Ads

Rabu, 22 Januari 2020

Pendekar Bongkok Jilid 102

“Tibet Ngo-houw? Taihiap, ada urusan apakah dengan Tibet Ngo-houw?”

Jelas bagi Bouw Tek bahwa pertanyaan itu memancing. Dia merasa heran. Sejak dahulu semua orang juga tahu bahwa Tibet Ngo-houw adalah lima orang pendeta Lama yang terkenal sebagai pembantu-pembantu Dalai Lama yang dipercaya. Dan mungkin saja mereka kinipun berada di balik sutera putih di belakang Dalai Lama itu. Mengapa Dalai Lama masih bertanya lagi?

“Ampunkan saya, bukan maksud saya untuk mengadu, hanya saya diutus oleh para pimpinan Kun-lun-pai untuk menyelidiki mengapa Tibet Ngo-houw datang ke Kun-lun-san, bukan hanya mencari dan menyerang dengan maksud membunuhi para pertapa dan tosu yang berasal dari Himalaya dan kini bertapa di sana, akan tetapi juga bahkan mereka berlima itu memusuhi Kun-lun-pai. Karena mereka itu mengaku diutus oleh paduka, maka saya kira lebih baik saya langsung saja bertanya kepada paduka mengenai sepak terjang Tibet Ngo-houw itu.”

Dalai Lama mengangguk-angguk, agaknya sama sekali tidak heran atau terkejut mendengar ucapan Bouw Tek ini, bahkan terdengar dia berkata lirih, seperti kepada diri sendiri.

“Hemm, sampai begitu jauh mereka berusaha memburukkan nama kami?”

Dalai Lama bertepuk tangan dua kali dan muncullah seorang pendeta Lama dari balik kain sutera putih. Dia seorang pendeta yang bertubuh tinggi besar, bersikap agung dan usianya sudah enam puluh tahun lebih, mukanya persegi seperti muka singa, membayangkan kekerasan dan kekokohan, akan tetapi sinar matanya lembut. Dia menjura di depan Dalai Lama, menanti perintah.

“Lie-taihiap, engkau tentu masih ingat kepada Kong Ka Lama yang bijaksana dan sakti ini. Nah, dialah yang akan menceritakan semuanya kepadamu. Maafkan, tiba saatnya bagi saya untuk melakukan meditasi, maka selanjutnya, rundingkanlah segalanya dengan Kong Ka Lama.”

Setelah berkata demikian, Dalai Lama bangkit berdiri. Bouw Tek cepat bangkit berdiri diikuti oleh Lan Hong dan setelah sedikit mengangguk kepada mereka Dalai Lama lalu melangkah masuk dari pintu di belakang sutera putih, meninggalkan Bouw Tek dan Lan Hong berdua dengan pendeta Lama yang bernama Kong Ka Lama itu.

Setelah Dalai Lama dan para pendeta yang mengawalnya memasuki pintu yang segera tertutup kembali, barulah Kong Ka Lama menghadapi Bouw Tek dan Lan Hong, membuat gerakan dengan tangan menunjuk pintu samping dan berkata,

“Taihiap dan toanio, mari kita bicara di ruangan sebelah.”

Mereka bertiga keluar dari ruangan itu, melalui pintu samping mereka memasuki sebuah ruangan lain yang tidak begitu besar. Ruangan inipun kosong dan hanya ada sebuah meja dan beberapa buah kursi. Kong Ka Lama mempersilakan dua orang tamu itu duduk dan dia sendiripun duduk menghadapi mereka.

Tentu saja Lie Bouw Tek masih ingat kepada pendeta Lama ini. Kong Ka Lama atau artinya Lama Salju Putih adalah seorang di antara jagoan Tibet yang mengawal Dalai Lama. Bahkan dulu, ketika Dalai Lama dalam perjalanan keluar Lasha dihadang para pemberontak yang menyerangnya, Kong Ka Lama yang mengepalai para pengawal melakukan perlawanan dan melindungi Dalai Lama yang berada di dalam tandu.

Pada waktu itulah kebetulan dia melakukan perjalanan dan melihat peristiwa itu, lalu dia turun tangan membantu para pendeta Lama, menghalau para penghadang sehingga akhirnya Dalai Lama dapat diselamatkan. Kong Ka Lama adalah seorang pendeta Lama yang berilmu tinggi dan masih saudara seperguruan dengan lima orang Tibet Ngo-houw, maka dapat dibayangkan kelihaiannya.

“Taihiap, pinceng (saya) memenuhi perintah Dalai Lama untuk memberi keterangan dan penjelasan kepada taihiap tentang sepak terjang Tibet Ngo-houw terhadap para tosu yang berasal dari Himalaya dan yang kini mengungsi ke Kun-lun-san itu. Mungkin taihiap sudah mendengar betapa yang mulia Dalai Lama dahulunya terlahir di sebuah dusun dan melihat bahwa beliau adalah penjelmaan Dalai Lama yang tua, maka para pandeta Lama yang ketika itu dipimpin oleh wakil Dalai Lama, yaitu Kim Sim Lama mengambil calon Dalai Lama baru itu secara paksa. Hal ini diketahui oleh seorang pertapa Himalaya dan terjadilah bentrokan ketika pertapa itu membela orang-orang dusun yang hendak mempertahankan anak itu sehingga akibatnya, tiga orang pendeta Lama tewas. Akan tetapi anak itu dapat dibawa ke sini. Kemudian, dengan bimbingan Kim Sim Lama, anak itu diangkat menjadi Dalai Lama.”

Lie Bouw Tek dan Sie Lan Hong mendengarkan dengan penuh perhatian. Lie Bouw Tek tidak merasa heran karena dia pernah mendengar sendiri dari Dalai Lama, yaitu ketika dia menolongnya baberapa tahun yang lalu bahwa Dalai Lama ketika kecilnya menimbulkan keributan karena dia dipaksa oleh para pendeta Lama ke Tibet sehingga timbul pertempuran antara para pendeta Lama dan orang-orang dusun yang mempertahankannya.

“Itulah yang aneh, lo-suhu,” katanya. “Kalau sedikit banyak para tosu Himalaya sudah berjasa membela Dalai Lama ketika masih kecil, kenapa sekarang Dalai Lama yang mulia dan adil bahkan menyuruh Tibet Ngo-houw untuk membunuhi para tosu dari Himalaya, bahkan memusuhi para tosu Kun-lun-pai?”






Kong Ka Lama menarik napas panjang.
“Omitohud.... memang demikianlan agaknya yang dikehendaki mereka yang hendak merusak nama baik yang mulia Dalai Lama. Dengarlah, taihiap, akan pinceng lanjutkan penjelasan itu.”

Kong Ka Lama berhenti sebentar, lalu melanjutkan ceritanya.
“Karena ketika diangkat menjadi Dalai Lama, pemimpin kami itu masih belum dewasa, maka kekuasaan dipegang sementara oleh wakil Dalai Lama, yaitu Kim Sim Lama yang sudah berpengalaman. Adalah Kim Sim Lama ini yang dahulu mengamuk, mengirim para pendeta Lama ke Himalaya dan menyerang para tosu dan pertapa Himalaya. Tindakan itu dia lakukan karena dendam, yaitu karena kematian tiga orang pendeta Lama ketika terjadi pertempuran memperebutkan Dalai Lama ketika masih kecil. Perbuatan itu mendatangkan keributan dan banyak para tosu dan pertapa tewas, terluka dan lebih banyak lagi yang melarikan diri meninggalkan Himalaya. Di antaranya banyak yang mengungsi ke Kun-lun-san.”

Lie Bouw Tek mengangguk-angguk.
“Akan tetapi, kiranya peristiwa itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan plhak Kun-lun-pai, lo-suhu.”

“Omitohud, memang tidak ada hubungannya. Harap taihiap dengarkan selanjutnya, nanti taihiap akan mengerti. Beberapa tahun kemudian, setelah Dalai Lama menjadi dewasa dan mengerti, beliau mendengar tentang segala sepak terjang Kim Sim Lama yang menjadi wakil, juga pembimbingnya ketika beliau masih kecil. Beliau terkejut sekali. Pertama, beliau adalah penjelmaan Dalai Lama yang selalu hidup suci, maka tentu saja beliau tidak suka mendengar tentang permusuhan, apalagi dendam kebencian dan bunuh membunuh. Apalagi yang dikejar-kejar adalah para pertapa, para tosu karena dahulu seorang diantara mereka pernah membantu penduduk dusun yang mempertahankan dirinya yang hendak dibawa dengan paksa oleh para pendeta Lama. Juga masih banyak kebijaksanaan yang diambil Kim Sim Lama tidak disetujuinya. Beliau menegur Kim Sim Lama dan terjadilah bentrokan!”

“Hemm, terjadi pemberontakan, begitukah maksud lo-suhu?”

Pendeta Lama itu mengangguk.
“Semacam itulah. Dalai Lama tidak suka meributkan peristiwa itu, karena hanya akan memukul nama baik Tibet sendiri. Kim Sim Lama dapat ditundukkan dan dia pun meninggalkan Lasha, tidak mau lagi membantu Dalai Lama. Bahkan dia membentuk suatu perkumpulan yang disebut Kim-sim-pai yang berpusat di sekitar Telaga Yam-so, sebelah selatan Lasha. Akan tetapi, karena sampai sekarang mereka tidak pernah melakukan gerakan pemberontakan, Dalai Lama mendiamkan saja, bahkan memesan kepada kami semua agar tidak membuat keributan dengan Kim-sim-pai, apalagi mengingat bahwa Kim Sim Lama adalah seorang tokoh tua di sini dan sudah banyak jasanya dahulu ketika menjadi wakil Dalai Lama.”

“Akan tetapi, bagaimana dengan Tibet Ngo-houw yang mengamuk di Kun-lun-san?”

“Omitohud....! Sungguh hal itu sama sekali tidak kami ketahui sebelumnya, taihiap. Agaknya, Yang Mulia Dalai Lama terlalu memberi hati kepada mereka dan agaknya sudah tiba saatnya untuk menghentikan nafsu mereka yang merajalela. Hendaknya taihiap ketahui banwa Tibet Ngo-houw merupakan tokoh-tokoh Tibet yang juga menjadi anak buah Kim Sim Lama. Jelas bahwa perbuatan Tibet Ngo-houw itu sengaja mereka lakukan, bukan lagi untuk membalas dendam sekarang, melainkan terutama sekali untuk memburukkan nama baik Dalai Lama, atau untuk mengadu domba agar para tosu, dan juga Kun-lun-pai, memusuhi Dalai Lama.”

“Ah, betapa liciknya!” Bouw Tek berseru. “Sekarang baru saya mengerti, lo-suhu. Untung bahwa saya langsung datang menghadap Dalai Lama sehingga memperolen keterangan yang teramat penting ini.”

“Omitohud, sukurlah kalau taihiap sudah dapat mengerti. Harap taihiap sudi menyampaikan maaf kami kepada Kun-lun-pai dan para tosu di pegunungan Kun-lun-san dan suka memberitahukan keadaan yang sesungguhnya. Bahwa Dalai Lama sama sekali tidak memusuhi para tosu, dan bahwa semua itu, sejak dahulu, adalah tindakan yang diambil oleh Kim Sim Lama.”

“Akan tetapi, apakah perbuatan itu harus didiamkan saja? Jelas bahwa Kim Sim Lama melakukan perbuatan menyeleweng dan jahat terhadap nama baik Dalai Lama....”

“Lie-taihiap, hal itu merupakan urusan dalam kami sendiri. Dalai Lama tentu akan mengambil kebijaksanaan dan apapun yang diambilnya, kebijaksanaan itu tidak ada hubungannya dengan pihak luar. Oleh karena itu, kami harap agar taihiap juga tidak mencampuri. Bahkan pinceng yakin bahwa yang mulia Dalai Lama sendirilah yang akan bertindak. Nah, kiranya cukup jelas, taihiap. Sekarang kami persilakan ji-wi kembali ke luar istana, dan kalau mungkin secepatnya meninggalkan Lasha agar jangan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.”

Pendeta Lama itu bangkit berdiri. Bouw Tek dan Lan Hong bangkit berdiri.
“Maaf, lo-suhu. Ada sedikit lagi pertanyaan dari kami. Harap saja lo-suhu suka membantu kami.”

“Hemm, urusan apakah itu, taihiap?”

“Sie-toanio ini datang ke Lasha untuk mencari dua orang, lo-suhu. Yang pertama adalah puterinya, seorang gadis bernama Yauw Bi Sian yang berusia kurang lebih delapan belas tahun, dan yang ke dua adalah adiknya yang bernama Sie Liong dan terkenal dengan julukan Pendekar Bongkok. Kami perkirakan merekapun datang ke Lasha. Kalau barangkali lo-sunu dapat memberi keterangan tentang mereka....”

Pendeta Lama itu mengelus jenggotnya yang dibiarkan memanjang, alisnya berkerut dan dia mengangguk-angguk sambil memandang kepada Sie Lan Hong.

“Hemm, jadi, toanio ini kakak dari Pendekar Bongkok yang terkenal itu? Toanio, tentang puteri toanio ini, kami tidak pernah mendengarnya. Akan tetapi kalau Pendekar Bongkok.... hemm, namanya sudah sampai pula ke dalam istana ini. Memang dia pernah berada di Lasha, kabarnya bersama seorang gadis peranakan Tibet Han. Dan kebetulan pula menurut kabar yang kami dengar, dia pernah bentrok dengan seorang anggauta Kim-sim-pai.”

“Aih, terima kasih, lo-suhu. Dapatkah lo-suhu memberitahu, di mana dia sekarang?” tanya Lan Hong yang se¬jak tadi tidak pernah ikut bicara.

“Menurut penyelidikan para anak buah kami yang diam-diam kami taruh di mana-mana untuk menjaga keamanan Lasha, ada yang melihat PendeKar Bongkok mendatangi sarang Kim-sim-pai. Akan tetapi karena anak buah kami itu dipesan dengan keras agar jangan sampai terlibat dalam urusan Kim-sim-pai, dan karena tidak ada sangkut-pautnya dengan kami, maka kamipun tidak tahu apa yang terjadi di sana. Nah, kiranya cukup keterangan kami, taihiap dan toanio.”

Lie Bouw Tek tidak berani mengganggu lagi dan diapun menghaturkan terima kasih, lalu meninggalkan istana itu bersama Lan Hong. Wanita itu menahan-nahan perasaannya, dan baru setelah mereka keluar dari istana itu, Lan Hong berkata dengan suara mengandung kekhawatiran.

“Aih, toako. Apa yang hurus kulakukan sekarang? Aku ingin cepat menyusul dan mencari Sie Liong. Aku harus lebih dahulu bertemu dia sebelum Bi Sian mendahuluiku. Aih, ngeri aku membayangkan mereka saling bertemu sebelum aku menemui adikku....”

“Tenanglah, Hong-moi. Biar aku akan melakukan penyelidikan ke daerah Telaga Yam-so untuk mencari Pendekar Bongkok dan aku akan mengajaknya ke sini menemuimu.”

“Tidak! Aku harus ikut, toako. Aku harus cepat menemukannya. Sekarang juga.”

“Akan tetap hal itu berbahaya sekali, Hong-moi. Tentu engkau tadi sudah mendengar keterangan Kong Ka Lama. Daerah telaga Yam-so itu menjadi sarang Kim-sim-pai dan mereka adalah para pendeta Lama yang memberontak. Banyak terdapat orang sakti di sana, Hong-moi. Lebih baik engkau menanti saja di rumah penginapan dan biarlah aku yang akan mencari adikmu di sana.”

“Toako, tidak boleh begitu. Yang mempunyai kepentingan adalah aku, bagaimana mungkin engkau yang susah payah menempuh bahaya dan aku yang enak-enak menanti sambil tiduran di kamar? Tidak, aku harus ikut! Aku tidak takut menghadapi bahaya dan aku juga dapat menjaga diriku sendiri, toako!”

“Akan tetapi, sungguh aku amat mengkhawatirkan keselamatan dirimu, Hong-moi. Bagaimana kalau sampai datang ancaman bahaya dan aku sampai tidak mampu melindungi dirimu? Aih, Hong-moi, tak dapat aku membayangkan hal itu terjadi....” Suara pendekar perkasa itu tiba-tipa agak gemetar. “....tidak, aku tidak dapat membiarkan engkau terancam bahaya. Aku.... aku akan merasa menyesal selama hidupku!”

Melihat pendekar itu bicara seperti itu, seperti tanpa disadarinya bahwa dia membuka rahasia hatinya, tiba-tiba wajah Lan Hong berubah merah dan iapun tersipu. Kalau saja tidak sedang menghadapi keadaan yang menegangkan, tentu ia akan semakin tersipu malu, walaupun ada rasa bahagia dan bangga menyelinap di dalam hatinya.

“Toako, banyak terima kasih atas perhatianmu kepada diriku, akan tetapi sebaliknya, toako. Kalau engkau pergi sendiri meninggalkan aku untuk mencari adikku, kemudian terjadi sesuatu dengan dirimu, maka akupun akan merasa menyesal selama hidupku, bahkan tak mungkin lagi aku menghadapi kehidupan yang kejam ini seorang diri saja....”

Keduanya menunduk dan dalam saat seperti itu, biarpun mereka tidak secara langsung mengucapkan pengakuan, namun keduanya merasa benar betapa keduanya saling membutuhkan, saling manyayang, saling mencinta dan merasa ngeri kalau-kalau saling kehilangan!

“Baiklah, Hong-moi. Kita pergi bersama, akan tetapi kita harus berhati-hati dan membuat persiapan. Aku akan melakukan penyelidikan yang lebih seksama dulu. Besok baru kita berangkat ke Telaga Yam-so.”

“Terima kasih, toako. Selama hidupku, aku tidak akan pernah dapat melupakan semua budi kebaikanmu ini,” kata Lan Hong lirih dengan suara mengandung isak haru.

**** 102 ****




Pendekar Bongkok Jilid 101
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar