!” katanya dengan nada tidak senang.
“Hemm, kalian ini sudah berpengalaman luas, mengapa masih berpandangan picik dan masih mudah dipengaruhi kemarahan dan dendam? Yang penting bagi kita adalah langkah yang kita perhitungkan, langkah yang pasti akan menguntungkan usaha kita! Kalau dia kalian bunuh, lalu apa untungnya? Boleh jadi dia lihai, akan tetapi tidak cukup lihai untuk membuat kita gentar. Pula, apa artinya dia seorang diri saja menghadapi kita? Sebaliknya, kalau dia tidak dibunuh, banyak pilihan bagi kita untuk memanfaatkan bocah ini dan menarik keuntungan sebesarnya.”
Lima orang pendeta Lama itu memandang penuh perhatian dan Thay Ku Lama mewakili para sutenya bertanya,
“Susiok, manfaat apa yang dapat kita ambil dari bocah bongkok ini?”
“Ha-ha-ha-ha! Nah, kalian lihatlah,” katanya kepada belasan orang pembantu utamanya. “Tanpa pimpinan pinceng, kalian sama seperti sekumpulan gajah kehilangan pembimbing. Biarpun kalian kuat, kalau tidak pandai mempergunakan akal, tidak akan ada gunanya dan tidak akan mencapai jauh! Dengarlah. Kita semua telah melihat bahwa bocah ini, biarpun masih muda dan tubuhnya bongkok, namun dia telah mewarisi ilmu kepandaian yang hebat dan kiranya hanya pinceng seorang saja yang akan mampu menandinginya. Kalian semua, kalau maju satu lawan satu, bukanlah tandingannya! Nah, kalian tentu tahu betapa akan baik dan menguntungkan sekali bagi kita kalau saja dia mau membantu gerakan kita.”
“Akan tetapi, susiok! Dia adalah murid Himalaya Sam Lojin, bahkan juga murid Pek Sim Sian-su. Dia musuh kita dan mana mungkin dia mau membantu gerakan kita?” Thay Si Lama mencela.
“Bagaimana kalau kita mempergunakan sihir agar dia kehilangan ingatan dan suka membantu kita?” kata Thay Hok Lama.
Kim Sim Lama menggeleng kepalanya.
“Memang benar bahwa kiranya takkan mungkin dia membantu kita, dan penggunaan sihirpun tidak ada artinya bagi seorang yang sudah memiliki sin-kang sekuat itu.”
“Pinceng dapat membuatkan racun perampas ingatan....” kata pula Thay Hok Lama si ahli racun.
Kim Sim Lama tetap menggeleng kepalanya.
“Biarpun dia sudah kehilangan ingatan, watak dasarnya tentu melarang dia untuk membantu kita. Dan apa artinya orang yang kehilangan ingatan untuk kita? Bahkan dia akan dapat menimbulkan kekacauan karena ketololannya. Tidak, agaknya kita tidak boleh mengharapkan dia membantu perjuangan kita dengan tenaganya.”
“Lalu untuk apa lagi, susiok?” Thay Pek Lama bertanya.
Kim Sim Lama tersenyum dan mukanya yang merah kekanak-kanakan itu kini kelihatan cerdik luar biasa. Matanya mencorong, berkilat dan mulutnya tersenyum mengejek.
“Kita dapat mempergunakan dia untuk memperuncing hubungan yang sudah memburuk antara Dalai Lama dan para tosu. Kalau dia sebagai utusan para tosu sampai terbunuh oleh Dalai Lama, barulah kematiannya ada gunanya untuk kita.”
Lima orang Tibet Ngo-houw mengangguk-angguk dan merekapun melihat manfaat itu.
“Akan tetapi, bagaimana caranya agar dia dapat terbunuh oleh Dalai Lama, atau agar para tosu menganggap kematiannya disebabkan oleh Dalai Lama?”
“Tentu saja satu-satunya jalan adalah agar dia mati di dalam istana Dalai Lama di Lasha!” kata Kim Sim Lama.
“Akan tetapi, bagaimana caranya menyelundupkan dia ke dalam istana?” tanya Thay Bo Lama.
Kim Sim Lama tersenyum lagi.
“Tidak percuma pinceng menyebar orang-orang ke dalam Lasha. Biarlah kita menanti kesempatan yang baik. Sementara ini, kita tahan dia di dalam penjara lebih dulu.”
“Akan tetapi, hal itu berbahaya sekali, susiok! Dia amat lihai, kalau dibiarkan hidup di dalam penjara, bagaimana kalau sekali waktu dia memberontak dan berhasil lolos dari dalam penjara?” Thay Ku Lama berseru khawatir.
“Ha-ha-ha-ha, mengapa engkau begitu bodoh? Tentu saja kita harus membuat dia tidak berdaya lebih dahulu. Nah sekarang racunmu perampas ingatan itu kita butuhkan, Thay Hok Lama.”
Thay Hok Lama merasa girang karena dia dapat berjasa. Cepat dia mengeluarkan dua butir pel hitam.
“Ingatannya dihilangkan sama sekali ataukah untuk sementara, susiok?”
“Maksudmu bagaimana?” tanya Kim Sim Lama.
“Pinceng mempunyai dua butir pel racun perampas ingatan. Kalau diminumkan sebutir, maka dia akan kehilangan ingatan selama satu bulan saja. Akan tetapi, kalau dua butir sekaligus dimasukkan ke perutnya, racun yang bekerja sedemikian hebatnya sehingga semua syaraf ingatan di kepalanya akan hangus dan diapun akan kehilangan ingatan untuk selamanya.” Thay Hok Lama tertawa gembira karena bangga akan keahliannya tentang racun.
“Berikan sebutir saja. Mungkin kita memerlukan dia dalam keadaan sadar dan setelah sebulan, kalau perlu, kita bisa meminumkannya sebutir lagi.”
Thay Hok Lama menghampiri tubuh Sie Liong yang masih pingsan, menotok lehernya sehingga dengan mudah dia membukakan mulut pemuda itu dan memaksakan sebutir pel ke dalam kerongkongannya. Dengan arak yang dituangkan dengan paksa, maka pel itu memasuki perut Sie Liong tanpa diketahui pemuda yang masih pingsan itu.
“Ha-ha-ha, setelah siuman dia sudah akan lupa segala-galanya, susiok. Apakah boleh kami lempar dia di dalam kamar tahanan?” tanya Thay Hok Lama.
“Nanti dulu! Biarpun ingatannya hilang, kalau tenaganya masih demikian kuat dan nalurinya masih membuat dia mampu bersilat, hal itu tetap saja membahayakan.”
“Jangan khawatir, susiok. Pinceng mempunyai racun lain yang akan meracuni darahnya sehingga kalau dia mengerahkan sin-kangnya dia akan roboh sendiri,”
Kata Thay Hok Lama dan kembali dia mengeluarkan obat bubuk yang dituangkan ke dalam perut Sie Liong melalui mulutnya. Setelah itu, barulah Sie Liong dimasukkan ke dalam sebuah kamar tahanan yang berpintu besi.
“Ha-ha-ha, dalam keadaannya seperti itu, dia tidak berbahaya lagi, seperti orang biasa saja. Tidak perlu kita sendiri yang berjaga, cukup dijaga anak buah saja,”
Kata Thay Hok Lama dan demikianlah, Sie Liong dilempar ke dalam kamar tahanan dan pemuda itu menggeletak pingsan di atas lantai kamar yang dingin itu.
Lima orang Tibet Ngo-houw meninggalkan kamar itu setelah menyuruh enam orang penjaga berjaga di luar pintu besi dengan senjata di tangan. Tidak perlu dijagapun, pemuda yang sudah makan dua macam obat beracun itu takkan mampu membebaskan diri dari dalam kamar penjara!
**** 098 ****
Pendekar Bongkok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar